AUTOIMUNITAS
Oleh: Ni Kadek Indah Sunar Anggreni NIM. 175070200111018 Reguler 2
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2017/2018
AUTOIMUN Autoimunitas atau incorrect respone merupakan respon imun terhadap antigen dirinya sendiri (autologous) dan menjadi penyebab daei penyakit penting. Autoimun dapat bersifat sistemik atau spesifik organ. Autoimun yang bersifat sistemik menyerang dan menyebabkan kerusakan pada berbagai jaringan dan mempunyai manifestasi klinis yang luas. Sedangkan autoimun spesifik organ hanya menyerang satu atau sedikit organ. Kriteria Autoimun Diperlukan beberapa kriteria yang dapat dijadikan patokan atau landasan dan harus terpenuhi untuk menentukan bahwa autoimunitas merupakan penyebab dari suatu penyakit tertentu
Autoantibodi atau sel T autoreaktif dengan spesifitas untuk organ yang terkena yang ditemukan pada penyakit Kriteria ini ditemukan pada kebanyakan penyakit endokrin autoimun. Lebih sulit ditemukan pada antigen sasaran yang tidak diketahui seperti pada AR. Autoantibodi lebih mudah ditemukan dibandingkan sel autoreaktif, tetapi autoantibodi dapat juga ditemukan pada beberapa subjek normal.
Autoantibodi dan atau sel T ditemukan di jaringan dengan cedera Benar
pada
beberapa
penyakit
endokrin,
LES
dan
beberapa
glomerulonephritis.
Ambang autoantibodi atau respon sel T menganggambarkan aktivitas penyakit Hanya ditemukan pada penyakit autoimun sistemik akut dengan kerusakan jaringan progresif cepat seperti pada LES, vasculitis sistemik atau penyakit antiglomerulus membrane basal.
Penurunan respon auto imun menyebabkan perbaikan penyakit Keuntungan imunosupresi terlihat pada beberapa penyakit, terbanyak imunodupresan tidak spesifik dan berua antiinflamasi
Transfer antibody atau sel T ke pejamu sekunder menimbukan penyakit autoimun pada resipien
Hal ini ditemukan pad amodel hewan. Pada manusia dengan transfer transplasental antibodi IgG autoreaktif selama kehamilan trisemester terakhir dan dengan timbulnya penyakit autoimun pada resipien transplan sumsum tulang bila donor memiliki penyakit autoimun.
Imunisasi dengan autoantigen dan kemudian induksi respon autoimun menimbulkan penyakit. Banyak proein sel menginduksi respon autoimun pada hewan bila disuntikkan dengan ajuvan yang benar. Lebih sulit dibuktikan pada manusia, tetapi imunisasi rabies dengan jaringan otak mamalia yang terinfeksi (tidak infeksius) dapat menimbulkan ensefalomielitis autoimun.
Faktor penyebab autoimun Faktor genetik Resiko yang diturunkan pada sebagian besar oenyakit autoimun dikaitakan pada banyak loki gen, dengan kotribusi terbesar dibuat oleh gen MHC. Jika penyakit ini mengenai salah satu saudara kembar, maka kemungkinan saudara kembar lainnya ikut menderita lebih besar disbanding anggota populasi yang tidak berhubungan. Angka kejadian menjadi semakin tinggi pada kembar homozigot disbanding kembar dizigot. Hal ini membuktikan peran penting faktor genetik pada kerentanan terhadap autoimunitas.
Faktor lingkungan Infeksi dapat mengaktifkan limfosit autoreaktif, sehigga memicu timbulnya penyakit autoimun. Infeksi dapat berdampak pada autoimunitas melalui beberapa cara: a) Suatu infeksi pada jaringan dapat menstimulasi respon imun alami lokal yang berdampak pada meningkatnya kontimulator dan sitokinin oleh APC. Kemudian, hal tersebut dapat memicu sel T autoreaktif yang bertemu dengan autoantigen di jaringan. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa infeksi dapat merusak toleransi sel T dan mendorong aktivasi limfosit.
b) Beberapa mikroba infeksius dapat menghasilkan antigen peptide yang serupa dan beraksi silang dengan autoantigen, respon imun terhadap autoantigen tersebut dapat memicu serangan imun terhadap autoantigen. Reaksi silang ini disebut dengan mimikri molecular. Namun pada beberapa kasus, antibodi yang dihasilkan untuk melawan protei mikrobial juga dapat mengikat autoantigen. c) Respon imun alami terhadap infeksi dapat mengubah struktur kimia autoantigen. Contohnya, pada beberapa kasus infeksi periodontal yang dihubungkan dengan atritis rheumatoid. Dimana respon inflamasi akut dan kronik terhadap berbagai bakteri tersebut menyababkan konversi enzimatik arginine menjadi sitrulin pada protein diri, dan protein terstilunasi ini dikenali sebagai beda asing dan merangsag munculnya respons imun adaptif. d) Infeksi dapat merusak jaringan dan melepaskan antigen yang pada keadaan normal seharusnya terlindungi dari sistem imun. Contohnya, beberapa antigen terlindungi yang terdapat pada testis dan mata, dalam kondisi normal seharusnya tidak terdeteksi oleh sistem imun dan tidak merangsang adannya respon adaptif sistem imun. Pelepasan antigen ini (mislana karena trauma atau infeksi) dapat menjadi pencetus timbulnya reaksi autoimun terhadap jaringan tersebut. e) Jumlah yang banyak serta komposisi mikroba komensal normal di usus, kulit dan tempat lainnya (mikrobion) dapat berpengaruh pada kesehatan dan pemeliharaan toleransi diri. Kemungkinan ini menimbulkan banyak perhatian, tetapi variasi normal pada mikrobion manusia yang terkait dengan paparan lingkungan dan diet, menyebabkan kesulitan untuk menilai hubunngan antara mikroba tertentu dengan timbulnya penyakit autoimun. Faktor lingkungan a) Hormon Wanita cenderung menderita penyakit autoimun disbanding pria karen awanita lebih banyak memproduksi antibodi yang biasanya merupakan respon proinflamasi Th1. Kehamilan sering disertai dengan memburuknya penyakit terutama atritis reumatik dan relaps sering terjadi setelah melahirkan. Pengangkatan ovarium mencegah awitan autoimunitas spontan pada hewan (terutama LES) dan pemberian estrogen mempercepat awitan penyakit.
