TRADISI DAN KEBUDAYAAN DI DESA LORAM KULON KUDUS KARYA TULIS Untuk menyelesaikan tugas Bahasa Indonesia Madrasah Aliyah Negeri 2 Kudus 2013/2014
Disusun Oleh : 1. Annisa Wahyu A 2. Awaluddin Akmal 3. Felayana Isfar 4. Lailis Sa’diyah 5. Shafa Saffinah Nurhaifa
(08) (11) (18) (16) (35)
KEMENTRIAN AGAMA MADRASAH ALIYAH NEGERI 2 KUDUS
ABSTRAK Di Desa Loram Kulon Kabupaten Kudus mempunyai bentuk-bentuk kebudayaan. Diantaranya Kirab Pengantin Mubeng Gapuro Masjid Wali, Sego Kepel (Nasi Kepel), Kirab Ampyang Maulid yang diwariskan dari generasi ke generasi di Desa Loram Kulon Kudus. Kebudayaan ini belum dikenal secara luas di kalangan muda masyarakat Kudus pada umumnya. Tentu hal ini tidak diinginkan. Oleh sebab itu, karya tulis ini selain untuk mendokumentasikan sejarah diciptakannya kebudayaan-kebudayaan yang ada di Loram Kulon Kudus, juga memotivasi pembacanya khususnya masyarakat Kabupaten Kudus untuk mengenal kebudayaan setempat. Yaitu kebudayaan yang ada di Loram Kulon Kudus. Tujuan karya tulis ini untuk mengetahui; Bagaimanakah sejarah kebudayaan di Desa Loram Kulon Kudus?; Apa sajakah kebudayaan di Desa Loram Kulon Kudus?; Bagaimanakah kebudayaan di Desa Loram Kulon Kudus? Karya Tulis ini mendeskripsikan sejarah kebudayaan di Desa Loram Kulon; Mendeskripsikan macam-macam kebudayaan di Desa Loram Kulon Kudus; Mendeskripsikan bagaimana kebudayaan di Desa Loram Kudus. Metode penelitian dalam karya tulis ini dengan metode deskriptif. Yang dilakukan dengan observasi lapangan dan warancara dengan narasumber serta kajian pustaka dari beberapa buku dan situs internet. 1. Sejarah Kebudayaan di Desa Loram Kudus. Sebelum Islam masuk ke Desa Loram. Masyarakat di Loram telah memeluk agama Hindu. Masyarakat mulai memeluk Agama Islam setelah Sultan Hadirin berdakwah di sana. Disampaing berdakwah Sultan Hadirin membangun Masjid Wali serta melestarikan budaya dan tradisi di sana; 2. Tradisi Kirab Pengantin Mubeng Gapuro, Budaya ini telah melekat di hati masyarakat secara turun temurun sejak Islam masuk di Desa Loram Kulon Kudus sampai sekarang, sehingga setiap warga Desa Loram yang berdomisili di tempat maupun yang berada di daerah lain ketika menjadi pengantin pada umumnya mereka melakukan ritual Mubeng Gapuro Masjid Wali Loram dengan diiringi oleh kerabat dan keluarga dengan tujuan unutk memperoleh berkah; 3. Tradisi Sego Kepel (Nasi Kepel), Tradisi ini mungkin hanya dijumpai di Masjid Wali Loram. Sego Kepel adalah nasi yang dibungkus dengan daun pisang yang berbentuk bulat bagian bawah dan ujungnya diikat dengan daun pisang, serta dilengkapi dengan lauk seadanya yang dibungkus dengan daun pisang (bothok) kemudian dibawa ke masjid Wali Loram; 4. Tradisi Kirab Ampyang Maulid. Kata Ampyang berasal mula dari makanan sejenis krupuk yang digunakan untuk menghias sebuah tandu yang di dalamnya berisi nasi dan ingkung ayam atau makanan lainnya, kemudian diusung ke Masjid Wali Loram Kulon oleh masyarakat Desa Loram Kulon setiap tanggal 12 Rabi’ul Awwal dari rumah masing-masing, musholla. Dengan tujuan memperingati hari lahirnya Nabi Muhammad SAW. Saran terhadap pembaca yaitu agar lebih peduli terhadap warisan budaya setempat dan ikut melestarikannya khususnya tradisi yang ada di Loram Kulon Kudus.
