BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tubuh manusia sebenarnya telah mempunyai sistem kekebalan sebagai mekanisme pertahanan dalam mencegah masuk dan menyebarnya agen infeksi. Mekanisme pertahanan ini terdiri dari dua kelompok fungsional, yaitu pertahanan non spesifik dan spesifik yang saling bekerja sama. Pertahanan non spesifik diantaranya adalah kulit dan membran mukosa, sel-sel fagosit, komplemen, lisozim, interferon, dan berbagai faktor humoral lain. Pertahanan non spesifik berperan sebagai garis pertahanan pertama. Semua pertahanan ini merupakan bawaan (innate) artinya pertahanan tersebut secara alamiah ada dan tidak adanya dipengaruhi secara instriksik oleh kontak dengan agen infeksi sebelumnya. Mekanisme pertahanan spesifik meliputi sistem produksi antibodi oleh sel B dan sistem imunitas seluler oleh sel T. Antigen adalah zat-zat asing yang pada umumnya merupakan protein yang berkaitan dengan bakteri dan virus yang
masuk ke dalam tubuh. Antibodi
merupakan protein-protein yang terbentuk sebagai respon terhadap antigen yang masuk ke tubuh, yang bereaksi
secara spesifik dengan antigen tersebut.
Konfigurasi molekul antigen-antibodi sedemikian rupa sehingga hanya antibodi yang timbul sebagai respon terhadap suatu antigen tertentu saja yang cocok dengan permukaan antigen itu sekaligus bereaksi dengannya. Inflamasi merupakan reaksi yang kompleks terhadap agen penyebab penyakit,seperti mikroba dan kerusakan sel. Respon inflamasi berhubungan erat denganproses penyembuhan, karena inflamasi menghancurkan agen penyebab penyakit
dan
menyebabkan
rangkaian
kejadian
yang
bertujuan
untuk
menyembuhkan atau memperbaiki jaringan yang rusak (Kumaret al., 2005). Interferon merupakan sitokin yang mengatur aktivitas semua komponen system imun, merupakan bagian dari sistem imun non-spesifik yang timbul pada tahap awal infeksi virus sebelum timbulnya reaksi dari sistem imun spesifik.Interferon gamma(IFN-γ) dihasilkan oleh sel T yang telah teraktivasi dan sel NK, sebagai reaksi terhadap antigen (termasuk antigen virus dalam derajat 1
rendah) atau sebagai akibat stimulasi limfosit oleh mitogen. IFN-γ meningkatkan ekspresi molekul MHC-II pada Antigen Presenting Cell (APC) yang kemudian akan meningkatkan presentasi antigen pada sel T helper. IFN-γ juga dapat mengaktifkan kemampuan makrofag untuk melawan infeksi virus (aktivitas virus intrinsik) dan membunuh sel lain yang telah terinfeksi (aktivitas virus ekstrinsik) (Hunt,2006). Listeria monocytogenes merupakan food-borne pathogen yang menyebabkan reaksi inflamasi. Infeksi oleh Listeria monocytogenes pada penderita imunokompeten memberikan gejala seperti flu, namun pada penderita imunosupresi dapat menyebabkan kematian. Selain itu bila terjadi pada ibu hamil akan meningkatkan kematian fetus (Garifulin and Boyartchuk, 2005). 1.2 Rumusan Masalah Untuk mengetahui bagaimana respon imun tubuh terhadap inflamasi 1.3 Tujuan Penulisan Untuk Mengetahui definisi inflamasi Untuk mengetahui bagaimana terjadinya inflamasi Untuk mengerahui macam-macam inflamasi Untuk mengetahui bagaimana proses penyembuhan inflamasi
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi inflamasi Inflamasi (bahasa Inggris: inflammation) adalah respon dari suatu organisme terhadap patogen dan alterasi mekanis dalam jaringan, berupa rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan yang mengalami cedera, seperti karena terbakar, atau terinfeksi. Radang atau inflamasi adalah satu dari respon utama sistem kekebalan terhadap infeksi dan iritasi. Inflamasi merupakan respons protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung (sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu (Dorland, 2002). Inflamasi merupakan
respon
terhadap
cedera.
