A. Bagan Pathway Mola Hidatidosa
Faktor Etiologi : a. Trofoblas proliferasi b. Degenerasi hidrofilik c. Paritas tinggi d. Kekurangan protein e. Infeksi virus pada ibu hamil
Faktor Presdiposisi: a. Riwayat penyakit mola sebelumnya b. Riwayat genetik c. Etnis Asia d. Usia ibu hamil
Tanda Gejala: a. b. c. d. e.
Nyeri/ kram perut Uterus semakin besar Balotemen tidak teraba Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin Perdarahan tidak teratur
Pemeriksaan penunjang : USG, Pemeriksaan hCG, Uji Sonde, Foto thoraks, Foto rontgen abdomen
Diagnosa : Mola Hidatidosa
Komplikasi 1
Komplikasi 2
Komplikasi 3
Komplikasi 4
Komplikasi 5
Perforasi
Anemia
Syok
Infeksi
Keganasan
.
hipovolemik
uterus
Tindakan 2
Tindakan 3
Tindakan 4
Transfusi darah
Rehidrasi cairan tubuh dengan infuse Ringer Laktat
Antibiotik
Tindakan Kuretase/ histerektomi
B. Penjelasan Bagan 1. Pengertian Mola Hidatidosa Mola Hidatidosa adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur, atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Kelainan ini merupakan neoplasma trofoblas yang jinak (benigna). Mola hidatidosa ialah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di mana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh villi korialis mengalami perubahan hidropik. Dalam hal demikian disebut mola hidatidosa atau complete mole, sedangkan bila disertai janin atau bagian dari janin disebut mola parsialis atau partial mole. 2. Etiologi Penyebab terjadinya mola hidatidosa adalah pembengkakan pada vili (degenerasi pada hidrofik) dan poliferasi trofoblas. Faktor yang dapat menyebabkan mola hidatidosa antara lain : a. Faktor ovum: ovum patologik sehingga mati dan terlambat dikeluarkan b. Imunoselektif dari trofoblas c. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah d. Paritas tinggi e. Kekurangan protein f. Infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas. 3
Presdiposisi Faktor resiko lainnya yang diketahui adalah status sosio ekonomi rendah, keguguran sebelumnya, neoplasma trofoblastik gestasional sebelumnya, dan usia yang sangat ekstrim pada masa subur. Efek usia yang sangat jelas terlihat adalah pada wanita yang berusia lebih dari 45 tahun, ketika frekuensi lesi yang terjadi adalah 10 kali lipat dari pada lesi yang dapat terjadi pada wanita yang berusia diantara 20-40 tahun.
Faktor lain yang mempengaruhi wanita untuk kehamilan mola yaitu berkaitan dengan genetika dan riwayat reproduksi. Berikut faktor resiko untuk kehamilan mola hidatidosa : a. Etnis Asia Ada insiden yang lebih tinggi untuk angka kejadian kehamilan mola hidatidosa di kawasan Asia. Perempuan dari etnis Asia beresiko dua kali lipat lebih tinggi dari pada wanita non-etnis Asia. b. Riwayat kehamilan mola hidatidosa sebelumnya Wanita yang pernah mengalami kehamilan mola hidatidosa memiliki resiko 2 kali lipat dibandingkan dengan yang belum pernah mengalami kehamilan mola hidatidosa. c. Riwayat genetic Terdapat penelitian yang membuktikan bahwa kehamilan mola hidatidosa memiliki penyebab genetik terkait dengan mutasi gen pada kromosom 19. d. Faktor makanan Asupan rendah karotene dan rendah lemak hewani dikaitkan dengan peningkatan resiko kehamilan mola hidatidosa sempurna, termasuk juga kekurangan vitamin A.
4. Klasifikasi Mola hidatidosa terdiri dari dua jenis, yaitu : a. Mola Hidatidosa Komplet Pada mola jenis ini, tidak terdapat adanya tanda-tanda embrio, tali pusat, atau membran. Kematian terjadi sebelum berkembangnya sirkulasi plasenta. Villi korionik berubah menjadi vesikel hidropik yang jernih yang menggantung bergerombol pada pedikulus kecil, dan memberi tampilan seperti seikat anggur. Ukuran vesikel bervariasi, dari yang sulit dilihat sampai yang berdiameter beberapa sentimeter. Hiperplasia menyerang lapisan sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas. Massa mengisi rongga uterus dan dapat cukup besar untuk menyerupai kehamilan.
Pada
kehamilan
normal,
trofoblas
meluruhkan
desidua
untuk
menambatkan hasil konsepsi. Hal ini berarti bahwa mola yang sedang berkembang dapat berpenetrasi ke tempat implantasi. Miometrium dapat terlibat, begitu pula dengan vena walaupun jarang terjadi. Ruptur uterus dengan perdarahan massif merupakan salah satu akibat yang dapat terjadi. Mola komplet biasanya memiliki 46 kromosom yang hanya berasal dari pihak ayah (paternal). Sperma haploid memfertilasi telur yang kosong yang tidak mengandung kromosom maternal. Kromosom paternal berduplikasi sendiri. Korsiokarsioma dapat terjadi dari mola jenis ini.