ii
PENGESAHAN Karya tulis ini yang berjudul “TRADISI DAN KEBUDAYAAN DI DESA LORAM KULON KUDUS” telah disetujui di hadapan pembimbing untuk disahkan pada: hari
:
tanggal:
Mengetahui Kepala MAN 2 Kudus
Pembimbing
Drs. H. AH. RIF AN, M.Ag
Eny Aprlianingsih, S.Pd
NIP 196612121992031004
NIP 197904272005012003
iii
MOTTO 1. I believe i can do it 2. Hidup itu penuh warna, warna itu seni, seni itu membuat kita berfikir berbeda. 3. La vie est un voyage
PERSEMBAHAN Karya Tulis ini dipersembahkan untuk untuk seluruh siswa XI Bahasa 1 MA Negeri 2 Kudus
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmatNya karena karya tulis yang berjudul “TRADISI DAN KEBUDAYAAN DI DESA LORAM KULON KUDUS“ dapat diselesaikan dengan baik. Adapun tujuan penulisan karya tulis ini adalah untuk
. Penulis mengalami
hambatan atau kesulitan dalam penyusunan karya tulis ini. Namun banyak pihak yang membantu sehingga karya tulis ini dapat selesai tepat waktu. Maka dari itu penulis mengucapkan teriam kasih kepada pihak-pihak yang membantu antara lain : 1. Drs. H. AH. RIF AN, M.Ag. Selaku kepala MAN 2 Kudus yang telah memotivasi sehingga karya tulis ini selesai. 2. Suyitno, S.Pd selaku Wali Kelas XI Bahasa 1. 3. Ibu Eny Aprilianingsuh selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu unutk membimbing penyusunan karya tulis. 4. Bapak dan Ibu yang telah memberikan motivasi baik materi maupun spiritual 5. Bapak Afrokh Aminuddin selaku narasumber yang banyak memberikan informasi. Penulis berharap karya tulis ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Kritik dan saran yang membangun, penulis teriam untuk lebih menyempurnakan karya tulis ini. Kudus, Penulis
v
April 2013
DAFTAR ISI JUDUL HALAMAN..........................................................................................i ABSTRAK.........................................................................................................ii PENGESAHAN ................................................................................................iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................................iv KATA PENGANTAR .......................................................................................v DAFTAR ISI .....................................................................................................vi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................vii BAB I PENDAHULUAN .................................................................................1 1.1. Latar Belakang Masalah .......................................................................1 1.2. Rumusan Masalah ................................................................................1 1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................................1 1.4. Manfaat Penelitian ...............................................................................2 1.5. Metode Penelitian ................................................................................2 1.6. Sistematika Penulisan ..........................................................................2 BAB II KAJIAN PUSTAKA ...........................................................................3 2.1. Pengertian Kebudayaan ........................................................................3 2.2. Kirab Ampyang Warnai Maulid Nabi ..................................................3 BAB III PEMBAHASAN ................................................................................6 3.1. Sejarah Kebudayaan di Desa Loram Kudus ........................................6 3.2. Tradisi Kirab Pengantin Mubeng Gapuro ............................................7 3.3. Tradisi Sego Kepel (Nasi Kepel) ..........................................................10 3.4. Tradisi Kirab Ampyang Maulid ...........................................................11 3.5. Loram Kulon Kudus sebagai Desa Wisata ...........................................13 3.6. Peran Masyarakat dalam Tradisi di Loram Kulon Kudus ....................13 BAB IV PENUTUP ..........................................................................................15 4.1. Simpulan ..............................................................................................15 4.2. Saran .....................................................................................................16 DAFTAR PUSTAKA
