Cincin Newton 5w5r60

PRAKTIKUM GELOMBANG/1114100094

Cincin Newton

Annisa Nurul Aini, Allif Rosidy Hilmi dan Sefrilita R. A Rani, Sudarsono & Hasto Sunarno Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail: [email protected] Abstrak—Telah dilakukan percobaan berjudul Cincin Newton yang berprinsip pada sifat interferensi cahaya dan bertujuan untuk memelajari eristiwa interferensi pada percobaan Cincin Newton, menjelaskan fungsi-fungsi alat pada Cincin Newton, Mengukur panjang gelombang dari lampu halogen dengan menggunakan metode Cincin Newton, serta mencari keseksamaan panjang gelombang yang terukur dengan panjang gelombang yang sebenarnya. Dari percobaan ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa Interferensi pada Cincin Newton terbentuk dari satu celah. Dalam Cincin Newton tersebut, beberapa macam alat, seperti lensa okuler yang berfungsi untuk melihat objek dari mata pengamat. Terdapat pula lensa objektif yang berfungsi untuk mengamati objek dengan perbesaran tertentu. Cahaya Halogen yang berfungsi sebagai sumber cahaya, Mikrometer sekrup yang berfungsi pengukur jari-jari yang didapat dari pengamatan. Selain itu terdapat reflektor yang berfungsi untuk memantulkan sinar halogen agar sampai ke lensa bikonfeks secara sempurna. Lensa bikonfeks berfungsi untuk mengumpulkan cahaya dan membentuk pola terang gelap dengan gelas kaca yang ada di bawahnya. Panjang gelombang untuk orde di atas diameter adalah 0.00027mm, sedangkan di bawah diameter adalah 0.00048mm, dan nilai error yang didapatkan untuk pengukuran di atas dimeter adalah 58.25% dan di bawah diameter adalah 27.06%. A.

PENDAHULUAN

Dalam kehidupan sehari-hari, sering terlihat oleh kita adanya warna pelangi yang terdapat pada permukaan air sabun. Permukaan air tersebut terlihat berwarna-warni seperti ada pelangi yang sebenarnya. Hal yang sama terjadi pada genangan minyak di atas permukaan air, akan tampak warna-warni pelangi di atasnya. Warna-warni pelangi tersebut menunjukkan bahwa sinar matahari adalah gabungan-gabungan dari berbagai macam warna dari spektrum kasat mata. Warna-warna pelangi pada permukaan sabun dan genangan minyak di atas air tersebut bukanlah fenomena pembiasan, melainkan interferensi. Contoh lain dari interferensi adalah terjadinya gelombang berupa lingkaran-lingkaran pada permukaan air tenang yang dimasuki jari. Ada pula contoh lain berupa kilauan warna pada bulu burung. Peristiwa interferensi ini pada umumnya terdapat dua gelombang yang berpadu entah pada bidang datar dari celah sempit atau selaput tipis udara. Contoh dari interferensi pada selaput tipis udara adalah Cincin Newton. Oleh karena itu, dilakukanlah percobaan ini agar mencapai seluruh tujuan yang salahsatunya adalah mempelajari peristiwa interferensi pada percobaan Cincin Newton. Salah satu karakteristik yang sangat penting dari gerak gelombang adalah gejala interferensi, yang

