1
EVALUASI PENGEMBANGAN DAN IMPLEMENTASI CLINICAL PATHWAY SECTIO CAESARIA DI EKA HOSPITAL Dewi Mustika, Tjahjono Kuntjoro, dan Hanevi Djasri
Pendahuluan Sebagai sarana layanan kesehatan yang baru memasuki usia 2 tahun, Eka Hospital memiliki komitmen dalam memberikan layanan kesehatan yang terbaik bagi masyarakat. Hal ini diwujudkan dalam penetapan clinical governance. Clinical Governance sangat penting dijalankan dalam sebuah rumah sakit. Berdasarkan UK National Health Service, Clinical Governance bertujuan membuat kinerja seluruh organisasi kesehatan semakin mendekati standar terbaik. Dengan demikian, diharapkan akan mengurangi variasi yang tidak dapat dibenarkan dalam kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan (dalam hal ini outcome, akses dan ketepatan).17 Clinical Governance diperlukan untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa pelayanan yang mereka terima di sebuah layanan kesehatan adalah layanan dengan standar tertinggi. Salah satu upaya dalam mewujudkan clinical governance adalah dengan membuat clinical pathway. Clinical pathway merupakan sebuah perencanaan layanan kesehatan yang bersifat multidisiplin yang menggambarkan mengenai intervensi klinis yang akan dilakukan di rumah sakit oleh sekelompok kalangan profesional yang bertanggung jawab terhadap perawatan pasien.2 Di Eka Hospital telah ditetapkan clinical pathway sectio caesaria sebagai pilot project. Sectio caesaria dipilih sebagai topik pertama dalam pembuatan clinical pathway karena merupakan salah satu jenis operasi yang terbanyak dilakukan di Eka Hospital. Sectio caesaria ini juga memiliki risiko yang tinggi terkait keselamatan ibu dan anak. Operasi ini juga merupakan salah satu operasi yang biayanya cukup mahal dan perjalanan tindakannya dapat diketahui dengan pasti. Berdasarkan pemikiran tersebut maka dipilihlah SC sebagai pilot project clinical pathway. Diharapkan dengan adanya clinical pathway yang dibuat akan meningkatkan kualitas pelayanan bagi pasien yang menjalankan operasi SC.
2
Clinical pathway sectio caesaria (SC) ini penting mengingat akhir-akhir ini terjadi peningkatan jumlah pasien yang melahirkan dengan operasi sectio caesaria di berbagai negara. Sedangkan SC merupakan salah satu indikator mutu pelayanan rumah sakit. Tingkat SC internasional pada tahun 2003 mengalami peningkatan sebesar 6% dari tahun 2002 (Hamilton, Martin & Sutton, 2004). Penelitian mengenai pengembangan dan pelaksanaan clinical pathway sudah banyak dilakukan di luar negeri. Ada 7 instrumen yang dapat digunakan sebagai alat untuk melakukan audit clinical pathway, namun hanya satu yang sudah dilakukan validasi yaitu Integrated Clinical Pathway Appraisal Tools (Vanhaecht et al., 2007). Evaluasi dengan menggunakan instrument IAT ini akan menilai isi dan kualitas dari clinical pathway yang sudah dibuat. Dengan demikian dapat memberikan masukan dalam proses perbaikan kualitas clinical pathway yang ada. Penelitian ini juga akan melakukan evaluasi terhadap proses pengembangan dan implementasi yang dapat menjadi salah satu penjelasan dari penilaian clinical pathway dengan menggunakan IAT. Metode Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus deskriptif yang bertujuan melakukan evaluasi. Studi kasus dalam penelitian ini mengunakan desain kasus tunggal terpancang (embedded), karena dalam penelitian ini terdapat 2 unit analisis yang saling berkaitan. (Yin, 2009)
Unit analisis dalam studi kasus ini adalah evaluasi terhadap proses
pengembangan dan implementasi clinical pathway sectio caesaria yang baru dilaksanakan di Eka Hospital dan penilaian mengenai isi dan kualitas clinical pathway tersebut berdasarkan instrumen yang sudah divalidasi. Jenis data penelitian merupakan data kualitatif dan kuantitatif. Sampel pada penelitian ini adalah semua petugas yang terkait dalam pengembangan dan implementasi clinical pathway SC di Eka Hospital. Yang termasuk dalam kategori subyek adalah : tim penyusun clinical pathway, penetap kebijakan dibuatnya clinical pathway, dokter spesialis kebidanan dan kandungan, dokter umum, perawat klinik spesialis, perawat ruang maternity dan perawat kamar operasi.