vi
DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 .........................................................................................................8 Gambar 3.2 .........................................................................................................9 Gambar 3.3 .........................................................................................................9 Gambar 3.4 .........................................................................................................10
vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Kebudayaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari kata majemuk budi daya artinya daya dari budi, yaitu kekuatan dari akal yang berupa cipta, rasa dan karya. Adapun kata Culture (Inggris) yang berasal dari bahasa Latin Colore yang berarti mengolah tanah. (Taufik dkk, 2006 : 5) Kebudayaan merupakan suatu yang sangat penting bagi manusia dalam kehidupan mesyarakat. Kebudayaan tetap ada bukan karena diturunkan secara biologis, tetapi diperoleh melalui proses belajar. Kebudayaan manusia terbagi dalam tiga wujud, yaitu sistem budaya, sistem sosial, dan unsure-unsur budaya fisik. (Taufik dkk, 2006 : 7) DI Desa Loram Kulon Kabupaten Kudus mempunyai bentuk-bentuk kebudayaan. Diantaranya Kirab Pengantin Mubeng Gapuro Masjid Wali, Sego Kepel (Nasi Kepel), Kirab Ampyang Maulid yang diwariskan dari generasi ke generasi di Desa Loram Kulon Kudus. Kebudayaan ini belum dikenal secara luas di kalangan muda masyarakat Kudus pada umumnya. Tentu hal ini tidak diinginkan. Oleh sebab itu, karya tulis ini selain untuk mendokumentasikan sejarah diciptakannya kebudayaan-kebudayaan yang ada di Loram Kulon Kudus, juga memotivasi pembacanya khususnya masyarakat Kabupaten Kudus untuk mengenal kebudayaan setempat. Yaitu kebudayaan yang ada di Loram Kulon Kudus. 1.2. Rumusan Masalah a. Bagaimana sejarah kebudayaan di Desa Loram Kulon Kudus? b. Apa sajakah kebudayaan di Desa Loram Kulon Kudus? c. Bagaimanakah kebudayaan di Desa Loram Kulon Kudus? 1.3. Tujuan Penelitian a. Mendeskripsikan sejarah kebudayaan di Desa Loram Kulon. 1
b. Mendeskripsikan macam-macam kebudayaan di Desa Loram Kulon Kudus c. Mendeskripsikan bagaimana kebudayaan di Desa Loram Kudus 1.4. Manfaat Penelitian a. Menambah wawasan terutama pengetahuan tentang kebudayaan di Desa Loram Kulon Kudus. b. Mengetahui manfaat melestarikan budaya tersebut. c. Melestarikan kebudayaan Loram. d. Memberikan sumbangan pengetahuan terhadap penelitian yang sejenis. 1.5. Metode Penelitian Metode penelitian dalam karya tulis ini dengan metode deskriptif. Yang dilakukan dengan observasi lapangan dan warancara dengan narasumber serta kajian pustaka dari beberapa buku dan situs internet. 1.6. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN, berisi tenntang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. BAB II KAJIAN PUSTAKA, berisi Pengertian Kebudayaan, Kirab Ampyang Warnai Maulid Nabi. BAB III PEMBAHASAN, dalam bab ini berisi tentang Sejarah Kebudayaan di Desa Loram Kudus, Tradisi Kirab Pengantin Mubeng Gapuro, Tradisi Sego Kepel (Nasi Kepel), Tradisi Kirab Ampyang Maulid, Loram Kulon Kudus sebagai desa wisata. Peran Masyarakat Dalam Tradisi di Loram Kulon Kudus BAB IV PENUTUP, terdiri dari simpulan yang merupakan bagian terakhir dalam Karya Tulis ini.