Hormon hipofisa, prolactin menunjukkan efek stimulator terutama pada sel T. kadar prolactin yang timbul tiba tiba setelah kehamilan berhubungan dengan kecenderungan ternjadinya penyakit autoimunitas. b) Obat Banyak obat berkaitan dengan efek samping berupa idiosinkrasi dan patogenesisnya terjadi melalui komponen autoimun. Konsep autoimun melibatkan 2 komponen yaitu respon imun tubuh berupa respon autoagresif dan atigen. c) Radiasi UV Paparan sinar ultraviolet diketahu merupakan pemicu inflamasi kulit dan LES. Radiasi UV memicu modifikasi struktur radikal bebas self antigen yang meningkatkan imunogenesitas. d) Oksigen dan radikal bebas Bentuk lain dari kerusaka fisis dapat mengubah imunogenesitas self antigen terutama kerusakan self molekul oleh radikal bebas oksigen yang menimbulkan sebagian proses inflamasi, pemicu lainnya adalah stress psikologi dan faktor makanan e) Logam Berbagai logam seperti Zn, Cu, Cr, Pb, Cd, Pt, perak dan metalloid (silicon) diduga dapat menimbulkan efek terhadap sistem imun, baik in vitro maupun in vivo dan kadang serupa autoimunitas. Salah satu contohnya adalah silicon paparan inhalasi debu silicon pada pekerja dapat menimbulkan penyakit sekosis. Rspon imun yang terjadi dapat berupa produksi ANA, RF dan beberapa kerja juga menunjukkan gejala LES atau sindrom sleroderma dengan endapan kompleks imun di glomerulus dan glomerulusklerosis lokal. Penderita silkosis menunjukkan kadar antibodi tergadap kolagen tipe I dan III. Bentuk fulminant silicosis dikenal sebagai silikoproteinosis yang ditandai oleh peningkatan ANA dan glomerulonephritis kresentik yang progresif cepat. Mekanisme Kerusakan Jaringan Kerusakan pada penyakit autoimun terjadi melalui antibodi (tipe I dan III), Tipe IV yang mengaktifkan sel CD4+ atau sel CD8+. Kerusakan organ yang mengikat tempat fungsional self antigen seperti reseptor hormon, reseptor
neurotransmitor dan protein plasma. Autoantibodi tersebut dapat menyerupa atau mengahambat efek ligan endogen untuk sel protein yang menimbulkan gangguan fungksi tanpa terjadinya inflamasi atau kerusakan jarigan. Fenomena ini jelas terlihat pada autoimunitas endokrin dengan autoantibodi yang menyerupai atau menghambat efek hormon seperti TSH, yang menimbulkan aktifitas berlebihan atau kurang dari tiroid. Banyak akibat yang berat dan ireversibel penyakit autoimun disebabkan oleh endaan matriks protein ekstraseluler di organ yang terkena. Proses fibrosis ini dapat menimbulkan gangguan fungsi misalnya fibrois paru, sirosis, sclerosis sistemik dan fibrosis intestitisiao dan glomerular. Prinsip Pengobatan Penyakit Autoimunitas Terdapat dua strategi utama yag biasa digunakan untuk mengatasi penyakit autoimun yaitu menekan respon imun dan menggantikan fungsi organ yang terganggu/ rusak. Pada sebagian besar kasus autoimun organ spesifik, biasanya dilakukan pengaturan metabolism dengan cara pemberian tiroksin pada miksedem primer, insulin pada DM juvenile, vitamin B12 pada anemia pernisiosa dan obat antitiroid pada Grave. Pada penyakit automun seperti LES, AR, imunosupresan mungkin merupakan cara utama yang paling sering digunakan untuk mencegah cacat parah dan kematian. Namun imunosupresan yang ada masih sangat terbatas dan kurang spesifik serta memiliki efek samping toksik.
Daftar Pustaka Abbas dkk.2016.Imunologi Dasar Abbas Fungsi dan Kelainan Sistem Imun.United State: Elsevier Baratawidjaja dan Rengganis.2013.Imunologi Dasar.Jakarta: Balai Penerbit FKUI Playfair dan Chain.2009.At a Glance Imunologi Edisi Kesembilan.Jakarta: Penerbit Erlangga Wiradharma dkk.2015.Konsep Dasar Imunologi. Sagung Seto