Alasan diperlukannya Good Corporate Governance (GCG) Menurut (Astuti dalam Piput Dwi jayanti, 2015) Semakin berkembangnya era demokrasi dan birokrasi pada saat ini maka semakin banyak tuntutan publik agar tercipta adanya transparansi dan akuntabilitas, agar kepercayaan tetap solid maka diciptakan suatu kondisi yang transparan dan dapat dipertanggungjawakan, kondisi ini disebut Good Corporate Governance. Isu Corporate Governance dilatarbelakangi karena adanya theory agency yang menyatakan bahwa permasalahan muncul ketika kepemimpinan perusahaan terpisah dari pemiliknya sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara pemilik dengan pengelola. Konflik tersebut dapat diminimalkan dengan mekanisme yang mampu mensejajarkan kepentingan pemegang saham dengan kepentingan manajemen, mekanisme tersebut dikenal sebagai Good Corporate Governance (GCG). Good Corporate Governance merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus memenangkan persaingan bisnis global. Menurut (Adi Suharna & Fifi Swandari, 2016) Krisis ekonomi yang terjadi pada waktu belakangan ini adalah krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat akibat kerugian di pasar perumahan (subprime mortgage) pada tahun 2008 dimana berdampak global kepada negaranegara di Eropa maupun Asia. Indonesia juga tak dapat lepas dari dampak krisis ekonomi global. Hal ini memberikan sentiment negatif bagi pasar keuangan Indonesia yang tercermin dari turunnya IHSG hingga level 1100 yang secara simultan menekan nilai tukar rupiah melewati batas psikologis Rp 9.500 per US$. Adanya tekanan bagi ekspor nasioal dan investor asing serta adanya ketidakpastian terhadap harga komoditas yang akan berpengaruh terhadap prospek inflasi. Akibat krisis ekonomi global tahun 2008, telah menciptakan kepanikan investor dan kekhawatiran keamanan investasi mereka. Ketidakyakinan investor atas tata kelola perusahaan dimana mereka berinvestasi telah memicu terjadinya short selling dan profit taking. Aksi profit taking yang terjadi saat kepanikan krisis global tahun 2008 menjadi salah satu contoh adanya asimetri informasi yang muncul dalam kerangka konflik keagenan akibat adanya perbedaan kepentingan. Konflik keagenan ini dapat diatasi dengan melakukan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Perusahaan dengan good corporate governance akan mendorong terciptanya hubungan yang baik antara pemegang saham, manajemen dan stakeholder lainnya. Hal ini akan membuat pemegang saham mengetahui dan memahami kondisi fundamental perusahaan sehingga kinerja perusahaan tetap berjalan baik walaupun terjadi krisis. Esensi corporate
governance adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap pemangku kepentingan lainnya berdasar kerangka aturan dan peraturan yang berlaku (Gunarsih dalam Adi Suharna, 2016). Dinamika bisnis dan iklim usaha yang semakin kompetitif mengharuskan semua perusahaan secara terus menerus meningkatkan kinerjanya. Di lain pihak, pemegang saham, investor, masyarakat ataupun stakeholder lainnya menuntut perusahaan tetap berjalan dengan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik. Selain aspek fundamental dan teknis perusahaan, GCG perusahaan juga terbukti menjadi salah satu pertimbangan para pelaku pasar saat akan mengalokasikan dananya di saham suatu perusahaan. GCG atau tata kelola perusahaan yang baik akan berpengaruh pada kinerja perusahaan, termasuk efisiensi biaya dan memberikan rasa aman kepada investor. Alasan diperlukannya GCG secara umum yaitu: 1. Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan yang didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kesetaraan dan kewajaran. 2. Mendorong pemberdayaan fungsi dan kemandirian masing-masing organ perusahaan, yaitu Dewan Komisaris, Direksi dan Rapat Umum Pemegang Saham. 3. Mendorong pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi agar dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakannya dilandasi oleh nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Tjager dalam Jayanti (2015) mengatakan bahwa paling tidak ada lima alasan mengapa penerapan GCG diperlukan dalam sebuah perusahaan, yaitu: 1. Berdasarkan survei yang telah dilakukan oleh McKinsey & Company menunjukan bahwa para investor institusional lebih menaruh kepercayaan terhadap perusahaan-perusahaan di Asia yang telah menerapkan Good Corporate Governance (GCG). 2. Berdasarkan berbagai analisis, ternyata ada indikasi keterkaitan antara terjadinya krisis financial dan krisis berkepanjangan di Asia dengan lemahnya tata kelola perusahaan. 3. Internasionalisasi pasar-termasuk liberalisme para financial dan pasar modal-menuntut perusahaan untuk menerapkan Good Corporate Governance (GCG). 4. Kalaupun Good Corporate Governance (GCG) bukan obat mujarab untuk keluar dari krisis, sistem ini dapat menjadi dasar bagi berkembangnya sistem nilai baru yang lebih sesuai dengan lengkap bisnis yang kini telah banyak berubah. 5. Secara teoritis, praktik Good Corporate Governance (GCG) dapat meningkatkan nilai perusahaan.
Sedangkan menurut Siswanto Sutojo dalam E. John Aldridge (2005), Good Corporate Governance mempunyai lima macam tujuan utama, yang menjadi alasan diperlukannya penerapan GCG dalam sebuah perusahaan, yaitu sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.
Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham. Melindungi hak dan kepentingan para anggota the stakeholders non-pemegang saham. Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja Dewan Pengurus atau Board of Directors dan
manajemen perusahaan, dan 5. Meningkatkan mutu hubungan Board of Directors dengan manajemen senior perusahaan. Banyak alasan yang dikemukakan tentang perlunya perusahaan menerapkan prinsip good corporate governance. Namun demikian, satu alasan utama yang dikemukakan para pakar adalah bahwa prinsip-prinsip CG diperlukan untuk mengatasi masalah yang ada dalam pengelolaan perusahaan. Banyak pihak seperti pembuat kebijakan, praktisi, dan akademisi berpendapat bahwa perbaikan CG merupakan suatu hal yang harus dilakukan seperti melalui pembentukan komite audit, peningkatan transparansi informasi, keberadaan komisaris independen, meningkatkan hubungan dengan investor, dan pemberian remunerasi yang dikaitkan dengan kinerja perusahaan, dan sebagainya.