LAPORAN FIELD LAB PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS) DI PUSKESMAS GANTIWARNO KLATEN
Kelompok 5 Achmad Faiz Sulaiman
G0009003
Anindhito Kurnia P.
G0009015
Annisa Rizkia Fitri
G0009021
Diwiasti F. Yasmin
G0009063
Elita Rahmi
G0009071
Maria Goretti N.
G0009127
M. Abdulhamid
G0009135
M. Dzulfikar
G0009137
Nur Ismi Mustika F.
G0009155
Puji Astuti Anggara
G0009173
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
: Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Gantiwarno Klaten
Bidang Kegiatan
: Field Lab
Pelaksana
: Mahasiswa FK UNS semester VI (Kelompok 5)
Tempat Pelaksanaan : Puskesmas Gantiwarno, Klaten Waktu Pelaksanaan
: 21 Maret 2012, 28 Maret 2012, dan 3 April 2012
Surakarta, 3 April 2012 Menyetujui,
Kepala Puskesmas Gantiwarno
Instruktur Lapangan
Andi Markoco, dr.
Anita Nuke Pramastuti, dr.
NIP. 19770407 200501 1 011
NIP. 19771007 201001 2 006
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Ditinjau dari hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, maka angka kematian neonatal (AKN), angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian balita (AKBA) adalah 19/1000 kelahiran hidup (KH), 34/1000 KH dan 44/1000KH. Artinya, angka kematian balita (0-59 bulan) di Indonesia masih dikatakan tinggi. Untuk itu, diperlukan kerja keras dalam upaya menurunkan angka kematian tersebut, termasuk diantaranya peningkatan keterampilan tenaga kesehatan dalam menangani balita sakit, terutama tenaga medis di Puskesmas sebagai lini terdepan pemberi pelayanan. Menurut data Riskesdas tahun 2007, penyebab kematian neonatal terbanyak sepsis (20,5%), malformasi kongenital (18,1%) dan pneumonia (15,4 %). Kematian bayi dan balita terbanyak adalah karena diare (42 %) dan pneumonia (24 %). Hal itu dapat terjadi oleh karena beberapa hal dan yang paling berperan adalah karena rendahnya kualitas pelayanan kesehatan. Perbaikan kesehatan anak dapat dilakukan dengan memperbaiki manajemen kasus anak sakit, gizi, imunisasi, pencegahan trauma, pencegahan penyakit lain, dan memperbaiki dukungan psikososial. Berpijak dari hal tersebut, WHO dan UNICEF telah mengembangkan suatu strategi/pendekatan yang disebut Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) atau Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). MTBS atau manajemen terpadu balita sakit adalah suatu manajemen melalui pendekatan terintegrasi atau terpadu dalam tatalaksana balita sakit yang datang di pelayanan kesehatan baik mengenai beberapa klasifikasi penyakit, status gizi, status imunitas, maupun penanganan balita sakit tersebut dan konseling yang diberikan. MTBS merupakan suatu strategi untuk meminimalisir tingkat mortalitas dan morbiditas dari balita melalui suatu pendekatan yang meliputi preventif, promotif, dan kuratif. World Health Organization (WHO) telah mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat cocok diterapkan di negara-negara berkembang dalam upaya menurunkan kematian, kesakitan dan kecacatan pada bayi dan balita. MTBS telah digunakan di lebih dari 100 negara dan terbukti dapat menurunkan angka kematian balita, memperbaiki status gizi, meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan, memeperbaiki kinerja petugas kesehatan, dan memperbaiki kualitas pelayanan dengan biaya lebih murah.
MTBS dalam kegiatan di lapangan khususnya di Puskesmas merupakan suatu sistem yang mempermudah pelayanan serta meningkatkan mutu pelayanan. Mengingat pentingnya manfaat dari MTBS maka sudah seharusnya mahasiswa sebagai calon dokter memahami dan mampu melaksanakan MTBS tidak hanya di puskesmas melainkan di berbagai pelayanan kesehatan.