terjadi apabila dua atau lebih gelombang bergerak dalam ruang dan waktu yang bersamaan. Thomas Young (1773-1829) telah mengadakan percobaan interferensi cahaya, yang sekaligus mengukuhkan pernyataan bahwa cahaya gejala gelombang. Pada percobaan Young, digunakan dua celah yang sangat kecil, sebut saja S1 dan S2, yang kemudian disinari dengan sumber cahaya S yang berada di belakang lubang S1 dan S2. Celah S1 dan S2 akan memancarkan pasangan sumber cahaya koheren, sehingga memungkinkan terjadinya pola interferensi pada layar, karena beda fase antara kedua sumber adalah tetap. Apabila fungsi gelombang dari S1 tersebut adalah Y1 = A cos (kr1 – ωt) = A cos ɸ………….(1) dan persamaan gelombang dari celah S2 adalah Y2 = A cos (kr2 – ωt) = A cos ɸ2[1]………………(2) Pada dasarnya, gelombang yang dapat menimbulkan gejala interferensi adalah gelombang yang koheren. Terdapat tiga cara yang dapat dilakukan untuk mendapatkan sumber cahaya yang koheren, yaitu Percobaan Young dengan dua celah sempit, yang fungsi gelombangnya seperti pada persamaan (1) dan persamaan (2) di atas. Cara yang kedua adalah percobaan Fresnel dengan dua cermin dan dua prisma. Pada percobaan dua cermin milik Fresnel, dua cermin tersebut dipasang menyudut satu sama lain dengan sudut yang hampir 180° (α kecil). Sebagian gelombang dari S dipantulkan oleh kedua cermin, maka kedua sinar pantul ini berinteferensi. Sedangkan untuk dua prisma, kedua prisma adalah identik dengan sudut puncak yang cukup kecil, dipasang dengan alas berimpit. Saat sumber menyinari S1 dan S2, maka S1 dan S2 adalah bayangan sumber yang dibentuk oleh kedua prisma. Dan cara yang terakhir adalah Percobaan Lloyd dengan satu cermin yang akan mengalami interferensi minimum[2]. Sebelum tiga percobaan tersebut, terdapat cara lain untuk memperoleh dua sumber yang koheren adalah dengan pantulan dari seberkas sinar yang berasal dari satu sumber cahaya. Pantulan cahaya dikatakan juga membagi (memecah) amplitudo karena sebagian amplitudo dipantulkan dan sebagian lagi diteruskan. Salah satu contoh interferensi cahaya dari satu sumber cahaya adalah Cincin Newton. Cincin Newton merupakan percobaan yang berprinsip pada interferensi karena pantulan dan menggunakan satu lensa planokonveks yang permukaan cembungnya

PRAKTIKUM GELOMBANG/1114100094 berada di atas permukaan keping gelas, sehingga di antara keduanya akan terbentuk suatu selaput film[3].

Gambar 1. Ilustrasi Interferensi.

Lensa adalah medium transparan yang dibatasi oleh dua permukaan bias paling sedikit satu di antaranya lengkung sehingga terjadi dua kali pembiasan sebelum keluar dari lensa. Medium kedua lensa sama, yaitu udara dengan indeks bias (n) satu. Garis hubung antara pusat lengkungan kedua permukaan disebut sumbu utama. Bayangan yang dibuat oleh permukaan pertama merupakan benda untuk permukaan kedua. Permukaan kedua akan membuat bayangan akhir[2]. Terdapat dua jenis lensa, yakni lensa cembung dan lensa cekung. Tetapi, kombinasi dari lensa cembung dan lensa cekung tersebut bermacam-macam. Macam-macam dari kombinasi lensa tersebut adalah cembung rangkap (ekikonveks), cembung-cembung (bikonveks), plano-konveks (konveks datar), cembung cekung (konveks-konkaf), cekung rangkap (ekikonkaf), cekung-cekung (bikonfeks), plano-konkaf (konkaf datar), dan cekung-cembung (konkaf konveks). Lensalensa tersebut memiliki fungsi dan sifat masing-masing berdasarkan lensa pembentuknya. Seperti lensa cembung atau lensa positif, memiliki sifat mengumpulkan cahaya. Sedangkan lensa cekung atau lensa negatif memiliki sifat menyebarkan cahaya[2]. Apabila tebal lensa diabaikan, maka lensa tersebut disebut lensa tipis. Lensa tipis tersebut sama fungsi dan sifatnya dengan lensa-lensa yang lain, tetapi memiliki nilai fokus dan perbesaran yang berbeda. Selain lensa tipis, dikenal pula istilah pusat optis lensa yang merupakan sebuah titik di dalam lensa yang ditentukan sedemikian rupa sehingga setiap sinar yang datang masuk ke dalam lensa melalui titik tersebut

akan keluar sejajar sinar datang[2]. Gambar 2. Jenis-Jenis Lensa

Cahaya adalah energi yang berbentuk gelombang elektromagnetik yang kasat mata.