2
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kebudayaan Kebudayaan adalah hasil budidaya manusia dalam bermasyarakat. Kebudayaan tidak diperoleh secara genetika yang ada dalam tubuh manusia, tetapi diperoleh lewat kedudukan manusia sebagai makhluk sosial. Menurut Fischer, kebudayaan-kebudayaan yang ada di suatu wilayah berkembang oleh beberapa faktor, antara lain lingkungan geografis, induk bangsa, dan kontak antarbangsa. (Taufiq dkk, 2006 : 3) Koentjoroningrat mendefinisikan kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. (Taufiq dkk, 2006 : 7) Sedangkan pendapat Ki Hajar Dewantara, kebudayaan adalah buah budi manusia dalam hidup bermasyarakat. (Taufiq dkk, 2006 : 7) 2.2. Kirab Ampyang Warnai Maulid Nabi Kirab Ampyang merupakan perayaan kelahiran Nabi Muhammad SAW yang bertepatan pada tanggal 12 Rabi’ul Awal tahun Hijriah. Disebut Kirab Ampyang karena merupakan wujud rasa syukur kepada Allah swt dengan sedekah hasil bumi melalui arak-arakan. Makanan yang menjadi wajib dalam tradisi ini adalah krupuk ampyang yang terbuat dari tepung lalu dicampur dengan serabut bambu sehingga berbentuk keriting. Pelaksanaan Kirab Ampyang tidak hanya dilakukan dengan membagikan makanan ke warga, tapi ada pertunjukan seni oleh peserta. (http://anjararto.blogspot.com/2013/02/modern-pernik-dengan-kirab-ampyang.html)
3
Kudus (ANTARA News) - Warga Desa Loram Kulon, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, Kamis, memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW dengan menggelar tradisi "ampyang" Maulid. Tradisi "ampyang" yang biasa dikenal oleh warga setempat merupakan tradisi memperingati hari kelahiran Nabi dengan menyajikan makanan yang dihiasi dengan "ampyang" atau krupuk yang diarak keliling desa, sebelum menuju ke Masjid Wali At Taqwa di desa setempat. Ratusan warga terlihat memadati jalan di sepanjang jalan rute kirab yang hendak menyaksikan rombongan kirab tradisi "ampyang" yang diikuti berbagai institusi dan lembaga pendidikan, musala, organisasi masyarakat dan kelompok usaha. Masing-masing
peserta,
menampilkan
sejumlah
kesenian,
seperti
visualisasi tokoh-tokoh yang berjasa pada saat berdirinya Desa Loram Kulon serta visualisasi sejarah pendirian Masjid Wali At Taqwa. Setelah sampai di Masjid Wali, tandu yang berisi nasi bungkus, ingkung serta hasil bumi yang sebelumnya diarak keliling desa didoakan oleh ulama setempat, kemudian dibagikan kepada warga setempat untuk mendapatkan berkah. Ketua panitia tradisi "Ampyang" Maulid, Anis Aminudin mengatakan, tradisi "ampyang" maulid merupakan tradisi turun temurun yang tetap dilestarikan oleh warga sekitar. Adapun jumlah peserta kirab, katanya, mencapai 40-an rombongan. Selain kirab keliling, tradisi tersebut juga turut menampilkan "Loram Expo" dan pentas seni. Produk-produk unggulan dari Desa Loram Kulon, seperti konveksi, kerajinan tangan dan suku cadang motor antik dan mesin disel. Jumlah peserta pameran, katanya, cukup banyak. Dengan adanya tradisi seperti ini, dia berharap, masyarakat dapat mengingat dan instropeksi diri serta berperilaku yang mencerminkan sifat-sifat 4
yang dimiliki Nabi Muhammad. Selain itu, dia berharap, para pemuda juga ikut melestarikan budaya turun menurun tersebut. "Mudah-mudahan, perekonomian masyarakat Desa Loram Kulon dan Desa Loram Wetan dapat ikut meningkat dengan diperkenalkannya kedua desa itu lewat tradisi `Ampyang Maulid`," ujarnya. Sementara itu, Bupati Kudus Musthofa berharap, masyarakat sekitar tetap menjaga tradisi "ampyang" maulid ini agar tetap lestari. "Nilai-nilai keluhuran tradisi ini jangan sampai luntur oleh perkembangan zaman," ujarnya. Setiap tradisi lokal yang ada, katanya, harus dikembangkan menjadi potensi keunggulan masing-masing wilayah. Untuk itu, kata dia, semua pihak dituntut untuk kerja keras guna mengangkat budaya lokal masing-masing daerah. (antaranews.com, 16 Maret 2013)
5