B. TujuanPembelajaran Adapun tujuan pembelajaran pada topik keterampilan MTBS ini adalah diharapkan mahasiswa: 1. Mampu melakukan penilaian balita sakit dengan menggunakan pedoman MTBS. 2. Mampu menentukan klasifikasi masalah balita sakit dengan menggunakan pedoman MTBS. 3. Mampu menilai status gizi balita (klinis dan antropometris) menurut aturan WHO (2005) dan memeriksa adanya penyakit penyerta. 4. Mampu melakukan dan menyarankan tindakan berdasarkan klasifikasi balita sakit pada pedoman MTBS. 5. Mampu melakukan pendampingan konseling balita sakit berdasarkan pedoman MTBS berupa perawatan di rumah dan pemberian nasehat berupa kapan kembali untuk tindak lanjut.
BAB II KEGIATAN YANG DILAKUKAN Rabu, 21 Maret 2012 Kegiatan Field lab hari ini adalah pengarahan dan pembekalan materi dari pihak puskesmas. Pukul 08.30 kami melakukan briefing dengan dr. Andi selaku kepala Puskesmas Gantiwarn dan dr. Anita selaku instruktur untuk membicarakan teknis pelaksanaan. Pengecekan dari kesiapan materi dan kesiapan personal sehingga diharapkan kesempatan minggu depan kami benar-benar bisa melaksanakan MTBS dengan baik. Sepuluh anggota kelompok dibagi menjadi 3 tim yaitu tim gizi, diare, dan pneumonia. Di bawah bimbingan dr. Anita, kami diberi penjelasan mengenai kegiatan-kegiatan di puskesmas terutama tentang pelaksanaan MTBS. Selain itu, kami juga diajak untuk belajar penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan pasien dengan kasus-kasus tertentu. Pukul 11.00 kami mengakhiri kunjungan lapangan hari itu dan menyusun kesepakatan untuk kegiatan kunjungan minggu depan. Diharapkan minggu depan kami dapat mulai bergerak ke lapangan pada pukul 07.00 pagi.
Rabu, 28 Maret 2012 Kesempatan kedua ini kami sudah membagi tim untuk segera bergegas menuju ke puskesmas yang sudah ditentukan. Pukul 07.15 kami sudah tiba di puskesmas gantiwarno. Tetapi dikarenakan instruktur yang ahli gizi berhalangan untuk hadir, maka kelompok gizi dipecah menjadi dua dan bergabung dengan kelompok diare. Tanpa menunggu lama, pasien mulai berdatangan, beberapa diantaranya adalah balita. Setelah diberi arahan singkat oleh instruktur lapangan, masing-masing kelompok menuju tempat pemeriksaan sesuai pasien masing-masing. Sebelumnya pemeriksaan pada setiap pasien diawali dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik oleh petugas Puskesmas Gantiwarno yang kemudian dilanjutkan dengan pendekatan MTBS oleh mahasiswa. Masing-masing dari kami belajar untuk melaksanakan MTBS sesuai dengan checklist MTBS dari Departemen Kesehatan yang sudah kami persiapkan sebelumnya. Semua wawancara berjalan lancar, pasien balita dan pengantar sangat kooperatif. Kunjungan kedua ini kami mendapatkan 3 pasien balita yang semuanya bersedia diwawancarai mengenai MTBS. Dua anak pasien diare dan satu anak batuk yang pada awalnya dicurigai pneumonia.
Setelah kegiatan pendekatan MTBS selesai dilakukan oleh mahasiswa, ketiga kelompok kembali berkumpul untuk bertukar data dan melakukan diskusi dengan instruktur lapangan. Dari hasil diskusi ini diketahui bahwa mahasiswa masih kurang mampu menggali informasi dari pasien ketika melakukan anamnesis. Selasa, 3 April 2012 Pada kunjungan hari ketiga, kami melakukan presentasi di depan kepala puskesmas dan instruktur lapangan tentang materi dan kegiatan yang kami lakukan pada hari pertama dan kedua, yaitu meliputi MTBS pneumonia, diare dan gizi pada balita yang dilakukan di Aula Puskesmas Gantiwarno. Kemudian dilanjutkan dengan evaluasi dan pengumpulan laporan yang diselingi dengan postest singkat untuk menguji tentang kepahaman kami terhadap kegiatan MTBS kali ini. Setelah semuanya selesai, kami pamit dan tak lupa kami ucapkan terima kasih untuk bimbingan beliau selama tiga hari ini.
