TUGAS (KIMIA MEDISINAL)
EFEK STERIK
OLEH : DIAN A. ARBIE : 821414115
JURUSAN FARMASI (NON REGULER) FAKULTAS ILMUILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2015
EFEK STERIK 1. Terjadi di dalam suatu molekul 2. Terjadi karena adanya crowding di sekitar atom C reaktif 3. Mempengaruhi kereaktifan suatu molekul 4. Terjadi pada mekanisme substitusi nukleofilik 5. Mempengaruhi konformasi suatu molekul 6. Dapat meningkatkan energi potensial yang terdapat dalam suatu molekul, dengan demikian menyebabkan turunnya kestabilan molekul dan cenderung memiliki reaktivitas yang lebih tinggi. A. Sterik Hindrance (halangan sterik) Front strain
B. Sterik Repulsion (tolakan sterik) - Back strain - Internal strain
Strain 1. Strain didefinisikan sebagai penyimpangan yang terjadi pada panjang ikatan dan ikatan sudut dari bentuk idealnya. 2. Strain terbagi atas 3 kelompok: a. Angle strain adalah energi potensial yang tersimpan di dalam molekul mengalami pertukaran tempat ikatan sudut dari nilai kesetimbangan b. Steric Strain Tegangan Sterik yang terjadi pada suatu molekul yang menyebabkan molekul tersebut mencari posisi atau konformasi geometri yang lebih stabil tanpa adanya tolakan sterik. 3. Torsional strain merupakan tegangan sterik yang terjadi karena interaksi eklips atau gauche. Kesimpulan Kesimpulan yang didapatkan dari pembahasan tentang efek sterik yakni ada berbagai macam faktor yang menyebabkan adanya efek sterik, begitupula dengan tegangan sterik dalam suatu molekul, semakin besar tegangan dalam suatu molekul maka akan semakin besar energi potensialnya, semakin rendah kestabilan molekul tersebut dan hal ini otomatis menyebabkan bertambah besarnya kereaktifan molekul tersebut.
AGONIS DAN ANTAGONIS Agonis Agonisme: Suatu ligand yang bila berinteraksi dapat menghasilkan efek (efek maksimum) Agonisme dalam menghasilkan respon fisiologi (seluler) melalui dua cara: 1. Agonisme Langsung - Respon berasal dari interaksi agonis dengan reseptornya menyebabkan perubahan konformasi reseptor Reseptor Aktif meginisiasi proses biokimia sel - Interaksi bisa berupa stimulasi atau penghambatan respon seluler - Proses agonisme langsung merupakan hasil aktivasi reseptor oleh obat yang mempunyai efikasi (aktivitas intrinsik) Contoh: aktivasi adrenalin erhadap reseptor adrenegik kontraksi otot polos vaskuler 2. Agonisme Tidak Langsung - Senyawa obat mempengaruhi senyawa endogen dalam menjalankan fungsinya - Melibatkan proses modulasi atau potensisasi efek senyawa endogen - Umumnya bersifat alosterik Contoh: Benzodiazepim dan barbiturat pada reseptor GABA memperkuat aksi GABA pada reseptor tersebut
Antagonis Antagonisme adalah peristiwa manakala suatu senyawa menurunkan aksi suatu egonis atau ligan dalam menghasilkan efek. Senyawa tersebut dinamakan sebagai anatgonis Jenis-Jenis Antagonisme berdasarkan mekanisme terhadap makromolekul reseptor agonis 1. Antagonisme tanpa melibatkan makromolekul reseptor agonis - Antagonis Kimiawi - Antagonis Farmakokinetik - Antagonis Fungsional - Antagonis Fisiologi 2. Antagonisme melibatkan molekul reseptor agonis - Antagonis kompetitif - Antagonis Non kompetitif
ANTAGONIS KOMPETITIF DAN ANTAGONIS NON KOMPETITIF Antagonis adalah senyawa yang menurunkan atau mencegah sama sekali efek agonis (Mutscler,1991). Dibedakan jenis-jenis berikut : 1. Antagonis Kompetitif Antagonis Kompetitif, seperti halnya agonis, berkaitan dengan reseptor tertentu. Senyawa ini memiliki afinitas terhadap reseptor. Akan tetapi berbeda dengan agonis, senyawa initidak mampu menimbulkan efek : senyawa ini tidak menunjukkan aktivitas intrinsik. Karena agonis dan antagonis kompetitif bersaing pada reseptor yang sama (yang disebut bersaing pada tempat kerja), maka menurut hukum kerja massa, masing-masing dapat mengusir yang lain dari reseptor akibat kenaikan konsentrasi dari salah satu senyawa (Mutscler,1991). Antagonis kompetitif ialah obat yang jika berinteraksi dengan reseptor spesifik membentuk kompleks ikatan antagonis reseptor secara reversible tetapi tidak menyebabkan timbulnya respon. Oleh karena itu aktivitas intrinsik suatu antagoniskompetitif kuat sama dengan nol (Ngatidjan, 2006). Ikatan
antara
antagonis
irreversible