Gelombang elektromagnetik dapat digambarkan sebagai dua buah gelombang yang merambat secara transversal pada dua buah bidang tegak lurus yaitu medan magnet dan medan listrik. Saat gelombang magnet merambat, akan mendorong gelombang listrik. Sebaliknya, saat gelombang listrik merambat, akan mendorong gelombnag magnet. Pada bidang Fisika, cahaya merupakan paket partikel yang disebut foton. Paket cahaya yang disebut spektrum kemudian dipersepsikan secara visual oleh indera penglihatan sebagai warna. Bidang studi cahaya dikenal sebagai optika. Studi mengenai optika tersebut dimulai dengan munculnya era optika klasik yang mempelajari besaran optik seperti intensitas, frekuensi, panjang gelombang, polarisasi, dan fase cahaya. Sifat-sifat cahaya dan interaksinya terhadap sekitar dilakukan dengan pendekatan paraksial geomatris seperti refleksi dan refraksi, serta pendekatan sifat optik fisisnya yaitu interferensi, difraksi, dispersi, dan polarisasi, Masingmasing studi otik klasik ini disebut dengan optika geometri[2]. Menurut jenisnya, cahaya dibedakan menjadi dua macam, yakni cahaya monokromatik dan cahaya polikromatik. Cahaya monokromik adalah cahaya yang hanya terdiri dari satu warna atau satu panjang gelombang. Sedangkan cahaya polikromatik adalah cahaya yang terdiri dari berbagai panjang gelombang seperti cahaya matahari, yang apabila mengalami pembiasan, sinar matahari akan terurai menjadi warnawarni pelangi. Sedangkan warna-warni pelangi tersebut merupakan cahaya monokromik[2]. Jika cahaya jatuh pada benada bening, maka sebagian cahaya itu dipantulkan dan sebagian lagi dibiaskan. Jika benda pemantul atau reflektor itu memiliki permukaan yang halus, maka diperolehlah pantulan yang teratur. Sedangkan jika benda pemantul atau reflaktor memiliki permukaan yang kasar, maka diperolehlah pemantulan yang tidak teratur atau defuse. Mengacu Hukum Snellius yang menyatakan bahwa pada peristiwa pemantulan cahaya, berlaku sudut datang besarnya sama dengan sudut pantul. Hukum itu berlaku pada permukaan datar, bergelombang, dan juga lengkung[4].

Gambar 3. Sudut Datang dan Pantul[3].

PRAKTIKUM GELOMBANG/1114100094

I.

METODOLOGI

Start

A. Alat Alat-alat yang diperlukan dalam percobaan Cincin Newton ini adalah lampu halogen yang berfungsi sebagai sumber cahaya, dan satu set alat Cincin Newton yang berfungsi untuk menerapkan percobaan Cincin Newton itu sendiri.

Semua alat disiapkan dan dipastikan bersih.

B. Skema Alat Jika alat-alat yang diperlukan pada percobaan Cincin Newton ini telah disiapkan, alat-alat tersebut dirangkai seperti pada gambar 4 di bawah ini.

Lampu halogen dinyalakan.

Posisi lensa bikonveks diatur pada tempatnya.

Kemiringan reflektor diatur. Skala pada mikroskop vernier diatur.

Alat segera dimatikan setelah digunakan.

End Gambar 5. Flowchart Percobaan Cincin Newton

Setelah dilakukan percobaan, dilakukanlah perhitungan yang menggunakan rumus sebagai berikut. …………………….(3) ……….(4)

Tabel 3.1. Data Hasil Percobaan

1

2

3

1 2 3 4 5

0.88 1.42 1.72 2.18 2.43

1.07 1.57 1.98 2.33 2.55

1.08 1.61 2.05 2.28 2.61

Atas (mm) 1

2

3

Rata2

Bawah (mm) Rata2

C. Langkah Kerja Langkah yang harus dilakukan setelah alat dibersihkan dan dirangkai seperti gambar 4 di atas adalah, posisi lensa bikonveks diatur pada tempatnya. Selanjutnya, lampu halogen dinyalakan dengan cara starting switching pada line spectrume light source ditekan dan ditahan dalam beberapa saat. Setelah itu kemiringan reflektor diatur sehingga pantulan dari sumber cahaya ke lensa bikonveks membentuk beberapa lingkaran. Langkah kelima yaitu, skala pada mikroskop vernier diatur atau digeser untuk mendapatkan data yang dicari. Selanjutnya, alat harus segera dimatikan setelah digunakan. Dan langkah terakhir adalah mengukur panjang gelombang lamu halogen dengan persamaan (3) seperti di bawah ini. Cara kerja pada sub-bab Langkah Kerja di atas, dirangkum menjadi sebuah flowchart seperti di bawah ini

II. DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisa Data Setelah percobaan selesai dilakukan, akan didapatkan data berupa orde dan jari-jari pola. Berikut data yang didapat disajikan dalam tabel 3.1.