BAB III PEMBAHASAN
Kasus I Anak S Usia 4,5 bulan datang dengan keluhan batuk pilek selama 3 hari. Batuk disertai lendir/ dahak putih dengan frekuensi yang meningkat di malam hari.
Tanda bahaya umum : a. b. c. d.
Riwayat kejang : disangkal Bayi masih mau minum ASI Letargis : negatif Riwayat muntah : disangkal
Data pemeriksaan fisik : a. b. c. d. e.
Respiratory rate Suhu Heart rate Kesadaran Tarikan dinding dada
: 56x / menit : 36,8oC : 90x/ menit : Compos mentis (tidak letargis) : negative
Riwayat Persalinan: Ibu melahirkan secara normal di bidan dengan waktu kehamilan aterm. Berat bayi lahir 2,1 kg sehingga digolongkan sebagai berat bayi lahir rendah. Oleh ibu tidak dirawat dirumah sakit tetapi hanya diberikan penghangat disekitar tempat tidur. Data perkembangan anak: a. b. c. d. e.
Berat badan : lahir 2,1 kg; 1 bulan 3,5 kg; 3 bulan 6,4 kg 4 bulan; 7,2 kg. Bayi sekarang sudah bisa tengkurap. Berat sekarang : 7,2 kg Panjang badan : 65 cm Status Gizi : baik
Imunisasi yang diberikan 1. 0 bulan
: Hepatitis
2. 3. 4. 5.
1 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan
: BCG dan Polio 1 : DPT/ Hb 1 dan Polio 2 : DPT/Hb 2 dan Polio 3 : DPT/ Hb 3 dan polio 4
Dari data diatas, diketahui pasien mengalami batuk dan pilek sejak 3 hari yang lalu dan disertai lender/ dahak yang menyumbat. Menurut alur MTBS kita harus memeriksa adanya tanda bahaya umum yang dapat kita lihat dari kondisi bayi antara lain; apakah bayi masih mau minum ASI/makan, apakah ada riwayat atau tanda kejang, apakah bayi muntah. Setelah dilakukan alloanamnesa terhadap ibu tidak ditemukan tanda bahaya umum pada bayi. Sesuai dengan form isian MTBS kami menggali riwayat sesak nafas, diare, dan demam. Didapatkan frekuensi napas pasien 56 kali per menit. Selanjutnya pendekatan MTBS dimulai dari anamnesis yang kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan respiratory rate ulang untuk memastikan frekuensi napas pasien karena apabila respiratory rate pada pasien usia 2-12 bulan lebih dari atau sama dengan 50 kali per menit maka pemeriksaan harus diulang untuk mengarah ke diagnosis pneumonia. Selain itu, bayi mengalami pernafasan cepat tanpa ditemukan adanya diare maupun demam, sehingga menurut MTBS dikategorikan sebagai Pneumonia. Penanganan yang diberikan menurut MTBS yakni pemberian antibiotik selama 5 hari, dalam kasus ini diberikan Amoksisilin ½ tablet 500 mg 2x sehari selama 3 hari dan Glycerin Guaiacolat 3x sehari selama 3 hari. Setelah itu pendekatan MTBS diakhiri dengan konseling kepada ibu pasien untuk lebih memperhatikan kesehatan dan asupan gizi pasien sesuai dengan „ Anjuran Makan Untuk Anak Sehat Maupun Sakit‟. Kasus II Anak RA, Laki-laki, usia 2 tahun 9 bulan (33 bulan) datang dengan keluhan diare selama 4 hari berturut-turut. Konsistensi feses cair, darah (-), lendir (-). RA masih aktif bermain dengan teman, makan dan minum seperti biasa. RA tidak mengalami batuk pilek dan sebelumnya tidak pernah dirawat di rumah sakit.