BAB III PEMBAHASAN 3.1. Sejarah Kebudayaan di Desa Loram Kudus Sebelum Islam masuk ke Desa Loram. Masyarakat di Loram telah memeluk agama Hindu. Masyarakat mulai memeluk Agama Islam setelah Sultan Hadirin berdakwah di sana. Disampaing berdakwah Sultan Hadirin membangun Masjid Wali serta melestarikan budaya dan tradisi di sana. Sultan Hadirin bernama asli Raden Tayyib, berasal dari Aceh putra dari Pangeran Muhayat Syah. Raden Tayyib adalah putra mahkota kerajaan, namun dia memiliki kakak yang ingin menjatuhkan tahtanya. Maka Raden Tayyib menyerahkan tahtanya kepada kakaknya yang bernama Raden Tahqiyin. Setelah itu Raden Tayyib merantau ke Campa Cina. Dia bertemu Tji Wie Gwan dan Raden tayyib diangkat sebagai anaknya. Setelah menimba Ilmu di Cina ia kembali ke kerajaan dan pergi ke pulau Jawa daerah Jepara. Jepara saat itu sedang dipimpin oleh Ratu Kalinyamat. Akhirnya Raden Tayyib menikah dengannya. Setelah Raden Tayyib menjadi raja, kemudian ia mengundang ayah angkatnya untuk ke Jepara. Sebelum Tji Wie Gwan kembali ia mengajarkan keahlian memahatnya dan meninggalkan peninggalan ukiran di Masjid Mantingan. Oleh rakyat Jepara Raden Tayyib diberi nama Sultan Hadirin. Sultan Hadirin pergi ke Jepara untuk menimba ilmu dari Sunan Kudus. Sunan Kudus melihat bahwa Sultan Hadirin memiliki kemampuan untuk berdakwah, maka Sunan Kudus memerintahkan untuk menyebarkan Islam di daerah Kudus bagian selatan tepatnya di Loram. Sultan Hadirin membuat siasat supaya masyarakat tertarik untuk pergi ke Masjid tanpa adanya kekerasan dan paksaan, yaitu membangun sebuah pintu gerbang bercorak Hindu di depan Masjid. Dimaksudkan supaya masyarakat 6
mengira bahwa Sultan Hadirin memiliki kepercayaan yang sama dengan mereka. Dengan ini maka banyak masyarakat yang pergi ke masjid dan di sana Sultan Hadirin berdakwah sehingga masyarakat memeluk agama Islam secara damai. Bangunan peninggalan Sultan Hadirin hingga saat ini masih terjaga, antara lain Masjid Wali At-Taqwa, Gapura, Sumur dan lain-lain. Selain itu juga terdapat tradisi budaya, antara lain Tradisi Kirab Pengantin Mubeng Gapuro, Kirab Ampyang dan Sego Kepel. 3.2. Tradisi Kirab Pengantin Mubeng Gapuro Budaya ini telah melekat di hati masyarakat secara turun temurun sejak Islam masuk di Desa Loram Kulon Kudus sampai sekarang, sehingga setiap warga Desa Loram yang berdomisili di tempat maupun yang berada di daerah lain ketika menjadi pengantin pada umumnya mereka melakukan ritual Mubeng Gapuro Masjid Wali Loram dengan diiringi oleh kerabat dan keluarga dengan tujuan unutk memperoleh berkah. Adapun asal usul budaya Kirab Pengantin ini adalah sebagai berikut. Dahulu di depan Masjid Wali Loram telah berdiri bangunan dengan corak menyerupai pintu masuk peribadatan agama Hindu-Budha khususnya yang ada di Bali. Hal ini merupakan salah satu strategi dan siasat bijaksana Sultan Hadirin ketika menyebarkan Islam di Desa Loram, karena pada waktu itu masih banyak masyarakat yang menganut ajaran Hindu-Budha. Sehingga beliau membuat pintu gerbang masuk Masjid Wali Loram serupa pintu gerbang peribadatan mereka, supaya masyarakat di sana tertarik dan datang ke Masjid Wali Loram, dengan berpikir bahwa Sultan Hadirin memiliki kepercayaan seperti mereka. Oleh karena itu untuk mengenalkan ajaran agama Islam kepda masyarakat yang masih kental dengan kepercayaan Hindu-Budha, maka ketika sepasang mempelai mengadakan acara pernikahannya, dilaksanakan di Masjid Wali Loram serta dibacakan doa untuk memperoleh berkah dan selanjutnya diumumkan 7
melalui Kirab mubeng (keliling) gapura agar masyarakat mengetahui bahwa mereka sudah resmi dan sah sebagai suami istri. Prosesi akad nikah yang diselenggarakan di Masjid dan selanjutnya diumumkan kepada masyarakat seperti tersebut di atas ini merupakan tuntutan agama Islamm sebagaimana hadits Rasulullah riwayat Ahmad dan Tirmidzi yang artinya : “Umumkanlah pernikahan itu, selenggarakan akad nikahnya di masjid dan setelah itu adakanlah pertunjukan rebada”. Dengan ini maka setiap pernikahan yang diselenggarakan pasti diketahui oleh masayrakat sekitar meskipun hanya satu atau dua orang. Melalui cara seperti inilah Sultan Hadirin mengenalkan ajaran Agama Islam dan membudayakan tradisi tersebut di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat. Prosesi Kirab dimulai pengantin datang dan memasukkan kas, kemudian
berhenti di depan pintu
gerbang selatan.
