KUMPULAN MATERI UKOM RUKI EXPRESS 2
RUKI AKU PADAMU INSYA ALLAH WARGA RUKI KOMPETEN MARET 2018 ONE SHOOT ONE GOAL “YESYESYES
1
DAFTAR ISI
Sampul Daftar Isi 1. DEPARTEMEN KEPERAWATAN MANAJEMEN A. Prinsip-Prinsip Manajemen B. Gaya Kepemimpinan C. Model Asuhan Keperawatan D. Prinsip Etik E. Kegiatan Dalam Manajemen Keperawatan F. Klasifiksai Ketergantungan Pasien G. Fungsi Manajemen Keperawatan H. Dokumentasi Yang Tepat Untuk Perawat 2. DEPARTEMEN KEPERAWATAN KOMKELGER A. Upaya Kesehatan B. Pencegahan C. Struktur Keluarga D. Fungsi Keluarga E. Tahapan Keluarga F. Tipe Keluarga G. Tahap Perkembangan H. Strategi Promkes I. Peran Perawat J. Fungsi Perawat K. Kekuatan Dalam Keluarga L. Tahapan Keluarga Sejahtera M. Meja Pada Posyandu
5 5 6 12 12 14 15 16 17 17 18 18 19 20 21 21 21 23 23 24 26
Lampiran : Diagnosa KKG 3. DEPARTEMEN KEPERAWATAN MATERNITAS A. Kehamilan B. Persalinan C. Ruptur Perineum D. Tanda-Tanda Persalinan E. Moulage F. Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan G. Jenis Lochea H. Periode Nipas I. Pasien Datang Dengan Perdarahan J. Status Obstetrik
38 40 41 42 42 42 43 43 43 43 2
K. Alat Kontrasepsi 4. DEPARTEMEN KEPERAWATAN ANAK A. Afgar Score B. Penatalaksanaan Pada Bayi Baru Lahir C. Rumus Menghitung Bbi Anak D. Rumus Menghitung Usia Anak E. Imunisasi F. Penilaian Ikterus G. Tumbuh Kembang 5. DEPARTEMEN KEPERAWATAN JIWA A. Defisit Perawatan diri B. Gangguan Persepsi Sensori/Halusinasi C. Harga diri rendah D. Isolasi Sosial E. Perilaku Kekerasan F. Resiko Bunuh Diri G. Waham H. Macam-Macam Resiko Bunuh Diri I. Rentang Respon kemarahan J. Klasifikasi Tingkat Kecemasan K. Macam-Macam Waham L. Komunikasi Terapeutik M. Mekanisme Pertahanan Ego N. Proses Berduka O. Gangguan Konsep Diri 6. DEPARTEMEN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT A. Label Triase B. GCS C. Tingkat Kesadaran D. Penanganan Trauma E. CAB F. Perhitungan Luka Bakar G. Mekanisme Penatalaksanaan Pada Pasien Luka Bakar H. Resusitasi Cairan Untuk Luka Bakar (Dewasa) I. Resusitasi Cairan Untuk Luka Bakar (Anak) J. Basis Crani’i K. Masalah Sumbatan Jalan Napas L. Penanganan Pasien Tersedak M. Pengelolaan Gangguan Jalan Napas N. Kekuatan Otot O. 12 Saraf Kranial
44 45 46 46 46 47 48 49 62 64 66 68 70 72 74 76 76 77 78 79 80 83 83 86 86 87 87 92 93 94 94 94 94 94 95 95 95 96 3
P. Tindakan Ventrikel Takikardi 7. DEPARTEMEN KEPERAWATAN KMB A. Balance Cairan B. MAP (Mean Arterial Pressure) C. Menghitung Dosis Obat D. Menghitung Tetes Infus E. Perhitungan Heart Rate F. Letak Pemasangan EKG G. Jenis Sandapan Pada EKG H. Rectal Grading I. AGD J. Algoritma Penegakan Diagnosis Keperawatan Pada Sesak Napas K. Posisi L. 10 Penyakit : TB STROKE GASTRITIS ASTMA GEA HIPERTENSI DIABETEL MELLITUS DBD LUKA BAKAR FRAKTUR
96 97 97 97 98 98 99 9 101 101 102 103 104 115 128 137 148 152 157 166 171 178
Lampiran: Diagnosis & Sop Daftar Pustaka
4
DEPARTEMEN KEPERAWATAN MANAJEMEN
A. PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN KEPERAWATAN Seorang manajer keperawatan melaksanakan manajemen keperawatan untuk memberikan perawatan kepada pasien. Swanburg (2000) menyatakan bahwa prinsipprinsip manajemen keperawatan adalah sebagai berikut: 1. Manajemen keperawatan adalah perencanaan 2. Manajemen keperawatan adalah penggunaan waktu yang efektif 3. Manajemen keperawatan adalah pembuatan keputusan 4. Pemenuhan kebutuhan asuhan keperawatan pasien adalah urusan manajer perawat 5. Manajemen keperawatan adalah suatu perumusan dan pencapaian tujuan sosial 6. Manajemen keperawatan adalah pengorganisasian 7. Manajemen keperawatan merupakan suatu fungsi, posisi atau tingkat sosial, disiplin, dan bidang studi 8. Manajemen keperawatan bagian aktif dari divisi keperawatan, dari lembaga, dan lembaga dimana organisasi itu berfungsi 9. Budaya organisasi mencerminkan nilai-nilai kepercayaan 10. Manajemen keperawatan mengarahkan dan pemimpin 11. Manajemen keperawatan memotivasi 12. Manajemen keperawatan merupakan komunikasi efektif 13. Manajemen keperawatan adalah pengendalian atau pengevaluasian. B. GAYA KEPEMIMPINAN 1. AUTOKRATIS Berorientasi pada tugas dan memiliki pengendalian tinggi. 2. SITUASIONAL Bergantung pada situasi dan menyesuaikan dengan tuntutan saat ini. 3. DEMOKRATIS Melibatkan Perawat memberikan masukan dan kesempatan untuk berkembang secara profesional (Bermusyawarah). 4. LISSEEZ FAIRE Memberikan kesempatan penuh kepada perawat tanpa dukungan, arahan, maupun pengawasan. 5
5. BIROKRATIS Mengarahkan staf untuk taat kepada peraturan dan kebijakan organisasi. 6. KARISMATIK Hubungan emosional antara pemimpin dan bawahannya, menginspirasi dan memotivasi bawahannya, serta mempercayakan terhadap kemampuan pemimpin. 7. OTORITER Kepercayaan rendah terhadap bawahannya, memotivasi bawahan melalui ancaman atau hukuman, komunikasi satu arah ke bawah (top-down).
C. MODEL ASUHAN KEPERAWATAN 1. KASUS : 1 Perawat 1 pasien Penjelasan : Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat ia dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu perawat, dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk keperawatan khusus seperti isolasi, intensive care.Metode ini ber-dasarkan pendekatan holistik dari filosofi keperawatan. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan dan observasi pada pasien tertentu (Nursalam, 2002). Contoh penerapan metode kasus : Kepala Ruang
Staf Perawat
Pasien/ klien
Staf Perawat
Pasien/ klien
Staf Perawat
Pasien/ klien
Bagan : Struktur organisasi metode kasus
6
Keuntungan metode kasus : a) Perawat lebih memahami kasus per kasus b) Sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih muda Kelemahan metode kasus : a) Belum dapatnya diidentifikasi perawat penanggung jawab b) Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang sama c) Kemampuan tenga perawat pelaksana dan siswa perawat yang terbatas sehingga tidak mampu memberikan asuhan secara menyeluruh d) Beban kerja tinggi terutama jika jumlah pasien banyak sehingga tugas rutin yang sederhana terlewatkan e) Pendelegasian perawatan pasien hanya sebagian selama perawat penaggung jawab pasien bertugas.
2. PRIMER : Perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap pasien Penjelasan :
Metode primer adalah metode dalam pemberian asuhan keperawatan yang ditandai dengan keterikatan kuat dan terus menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan dan mengkoordinasikan asuhan keperawatan selama pasien dirawat. Metode primer merupakan metode yang berdasarkan pada tindakan yang komprehensif dari filosofi keperawatan. Perawat bertanggung jawab terhadap semua aspek asuhan keperawatan dari hasil pengkajian kondisi pasien untuk mengkoordinir asuhan keperawatan.