Arti
khususnya, inflamasi adalah reaksi vascular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut dan sel-sel dari sirklasi darah ke jaringan interstitial pada daerah cedera atau nekrosis. Inflamasi sebenarnya adalah gejala yang menguntungkan dan pertahanan, hasilnya adalah netralisasi dan pembuangan agen-agen penyerang, penghancur jaringan nekrosis, dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan untuk perbaikan dan pemulihan. Apabila jaringan cedera misalnya karena terbakar, teriris atau karena infeksi kuman, maka pada jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi yang memusnahkan agen yang membahayakan jaringan atau yang mencegah agen menyebar lebih luas. Reaksi-reaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki
atau
diganti
dengan
jaringan
disebut inflamasi (Rukmono, 1973).
3
baru.
Rangkaian
reaksi
ini
Inflamasi atau inflamasi adalah satu dari respon utama sistem kekebalan terhadap infeksi dan iritasi. Inflamasi distimulasi oleh faktor kimia (histamin, bradikinin, serotonin, leukotrien, dan prostaglandin) yang dilepaskan oleh sel yang berperan sebagai mediator inflamasi di dalam sistem kekebalan untuk melindungi jaringan sekitar dari penyebaran infeksi. Reaksi peradangan merupakan reaksi defensif (pertahanan diri) sebagai respon terhadap cedera berupa reaksi vaskular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial pada daerah cedera atau nekrosis. Peradangan dapat juga dimasukkan dalam suatu reaksi non spesifik, dari hospes terhadap infeksi. Hasil reaksi peradangan adalah netralisasi dan pembuangan agen penyerang, penghancuran jaringan nekrosis, dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan untuk perbaikan dan pemulihan. Inflamasi merupakan rangkaian reaksi yang menyebabkan musnahnya agen yang membahayakan jaringan atau mencegah agen ini menyebar lebih luas sehingga mengakibatkan jaringan yang cedera diperbaharui atau di ganti dengan jaringan baru. (Patologi FKUI) 2.2 Sel – sel yang berperan dalam proses inflamasi 1. Makrofag Merupakan monosit yang lama hidupnya kurang lebih 1 hari, akan pergi ke daerah peradangan dikarenakan molekul adhesi dan faktor kemoatraktan dalam jaringan, monosit akan berubah menjadi makrofag yang jika bersatu membentuk endotelium. Sinyal-sinual yang berpengaruk saat pengaktifan makrofag adalah IFM-y . sitokin, endotoksin, mediator lain yang diprosuksi saat terjasi radang akut, dan matrix extraceluler, seperti fibronectin. Makrofag aktif mampu mengaktifkan zat-zat yang membuat suatu jaringan menjadi nekrosis atau fibrosis. Contohnya adalah asam dan basa protease, komponen komplemen dan faktorfaktor pembekuan, oksigen reaktif NO, metabolit asam arakhidonat, sitokin IL-1, TNF san berbagai growth factor
4
2. Limfosit Limfosit sikerahkan di kedua reaksi imun humoral dan seluler dan bahkan dalam peradangan non imun. Antigen distimulasi (efektor dan memori) dan berbagai jenis limfosit (T, B) menggunakan berbagai molekul adhesi pasangan (terutama yang integrins dan ligan) dan kemokin untuk bermigrasi ke situs peradangan. Sitokin dari makrofag diaktifkan, terutama TNF, IL-1, da kemokin. Sel ini mempersiapkan proses peradangan Limfosit dan makrofag berinteraksi dakan cara dua arah, dan reaksi-reaksi ini memainkan peran penting dalam peradangan kronis. Limfosit T aktif akan mengaktifkan
makrofag
serta
mengeluarkan
mediator
radang
untuk
mempengaruhi sel lain, saat makrofag aktif, dia akan mengaktifkan limfosit T dan tak lupa mengeluarkan mediator radang untuk mempengaruhi sel disekitarnya. 3. Eusinofil Eusinofil berlimpah dalam reaksi kekebalan yang diperantarai oleh IgE dan infeksi parasit. Salah satu kemokin yang terutama penting bagi perekrutan eusinofil adalah eotaxin, Eusinofil memiliki granula yang mengandung protein dasar utama, yang sangat kationik protein yang beracun bagi parasit tetapi juga menyebabkan lisis sel epitel mamalis. Itulah sebabnya ia sangat berperan dalam memerangi infeksi parasit tetapi juga berkontribusi pada kerusakan jaringan dalam reaksi kekebalan. 4.