3
Hasil Penelitian dan Pembahasan Proses pengambilan data pada penelitian ini dijalankan dengan melakukan wawancara secara langsung kepada tim penyusun clinical pathway dan dokter spesialis kebidanan dan kandungan. Data juga diambil dari hasil Focus Group Discussion (FGD) dengan pihak keperawatan baik dari klinik rawat jalan, ruang rawat inap maupun dari ruang operasi. Dari hasil evaluasi clinical pathway sectio caesaria dengan menggunakan instrument IAT didapatkan hasil seperti yang dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Kesesuaian clinical pathway dengan IAT No Dimensi 1 Dimensi 1 : Apakah benar ? 10 item konten 2 item mutu 2 Dimensi 2 : Dokumentasi
3
Total 12
Sesuai 12
% 100
10 2 27
10 2 9
23 item konten 4 item mutu Dimensi 3 : Proses Pengembangan
23 4 30
9 0 10
13 item konten
13
5
17 item mutu
17
5
6
2
100 100 33. 3 39 0 33. 3 38. 4 29. 4 33. 3 20 100 11. 7 25 7.7 73. 3 100 66. 7
4
Dimensi 4 :Penerapan
5
5 item konten 1 item mutu Dimensi 5 : Maintenance
5 1 17
1 1 2
6
4 item konten 13 item mutu Dimensi 6 : Peran Organisasi untuk
4 13 15
1 1 11
3 item konten 12 item mutu
3 12
3 8
107
46
TOTAL KESESUAIAN
42.9
4
Dari keenam dimensi yang ada pada IAT didapatkan bahwa hanya dimensi 1(satu) yang berhasil mencapai tingkat kesesuaian sampai 100%. Sedangkan dimensi yang lain pencapaian kesesuaian hingga 100% didapatkan pada dimensi 4 (empat) item mutu dan dimensi 6 (enam) item content. Namun terjadi perbedaan signifikan antara item konten dan mutu pada dimensi 4 (empat) dan 6 (enam). Hal ini disebabkan karena pencapaian kesesuaian yang tinggi akibat dari jumlah item yang sedikit, yaitu 1 item pada mutu dimensi 4 (empat) dan 3 item pada konten dimensi 6 (enam). Jika dilihat dari proses pengembangannya, maka dapat dilihat bahwa proses pengembangan clinical pathway sectio caesaria di Eka Hospital tidak dilakukan sesuai dengan proses pengembangan yang ideal. Hampir seluruh item yang ada dalam proses pengembangan clinical pathway sudah dilakukan di Eka Hospital, hanya saja tidak dilakukan secara berurutan. Pada fase awal pengembangan clinical pathway sectio caesaria di Eka Hospital tidak didapatkan adanya komitmen bersama dari klinisi terkait hal ini disebabkan karena klinisi tersebut tidak dilibatkan mulai sejak awal diputuskannya proses pengembangan clinical pathway. “….Itu dilakukan sebelum edukasi ke petugas lain, jadi setelah clinical pathway jadi, kita mengundang semua dokter spesialis kebidanan dan kandungan, kira-kira akhir Juli 2010, saat itu ada 2 dokter yang tidak bisa hadir dan kami memaparkan mengenai clinical pathway tersebut pada mereka…...” (responden 1) Menurut Every et al, dalam jurnalnya mengenai Critical Pathway : A Review (2000), pembentukan tim clinical pathway sangat memerlukan partisipasi aktif dari dokter yang terkait bidangnya juga dukungan dari pimpinan. Every menyebutkan bahwa kurangnya komitmen dan keterlibatan dokter menjadi salah satu penyebab kegagalan utama dalam penerapan clinical pathway. Proses awal pengembangan yang tidak melibatkan klinisi terkait mengakibatkan kurangnya komitmen dalam pelaksanaan dan pengisian clinical pathway tersebut. Untuk menghindari timbulnya masalah tersebut sebaiknya clinical pathway disusun secara leader
5
driven-strategy (Guinane, 1997). Juga peran kunci dalam pembuatan clinical pathway ada di klinisi terkait (Ransom, 1998). Sebelum dilakukan implementasi penuh, diadakan uji coba dalam penerapan clinical pathway. Uji coba ini bertujuan untuk mendapatkan masukan mengenai hal-hal yang terkait dengan kendala yang muncul di lapangan. Data kepatuhan penggunaan clinical pathway dimulai dari fase uji coba sampai implementasi penuh dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Data kepatuhan dokter spesiasis dalam menjalankan Klasifikasi SC Bulan (2010) Agustus September Oktober November
