2.1 Pengertian kokain Kokain adalah zat yang paling adiktif yang sering disalahgunakan dan merupakan zat yang paling berbahaya. Kokain merupakan zat adiktif yang tergolong stimulansia terhadap susunan saraf pusat disamping amfetamin, kafein, dan efedrin. Kokain disebut bermacam-macam dengan snow, cokegirl, dan ladyuga disalahgunakan dalam bentuknya yang paling poten, freebase dan crak (crackcocaine). Kokain merupakan alkaloid yang didapatkan dari tanaman belukar Erythroxyloncoca, yang berasal dari Amerika Selatan, di mana daun dari tanaman belukar dikunyah-kunyah oleh penduduk setempat untuk mendapatkan efek stimulant. Alkaloid kokain pertama kali diisolasi pada tahun 1860 dan pertama kali digunakan sebagai anestetik local di tahun 1880. Sampai sekarang kokain masih digunakan sebagai anestetik local khususnya untuk pembedahan mata, hidung dan tenggorok karena efek vasokonstriksinya juga membantu. Kokain dapat digunakan dengan cara mengendus melalui lubang hidung (‘snorting’), menyuntik, merokok dengan kokain, atau diabsorbsi melalui mukosa. Potensi ketergantungannya dikaitkan dengan rute penggunaannya. Potensi terbesar ketergantungan ditimbulkan, bila dilakukan dengan cara suntikan atau merokok dalam bentuk kokain murni(freebase). Bentuk murni kokain dikenal dengan sebutan crack yang dijual untuk penggunaan tunggal dan dirokok. 2.2 EPIDEMIOLOGI Menurut DSM-IV TR sekitar 10% populasi AS pernah mencoba kokain, dengan 2% melaporkan penggunaan dalam setahun terakhir , 0,8% melaporkan penggunaan dalam sebulan terakhir, dan angka seumur hidup penyalahgunaan atau ketergantungan kokain sekitar 2%. Penggunaan kokain paling tinggi diantar orang berusia 18-25 tahun (1,3%) dan 26-34 tahun (1,2%). Namun penggunaan kokain saat ini mengalami penurunan terutama karena peningkatan kesadaran tentang risiko kokain. Penggunaan creck paling sering pada orang berusia 18 sampai 25 tahun . pria dua kali lebih mungkin menjadi penyalahgunaan kokain dibanding wanita, dan semua ras serta kelompok sosioekonomi sama-sama terkena. 2.3 GAMBARAN KLINIS 1. Intoksikasi kokain Intoksikasi kokain adalah sindrom mental organic yang terjadi beberapa menit sampai satu jam setelah menggunakan kokain. Sindrom tersebut dapat menyebabkan gangguan fisik dan perilaku. Lamanya kerja koakin dalam tubuh sangat singkat, eliminasi waktu paruh kokain hanya satu jam. Kecuali pada kasuskasus overdosis, sebagian besar kokain sudah hilang dari tubuh pada saat pasien masuk ke ruang gawat darurat dan kamar praktek dokter. Pengaruh kokain pada fisik dan perilaku akibat intoksikasi memerlukan tindakan segera.