Orde

Gambar 4. Skema Alat Cincin Newton

1.01 1.53 1.92 2.28 2.53

1.08 1.54 1.98 2.31 2.56

0.98 1.3 1.88 2.13 2.46

0.94 1.45 1.74 2.11 2.32

1 1.53 1.87 2.18 2.45

B. Perhitungan Setelah didapatkan data –data diatas, data-data tersebut diolah untuk mendapatkan nilai λ yang sebenarnya dan nilai error. Berikut satu contoh perhitungan untuk mendapatkan nilai λ yang sebenarnya dan nilai error.

PRAKTIKUM GELOMBANG/1114100094 1.

2.

Dengan cara perhitungan yang sama, dilakukanlah perhitungan pada data lain yang telah didapat. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada tabel 3.2 dan 3.3 di bawah ini. Tabel 3.2 Data Hasil Percobaan Cincin Newton Percobaan Atas.

Orde

Atas λperhitungan (mm)

Rata-Rata r (mm)

error (%)

1

1.01

0.00041

37.8

2

1.53

0.00047

28.32

3

1.92

0.00049

25.33

4

2.26

0.00051

21.91

5

2.53

0.00051

21.94

Tabel 3.3. Data Hasil Percobaan Cincin Newton pada Keadaan Tertentu.

Orde

Rata-Rata r (mm)

Bawah λperhitungan (mm)

error (%)

1

1

0.0004

39.02

2

1.43

0.00031

53.35

3

1.87

0.00025

61.99

4

2.18

0.00022

66.77

5

2.45

0.0002

70.12

C. Pembahasan Setelah melakukan langkah-langkah kerja seperti alat dibersihkan dan dirangkai seperti gambar 4 di atas, langkah selanjutnya untuk melakukan percobaan adalah, posisi lensa bikonveks diatur pada tempatnya. Selanjutnya, lampu halogen dinyalakan dengan cara starting switching pada line spectrume light source ditekan dan ditahan dalam beberapa saat. Setelah itu kemiringan reflektor diatur sehingga pantulan dari sumber cahaya ke lensa bikonveks membentuk beberapa lingkaran. Langkah kelima yaitu, skala pada mikroskop vernier diatur atau digeser untuk mendapatkan data yang dicari. Selanjutnya, alat harus segera dimatikan setelah digunakan. Dan langkah terakhir adalah mengukur panjang gelombang lampu halogen dengan persamaan (3). Untuk melakukan percobaan ini diperlukan alat-alatr seperti lampu

halogen yang berfungsi sebagai sumber cahaya, dan satu set alat Cincin Newton yang berfungsi untuk menerapkan percobaan Cincin Newton itu sendiri. Setelah percobaan selesai dilakukan, didapatkanlah data berupa jari-jari cincin dan orde yang berhasil diamati pada alat percobaan Cincin Newton. Ada banyak cara untuk memperoleh dua sumber yang koheren, adalah dengan pantulan dari seberkas sinar yang berasal dari satu sumber cahaya. Pantulan cahaya dikatakan juga membagi (memecah) amplitudo karena sebagian amplitudo dipantulkan dan sebagian lagi diteruskan. Salah satu contoh interferensi cahaya dari satu sumber cahaya adalah Cincin Newton. Cincin Newton merupakan percobaan yang berprinsip pada interferensi karena pantulan dan menggunakan satu lensa planokonveks yang permukaan cembungnya berada di atas permukaan keping gelas, sehingga di antara keduanya akan terbentuk suatu selaput film. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa interferensi pada Cincin Newton adalah peristiwa penggabungan dua cahaya yang koheren (berfrekuensi sama) dari satu celah sebagai sumber cahaya. Pada peralatan percobaan Cincin Newton, terdapat beberapa alat yang digunakan dan salah satunya adalah satu set alat Cincin Newton. Dalam Cincin Newton tersebut, beberapa macam alat, seperti lensa okuler yang berfungsi untuk melihat objek dari mata pengamat. Terdapat pula lensa objektif yang berfungsi untuk mengamati objek dengan perbesaran tertentu. Mikrometer sekrup yang berfungsi untuk mengukur jari-jari yang didapat dari pengamatan. Selain itu terdapat reflektor yang berfungsi untuk memantulkan sinar halogen agar sampai ke lensa bikonfeks secara sempurna. Lensa bikonfeks berfungsi untuk mengumpulkan sinar dan membentuk pola terang gelap dengan gelas kaca yang ada di bawahnya. Untuk mencari keseksamaan pada gelombang longitudinal atau konversal, dibuatlah sebuah rumusan seperti pada persamaan (4) yang akan diketahui nilai errornya. Menurut data yang telah dihitung, didapatkan data error yang pada percobaan mengukur bagian atas diameter, error masih dibawah 50%. Selama masih di bawah 50%, data masih dianggap normal. Sedangkan pengukuran saat di bawah diameter, error di atas 50%, bahkan ada yang mencaai 70% pada orde lima. Hal ini kemungkinan besar dikarenakan paralaks yang dilakukan oleh pengamat saat melakukan pengukuran. Posisi pengamat tidak tegak lurus terhadap alat ukur atau skala ukur, sehingga pembacaan skala salah. Atau bisa juga karena garis diameter terlalu kecil, yang nampak oleh mata normal hanyalah dalam besaran millimeter. Karena jarum penunjuk diameter dalam mikroskop sangat kecil, penempatan skala diameter bisa saja kurang tepat.