Sel Mast
Sel ini didistribusikan secara luas di jaringan ikat dan berpartisipasi dalam reaksi peradangan akut dan kronis. Pada reaksi akut, antibodi IgE yang terikat pada Fc reseptor khusus mengenali antigen, dan sel-sel degranulate dan melepaskan mediator seperti histamin dan produksi oksidasi AA, Jenis respon terjadi selama reaksi anafilaksis makanan, racun serangga atau obat-obatanm sering dengan hasil becana. Bila diatur dengan benar, respon ini dapat bermanfaat 5
bagi tuan rumah. Sel mast juga hadir dalam reaksi peradangan kronis, dan mungkin menghasilkan sitokin yang berkontribusi terhadap fibrosis. 2.3 Jenis Inflamasi
Inflamasi akut
Inflamasi akut akan terjadi secara cepat (menit —hari) dengan ciri khas utama eksudasi cairan, akumulasi neutrofil memiliki tanda-tanda umum berupa rubor (redness), calor (heat), tumor (swelling), Dolor (pain), Functio laesa (lose of function). bersihkan setiap mikroba dengan dua proses utama, perubahan vaskular (vasodilatasi, peningkatan permeabilitas) dan perubahan selular (rekrutmen dan aktivasi selular). Perubahan makroskopik yang dapat diamati berupa hiperem terjadi karena tujuan utama : mengirim leukosit ke tempat yang memberikan penampakan eritema, exudation yang memberikan penampakan edema, dan emigrasi leukosit. 1. Hyperaemia Yang terbentuk pertama-tama akan menyebabkan dilatasi arteri lokal (didahului vasokonstriksi sesaat). Dengan demikian mikrovaskular pada lokasi jejas melebar, aliran darah mengalami perlambatan, dan terjadi bendungan darah yang berisi eritrosit pada bagian tersebut, yang disebut hiperemia seperti terlihat pada Gambar 1. Pelebaran ini lah yang menyebabkan timbulnya warna merah (eritema) dan hangat. Perlambatan dan bendungan ini terlihat setelah 10-30 menit. Hyperaemia
di
dalam inflamasi berhubungan
dengan
perubahan
mikrovaskular. yang disebut Lewis’ triple response – berupa “a FLUSH, a FLARE and a WEAL”. The FLUSH ditandai dengan garis putih (dikarenakan adanya vasokonstriksi). The FLUSH merupakan garis merah (dikarenakan dilatasi kapiler). The FLARE merupakan daerah dengan warna merah yang lebih terang di sekitarnya (dikarenakan dilatasi arteri).
6
2. Exudating Selanjutnya, terjadi peningkatan permeabilitas endotel disertai keluarnya protein plasma dan sel-sel leukosit ke daerah extravaskular yang disebut eksudasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah dalam darah terkonsentrasi, viskositas >>, sirkulasi <<, terutama pada pembuluh darah-pembuluh darah kecil yang sisebut stasis. Pada ujung arteriol kapiler, tekanan hidrostatik yang tinggi mendesak cairan keluar ke dalam ruang jaringan interstisial dengan cara ultrafiltrasi. Hal ini berakibat meningkatnya konsentrasi protein plasma dan menyebabkan tekanan osmotik koloid bertambah besar, dengan menarik kembali cairan pada pangkal kapiler venula. Pertukaran normal tersebut akan menyisakan sedikit cairan dalam jaringan interstisial yang mengalir dari ruang jaringan melalui saluran limfatik. Umumnya, dinding kapiler dapat dilalui air, garam, dan larutan sampai berat jenis 10.000 dalton Eksudat adalah cairan radang ekstravaskuler dengan berat jenis tinggi (di atas 1.020) dan seringkali mengandung protein 2-4 mg% serta sel-sel darah putih yang melakukan
emigrasi.