Gambar 3.1 Pengantin Melewati Pintu Selatan Setelah itu pengantin mengisi buku tamu, hal ini untuk dicatat agar dilaporkan ke Dinas Pendidikan Kebudayaan dan Pariwisata.
8
Gambar 3.2 Pengantin Mengisi Buku Tamu Setelah itu pengantin melanjutkan berjalan melewati pintu gerbang utara, setelah itu berjalan menuju pintu utama dan berhenti menghadap ke barat. Setelah itu supaya pengantin merenung dan berdoa. Pertama, bahwa menikah dengan niat ibadah kepada Allah SWT. Kedua, sebagai umat Islam dan ketika berkeluarga supaya selalu ingat bahwa tempat ibadahnya adalah di masjid. Ketiga, menghormati peninggalan seorang Wali Allah. Keempat, berdoa kepada Allah, yang artinya Ya Allah, berkahilah kebaikan kepada kami.
Gambar 3.3 Setelah Pengantin Berdoa di Depan Pintu Utama 9
3.3. Tradisi Sego Kepel (Nasi Kepel) Tradisi ini mungkin hanya dijumpai di Masjid Wali Loram. Sego Kepel adalah nasi yang dibungkus dengan daun pisang yang berbentuk bulat bagian bawah dan ujungnya diikat dengan daun pisang, serta dilengkapi dengan lauk seadanya yang dibungkus dengan daun pisang (bothok) kemudian dibawa ke masjid Wali Loram.
Gambar 3.4 Sego Kepel (Nasi Kepel) dan Bothok Dalam sejarah budayanya, sego kepel ini ada sejak Sultan Hadirin menyebarkan Islam di Desa Loram Kulon Kudus. Awal mulanya disaat masyarakat belum mengetahui cara untuk selamatan dan syukuran, maka Sultan Hadirin memerintahkan untuk mengirim nasi untuk didoakan di masjid. Dan oleh masyarakat Loram Kulon sendiri, diakui ini sebagai salah satu wujud shodaqoh yang manfaatnya besar sekali bagi mereka antara lain untuk tolak balak. Karena dalam Islam di jelaskan bahwa as shodaqoh tadfaul balak, sehingga bagi masyarakat Loram Kulon setiap mereka mempunyai hajat semisal khitanan, membangun rumah, persiapan ujian, buka warung, pernikahan dan lain sebagainya.
10
Pada umumnya mereka membuat sego kepel dan dikirim ke Masjid Wali Loram Kulon untuk dibacakan doa selamat dan dimakan bersama oleh jamaah yang ada di masjid dan juga jika ada tamu yang berkunjung. Adapun jumlah bilangan sego kepel yang dikirim ke masjid biasanya 5 buah, 7 buah ataupun 9 buah. Disamping sego kepel yang dikirim ke masjid juga disertai dengan infak dengan suka rela dan dimasukkan ke kas masjid. Dalam hal ini Sultan Hadirin memberi pelajaran bahwa dalam hal bersedekah menyesuaikan keadaan ekonomi. Supaya tidak hanya orang memiliki harta banyak yang dapat bersedekah. Adapun jumlah yang umumnya adalah 7, Beliau mengambil dari filsafat Jawa Pitu “Pitulung, Pitutur, Pituduh”. Selain itu juga dapat berjumlah ganjil karena Allah menyukai bilangan yang ganjil. Semua itu dilakukan dengan tujuan memperoleh keselamatan dan apa yang diinginkan akan diridloi dan dikabulkan oleh Allah SWT. 3.4. Tradisi Kirab Ampyang Maulid Kata Ampyang berasal mula dari makanan sejenis krupuk yang digunakan untuk menghias sebuah tandu yang di dalamnya berisi nasi dan ingkung ayam atau makanan lainnya, kemudian diusung ke Masjid Wali Loram Kulon oleh masyarakat Desa Loram Kulon setiap tanggal 12 Rabi’ul Awwal dari rumah masing-masing, musholla. Dengan tujuan memperingati hari lahirnya Nabi Muhammad SAW. Dalam sejarahnya Ampyang telah ada sejak Sultan Hadirin berada di Loram Kulon bahkan sampai masa penjajahan Belanda. Meskipun Pemerintah Belanda meminta jatah hasil bumi, namun penjajah hanya meminta rempahrempah. Jadi, masyarakat masih bisa melaksanakan Ampyang dengan hasil bumi lain.
