MAKNA PARIBAN BAGI REMAJA SUKU BATAK Yohanna Viscanesia Sinaga 119114043 Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Abstrak Artikel ini membahas tentang makna pariban bagi masyarakat suku batak. Pariban adalah sepupu atau anak dari paman/bibi yang bisa dinikahi. Pariban konon di adat Batak sangat dianjurkan untuk dijadikan keluarga atau dinikahi. Hal tersebut merupakan prestasi dan kebanggaan tersendiri dari keluarga. Akan tetapi, aturan menikah dengan pariban pada masa sekarang ini tidak lagi menjadi sesuatu yang mutlak. Anak muda yang tinggal di kota-kota besar, telah memiliki banyak pilihan yang lebih menarik. Bagi mereka, pariban bukan lagi satu-satunya pilihan dalam mencari jodoh yang tepat. Terkait hal tersebut, peneliti ingin melihat apakah terjadi pergeseran makna pariban bagi anak muda suku batak saat ini. Metode yang diterapkan adalah metode fenomenologi yang menjadi salah satu metode dalam studi kualitatif. Asumsi pokok fenomenologi adalah manusia secara aktif menginterpretasikan pengalamannya dengan memberikan makna atas sesuatu yang dialaminya. Teknik untuk pengumpulan data dalam menggunakan metode fenomenologi adalah wawancara. Hasil analisis data memperlihatkan bahwa subjek memiliki sikap yang sama untuk tidak menikahi pariban. Namun, masih ada yang menganggap bahwa pariban merupakan sesuatu yang penting untuk melestarikan budaya adat batak. Hal ini dikarenakan masyarakat suku batak takut akan kehilangan identitasnya. Sedangkan yang lain memaknai pariban sebagai hal yang tidak penting. Hal tersebut dikarenakan pariban sebagai istilah yang mengikat dan membuat ketidakbebasan. Kata kunci: makna, pariban, menikah, batak
1. PENDAHULUAN Indonesia adalah sebuah negara dengan berbagai macam suku bangsa di Indonesia yang mendiami berbagai pulau yang ada. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki adat istiadat masing-masing yang diyakini dengan teguh. Salah satu suku bangsa di Indonesia yang sangat menjunjung tinggi adat istiadat yang diyakininya
1
adalah suku Batak. Suku Batak terletak di pulau Sumatera yang merupakan bagian barat negara Indonesia tepatnya di provinsi Sumatera Utara. Suku Batak terkenal dengan suku yang sangat menjunjung tinggi ikatan keluarga. Suku Batak juga adalah suku yang dikenal menganut garis keturunan patrilineal. Patrilineal adalah suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak ayah. Anak-anak hasil pernikahan dari kedua orangtua yang berasal dari suku Batak secara otomatis akan mewarisi marga dari sang Ayah. Dalam suku Batak, jika terdapat seorang pria dan seorang wanita yang memiliki marga yang sama, maka menurut adat di suku Batak mereka tidak diperbolehkan untuk menikah. Hal tersebut dikarenakan adat Batak menganggap bahwa ketika seorang pria dan wanita memiliki marga yang sama, maka mereka merupakan keluarga sedarah. Walaupun sebenarnya terdapat banyak orang-orang yang memiliki marga yang sama tetapi tidak sedarah. Akan tetapi, di dalam suku Batak terdapat istilah “pariban”, yaitu istilah untuk sepupu atau anak dari paman/bibi yang bisa dinikahi. Namun, istilah “pariban” juga dapat dipakai ketika marga dari ibu si pria sama dengan marga ayah si wanita. Jadi, ketika seorang pria dan wanita bertemu, si pria biasanya menanyakan marga dari si wanita. Apabila marga si wanita sama dengan marga dari ibu si pria, maka mereka disebut sebagai pariban seperti yang terdapat dalam adat suku Batak. Selain itu, istilah “pariban” juga kerap kali disebutkan sebagai jodoh sedari kecil. Pariban secara singkat merupakan sebutan untuk sepupu yang konon di adat Batak sangat dianjurkan untuk dijadikan keluarga atau dinikahi. Hal tersebut konon sering sekali dianjurkan dengan tujuan untuk mengikat kembali tali keluarga dari kedua marga. Adapun hal tersebut sangat didukung oleh para orang Batak terdahulu.