Cairan
ini
tertimbun
sebagai
akibat
peningkatan
permeabilitas vaskuler (yang memungkinkan protein plasma dengan molekul besar dapat terlepas), bertambahnya tekanan hidrostatik intravaskular sebagai akibat aliran darah lokal yang meningkat pula dan serentetan peristiwa rumit leukosit yang menyebabkan emigrasinya Mekanisme : 1. Protein age membentuk formasi bercelah untuk meningkatkan permeabilitas antar endothelial. Sinyal kimiawi merangsang kontraksi endotelial 2. Fluid movement Proses fluid movement 3. Emigration of leucocyte
7
Penimbunan sel-sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit pada lokasi jejas, merupakan aspek terpenting reaksi radang. Sel-sel darah putih mampu memfagosit bahan yang bersifat asing, termasuk bakteri dan debris sel-sel nekrosis, dan enzim lisosom yang terdapat di dalamnya membantu pertahanan tubuh dengan beberapa cara. Beberapa produk sel darah putih merupakan penggerak reaksi radang, dan pada hal-hal tertentu menimbulkan kerusakan jaringan yang berarti. Baik neutrofil, maupun sel berinti tunggal dapat melewati celah antar sel endhotelial dengan menggunakan pergerakan amoeboid menuju jaringan target. Dalam fokus radang, awal bendungan sirkulasi mikro akan menyebabkan sel-sel darah merah menggumpal dan membentuk agregatagregat yang lebih besar daripada leukosit sendiri. Menurut hukum fisika aliran, massa sel darah merah akan terdapat di bagian tengah dalam aliran aksial, dan sel-sel darah putih pindah ke bagian tepi (marginasi). Mulamula sel darah putih bergerak dan menggulung pelan-pelan sepanjang permukaan endotel pada aliran yang tersendat tetapi kemudian sel-sel 4.
tersebut akan melekat dan melapisi permukaan endotel. Proses emigrasi Leukosit Emigrasi adalah proses perpindahan sel darah putih yang bergerak keluar dari pembuluh darah. Tempat utama emigrasi leukosit adalah pertemuan antar-sel endotel. Walaupun pelebaran pertemuan antar-sel memudahkan emigrasi leukosit, tetapi leukosit mampu menyusup sendiri melalui pertemuan antar-sel endotel yang tampak tertutup tanpa perubahan
nyata 5. Kemotaksis Setelah meninggalkan pembuluh darah, leukosit bergerak menuju ke arah utama lokasi jejas. Migrasi sel darah putih yang terarah ini disebabkan oleh pengaruh-pengaruh kimia yang dapat berdifusi disebut kemotaksis. Hampir semua jenis sel darah putih dipengaruhi oleh faktorfaktor kemotaksis dalam derajat yang berbeda-beda. Neutrofil dan monosit paling reaktif terhadap rangsang kemotaksis. Sebaliknya limfosit bereaksi lemah. Beberapa faktor kemotaksis dapat mempengaruhi neutrofil maupun monosit, yang lainnya bekerja secara selektif terhadap beberapa jenis sel darah putih. Faktor-faktor kemotaksis dapat endogen berasal dari protein 8
plasma atau eksogen, misalnya produk bakteri berupa protein maupun polipeptida 6.