Tanda bahaya umum : a. b. c. d.
Riwayat kejang : disangkal Bayi masih mau minum ASI Letargis : negatif Riwayat muntah : disangkal
Data pemeriksaan Fisik: 1. Respiratory rate
: 30 kali/menit
2. Heart rate
: 90 kali/menit
3. Suhu tubuh
: 36,8oC
4. Turgor(cubitan kulit) : < 2/2 detik 5. Mata cekung
: negatif
6. Letargis
: negatif
Status Gizi 1. Berat badan
: 10, 5 kg
2. Tinggi badan
: 80 cm
3. Status gizi
: Baik
4. Berat Bayi Lahir
: 2750 gram
5. Persalinan
: persalinan spontan di rumah sakit dibantu oleh dokter, presentasi bokong
6. Imunisasi
: lengkap
7. ASI eksklusif selama 6 bulan dan dilanjutkan sampai usia 2 tahun 8. Pemberian makanan tambahan setelah 6 bulan Riwayat Sosioekonomi: 1. Nama Ayah
: Satimin
2. Pekerjaan
: Pegawai Negeri
Menurut buku bagan MTBS, jika anak menderita diare, maka ditanyakan sudah berapa lama dan adakah darah dalam tinja. Anak RA sudah mengalami diare selama 4 hari dan tidak ditemukan darah pada tinja. Keadaan umum anak tidak letargis serta tidak gelisah dan rewel. Mata anak tidak terlihat cekung. Pada saat kulit perut dicubit, turgor kembali dengan cepat. Untuk klasifikasi diare, anak RA dapat dikategorikan ke dalam diare tanpa dehidrasi karena tidak cukup tanda-tanda untuk diklasifikasikan sebagai diare dehidrasi berat atau ringan/sedang. Terapi yang diberikan pada anak RA adalah terapi A yaitu penanganan diare di rumah dengan diberi cairan tambahan sebanyak yang anak mau dengan memberikan oralit, cairan makanan atau air matang. Anak RA lebih suka diberi air teh manis sehingga disarankan untuk mencampurkan oralit dalam teh. Dosis yang diberikan pada anak RA sebanyak 100-200 ml
setiap setelah buang air besar. Disarankan orallit diberikan dalam jumlah sedikit tetapi sering. Jika RA muntah tunggu 10 menit kemudian dilanjutkan lagi dengan pemberian lebih lambat. Anak RA juga diberikan tablet Zinc 20 mg, 1 tablet/hari selama 10 hari walaupun diare sudah membaik untuk memberikan perlindungan anak terhadap diare selama 2-3 bulan ke depan. Ibu juga diminta untuk tetap memberikan makan kepada RA seperti biasa. Jika tidak ada perbaikan dalam 3 hari , RA diperiksakan kembali ke puskesmas.
Kasus III Anak R usia 20 bulan mengeluhkan diare. Sehari sebelumnya dia dirawat di rumah sakit dengan keluhan muntah. 2 hari yang lalu R berenang di kolam renang umum. R BAB 5 kali sehari dengan konsistensi cair, darah dalam feses (-), lendir (-). Sebelumnya R pernah mengalami diare pada usia 8 bulan. Tanda bahaya umum : a. Riwayat kejang : disangkal b. Bayi masih mau minum ASI c. Letargis : negatif d. Riwayat muntah : disangkal Data pemeriksaan fisik: 1. Respiratory rate
: 30x / menit
2. Heart rate
: 98x / menit
3. Suhu badan
: 36, 2oC
4. Mata cekung
: positif
5. Kesadaran
: Rewel, gelisah
6. Turgor (cubitan kulit): 2/2 detik Status gizi 1. Berat bayi lahir
: 2,8 kg
2. Berat badan
: 10 kg
3. Panjang badan
: 80 cm
4. Status gizi
: Normal
5. Riwayat makanan: Asi ekslusif 6 bulan. Pemberian MP-ASI berupa biskuit bayi pada usia 6 bulan. R diberikan makanan padat (nasi) sejak 8 bulan. Pada usia 18 bulan R sudah tidak minum ASI dan digantikan susu formula.