11
Ampyang sempat berhenti pada masa penjajahan Jepang, dikarenakan Pemerintahan Jepang mengambil seluruh rempah-rempah dan bahan pokok makanan rakyat. Sehingga bahan-bahan yang digunakan untuk Ampyang, seperti sedekah bumi tidak ada. Karena kegiatan ini diselenggarakan pada bulan Rabi’ul Awwal (orang Jawa mengatakan bulan Mulud) maka kemudian masyarakat menyebutnya dengan nama “Ampyang Maulid”. Tradisi dari tahun ke tahun diselenggarakan oleh masyarakat dengan cara arak-arakkan berjalan menuju Masjid Wali Loram Kulon dengan diikuti oleh semua lapisan masyarakat baik dari unsur tokoh masyarakat, tokoh agama, pejabat desa, ulama setempat, santri, ormas dan para siswa siswi dari lembaga pendidikan yang ada di Desa Loram Kulon Kudus. Dalam perkembangannya Ampyang Maulid ini diselenggarakan dengan arak-arakan mubeng ndeso (keliling desa) dan ditampilkan berbagai bentuk ampyang yang bernuansa Islami serta ditampilkan pula visualisasi tokoh yang menggambarkan adanya kebersamaan antara ulama, pemerintah dan masyarakat dalam rangka memperingati hari lahirnya Nabi Muhammad SAW. Prosesi Ampyang dimulai dari depan gapuro kemudian keliling Desa Loram dan berkahir di Masjid Wali Loram Kulon. Saat prosesi pengarakan dibacakan Maulid Nabi. Pada awalnya tradisi Ampyang Maulid ini hanya merupakan budaya lokal. Namun saat ini telah mendapatkan perhatian yang cukup dari Pemerintah Kabupaten Kudus, sehingga menjadi budaya daerah yang patut dilestarikan. Dan Pemerintah Kabupaten Kudus menjadikan Desa Loram Kulon menjadi salah satu Desa Wisata di Kabupaten Kudus. Bahkan pada tahun 2010 ditampilkan di TMII sebagai budaya nasional. Dan mulai tahun 2010 sebelum Kirab Ampyang diadakan Loram Expo.
12
Dengan semakin maraknya Ampyang Maulid di Desa Loram Kulon Kudus ini ternyata mampu mendorong masayrakat untuk beramai-ramai datang untuk melihat dan menyaksikan keunikannya. 3.5. Loram Kulon Kudus sebagai Desa Wisata Loram Kulon Kudus merupakan salah satu desa wisata yang ada di Kudus. Dipilih menjadi desa wisata karena memiliki suatu tradisi yang berupa Kirab Ampyang. Loram Kulon Kudus patut mendapat perhatian lebih sebagai desa wisata. Desa ini terletak di kecamatan Jati, yaitu sekitar 5 km dari pusat kota. Desa wisata Loram Kulon juga dikenal sebagai desa industri, hal ini bisa dilihat dari sebagian mata pencaharianya adalah wiraswasta baik bergerak dalam bidang konveksi pakaian, tas, ikat pinggang, bordir komputer dan dalam bidang kuliner seperti bandeng presto, kinco (tumis jeroan ikan bandeng), kunir asem dan lain sebagainya. Sebagai ajang promosi industri dan kuliner di desa Loram Kulon Kudus dimeriahkan dengan adanya Loram Expo menjelang diselenggarakannya Kirab Ampyang Maulid. 3.6. Peran Masyarakat dalam Tradisi di Loram Kulon Kudus. Pengembangan berbagai sektor kehidupan masyarakat Loram Kudus membawa pengaruh lebih baik yang ada dalam diri masyarakat. Pengaruh itu langsung menyentuh pada identitas dasar masyarakat tersebut. Antusias masyarakat Loram Kulon Kudus tersebut mengundang banyak kekaguman dan kebanggaan tersendiri bagi masyarakat di luar Desa Loram Kulon Kudus. Khususnya yang masih di kalangan Kabupaten Kudus. Peran masyarakat Desa Loram Kulon Kudus yang 100% sudah mengenal kebudayaan tersebut, menyentuh warga Desa Loram Kulon Kudus sendiri untuk melesatrikan Kebudayaan tersebut.