PRAKTIKUM GELOMBANG/1114100094 Pola gelap terang pada Cincin Newton dapat terjadi karena saat cahaya lampu halogen dipantulkan oleh reflektor ke arah bikonfeks, ada sebagian cahaya yang langsung masuk ke bikonfeks, dan ditransmisikan ke gelas kaca. Ada pula yang langsung dipantulkan oleh dasar cembung bikonfeks. Pada cahaya yang ditransmisikan, dasar bikonfeks memiliki jarak yang berbeda ke atas gelas kaca. Ketidaksamaan tinggi antara jarak bikonfeks dengan kaca inilah yang akhirnya menciptakan pola gelap terang pada layar penangkap cahaya. VI. KESIMPULAN Dari percobaan Cincin Newton yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. 1. Interferensi pada Cincin Newton terbentuk dari satu celah. 2. Dalam Cincin Newton tersebut, terdapat beberaa alat, seperti lensa okuler yang berfungsi untuk melihat objek dari mata pengamat. Terdapat pula lensa objektif yang berfungsi untuk mengamati objek dengan perbesaran tertentu. Mikrometer sekrup yang berfungsi mengukur jari-jari yang didapat dari pengamatan. Selain itu terdapat reflektor yang berfungsi untuk memantulkan sinar halogen agar sampai ke lensa bikonfeks secara sempurna. Lensa bikonfeks berfungsi untuk mengumpulkan sinyal dan membentuk pola terang gelap dengan gelas kaca yang ada di bawahnya. 3. Panjang gelombang untuk orde di atas diameter adalah 0.00027mm, sedangkan di bawah diameter adalah 0.00048mm. 4. Nilai error yang didapatkan untuk pengukuran di atas dimeter adalah 58.25% dan di bawah diameter adalah 27.06%. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Allif Rosyidy Hilmi dan Sefrilita R. A. Rani selaku asisten laboratorium yang bersedia membagi ilmunya kepada kelompok kami. Terima kasih pula kepada Bapak Sudarsono dan Baak Hasto Sunarno selaku dosen pembimbing yang telah membimbing kami untuk mempelajari Gelombang lebih dalam lagi. Dan terima kasih untuk teman-teman satu kelompok, Natsza Putri, Tri Ilma, Ria Dwi, Nurul Maulidiyah, Indria Hanandini, dan Fauzi yang bersedia membantu dalam menyelesaikan laporan. DAFTAR PUSTAKA [1]Dosen-Dosen Fisika ITS.”Fisika Dasar II.”Surabaya: Yanasika(2014) [2] Sarojo, Ganijanti Abi.”Gelombang dan Optik.”Jakarta: Salemba Teknika(2011) [3]Pain, H. J.”The Physics of Vibrations and Waves.”England: John Wiley & Sons ltd(2005) [4]Murdaka, Bambang.”Fisika Dasar.”Yogyakarta: Penerbit Andi(2010)