SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RSIA PURI BETIK HATI NOMOR : 112 / SK/ DIR-RSIAPBH / XII / 2016 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTUR RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI
Menimbang
: a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Ibu dan Anak Puri Betik Hati, maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan Farmasi yang bermutu tinggi b. Bahwa agar pelayanan Farmasi di Rumah Sakit Ibu dan Anak Puri Betik Hatidapat terlaksana dengan baik, perlu adanya kebijakan Direktur Rumah Sakit Ibu dan Anak Puri Betik Hatisebagai landasan bagi penyelenggaraan pelayanan Farmasi di Rumah Sakit Ibu dan Anak Puri Betik Hati c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a dan b, perlu ditetapkan dengan Keputusan Direktur Rumah Sakit Ibu dan Anak Puri Betik Hati
Mengingat
: 1.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
2.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
3.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
MEMUTUSKAN Menetapkan
:
Pertama
:
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI
Kedua
:
Kebijakan pelayanan kefarmasian di RSIA Puri Betik Hati sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan ini
Ketiga
:
Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di RSIA Puri Betik Hati dilaksanakan oleh kepala bidang penunjang medis RSIA Puri Betik Hati
Keempat
:
Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapan ini. Ditetapkan di
: Bandar Lampung
Pada tanggal
: Desember 2016
Direktur RSIA Puri Betik Hati
Dr. M. Iqbal, Sp. A
Lampiran Keputusan Direktur RSIA Puri Betik Hati Nomor : 112/SK/DIR-RSIAPBH/XII/2016 Tanggal : 27 Desember 2016
KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI
1. Pelayanan kefarmasian di rumah sakit bertujuan untuk: a. Menjamin mutu, manfaat, keamanan, serta khasiat sediaan farmasi dan alat kesehatan b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian c. Melindungi pasien, masyarakat, dan staf dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien d. Menjamin sistem pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat yang lebih aman (medication safety) e. Menurunkan angka kesalahan penggunaan obat 2. Pelayanan farmasi adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat 3. Instalasi Farmasi dipimpin oleh Apoteker, berijazah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker, yang telah memilliki Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Praktek Apoteker. 4. Kepala Instalasi Farmasi bertanggung jawab terhadap segala aspek hukum dan peraturan-peraturan farmasi baik terhadap istrasi sediaan farmasi dan pengawasan distribusi
5. Mengenai
pelaksanaan
pekerjaan
kefarmasian
dalam
distribusi
atau
penyaluran sediaan farmasi kepala instalasi sebagai penanggung jawab dapat dibantu oleh apoteker pendamping/tenaga teknis kefarmasian yang memiliki surat izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kode etik profesi 6. Pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat di rumah sakit harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan diorganisir untuk memenuhi kebutuhan pasien 7. Pelayanan kefarmasian dilakukan oleh apoteker yang melakukan pengawasan dan supervisi semua aktivitas pelayanan kefarmasian serta penggunaan obat di rumah sakit 8. Untuk memastikan keefektifan pekerjaan kefarmasian maka perlu dilakukan kajian tahunan sekurang-kurangnya sekali setahun dengan mengumpulkan semua informasi dan pengalam yang berhubungan dengan pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat, termasuk angka keselahan penggunaan obat serta upaya untuk menurunkannya 9. Penyediaan obat didasarkan pada formularium rumah sakit yang mengacu pada peraturan perundang-undangan, dan didasarkan atas misi rumah sakit, kebutuhan pasien dan jenis pelayanan yang diberikan 10. Besarnya persediaan obat/alkes di logistik farmasi ditentukan maksimum untuk pemakaian dua minggu, kecuali untuk obat-obat yang dikategorikan “fast moving” persediaan dapat ditingkatkan sampai dengan maksimum untuk satu bulan 11. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai disimpan di tempat yang sesuai (gudang logistik/instalasi farmasi) serta diharuskan memiliki pengawasan di semua lokasi penyimpanan 12. Tata kelola yang baik, benar dan aman untuk bahan berbahaya, obat narkotika dan psikotropika yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan
13. Penyimpanan elektrolit konsentrat harus sesuai dengan peraturan perundangundangan 14. Tersedia obat emergesi di masing-masing unit perawatan yang mudah dan cepat untuk dicapai sehingga dapat digunakan dengan segera jika terdapat kondisi yang emergensi, dan obat harus selalu diganti kalau digunakan, bila rusak/kadaluarsa, serta harus memperhatikan keamanan penyimpanannya 15. Instalasi