Fagositosis Setelah leukosit sampai di lokasi radang, terjadilah proses fagositosis. Meskipun sel-sel fagosit dapat melekat pada partikel dan bakteri tanpa didahului oleh suatu proses pengenalan yang khas, tetapi fagositosis akan sangat ditunjang apabila mikroorganisme diliputi oleh opsonin, yang terdapat dalam serum (misalnya IgG, C3). Setelah bakteri yang mengalami opsonisasi melekat pada permukaan, selanjutnya sel fagosit sebagian besar akan meliputi partikel, berdampak pada pembentukan kantung yang dalam. Partikel ini terletak pada vesikel sitoplasma yang masih terikat pada selaput sel, disebut fagosom. Meskipun pada waktu pembentukan fagosom, sebelum menutup lengkap, granula-granula sitoplasma neutrofil menyatu dengan fagosom dan melepaskan isinya ke dalamnya, suatu proses yang disebut degranulasi. Sebagian besar mikroorganisme yang telah mengalami pelahapan mudah dihancurkan oleh fagosit yang berakibat pada kematian mikroorganisme. Walaupun beberapa organisme yang virulen dapat menghancurkan leukosit.
Proses Fagositosis Fagositosis merupakan sebuah proses yang efisien, yaitu: 1) OPSONIN – merupakan antibodi natural maupun antibodi spesifik 2) Fraksinasi sistem KOMPLEMEN 3) Nerupakan tahap FISIS dari lingkungan sosial Aktivitas opsonik dipengaruhi oleh ke-solid-an, dan ke-rigid-an organ maupun medium tempatnya berada. Dimana kondisi loose dan lebih cair, aktivitasnya terhenti.
Inflamasi kronis
9
Inflamasi kronis dianggap perasangan berkepanjangan di mana peradangan aktif, kerusakan jaringan, dan usaha-usaha perbaikan yang berjalan secara bersamaan. Peradangan kronis terjadi biasanya sebagai kelanjutan radang akut, infeksi persisten oleh mikroorganisme tertentu, seperti basil tuberkel, treponema pallidum, beberapa virus dan jamur, dan parasit, terpapat toksik dalam waktu berkepanjangan (endogen maupun eksogen), dan jika terjadi autoimun, tubuh dikenali sebagai benda asing, sehingga seakan-akan terdapat benda asing dalam tubbuh secara terus menerus. Ciri-ciri : Inflamasi kronik memiliki beberapa perbedaan dengan peradangan akut, yang dimanifestasikan oleh peribahan vaskular, edema, dan infiltrasi neutrofil, peradangan kronis dicirikan oleh: a) Infiltrasi sel mononuklear, meliputi makrofag, limfosit, dan sel plasma b) Kehancuran jaringan, yang disebabkan oleh agen yang terus menerus mengganggu atau oleh sel-sel inflamasi c) Usaha-usaha penyembuhan oleh jaringan penghubung penggantian jaringan yang rusak, dilakukan dengan poliferasi pembuluh darah kecil (angiogenesis), dan khususnya, fibrosis d) Dapat terjadi setelah radang akut, baik karena rangsang pencetus yang terus-menerus ada, maupun karena gangguan penyembuhan. e) Adanya radang akut yang berulang Radang kronik yg mulai secara perlahan tanpa didahului radang akut klasik akibat dari : Infeksi persisten oleh mikroba interseluler yang mempunyai toksisitas rendah tapi sudah mencetuskan reaksi imunologik. Kontak dengan bahan yg tdk dpt hancur ( zat nondegradable) silikosis & asbestosis pada paru Reaksi imun terhadap jaringan tubuh itu sendiri (autoimun)
2.4 Mekanisme terjadinya Inflamasi dapat dibagi menjadi 2 fase yaitu: 10
Perubahan vascular Respon vaskular pada tempat terjadinya cedera merupakan suatu yang mendasar untuk reaksi inflamasi akut. Perubahan ini meliputi perubahan aliran darah dan permeabilitas pembuluh darah. Perubahan aliran darah karena terjadi dilatasi arteri lokal sehingga terjadi pertambahan aliran darah (hypermia) yang disusul dengan perlambatan aliran darah. Akibatnya bagian tersebut menjadi merah dan panas. Sel darah putih akan berkumpul di sepanjang dinding pembuluh darah dengan cara menempel. Dinding pembuluh menjadi longgar susunannya sehingga memungkinkan sel darah putih keluar melalui dinding pembuluh. Sel darah putih bertindak sebagai sistem pertahanan untuk menghadapi serangan benda-benda asing.