Tanda-tanda klinis: Ø Takhikardia Ø Dilatasi pupil, midriasis Ø Meningkatnya tekanan darah Ø Berkeringat, panas dingin Ø Tremor Ø Mual, muntah Ø Meningkatnya suhu badan, nadi aritmia Ø Halusinasi visual atau taktil Ø Sinkope Ø Nyeri dada Ø Dan bila overdosis maka dapat terjadi kejang, tertekannya pernapasan, koma dan meninggal. Gejala – gejala klinis meliputi: Ø Euforia, disforia Ø Agitasi psikomotor Ø Agresif dan menantang berkelahi Ø Waham paranoid Ø Halusinasi Ø Delirium Ø Eksitasi Ø Penilaian realita yang kurang wajar (poorjudgement), gangguan fungsi sosial dan okupasional Ø Meningkatnya kewaspadaan dan aktivitas memaksakan keinginan, banyak berbicara Ø Mulut kering Ø Meningkatnya kepercayaan diri Ø Selera makan kurang Ø Grandiositas Ø Perilaku repetitif dan stereotipik
bergerak
terus
menerus,
Ø Panik 2.Keadaan putus kokain Umumnya tidak ada tanda-tanda klinis keadaan putus kokain yang tepat untuk menggambarkan perubahan fisiologis yang terjadi setelah penghentian penggunaan berat kokain. Gejala-gejala klinis keadaan putus kokain ditandai dengan adanya perasaan disforik yang menetap selama lebih dari 24 jam setelah menurunnya konsumsi kokain dan diikuti gejala-gejala berikut:
Keletihan (fatigue) Insomnia atau hipersomnia Agitasi psikomotor Ide-ide bunuh diri dan paranoid Mudah tersinggung atau iritabel Perasaan depresif Keadaan putus kokain adalah satu-satunya indikasi yang menunjukkan adanya ketergantungan kokain. Gejala utama keadaan putus kokain adalah menagih kokain (“craving”). Beratnya kondisi keadaan putus kokain berkaitan dengan jumlah, lama dan cara penggunaan kokain. Snorting menyebabkan ketergantungan dan keadaan putus kokain ringan, penggunaan intravena dan merokok crack (freebase) menyebabkan ketergantungan dan keadaan putus kokain berat. Perasaan disforia dan depresi berat merupakan dua gejala yang sering terdapat pada keadaan putus kokain. Dengan ditemukannya dua gejala tersebut perlu dipertimbangkan pula adanya gangguan psikiatris lainnya sebagai diagnosis banding. Pasien sering menderita gangguan kepribadian yang mendasarinya (gangguan kepribadian ambang atau antisosial), sehingga berperilaku manipulatif. Akibatnya pasien sering mengobati keadaan putus kokain pada dirinya sendiri dengan menggunakan kembali kokain. Angka relaps tetap tinggi meskipun ia telah dirawat berkali-kali. 2.4. KOMPLIKASI
Kongesti hidung, walaupun peradangan, pembengkakan, perdarahan dan ulserasi berat pada mukosa hidung juga dapat terjadi. Pemakaian kokain jangka panjang menyebabkan perforasi septum hidung Crack bebas basa dan yang dihisap seperti rokok dapat menyebabkan kerusakan pada saluran bronchial dan paru-paru. Pengguna kokain intravena adalah disertai dengan infeksi, embolisme dan penularan SindromaImunodefisiensi di dapat (AIDS) Komplikasi neurologist ringan adalah perkembangan distonia akut, nyeri kepala mirip migraine Pasien pengguna kokain menderita waham kejaran, berprilaku ganas dan bermusuhan.
Komplikasi terberat adalah efek serebrovaskuler, epileptic dan jantung. Dan kematian
2.5 PENATALAKSANAAN Intoksikasi Kokain v Yakinkan dan tenangkan pasien bahwa gejala-gejala hanya terjadi dalam beberapa waktu yang terbatas sebagai akibat masuknya kokain ke dalam tubuh, dan segera setelah itu ia akan menjadi tenang kembali seperti semula. v Tempatkan pasien pada suasana yang tenang. Sementara itu, lakukan wawancara tentang frekuensi, jumlah kokain dan rute penggunaan kokain. Ikuti dan kendalikan semua gerakan/aktivitas pasien dan lakukan pengendalian secara tepat. Hati-hati dalam pendekatan pasien-pasien dengan waham paranoid. Jika memungkinkan, minta bantuan keluarga untuk bekerjasama menenangkan pasien. v Bila sudah