SC Cito 2 10 13 7
SC Elektif dengan penyulit 7 8 7 0
SC Elektif Murni 22 25 16 22
Penggunaan I SC
Persentase I SC dari SC elektif murni
8 25 7 14
36.4% 100% 43.8% 63.6%
Total kepatuhan selama 4 bulan pertama hanya mencapai 63.5% dari keseluruhan jumlah SC yang seharusnya menggunakan clinical pathway. Ditemukan beberapa kendala dalam proses implementasi yang terkait dengan proses pengembangan. Kendala yang terutama berkaitan dengan kepatuhan dari pelaksana yang seharusnya melakukan pengisian clinical pathway tersebut. Hal ini seperti ditunjukan oleh pernyataan dari peserta FGD : “Kendalanya ada di dokternya, dokternya nggak mau isi soalnya ribet katanya.” (peserta FGD 2) “Kalau di poli dokternya si cuma mau tanda tangan aja, nggak mau ngisi ,kadang suru perawat yang ngisi, mungkin juga karena banyak pasien.” (peserta FGD 3) Demikian juga untuk pelaksanaan di ruang operasi, saat ditanyakan apakah dokter mengisi clinical pathway yang ada: “Hehehe…... nggak juga si, tanda tangan aja” (peserta FGD 4) Hal ini diakui juga secara langsung oleh dokter yang bertindak sebagai pelaksana “Wah, itu……terus terang saja selama ini si saya hanya tanda tangan saja.” (responden 4)
6
Kendala juga muncul dalam hal yang berhubungan dengan sistem rujukan yang ada dalam clinical pathway “Kalau di poli kendalanya kadang pathwaynya nggak bisa dijalankan sesuai urutan contohnya harus konsul ke dokter internis segala karena biasanya kita kasi pathwaynya 2 minggu sebelumnya tapi kadang pasien udah konsul sendiri ke internis atau kadang sudah cek lab sendiri.” (peserta FGD 5) Kendala juga diakibatkan karena format clinical pathway yang dianggap kurang menyesuaikan dengan kondisi yang ada : “Seperti ini…yang dibawah ini kan semuanya sudah ada di vesalius, buat apa ditulis ulang tapi diberi keterangan sudah ada di Vesalius.”(responden 3) “Jadi,kalau ada pasien mau SC elektif didepan saya, banyak sekali formulir yang harus saya isi, dari surat pengantar, inform consent lalu clinical pathway. Akibatnya pasien menunggu terlalu lama. Sebenarnya ini kan semacam cek list supaya kita nggak lupa apa yang harus dilakukan, formatnya tidak perlu terlalu detil semacam ini.” (responden 3) Salah satu kendala terbesar yang berakibat pada fase implementasi hingga fase evaluasi adalah kurangnya sumber daya manusia seperti terlihat dari komentar responden : “Kalau menurut aku si tenaganya ya…krn kan banyak yang ditarik ke poli. Dan waktu itu si aku bukannya mau menyalahkan siapa2 tapi seandainya kita didukung atasan akan lebih enak. Jadi dulu cuma dibilang ya sudah kamu sambil aja. Padahal kan untuk membuat itu take time,kaya sekarang aja, kita paparin ntar ada yang kurang ini itu.” (responden 2) “Kendalanya saat ini kalau pasien pakai pathway, dokternya kan ga mau ditinggal akibatnya lembaran clinical pathway ketinggalan di cluster karena nggak ada tenaga yang ngantar. Jadi kadang nggak ketahuan bahwa pasien ini seharusnya pakai pathway.” (peserta FGD 6) “……………kalau kami sedang tidak sempat turun ke Poli, biasanya terlewatkan pengunaan clinical pathway tersebut.” (responden 1) Kurangnya SDM yang berkonsentrasi dalam pelaksanaan clinical pathway juga menjadi salah satu penyebab tidak lancarnya proses implementasi clinical pathway. Dalam hal ini tidak adanya orang khusus yang berperan sebagai case manager berakibat pada kecilnya kepatuhan dalam penggunaan clinical pathway. Peran case manager dalam
7