Pembentukan cairan inflamasi Peningkatan permeabilitas pembuluh darah disertai dengan keluarnya sel darah putih dan protein plasma ke dalam jaringan disebut eksudasi. Cairan inilah yang menjadi dasar terjadinya pembengkakan. Pembengkakan menyebabkan terjadinya tegangan dan tekanan pada sel syaraf sehingga menimbulkan rasa sakit (Mansjoer, 1999).
11
2.5 Tanda – tanda Inflamasi Rubor Rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Dengan demikian, lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut. Timbulnya hyperemia pada permulaan reaksi peradangan diatur oleh tubuh baik secara neurogenik maupun secara kimia, melalui pengeluaran zat seperti histamine. Kalor Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan yang hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari 37 °C yaitu suhu di dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya sebab darah yang disalurkan tubuh kepermukaan daerah yang terkena lebih banyak daripada yang disalurkan kedaerah normal. Fenomena panas lokal ini tidak terlihat pada daerah-daerah yang terkena radang jauh di dalam tubuh, karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti 37°C, hyperemia lokal tidak menimbulkan perubahan. Dolor Dolor atau rasa sakit, dari reaksi peradangan dapat dihasilkan dengan berbagai cara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat seperti histamin atau zat bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Rasa sakit 12
disebabkan pula oleh tekanan yang meninggi akibat pembengkakan jaringan yang meradang. Pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit. Tumor Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat meradang. Pada keadaan dini reaksi peradangan sebagian besar eksudat adalah cair, seperti yang terjadi pada lepuhan yang disebabkan oleh luka bakar ringan. Kemudian sel-sel darah putih atau leukosit meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai bagian dari eksudat. Functio Laesa Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang hilang. Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi belum diketahui secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang meradang.
2.6 Proses Penyembuhan dan perbaikan Jaringan Proses Penyembuhan dan perbaikan jaringan terjadi dalam 4 tahap yaitu : 1) Resolusi Resolusi adalah hasil penyembuhan ideal & terjadi pada respons radang akut hingga cedera minor atau cedera dengan nekrosis sel parenkim minimal. Jaringan dipulihkan ke keadaan sebelum cedera. Proses resolusi meliputi : Pembuluh darah kecil di daerah peradangan kembali ke permeabilitas normalnya. 13
Aliran cairan yang keluar pembuluh darah berhenti Cairan yang sudah dikeluarkan dari pembuluh darah diabsorpsi oleh limfatik Sel-sel eksudat mengalami disintegrasi keluar melalui limfatik atau benar-benar dihilangkan dari tubuh. Namun, apabila jumlah jaringan yang dihancurkan cukup banyak maka resolusi tidak terjadi.