2
Adalah merupakan sebuah prestasi jika seseorang akan menikahi paribannya. Hal tersebut juga merupakan kebanggaan tersendiri dari keluarga. Banyak orang yang telah mengenal istilah “pariban” yang dipakai dalam suku Batak. Hal ini banyak dibicarakan karena berhubungan dengan adat, silsilah, dan juga kepribadian dari orang Batak. Banyak orang menganggap fenomena “pariban” sebagai sebuah istilah kuno dari orang Batak yang secara langsung tidak lagi dapat dipraktekkan untuk saat ini. Dengan adanya perkembangan, yaitu masuknya pengaruh globalisasi dan agama, fenomena perjodohan ala “pariban” ini mendapatkan banyak respon yang berbeda-beda. Aturan menikah dengan pariban pada masa sekarang ini tidak lagi menjadi sesuatu yang mutlak. Walaupun demikian, masih banyak para orangtua yang mengharapkan anaknya menikah dengan pariban, bahkan terdapat orangtua yang telah menjodohkan anak mereka sedari kecil. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, budaya tersebut sudah bergeser maknanya. Anak muda batak yang tinggal di kota telah memiliki banyak pilihan yang lebih menarik. Bagi mereka, pariban bukan lagi satu-satunya pilihan dalam mencari jodoh yang tepat. Menurut mereka, menikah dengan pariban merupakan kemunduran, ketidakbebasan, kebodohan, ketakutan dan lain sebagainya. Maka dari itu, penelitian ingin mengetahui makna “pariban” pada kalangan anak muda saat ini. Peneliti ingin melihat apakah makna dari istilah “pariban” masih dimaknai sama seperti konon orang Batak terdahulu, yaitu sebagai sebuah prestasi atau kebanggan tersendiri dari keluarga jika seseorang akan menikahi paribannya. Ataukah hal tersebut telah dianggap sebagai sebuah istilah kuno dari orang Batak yang secara langsung tidak lagi dapat dipraktekkan untuk saat ini.
3
Apabila istilah “pariban” masih tetap dimaknai sama, peneliti ingin melihat latar belakang atau alasan yang mendukung tetap bertahannya istilah “pariban” yang terdahulu sampai saat ini. Namun, apabila istilah “pariban” telah dimaknai berbeda, maka peneliti juga ingin melihat latar belakang dibalik terjadinya pergeseran makna fenomena “pariban” tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan pergeseran makna “pariban” antara masyarakat suku Batak zaman dahulu dengan masyarakat suku Batak pada masa sekarang.
2. LANDASAN TEORI DAN METODE .1. Landasan Teori Pariban merupakan sepupu yang dapat dinikahi. Menikah dengan pariban selaku putri dari paman merupakan perkawinan ideal menurut adat Batak. Istilahnya beristrikan putri paman. Jika seseorang kemenakan akan menikah tidak dengan paribannya, ia menghadap dan menyampaikan permohonan “maaf” kepada paman dari saudara laki-laki ibu secara santun dan arif untuk mendapatkan pengertian dan selanjutnya meminta doa restu dari pamannya. (http://haposanbakara.blogspot.com/2012/02/pariban.html)
.1.
Metode Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian dengan metode Fenomenologi. Fenomenologi merupakan salah satu metode penelitian dalam studi kualitatif. Kata Fenomenologi (Phenomenology) berasal dari bahasa Yunani phainomenon dan logos. Phainomenon berarti tampak dan phainen berarti memperlihatkan. Sedangkan logos berarti kata, ucapan, rasio,
4
pertimbangan. Dengan demikian, fenomenologi secara umum dapat diartikan sebagai kajian terhadap fenomena atau sesuatu yang nampak. Fenomenologi merupakan strategi penelitian dimana di dalamnya peneliti mengidentifikasi hakikat pengalaman manusia tentang suatu fenomena tertentu. Memahami
pengalaman-pengalaman
hidup
manusia
menjadikan
filsafat
fenomenologi sebagai suatu metode penelitian yang prosedur-prosedurnya mengharuskan peneliti untuk mengkaji sejumlah subjek dengan terlibat secara langsung dan relatif lama di dalamnya untuk mengembangkan pola-pola dan relasi-relasi makna (Moutakas, 1994 dalam Creswell, 2010). Asumsi
pokok
fenomenologi
adalah
manusia
secara
aktif
menginterpretasikan pengalamannya dengan memberikan makna atas sesuatu yang dialaminya. Oleh karena itu, interpretasi merupakan proses aktif untuk memberikan makna atas sesuatu yang dialami manusia. Dengan kata lain pemahaman adalah suatu tindakan kreatif, yaitu tindakan menuju pemaknaan. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui wawancara. Teknik Analisi Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis data pada penelitian kualitatif. Langkah-langkah sistematis dalam analisis data meliputi, membuat kategori-kategori atas informasi yang diperoleh (open coding), memilih salah satu kategori dan menempatkannya dalam satu model teoritis (axial coding), kemudian merangkai sebuah cerita dari hubungan antar kategori (selective coding) yang akan dituliskan di dalam pembahasan (Creswell, 2010).