memungkinkan, lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pasien. Bila terjadi demam, lakukan tindakan secepat mungkin untuk mengatasinya, kompres dan/atau beri antipiretika. Pantaulah tekanan darah dan denyut nadi pasien sesering mungkin. v Pastikan apakah pasien juga menggunakan zat adiktif lainnya seperti opioida (misalnya heroin yang digunakan bersama-sama dengan kokain secara intravena yang dikenal dengan istilah speedball), sedativa-hipnotika dan alkohol. v Isolasi dan fiksasi adalah tindakan terakhir yang kadang-kadang perlu dilakukan. v Gejala-gejala psikosis seringkali menghilang setelah satu episode akut penggunaan kokain, tapi dapat juga menetap pada penyalahgunaan berat kokain dan menimbulkan gangguan yang disebut dengan gangguan waham akibat penggunaan kokain (cocainedelusionaldisorders), terutama pada orang-orang yang sensitif. v Pertimbangkan rawat-inap agar dapat dilakukan detoksifikasi. Seorang pasien yang datang ke unit gawat darurat merupakan peluang yang baik untuk melakukan terapi induksi agar pasien bersedia ikut program rehabilitasi. v Persiapkan pasien tentang akan terjadinya keadaan putus kokain dan latih pasien untuk menghadapinya. v Terapi psikofarmaka:
Bila agitasi, galak, membahayakan lingkungan atau delusi dapat diberikan derivat benzodiazepin ringan oksazepam 10-30 mg per oral atau lorazepam 1-2 mg per oral, dan dapat diulang setelah satu jam. Bila agitasi masih tetap bertahan setelah beberapa dosis benzodiazepin atau timbul gejala toksisitas benzodiazepin (ataksia, disartria, nistagmus), maka
dapat diberikan obat antipsikotik berkekuatan tinggi seperti haloperidol atau flufenazin masing-masing 2-5 mg per oral atau i.m. sebagian klinisi kurang menyukai penggunaan antipsikotika karena mengurangi nilai ambang kejang dan mengubah atau menyamarkan gejala-gejala intoksikasi kokain dengan gejala-gejala efek samping antipsikotika. Bila terjadi takhikardia dan hipertensi, dapat diberikan beta-bloker (propanolol) atau klonidin. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, kejang, gangguan respirasi dan gejalagejala overdosis lain merupakan indikasi untuk merawat pasien di unit rawat intensif (ICU). Keadaan Putus Kokain v Pastikan apakah ada risiko bunuh diri. Meskipun gejala-gejala akan hilang dalam beberapa hari, namun pasien dengan kecenderungan bunuh diri harus di rawat-inap di rumah sakit. v Ketika pasien datang beri ketenangan (reassurance) dan terangkan kepadanya bahwa gejala-gejala keadaan putus kokain tersebut akan hilang dalam satu atau dua minggu. Wawancarai bagaimana kokain tersebut masuk ke dalam tubuh, frekuensi dan jumlahnya serta kapan penggunaan kokain terakhir. Tanyakan juga apakah pasien menggunakan zat adiktif lain. v Motivasi pasien agar bersedia mengikuti program detoksifikasi atau rehabilitasi. v Rujuk pasien agar mengikuti terapi kelompok, terapi keluarga atau rujuk ke kelompok-kelompok bantuan yang mendukung upaya penyembuhan (seperti NarcoticAnonymous, NarcoticAnonymous Family). v Evaluasi apakah pasien menderita gangguan psikotik atau menggunakan zat adiktif lain. v Terapi psikofarmaka:
Agitasi berat sampai perilaku maladaptif dapat dikendalikan dengan pemberian derivat benzodiazepin ringan estazolam 0,5 sampai 1 mg per oral, oksazepam 10-30 mr per oral atau lorazepam 1-2 mg per oral. Antidepresiva dapat diberikan pada pasien-pasien dengan gejala depresif menetap yang umumnya terjadi setelah dua minggu penggunaan kokain dihentikan. Ketergantungan kokain dapat diberikan despiramin* (200-250 mg/hari), doksepin* atau antidepresiva lain (amitriptilin, imipramin). Kadang-kadang juga diberikan bromokriptin untuk mengendalikan emosinya. 1,5 Tujuan utama terapi ketergantungan kokain adalah abstinensia.