14
2) Regenerisasi Regenerasi adalah penggantian sel parenkim yang hilang dengan pembelahan sel parenkim yang bertahan di sekitarnya. Hasil akhirnya adalah penggantian unsur-unsur yang hilang dengan jenis sel-sel yang sama. Faktorfaktor penentu regenerasi : Kemampuan regenerasi sel yang terkena cedera (kemampuan untuk membelah) Jumlah sel viabel yang bertahan Keberadaan/keutuhan kerangka jaringan ikat yang cedera, atau keutuhan arsitektur stroma. 3) Perbaikan / pemulihan dengan pembentukan jaringan ikat Pertumbuhan jaringan ikat muda ke arah dalam daerah peradangan disebut organisasi .Jaringan ikat yang tumbuh itu disebut jaringan granulasi. Secara mikroskopik jaringan Granulasi terdiridari pembuluhpembuluh darah kecil yang baru terbentuk (angioblas), fibroblas, sisa sel radang (berbagai jenis leukosit ; makrofag, limosit, eosinofil, basofil, & neutrofil) , bagian cairan eksudat dan zat dasar jaringan ikat longgar setengah cair. Fibroblas & angioblas pada jaringan granulasi yang berasal dari fibroblas dan kapiler di sekelilingnya yang sebelumnya ada. Setelah kurang lebih 1 minggu, jaringan granulasi masih cukup longgar & selular. Pada saatini, fibroblas jaringan granulasi sedikit demi sedikit mulai menyekresikan prekursor protein kolagen yang larut, saat ini sedikit demi sedikit akan mengendap sebagai fibril-fibril di dalam ruang intersisial jaringan granulasi. Setelah beberapa waktu,semakin banyak kolagen yang tertimbun didalam jaringan granulasi,yang sekarang secara bertahap semakin matang menjadi jaringan ikat kolagen yang agak padat atau jaringan parut..Walaupun jaringan parut telah cukup kuat setelah kira-kira 2 minggu, proses remodeling masih terus berlanjut,serta 15
densitas & kekuatan jaringan parut ini juga meningkat. Jaringan granulasi,yang pada awalnya cukup selular & vaskula, lambat laun kurang selular & kurang vaskular serta menjadi kolagen yang lebih padat. 4) Penyembuhan luka Proses penyembuhan luka yang mudah dipahami adalah proses penyembuhan pada luka kulit. Proses penyembuhan luka terbagi menjadi 2 macam yaitu : Penyembuhan primer ( healing by first intention) Penyembuhan Sekunder ( healing by secondintention ) Hari pertama pasca bedah.Setelah luka disambung & dijahit,garis insisi segera Terisi oleh bekuan darah yang membentuk kerak yang menutupi luka. Reaksi radang akut terlihat pada tepi luka. Dan tampak infiltrat polimorfonuklear yang mencolok. Hari kedua, terjadi Reepitelialisasi permukaan & pembentukan jembatan yang terdiri dari jaringan fibrosa yang menghubungkan kedua tepi celah subepitel. Keduanya sangat tergantung pada anyaman fibrin pada bekuan darah., karena ini memberikan kerangka bagi sel epitel, fibroblas, dan tunas kapiler yang bermigrasi. Jalur-jalur tipis sel menonjol di bawah permukan kerak, dari tepi epitel menuju ke arah sentral. Tonjolan ini berhubungan satu sam lain, dengan demikian luka telah tertutup oleh epitel. Hari ketiga, respon radang akut mulai berkurang, neutrofil digantikan oleh makrofag yang ihkan tepi luka dari sel-sel yang rusak dan pecahan fibrin. Hari kelima, celah insisi biasanya terdiri dari jaringan granulasi yang kaya pembuluh darah dan longgar. Dapat dilihat adanya serabut-serabut kolagen dimana-mana. Akhir minggu pertama, luka telah tertutup oleh epidermis dengan ketebalan yang lebih kurang normal, dan celah subepitel yang telah terisi jaringan ikat kaya pembuluh darah ini mulai membentuk serabut-serabut kolagen. Minggu kedua, fibroblas & pembuluh darah berploriferasi terus menerus, dan tampak adanya timbunan progresif serabut kolagen. 16
Kerangka fibrin sudah lenyap. Jaringan parut masih tetap berwarna merah cerah sebagai akibat peningkatan vaskularisasai. Luka belum memiliki daya rentang yang cukup berarti. Reksi radang hampir seluruhnya hilang. Akhir minggu kedua, struktur jaringan dasar parut telah mantap. Jaringan parut berwarna lebih muda akibat tekanan pada pembuluh darah, timbunan kolagen dan peningkatan daya rentang luka.Luka bedah yang sembuh sempurna tidak akan mencapai Kembali daya rentang, ekstensibilitas dan elastisitas yang dimiliki oleh kulit normal.
17
BAB III PENUTUP 3.1.