13
Misalnya Kirab Pengantin pasti ada setiap hari dan Sego Kepel. Hingga sekarang adat warga Loram Kulon Kudus juga menggelar Kirab Ampyang pada saat peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Warga Desa Loram Kudus menyadari bahwa tradisi seperti di Kudus bahkan di Indonesia hanya ada di Desa mereka, maka timbulah keteguahn hati untuk tetap mempertahankan tradisi-tradisi ini. Kini Desa Loram telah ditetapkan Pemerintah Kabupaten Kudus sebagai salah satu desa wisata di Kabupaten Kudus. Oleh sebab itu maka seluruh warga desa benar-benar menjaganya.
14
BAB IV PENUTUP
4.1. Simpulan Bedasarkan pembahasan pada BAB III, maka dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Sejarah Kebudayaan di Desa Loram Kudus Sebelum Islam masuk ke Desa Loram. Masyarakat di Loram telah memeluk agama Hindu. Masyarakat mulai memeluk Agama Islam setelah Sultan Hadirin berdakwah di sana. Disampaing berdakwah Sultan Hadirin membangun Masjid Wali serta melestarikan budaya dan tradisi di sana. 2. Tradisi Kirab Pengantin Mubeng Gapuro Budaya ini telah melekat di hati masyarakat secara turun temurun sejak Islam masuk di Desa Loram Kulon Kudus sampai sekarang, sehingga setiap warga Desa Loram yang berdomisili di tempat maupun yang berada di daerah lain ketika menjadi pengantin pada umumnya mereka melakukan ritual Mubeng Gapuro Masjid Wali Loram dengan diiringi oleh kerabat dan keluarga dengan tujuan unutk memperoleh berkah. 3. Tradisi Sego Kepel (Nasi Kepel) Tradisi ini mungkin hanya dijumpai di Masjid Wali Loram. Sego Kepel adalah nasi yang dibungkus dengan daun pisang yang berbentuk bulat bagian bawah dan ujungnya diikat dengan daun pisang, serta dilengkapi dengan lauk seadanya yang dibungkus dengan daun pisang (bothok) kemudian dibawa ke masjid Wali Loram.
15
4. Tradisi Kirab Ampyang Maulid Kata Ampyang berasal mula dari makanan sejenis krupuk yang digunakan untuk menghias sebuah tandu yang di dalamnya berisi nasi dan ingkung ayam atau makanan lainnya, kemudian diusung ke Masjid Wali Loram Kulon oleh masyarakat Desa Loram Kulon setiap tanggal 12 Rabi’ul Awwal dari rumah masing-masing, musholla. Dengan tujuan memperingati hari lahirnya Nabi Muhammad SAW. 4.2 Saran Saran terhadap pembaca yaitu agar lebih peduli terhadap warisan budaya setempat dan ikut melestarikannya khususnya tradisi yang ada di Loram Kulon Kudus.
16
DAFTAR PUSTAKA anjar-arto.blogspot.com/2013/02/modern-pernik-dengan-kirab-ampyang.html antaranews.com Dhohiri, Taufiq Rohman dkk. 2006. Budaya dan Kebudayaan. Depdikbud Jawa Tengah : Semarang.