Farmasi
bertanggung
jawab
terhadap
semua
sediaan
farmasi/perbekalan farmasi yang beredar di rumah sakit. Sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai harus terjamin keamanannya. Perbekalan farmasi yang rusak, mutu substandard, atau kadaluarsa tidak boleh digunakan dan harus dimusnahkan/dikembalikan ke distributor 16. Obat hanya dapat diberikan berdasarkan resep atau pesanan dari dokter yang kompeten dan berwenang untuk melakukan peresepan/permintaan obat serta instruksi pengobatan dan apoteker menganalisa secara kefarmasian. 17. Rumah sakit betanggung jawab menentukan staf medis dengan pengalaman cukup dan pengetahuan spesifik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang diberi izin membuat/menulis resep atau membuat permintaan obat 18. Lembaran resep dilayani apabila sudah memenuhi persyaratan atau elemen kelegkapan resep meliputi: a. Data identitas pasien secara akurat (dengan stiker) b. Elemen pokok disemua resep atau pemrintaan obat atau instruksi pengobatan c. Kapan harus menggunakan nama dagang atau nama generik d. Kapan diperlukan penggunaan indikasi seperti PRN (pro re nata atau “jika perlu”) atau instruksi pengobatan lain e. Jenis instruksi pengobatan yang berdasarkan atas berat badan seperti untuk anak-anak, lansia yang rapuh, dan populasi khusus sejenis lainnya
f. Kecepatan pemberian (untuk infus) g. Instruksi khusus seperti titrasi, tapering, rentang dosis 19. Obat yang diresepkan dan diberikan tercatat di rekam medis pasien yang memuat identitas pasien, nama obat, dosis, rute pemberian, waktu pemberian, nama dan tanda tangan dokter serta keterangan bila perlu tapering off, titrasi dan rentang dosis 20. Obat disiapkan dan diserahkan di dalam lingkungan yang aman dan bersih dan harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan standar praktik profesi 21. Untuk menilai ketepatan baik istratif, klinis maupun farmasetik obat untuk pasien dan kebutuhan klinik lainnya pada saat resep dibuat atau obat dipesan maka harus dilakukan pengkajian resep oleh apoteker meliputi: a. Ketepatan identitas pasien, obat, dosis, frekuensi, aturan minum/makan obat, dan waktu pemberian b. Duplikasi pengobatan c. Potensi alergi atau sensitivitas d. Interaksi antara obat dan obat lain atau dengan makanan e. Variasi kriteria penggunaan dari rumah sakit f. Berat badan pasien dan atau informasi fisiologik lainnya g. Kontra indikasi 22. Telaah obat dilakukan terhadap obat yang telah siap dan telaah dilakukan meliputi 5 (lima) informais yaitu: a. Identitas pasien b. Ketepatan obat c. Dosis d. Rute pemberian e. Waktu pemberian
23. Peralatan di instalasi farmasi harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk menjamin semua sediaan farmasi tetap dalam kondisi yang baik 24. Obat diberikan oleh staf klinis yang kompeten dan berwenang untuk memberikan obatyang ditetapkan oleh rumah sakit berdasarkan pengetahuan spesifik dan pengalaman yang diperlukan, memiliki izin dan sertifikat berdasarkan atas peraturan perundang-undangan 25. Proses pemberian obat termasuk proses verifikasi apakah obat yang akan diberikan telah sesuai resep/permintaan obat yang meliputi identitas pasien, nama obat, dosis, rute pemberian, dan waktu pemberian 26. Rumah sakit harus mengetahui sumber dan penggunaan obat yang tidak diadakan dari instalasi farmasi rumah sakit seperti obat yang dibawa oleh pasien dan keluarganya. Obat semacam ini harus diketahui oleh dokter yang merawat dan dicatat di rekam medik. 27. Efek obat dan efek samping obat terhadap pasien harus dipantau dan dilaporkan oleh Profesional Pemberian Asuhan (PPA) kepada tim farmasi dan terapi yang selanjutnya dilaporkan kepada pusat MESO nasional 28. Apoteker mengevaluasi efek obat untuk memantau secara ketat respons pasien dengan melakukan Pemantauan Terapi Obat (PTO). 29. Pemantauan efek obat dan efek samping obat dicatat dalam status pasien 30. Terdapat proses pelaporan serta tindakan terhadap kesalahan penggunaan obat (medication error) serta upaya menurunkan angkanya. 31. Untuk melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin bulanan minimal satu bulan sekali 32. Obat pasien rawat inap dikembalikan jika alergi atau pasien meninggal dunia atau hal lain dengan persetujuan dokter 33. Penerimaan obat/alkes dari pedagang besar farmasi dengan masa kadaluarsa paling lambat satu tahun, kecuali untuk obat-obatan yang dibutuhkan “cito“
atau segera pakai dapat diterima dengan masa kadaluarsa yang kurang dari satu tahun 34. Untuk menjaga kualitas, semua obat atau alkes harus bersumber dari pedagang besar farmasi (PBF) yang resmi 35. Memberikan pelayanan selama 24 jam terus menerus ke seluruh unit kerja terkait seperti IGD, kamar operasi, ruang bersalin, rawat inap, maupun rawat jalan
Direktur, RSIA Puri Betik Hati
Dr. M. Iqbal, Sp.A