Metode penugasan di mana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selma 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktik kemandirian perawatan, ada kejelasan antara pembuat rencana suhan dan pelasksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus menerus anatar pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merancanakan, melakukan, koordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat.
7
Contoh penerapan metode primer : Kepala ruang
Dokter
Sarana RS
Perawat primer
Pasien/ klien
Kepala Ruang
Kepala Ruang
Kepala Ruang
Bagan : Struktur organisasi metode primer
Keuntungan metode primer : a) Bersifat kontunuitas dan komprehensif b) Perawatan primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil, dan memungkinkan pengembangan diri c) Mendorong kemandirian perawat d) Ada keterikatan pasien dan perawat selama dirawat e) Memberikan kepuasan kerja bagi perawat f) Memberikan kepuasan bagi klien dan keluarga menerima asuhan keperawatan. Keuntungan yang dirasakan adalah pasien merasa di manusiawikan karena terpenuhinya kebutuhan secara individu. Selain itu, asuhan yang diberikan bermutu tinggi, dan tercapai pelayanan yang efektif terhadap pengobatan., dukungan, proteksi, informasi, dan advokasi. Kelemahan metode primer : a) Hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki pengalaman dan pengetahuan yang memadai dengan kriteria asertif, self direction, kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinis, akuntabel, serta mampu berkolaborasi dengan berbagai disiplin ilmu b) Perlu kualitas dan kuantitas tenaga perawat c) Hanya dapat dilakukan oleh perawat profesional 8
d) Biaya relatif lebih tinggi dibandingkan metode lain. 3. TIM : Dibagi menjadi beberapa tim dan dipimpin oleh seorang ketua tim. Penjelasan :
Metode tim adalah pengorganisasian pelayanan keperawatan oleh sekelompok perawat. Kelompok ini dipimpin oleh perawat yang berijazah dan berpengalaman serta memiliki pengetahuan dalam bidangnya. Pembagian tugas di dalam kelompok dilakukan oleh pemimpin kelompok, selain itu pemimpin kelompok bertanggung jawab dalam mengarahkan anggota tim sebelum tugas dan menerima laporan kemajuan pelayanan keperawatan klien serta membantu anggota tim dalam menyelesaikan tugas apabila mengalami kesulitan. Selanjutnya pemimpin tim yang melaporkan kepada kepala ruangan tentang kemajuan pelayanan atau asuhan keperawatan klien.
Metode tim adalah metode yang berdasarkan kelompok pada filosofi keperawatan. Terdapat sekitar 6-7 perawat profesional dan perawat associate bekerja sebagai suatu tim, disupervisi oleh ketua tim. Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/group yang terdiri atas tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu kelompok kecil yang saling membantu.
Contoh penerapan metode team : Kepala Ruang
Ketua Tim
Ketua Tim
Ketua Tim
Staf Perawat
Staf Perawat
Staf Perawat
Pasien / klien
Pasien / klien
Pasien / klien
Bagan : Struktur organisasi metode tim
9
Keuntungan metode team : a) Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh b) Mendukung pelaksanaan proses keperawatan c) Memungkinkan komunikasi antar tim, sehinggah konflik mudah di atasi dan memberikan kepuasaan pada anggota tim d) Saling memberi pengalaman antar sesama tim e) Pasien dilayani secara komfrehesif f) Terciptanya kaderisasi kepemimpinan g) Tercipta kerja sama yang baik h) Memberi kepuasan anggota tim dalam hubungan interpersonal i) Memungkinkan menyatukan anggota tim yang berbeda-beda dengan aman dan efektif. Kelemahan metode team : a) Tim yang satu tidak mengetahui mengenai pasien yang bukan menjadi tanggung jawabnya b) Rapat tim memerlukan waktu sehingga pada situasi sibuk rapat tim ditiadakan atau terburu-buru sehingga dapat mengakibatkan komunikasi dan koordinasi antar anggota tim terganggu sehingga kelancaran tugas terhambat c) Perawat yang belum terampil dan belum berpengalaman selalu tergantung atau berlindung kepada anggota tim yang mampu atau ketua tim.