pengembangan dan implementasi clinical pathway sectio caesaria sangat jelas terlihat pada penggunaan clinical pathway bulan September 2010. Pada saat itu ada seorang bidan senior yang dikhususkan membantu dalam mengawasi penggunaan clinical pathway. Sehingga tingkat kepatuhan Hal ini sesuai dengan kendala yang mungkin timbul pada penelitian Cheah, yang menyatakan ada beberapa kendala yang akan ditemukan dalam pelaksanaan clinical pathway. Kendala tersebut antara lain : kurangnya dukungan dan penerimaan klinisi, kecemasan dan sikap skeptis dari perawat dan staf paramedis terkait dengan proses dokumentasi, isu legal – perlu diinformasikan kepada dokter bahwa tidak ada sanksi hukum dalam dokumentasi clinical pathway dan intervensi dapat diubah sesuai dengan kondisi pasien, masalah dokumentasi yang berulang, dan kurangnya dukungan sistem informasi dalam menganalisa variasi data yang muncul. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan 1. Pengembangan clinical pathway di sebuah rumah sakit tidak mudah dilaksanakan karena clinical pathway merupakan suatu panduan pelayanan yang bersifat multidisiplin. Sehingga diperlukan adanya komitmen bersama dan dukungan baik klinisi maupun manajemen dalam proses pengembangan dan pelaksanaannya. 2. Hal paling penting dalam proses awal pengembangan clinical pathway adalah diperolehnya komitmen dari klinisi terkait. Komitmen ini akan mempermudah proses implementasi dan evaluasi yang akan dilakukan pada tahapan berikutnya. 3. Klinisi terkait perlu dilibatkan dalam proses awal pengambilan keputusan dibuatnya clinical pathway, proses sebelum clinical pathway masuk dalam fase uji coba dan dalam proses uji coba untuk melihat kekurangan yang timbul dalam fase uji coba tersebut. Sehingga dapat memberikan masukan untuk perbaikan clinical pathway sebelum fase implementasi penuh dijalankan. 4. Proses pengembangan clinical pathway sectio caesaria yang merupakan pilot project di Eka Hospital belum sesuai dengan proses pengembangan clinical pathway yang ideal. Hal ini berpengaruh terhadap kualitas clinical pathway yang dihasilkan.
8
5. Hal penting dalam pengembangan clinical pathway adalah outcome spesifik yang diharapkan dengan penggunaan clinical pathway tersebut. Hal ini bertujuan supaya dapat bermanfaat dan menghasilkan tingkat kepatuhan yang tinggi 6. Dalam implementasi clinical pathway perlu dipikirkan strategi implementasi yang tepat dan juga perlu ditentukan siapa yang bertanggungjawab dalam pengawasan pelaksanaan clinical pathway. 7. Evaluasi rutin juga diperlukan untuk melihat kendala yang timbul sehingga dapat dilakukan perbaikan. Hasil evaluasi juga berguna dalam menilai pencapaian outcome dari penggunaan clinical pathway. Saran 1. Dukungan dan komitmen pimpinan dan klinisi terkait sangat diperlukan bagi pengembangan clinical pathway yang dibuat di Eka Hospital. 2. Diperlukan adanya tim khusus yang berkonsentrasi dalam menyusun dan mengawasi pelaksanaan clinical pathway di rumah sakit supaya dapat tercapai tujuan akhir dari clinical pathway dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. 3. Perlu ditetapkan outcome spesifik dalam setiap clinical pathway yang dibuat, sehingga mempermudah proses evaluasi. 4. Perlu dilakukan revisi terhadap isi dan kualitas clinical pathway sectio caesaria yang sudah berjalan di Eka Hospital, supaya clinical pathway dapat memberikan manfaat sesuai dengan outcome yang telah ditetapkan bersama. 5. Perlu dibuat sebuah workshop khusus dengan topik clinical pathway yang didukung oleh komite medis internal rumah sakit supaya dihasilkan kesepakatan dan pengertian yang sama dalam pengembangan dan pelaksanaan clinical pathway. 6. Perlu dijadwalkan evaluasi rutin oleh tim audit dalam pemantauan penggunaan clinical pathway yang sudah berjalan di Eka Hospital. 7. Perlunya adanya kecukupan sumber daya manusia dalam keseluruhan proses mulai dari pengembangan sampai evaluasi clinical pathway. Daftar Pustaka 1. 2. 3.