Kesimpulan Inflamasi atau radang adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan
fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator radang seperti histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin dan lainnya yang menimbulkan reaksi inflamasi berupa panas, nyeri, merah, bengkak dan disertai gangguan fungsi. Dapat kita simpulkan bahwa inflamasi bukanlah suatu penyakit, melainkan manifestasi dari suatu penyakit. Dimana inflamasi merupakan respon fisiologis lokal terhadap cidera jaringan. Inflamasi dapat pula mempunyai pengaruh yang menguntungkan, selain berfungsi sebagai penghancuran mikroorganisme yang masuk dan pembuatan dinding pada rongga akses, inflamasi juga dapat mencegah penyebaran infeksi. Tetapi ada juga pengaruh yang merugikan dari inflamasi, karena secara seimbang radang juga memproduksi penyakit. Misalnya, abses otak dan mengakibatkan terjadinya distori jaringan yang permanen dan menyebabkan gangguan fungsi.
18
DAFTAR PUSTAKA
Abadi,
Hanung. 2009. Radang. http://hanungabadi.blogspot.com / 2009/04/radang.html. Diakses pada tanggal 29 november 2013 pukul 21.00 WITA. Abhique. 2009. Reaksi Inflamasi. http://abhique.blogspot.com/2009/10/reaksiinflmasi.html. Diakses pada tanggal 29 november 2013 pukul 21.00 WITA. Abrams, G.D. 1995. Respon tubuh terhadap cedera. Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1992). Biotekhno Dauz. 2013. Patologi Radang. http://dauzbiotekhno.blogspot.com / 2013/03/patologi-radang.html. Diakses pada tanggal 29 november 2013 pukul 21.00 WITA. Damchin, Sadam. 2012. Makalah Reaksi Peradangan. http://sadamdamchin.blogspot.com/2012/04/makalah-reaksi-peradangan.html. Diakses pada tanggal 29 november 2013 pukul 21.00 WITA. Dorland, W.A.N. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC. (Buku asli diterbitkan 2000). Gibson, J.M. 1996. Mikrobiologi dan Patologi Modern untuk Perawat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. Guyton, A.C. dkk. 1997. Buku ajar fisiologi kedokteran (9th ed). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1996). Hyoo. 2011. Inflamasi Akut. http://b2st23.blogspot.com/2011/10/inflamasiakut.html. Diakses pada tanggal 29 november 2013 pukul 21.00 WITA. Mitchell, R.N. & Cotran, R.S. 2003. Acute and chronic inflammation (7th ed.). Philadelphia: Elsevier Saunders. Putu Amijaya, Ari. 2013. Perbedaan radang akut dengan radang kronis. http://ariputuamijaya.wordpress.com/2011/12/10/perbedaan-radang-akutdengan-radang-kronis/. Diakses pada tanggal 29 november 2013 pukul 21.00 WITA. Robbins, Stanley L. & Kumar, Vinay. 1995. Buku Ajar Patologi I, edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, Rukmono. 1973. Kumpulan kuliah patologi. Jakarta: Bagian patologi anatomik FK UI. Sadrak, Agus. 2013. Proses Peradangan. http://agus-sadrak.blogspot.com / 2012/04/proses-peradangan.html. Diakses pada tanggal 29 november 2013 pukul 21.00 WITA. Sugianto, Monita. 2013. Radang. http://doktermonita.blogspot.com / 2013/02/radang-inflamasi.html. Diakses pada tanggal 29 november 2013 pukul 21.00 WITA. Taqwim, Ali. 2011. Radang. http://dentosca.wordpress.com/2011/04/17/radanginflamasi/. Diakses pada tanggal 29 november 2013 pukul 21.00 WITA. Adam, Syamsunir., 1995, DASAR – DASAR PATOLOGI – seri
19
keperawatan, EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta http://id.wikipedia.org/wiki/Radang http://jenispenyakit.blogspot.com/2009/07/penyakit-radang.html http://davidd-sastra.blogspot.com/2010/04/pengertian-radang-dan-prosesterjadinya.html
20