4. FUNGSIONAL : sesuai keahlian perawat Penjelasan : Model fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat maka setiap perawat hanya melakukan 1 – 2 jenis intervensi keperawatan kepada semua pasien di bangsal. Model ini berdasarkan orientasi tugas dari filosofi keperawatan, perawat melaksanakan tugas (tindakan) tertentu berdasarkan jadwal kegiatan yang ada (Nursalam, 2002).
10
Contoh penerapan metode fungsional : Kepala Ruang
Perawat :
1) Pengobatan
Perawat :
Perawat :
Perawat :
Merawat Luka
Pengobatan
Merawat luka
Pasien / klien
Bagan : Struktur organisasi metode fungsional Contoh: Perawat A bertugas menyuntik, perawat B tugasnya mengukur suhu badan klien. Seorang perawat dapat melakukan dua jenis tugas atau lebih untuk semua klien yang ada di unit tersebut. Kepala ruangan bertanggung jawab dalam pembagian tugas tersebut dan menerima laporan tentang semua pasien serta menjawab semua pertanyaan tentang pasien. Keuntungan metode fungsional : a) Manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas yang jelas, dan pengawasan yang baik b) Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga c) Perawat senior diri dengan tugas manajerial, sedangkan perawat pasien diserahkan kepada perawat junior dan/atau belum berpengalaman d) Kekurangan tenaga ahli dapat diganti dengan tenaga yang kurang berpengalaman untuk satu tugas yang sederhana. e) Memudahkan kepala ruangan untuk mengawasi staff atau peserta didik yang praktek untuk ketrampilan tertentu. Kelemahan metode fungsional : a) Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat b) Pelayanan keperawatan terpisah pisah, tidak dapat menerapkan proses keperawatan 11
c) Persepsi perawat cenderung kepada tindakan yang berkaitan dengan keterampilan saja d) Kebutuhan pasien secara individu sering terabaikan e) Pelayanan pasien secara individu sering terabaikan f) Pelayanan terputus-putus g) Kepuasan kerja keseluruhan sulit dicapai
D. PRINSIP ETIK KEPERAWATAN 1. NONMALEFICIENCE : Tidak merugikan/ menimbilkan bahaya (cedera bagi pasien) 2. CONFIDENTIALITY : Kerahasiaan/menjaga informasi pribadi klien 3. AUTONOMY : Menghargai hak-hak pasien dalam membuat keputusan 4. BENEFICIENCE : Berbuat baik 5. JUSTICE : Keadilan 6. VERACITY : Kejujuran dalam memberikan pelayanan keperawatan 7. FIDELITY : Menepati janji 8. ABILITY : Bertanggung jawab
E. KEGIATAN DALAM MANAJEMEN KEPERAWATAN 1. PENERIMAAN PASIEN BARU Tahap pra penerimaan pasien baru : 1) Menyiapakan kelengkapan istrasi 2) Menyiapkan kelengkapan kamar sesuai pesanan 3) Menyiapkan format penerimaan pasien baru 4) Menyiapkan
buku
status
pasien
dan
format
pengkajian
keperawatan 5) Menyiapkan nursing kit 6) Menyiapkan lembar tata tertib pasien, keluarga, dan pengunjung ruangan Tahap pelaksanaan penerimaan pasien baru : 1) Pasien
datang
di
ruangan
diterima
oleh
kepala
ruangan/perawat
primer/perawat yang diberi delegasi 2) Perawat memperkenalkan diri kepada pasien dan keluarganya
12