3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5
Secara garis besar, kedua subjek melontarkan definisi yang sama mengenai istilah pariban. Subjek pertama mengatakan bahwa pariban merupakan sepupu dari keturunan ibu yang bisa untuk dinikahi. Pada subjek kedua menganggap bahwa pariban adalah saudara sepupu yang secara tidak langsung telah menjadi calon yang tidak sah. Akan tetapi, kedua subjek memaknai pariban sebagai hal yang berbeda. Subjek pertama memaknai pariban adalah untuk melestarikan adat istiadat orang Batak, yaitu dari keluarga kembali ke keluarga dengan membentuk suatu keluarga baru. Alasan dari munculnya makna tersebut adalah bahwa orang batak memiliki kecemasan akan hilangnya identitas dan juga pada zaman dahulu orang batak belum merantau sehingga belum mengenal suku lain. Sedangkan subjek kedua memaknai pariban sebagai sesuatu yang mengikat secara tidak sah. Mengikat yang dimaksud oleh subjek kedua adalah mengikat secara adat. Bagi subjek pertama, menikahi pariban adalah hal yang kuno karena merupakan masa lalu. Akan tetapi, dalam tatanan adat sebagai tata krama keluarga, pariban tetaplah istilah yang penting apalagi sebagai laki-laki yang memegang teguh adat istiadat. Sedangkan pada subjek kedua memiliki dua nilai dalam menanggapi istilah pariban. Yang pertama bagi subjek adalah penting karena sebagai hubungan kekerabatan. Yang kedua, subjek mengganggap hal tersebut tidak penting ketika pariban sebagai identitas calon mempelai karena hal tersebut mengikat subjek dan membuat tidak bebas. Walaupun makna pariban bagi subjek pertama sama dengan zaman dahulu, akan tetapi subjek memiliki sikap agar tidak menikahi pariban karena subjek merasa pariban cukup dikenal sebagai keluarga, tidak perlu hingga ke hubungan romantis. Subjek kedua juga memiliki sikap yang sama dalam memilih untuk tidak menikah
6
dengan pariban karena subjek merasa bahwa hal tersebut sudah terlalu kuno dan mengikat yang membuat subjek merasa tidak bebas.
4. PENUTUP .1. Kesimpulan Melalui hasil pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa secara tidak langsung kedua subjek masih menganut makna yang berbeda tentang istilah “pariban” yaitu sebagai fenomena untuk melestarikan adat istiadat dari keluarga kembali ke keluarga. Sedangkan subjek kedua memaknai pariban sebagai hal yang mengikat secara adat.
.1.
Saran Pariban sebaiknya tetap dimaknai sama oleh setiap anak muda suku batak. Hal ini dianjurkan untuk tetap melestarikan adat istiadat batak yang telah turun menurun dari nenek moyang terdahulu. Namun, dalam menyikapi pariban itu sendiri, sebaiknya para orangtua tidak mewajibkan atau mengharuskan anakanak mereka untuk menikahi pariban. Zaman sekarang sudah modern, pilihan untuk mencari pendamping hidup tergantung mana yang sesuai dengan kepribadian masing-masing individu.
DAFTAR PUSTAKA
7
Bakara, H. 2012. Pariban. Diunduh dari http://haposanbakara.blogspot.com, pada 5 Desember 2014, pukul 11.45 WIB. Creswell, John W. 2010. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
LAMPIRAN 1. Daftar Pertanyaan
8
a. b. c. d.
Apakah anda pernah mendengar tentang istilah “pariban”? Jika pernah, apa definisi pariban menurut anda? Menurut anda, makna pariban bagi diri anda sendiri bagaimana? Menurut anda, makna pariban bagi diri anda sendiri penting atau tidak? Jika
tidak, mengapa? Jika iya, mengapa? e. Jika anda diminta untuk memilih, anda lebih memilih menikah dengan pariban atau tidak? Mengapa? Guide Interview Masalah Penelitian Tujuan Pergeseran makna tentang Mengetahui pergeseran makna antara zaman istilah “pariban” Poin-poin : a. Arti “pariban” b. Makna “pariban”
dahulu dan pada masa sekarang. Untuk mengetahui definisi yang dipahami oleh interviewee. Untuk mengetahui makna yang dipahami oleh
c. Penting atau tidak
interviewee. Untuk mengetahui nilai yang terkandung
pentingnya pariban d. Pilihan menikahi pariban
dalam pergeseran makna. Untuk mengetahui tentang sikap subjek dalam
atau tidak
menanggapi istilah pariban.
2. Data diri/identitas responden Subjek 1 Nama
: RI Hutauruk
Usia
: 21 tahun
Alamat
: Jl. Paingan IV / 100 A
Subjek 2 Nama : AP Patinki Usia : 22 tahun Alamat : Jl. Jeruk Legi Gg. Telasih no. 546 B Yogyakarta Pekerjaan : Mahasiswa
Pekerjaan : Mahasiswa
9