Gambar Mola Hidatidosa Komplet b. Mola Hidatidosa Partial Tanda-tanda adanya suatu embrio, kantong janin, atau kantong amnion dapat ditemukan karena kematian terjadi sekitar minggu ke-8 atau ke-9. Hiperplasia trofoblas hanya terjadi pada lapisan sinsitotrofoblas tunggal dan tidak menyebar luas dibandingkan dengan mola komplet. Analisis kromosom biasanya akan menunjukan adanya triploid dengan 69 kromosom, yaitu tiga set kromosom: satu maternal dan dua paternal. Secara histologi, membedakan antara mola parsial dan keguguran laten merupakan hal yang sulit dilakukan. Hal ini memiliki signifikansi klinis karena walaupun risiko ibu untuk menderita koriokarsinoma dari mola parsial hanya sedikit, tetapi pemeriksaan tindak lanjut tetap menjadi hal yang sangat penting.
Gambar Mola Hidatidosa Parsial 5. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala pada mola dilihat dari keluhan dan beberapa pemeriksaan khusus obstetri yang dilakukan pada penderita yakni: a. Terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata dari kehamilan biasa. b. Kadang kala ada tanda toksemia gravidarum. c. Terdapat pendarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna tengguli tua atau kecoklatan seperti bumbu rujak. d. Pembesaran uterus tidak sesuai (lebih besar) dengan tua kehamilan seharusnya. e. Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada), yang merupakan diagnosa pasti. f. Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuning-kuningan, yang disebut muka mola (mola face). g. Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen, juga gerakan janin. h. Adanya fenomena harmonika: darah dan gelembung mola keluar, dan fundus uteri turun; lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru. i. Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin. j. Terdengar bising dan bunyi khas. k. Perdarahan tidak teratur. l. Penurunan berat badan yang berlebihan.
6. Manifestasi Klinik Mola hidatidosa adalah tumor plasenta yang terbentuk saat telah terjadi kehamilan. Untuk beberapa alas an yang belum jelas, embrio mati dalam uterus, tetapi plasenta tetap berkembang. Pada tahap awal penyakit, manifestasi yang terjadi sulit dibedakan dengan manifestasi yang terjadi pada kehamilan normal. Abnormalitas genetik yang terjadi pada saat pembuahan tampak menjadi penyebab penyakit tersebut. Gambaran klinis pada kehamilan akan terlihat normal awalnya, walaupun pada sekitar sepertiga sampai setengah wanita yang mengalami mola komplit, uterus akan membesar lebih dari massa gestasi yang diperkirakan. Perdarahan merupakan gejala yang umum terjadi dan dapat bervariasi dari perdarahan bercak-bercak merah kecoklatan sampai perdarahan hebat berwarna merah segar. Muntah yang berlebihan dan parah akan muncul pada tahap awal. Denyut jantung janin tidak terdengar walaupun terdapat tanda-tanda kehamilan yang lain. Preeklampsia dapat terjadi sebelum gestasi minggu yang ke-20. Wanita yang mengalami mola hidatidosa sebagian biasanya memiliki diagnosis klinis aborsi spontan missed abortion. Vesikel akan terlihat pada rabas vagina saat terjadinya abortus. Kadar β – hCG darah atau urine akan sangat positif (sangat meningkat saat dibandingkan dengan kadarnya pada kehamilan yang normal). Pada kehamilan mola, kadar β – hCG serum masih sangat tinggi dalam seratus hari setelah menstruasi terakhir, ketika kadarnya seharusnya telah mengalami penurunan. Walaupun demikian, nilai ini juga harus dievaluasi dengan cermat, karena kadar yang sangat tinggi juga dapat dikaitkan dengan gestasi multipel dengan lebih dari satu plasenta. Kadar hCG awal mungkin relatif pada pasien yang mengalami mola sebagian daripada pasien yang mengalami mola komplit. 7. Patofisiologi
Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan kista-kista seperti anggur. Biasanya didalamnya tidak berisi embrio. Secara histopatologik kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda mola adalah: satu janin tumbuh dan yang satu lagi menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi,
mulai dari yang kecil sampai berdiameter lebih dari 1 cm. Mola parsialis adalah bila dijumpai janin dan gelembung-gelembung mola. Secara mikroskopik terlihat trias: a.
Proliferasi dari trofoblas
b.
Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban
c.
Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma. Sel-sel Langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang dan adanya
sel sinsisial giantik. Pada kasus mola banyak kita jumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih (25-60%). Kista lutein akan berangsurangsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola hidatidosa sembuh. Patofisiologi mola hidatidosa yaitu ovum Y telah dibuahi mengalami proses segmentasi sehingga terjadi blastomer kemudian terjadi pembelahan dan sel telur membelah menjadi 2 buah sel. Masing-masing sel membelah lagi menjadi 4, 8, 16, 32, dan seterusnya hingga membentuk kelompok sel yang disebut morula. Morula bergerak ke cavum uteri kurang lebih 3 hari dan didalam morula terdapat exozeolum. Sel-sel morula terbagi dalam 2 jenis yaitu trofoblas (sel yang berada disebelah luar yang merupakan dinding sel telur) sel kedua yaitu bintik benih atau nodus embrionale (sel yang terdapat disebelah dalam yang akan membentuk bayi). Pada fase ini sel seharusnya mengalami nidasi tetapi karena adanya poliferasi dari trofoblas atau pembengkakan vili atau degenerasi hidrifilik dari stroma vili dan hilangnya pembuluh darah stroma vili maka nidasi tidak terjadi. Trofoblas kadang berproliferasi ringan kadang keras sehingga saat proliferasi keras uterus menjadi semakin besar. Selain itu trofoblas juga mengeluarkan hormone HCG yang akan mengeluarkan rasa mual dan muntah. Pada mola hidatidosa tidak jarang terjadi perdarahan pervaginam, ini juga dikarenakan proliferasi trofoblas yang berlebihan. Pengeluaran darah ini kadang disertai gelembung vilus yang dapat memastikan diagnose mola hidatidosa.
8. Tes Diagnostik
Tes diagnostic pada mola hidatidosa dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu: a.
Pemeriksaan kadar beta hCG: pada mola terdapat peningkatan kadar beta hCG darah atau urin.
b.
Uji Sonde : Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola (cara Acosta Sison).
c.
Foto rontgen abdomen : tidak terlihat tulang-tulang janin (pada kehamilan 3-4 bulan).
d.
Ultrasonografi : pada mola akan terlihat badai salju (snow flake pattern) dan tidak terlihat janin.
e.
Foto thoraks : pada mola ada gambaran emboli udara.
f.
Pemeriksaan trimester 3 dan trimester 4 bila ada gejala tirotoksikosis.
g.
Pemeriksaan dapat dilakukan untuk penetapan diagnosa apabila terjadi perlepasan/ pengeluaran jaringan mola.
h.
Diagnosis yang paling tepat bila kita telah melihat gelembung molanya. Tetapi bila kita menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya sudah terlambat karena pengeluaran gelembung umumnya disertai perdarahan yang banyak dan keadaan umum pasien menurun.
9. Komplikasi Komplikasi pada mola hidatidosa meliputi : a.
Perdarahan hebat.
b.
Anemia.
c.
Syok hipovolemik.
d.
Infeksi sekunder.
e.
Perforasi uterus.
f.
Keganasan (PTG).
10. Penanganan Terapi mola hidatidosa ada 3 tahapan yaitu: a. Perbaikan keadaan umum Perbaikan keadaan umum pada pasien mola hidatidosa, yaitu : 1) Koreksi dehidrasi 2) Transfusi darah bila ada anemia (Hb 8 gr % atau kurang) 3) Bila ada gejala pre eklampsia dan hiperemesis gravidarum diobati sesuai dengan protokol penanganan di bagian obstetrik dan ginekologi 4) Bila ada gejala-gejala tirotoksikosis, dikonsultasikan ke bagian penyakit dalam. b. Pengeluaran jaringan mola dengan cara kuretase dan histerektomi 1) Kuretase pada pasien mola hidatidosa: a) Dilakukan setelah pemeriksaan persiapan selesai (pemeriksaan darah rutin, kadar beta HCG dan foto toraks) kecuali bila jaringan mola sudah keluar spontan. b) Bila kanalis servikalis belum terbuka maka dilakukan pemasangan laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian. c) Sebelum melakukan kuretase, sediakan darah 500 cc dan pasang infuse dengan tetesan oksitosin 10 IU dalam 500 cc dekstrose 5%. d) Kuretase dilakukan 2 kali dengan interval minimal 1 minggu. e) Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke laboratorium PA. 2) Histerektomi. Syarat melakukan histerektomi adalah : a) Umur ibu 35 tahun atau lebih. b) Sudah memiliki anak hidup 3 orang atau lebih. c. Pemeriksaan tindak lanjut Pemeriksaan tindak lanjut pada pasien mola hidatidosa meliputi : 1) Lama pengawasan 1-2 tahun. 2) Selama pengawasan, pasien dianjurkan untuk memakai kontrasepsi kondom, pil kombinasi atau diafragma. Pemeriksaan fisik dilakukan setiap kali pasien datang untuk kontrol.
3) Pemeriksaan kadar beta HCG dilakukan setiap minggu sampai ditemukan kadarnya yang normal 3 kali berturut-turut. 4) Setelah itu pemeriksaan dilanjutkan setiap bulan sampai ditemukan kadarnya yang normal 6 kali berturut-turut. 5) Bila telah terjadi remisi spontan (kadar beta HCG, pemeriksaan fisik, dan foto toraks semuanya normal) setelah 1 tahun maka pasien tersebut dapat berhenti menggunakan kontraasepsi dan dapat hamil kembali. 6) Bila selama masa observasi, kadar beta HCG tetap atau meningkat dan pada pemeriksaan foto toraks ditemukan adanya tanda-tanda metastasis maka pasien harus dievaluasi dan dimulai pemberian kemoterapi.