6. Perkembangan anak: Sudah bisa berlari. Dari hasil pemeriksaan dan anamnesis terhadap R, data yang diperoleh dapat diklasifikasikan sebagai Diare dengan dehidrasi ringan menurut MTBS. R memiliki 2 gejala diare dengan dehidrasi ringan /sedang yakni mata cekung dan gelisah/rewel. Pada Anak R tidak ditemukan adanya demam, batuk sesak, anemi maupun status gizi buruk. Oleh karena itu penanganan R disesuaikan dengan rencana terapi B yaitu memberikan oralit dalam 3 jam pertama. Jumlah oralit yang diperlukan adalah 10 (berat badan R dalam kg) x 75 ml yaitu 750 ml dengan cara diminumkan sedikit-sedikit tetapi sering. Jika R muntah maka ditunggu 10 menit, kemudian baru diberikan lagi dengan frekuensi lebih lambat. Kemudian diberikan tablet zinc 20 mg/hari selama 10 hari berturut-turut. Setelah 3 jam diulangi penilaian dan kembali mengklasifikasikan derajat dehidrasi. Lalu, R boleh mulai diberikan makanan sesuai “anjuran makan untuk anak sehat maupun sakit” untuk anak usia 12-24 bulan. R tetap diberikan ASI bila mau. Berikan makanan keluarga secara bertahap sesuai kemampuan. Beriakn makan anak 3 x sehari dengan porsi 1/3 dari porsi dewasa terdiri dari nasi, lauk, sayur dan buah. Berikan makanan selingan kaya gizi 2x sehari diantara waktu makan. Rabu 28 Maret 2012 pasien sudah segar dan sudah tidak mencret. Terakhir buang air pagi hari dengan konsistensi cukup keras. Direncanakan pasien bisa pulang pada hari rabu sore. Kemudian pasien diedukasi lagi untuk menjaga makanan yang di makan, minum banyak, segera memeriksakan ke Puskesmas jika ada keluhan, meminum obat yang diberikan dokter secara teratur.
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. MTBS adalah suatu pendekatan terpadu dalam tata laksana balita yang datang ke fasilitas rawat jalan pelayanan kesehatan dasar yang meliputi upaya kuratif, promotif, preventif, dan rehabilitatif. 2. MTBS sangat sesuai untuk diterapkan di negara berkembang karena MTBS merupakan jenis intervensi yang paling cost effective.
B. Saran 1. Peningkatan kualitas dan kuantitas petugas kesehatan di poli KIA Puskesmas Gantiwarno diperlukan agar proses pelayanan kesehatan dapat berlangsung lebih baik dan lancar. 2. Perlu penambahan sarana penunjang untuk menunjang program MTBS seperti pengukur panjang badan dan tinggi badan, alat bantu hitung napas, dll. 3. Peningkatan sosialisasi tentang pelaksanaan MTBS di Puskesmas pembantu diperlukan agar masyarakat tidak ragu untuk memeriksakan anak balitanya sedini mungkin ke poli Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di Puskesmas.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2011. Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit Departemen Kesehatan RI.
(MTBS). Jakarta:
Field Lab FK UNS. 2012. Keterampilan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Surakarta: Field Lab FK UNS . Soenarto, Yati. 2009. MTBS: Strategi untuk meningkatkan derajad kesehatan anak. Surakarta: Simposiun Pediatri TEMILNAS. WHO. 2002. Overview of IMCI strategy and implementation. Janeva: Departement Child and Adolescent Health and Development. .
LAMPIRAN I
Gambar: Foto Kegiatan MTBS di Puskesmas Gantiwarno
LAMPIRAN II
Gambar: Kartu Menuju Sehat