dengan
reseptor
sanagat
erat
sehingga
tingkatdisosiasi dari kompleks antagonis-reseptor sangat rendah, mendekati nol. Oleh karena itudengan menaikkan konsentrasi agonis tidak dapt mengurangi efek antagonis, karena efek antagonis terus meningkat seiring waktu dan kadar antagonis itu sendiri. Dengan demikian populasi reseptor yang tersisa untuk agonis berbanding terbalik dengan kadar antagonis, dan efek maksimal agonis menurun (Ngatidjan, 2006). 2. Antagonis non Kompetitif Antagonis tak kompetitif mampu melemahkan kerja agonis dengan cara yang berbeda. Contohnya suatu obat tidak mencapai daerah reseptor yang sebenarnya, tetapi bekerja pada tempat lain pada protein reseptor, yaitu alosterik (Mutscler,1991). Pada antagonis tak kompetitif, aksi penghalangan adalah reversible, mereka membpunyaiafinitas tinggi terhadap reseptor atau membentuk perubahan kimiawi yang irreversibledalam reseptor. Pada
perubahan
agonis
berikutnya
tidak
menyimpan
lagi
efek
secara
penuh.penghalangan ini dapat memblokir hanya sebagian suatu fraksi reseptor atau dapatkeseluruhan. Sebagai contoh : Norepinefrin dan Fenoksinbenzamin yang pada setiap kadar antagonis, efek Norepinefrin yang penuh tidak pernah tercapai dan pada kadar Fenoksibenzamin cukup tinggi efek Norepinefrin secara komplit ditiadakan (Anief, 2007). Kerja penghambatan ini terjadi akibat senyawa ini menyebabkan perubahan konformasi makromolekul dan karena itu kondisi untuk agonis pada tempat reseptornya berubah.
CONTOH MODIFIKASI ISOSTERISME 1. Penggantian gugus sulfida (-S-) pada sistem cincin fenotiazin dan cincin tioxanten, dengan gugus etilen (-CH2CH2-), menghasilkan sistem cincin dihidrodibenzazepin, dan dibenzosiklo-heptadien yang berkhasiat berlawanan. Contoh : gugus S pada promazin dan klorprotixen, suatu obat penekan sistem saraf pusat (tranquilizer), bila diganti dengan gugus etilen, menghasilkan imipramin dan amitriptilin yang berkhasiat sebagai perangsangan sistem saraf pusat (antidepresi). 2. Turunan dialkiletilamin 3. Turunan Ester etiltrimetilamonium 4. Obat antidiabetes turunan sulfonamida Tolbutamid dan klorpropamid mempunyai waktu paro biologis (t1/2) lebih panjang dan toksisitas yang lebih rendah dibanding karbutamid karena gugus tolbutamid merupakan gugus yang relatif labil dibanding gugus Cl, dan pada in vivo mudah teroksidasi menjadi asam karboksilat (t1/2 = 5,7 jam). Gugus Cl pada klorpropamid lebih tahan terhadap proses oksidasi sehingga masa kerja obat lebih panjang (t1/2 lebih besar dari 33 jam). 5. Prokain dan prokainamid Gugus dipol C=O mempunyai peran spesifik dalam konduksi saraf. Resonansi dari gugus amida prokainamid akan kekuatan dipol gugus C=O, sehingga prokainamid mempunyai aktivasi anestesi setempat lebih rendah dibanding prokain. Struktur prokainamid lebih lebih stabil dibanding prokain karena lebih tahan terhadap hidrolisis oleh enzim esterase sehingga secara oral dapat digunakan untuk pengobatan aritmia jantung karena mempunyai masa kerja yang lebih panjang. 6. Antimetabolit purin Adenin dan hipoxantin merupakan metabolit normal dalam tubuh. Gugus NH2 dan OH pada C6 memegang peranan penting pada interaksi yang melibatkan ikatan hydrogen dari kedua basa, pada proses replikasi asam nukleat dalam biosintesis protein sel. Penggantian gugus-gugus tersebut dengan gugus SH, contoh : 6-merkaptopurin, akan memperlemah ikatan hidrogen, terjadi hambatan sebagian dari proses interaksi di atas sehingga kecepatan sintesissel menurun dan senyawa berfungsi sebagai antimetabolit (antikanker). Selain gugus isosterik dan bioisosterik dikenal pula gugus haptoforik dan gugus farmakoforik. Gugus haptoforik adalah gugus yang membantu pengikatan obat-reseptor, sedang farmakoforik adalah gugus yang bertanggung-jawab terhadap respons biologis. Contoh gugus haptoforik adalah gugus-gugus besar sepertidifenilmetil yang terdapat pada
difenhidramin
(antihistamin),
metadon
(analgesik
narkotika)
dan
DDT
(insektisida), atau gugus fenotiazin, seperti yang terdapat pada prometazin (antihistamin) dan klorpromazin (tranquilizer). Contoh gugus farmakoforik adalah gugus sulfonilurea (antidiabetes), sulfonamida (antibakteri), dan gugus sulfon (penghambat karbonik anhidrase).