Adisasmito, D. W. (2008). Kebijakan Standar Pelayanan Medik dan Diagnosis Related Group (DRG), Kelayakan Penerapannya di Indonesia Cheah, J. (2000). Development and implementation of a clinical pathway programme in an acute care general hospital in Singapore. International Journal for Quality in Health Care, 12, pp. 403-412. Curran, D., Browning, J., Bryett, A., Love, C., McConochie, K., Nankervis, J. & O'Dwyer, K. (2005). A Toolkit for Developing a Clinical Pathway. : Queensland Government.
9
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Every, N. R., Hochman, J., Becker, R., Kopecky, S. & Cannon, C.P. (2000). Critical Pathway : A Review. Journal of the American Heart Association, 101, pp. 461-465. Guinane, C. S. (1997). Clinical Care Pathway, Tools and Methods for Deg, Implementing, and Analyzing Efficient Care Practices. : McGraw Hill. Jenkins, F. & Jones, R. (2007). Keytopics in Healthcare Management Understanding the Big Picture. : Radclife Publishing. Mondal, M. N. I. P. (2007). Rising Caesarean Section Rate in Developed Countries is not the Best Option for Childbirth. MEJFM, 5, . Pearson, S. D. M. M., Fisher, D. G. R. & Lee, T.H.M.M. (1995). Critical Pathways as a Strategy for Improving Care: Problems and Potential. Annals of Internal Medicine, 123, pp. 941-948. Rachmawati (2009). Penghitungan cost of treatment Infark Miokard Akut berdasarkan clinical pathway di Rumah Sakit Pertamina Jaya. Tesis MMR UGM, , pp. 1-17. Ransom, Scott B., DO, MBA, McNeeley, S.Gene, MD, Yono, Ardis, RN, Ettlie, John,PhD & Dombrowski, Mitchell P, MD (1998). The Development and Implementation of Normal Vaginal Delivery Clinical Pathways in a Large Multihospital Health System. The American Journal of Managed Care, 4, pp. 723-727. Rivany, R. (2008). Indonesian-Diagnosis Related Group (INA-DRG). Department of Health Policy and Analysis, SPHUI Roberts, C. R. C. M. & Mangan, S. R. (2009). Know the risks of cesarean section. OR Nurse Journal, , pp. 23-30. Vanhaecht, K., Witte, K. D. & Sermeus, W. (2007). Clinical Pathway Audit Tools : A Systematic Review. J Nurs Manag, 14, pp. 529- 537 Vanhaecht, K., Witte, K. D. & Sermeus, W. (2007). The impact of clinical pathways on the organisation of care processes. PhD dissertation KU Leuven, 154pp, Katholieke Universiteit Leuve Whittle, C. (2009). IAT : Integrated Care Pathway Appraisal Tools. International Journal of Care Pathways, 13, pp. 75-77.Wright, J. & Hill, P. (2003). Clinical Governance. : Churchill Livingstone. Yin, Prof. Dr. K. (2009). Studi Kasus : Desain dan Metode. : Rajawali Pers. Zahir, K dr (2001). Clinical Governance in the UK NHS. : DFID Health Systems Resource Centre