3) Perawat menunjukkan kamar atau tempat tidur pasien dan mengatur ketempat yang telah ditetapkan 4) Perawat bersama karyawan lain memindahkan pasien ke tempat tidur dan diberikan posisi yang nyaman 5) Perawat menanyakan kembali tentang tentang kejelasan tentang informasi yang telah disampaiakan. 6) Perawat mulai melakukan pengkajian terhadap pasien sesuai dengan format (Nursalam, 2015). 2. RONDE KEPERAWATAN Suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah keperawatan pasien yang diaksanakan oleh perawat, melibatkan klien untuk membahas dan melaksanakan askep pada kasus tertentu yang dilaksanakn oleh ketua tim, kepala ruangan, PA serta seluruh anggota tim. 3. PRE CONFERENCE Kegiatan diskusi yang dilakukan oleh ketua tim dan perawat pelaksana mengenai kegiatan yang akan dilakukan kepada pasien selama shift. 4. POST CONFERENCE Kegiatan diskusi yang dilakukan oleh katim dan perawat pelaksana mengenai kegiatan selama shift sebelum dilakukan operan shift berikutnya. 5. OVERAN Komunikasi antara perawat yang berisi tentang laporan dan rencana kegiatan yang dilakukan kepada pasien selama shift, dipimpin oleh karu, diikuti oleh shift sebelum dan shift yang akan bertugas. 6. PENDELEGASIAN Delegasi (Delegation) secara singkat dapat dikatakan bahwa delegasi adalah pemberian sebagaian tanggung jawab dan kewibawaan kepada orang lain (Suarli dan Bachtiar, 2007). 7. SUPERVISI Secara umum yang dimaksud dengan supervisi adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan untuk kemudian apabila ditemukan masalah, segera diberikan pe-tunjuk atau bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya (Suarli & Bachtiar, 2007). 13
8. DISCHARGE PLANNING Sebagai suatu layanan untuk membantu pasien dalam mengatur perawatan yang diperlukan setelah tinggal di RS, ini termasuk layanan untuk keperawatan di rumah, perawatan rehabilitatif, perawatan medis rawat jalan. Dan bantuan lainnya. 9. DESENTRALISASI : PENERIMA DAN PENCATATAN OBAT a. Obat yang telah diambil keluarga diserahkan pada perawat b. Obat yang diserahkan dicatat dalam buku masuk obat c. Perawat memberikan kartu pemberian obat kepada keluarga/pasien d. Penyuluhan tentang : rute pemberian obat, waktu, tujuan, efek samping e. Perawat menyerahkan kembali obat kepada keluarga/ pasien dan menandatangani lembar penyuluhan. Pemberi Obat:
Perawat melakukan kontroling terhadap pemberian obat
Dicek apakah ada efek samping, pengecekan setiap pagi hari untuk menentukan obat benar-benar diminum sesuai dosi
Obat yang tidak sesuai/ berkurang dengan perhitungan diklarifikasi dengan keluarga
Penambahan Obat:
Dicatat dalam buku masuk obat
Melakukan penyuluhan obat baru sebelum diserahkan ke pasien
Obat Khusus:
Penyuluhan obat khusus diberikan oleh perawat primer
Pemberian obat khusus sebaiknya oleh perawat
F. KLASIFIKASI KETERGANTUNGAN PASIEN (OREM DAN SWANBURG) 1. KATEGORI KEPERAWATAN TEORI OREM
Minimal care : pasien bisa berdiri/hampir tidak memerlukan bantuan.
Partial care : pasien memerlukan bantuan perawat sebagian.
Total care : pasien memerlukan bantuan perawat sepenuhnya dan memerlukan waktu perawat yang lebih lama.
Mediate care : perawat gawat darurat 14
Intermediate care : perawat intevsive, ICU
2. KATEGORI KEPERAWATAN TEORI SWANBURG
Self care : pasien memerlukan bantuan minimal (pasien bisa mandiri/ hampir tidak memerlukan bantuan), dalam melakukan tindakan keperawatan dan pengobatan dubutuhkan waktu 1-2 jam dengan waktu rata-rata efektif 1-5 jam/24 jam.
Minimal care : pasien memerlukan bantuan sebagian dalam tindakan keperawatan dan pengobatan dan mengatur posisi. Dibutuhkan waktu 3-4 jam dengan waktu rata-rata efektif 3-5 jam/24 jam.
Intermediate care (perawatan intensive) : membutuhkan waktu 5-6 jam dengan waktu rata-rata efektif 5-7 jam/24 jam.
Mothfied intensive care : membutuhkan waktu 7-8 jam dengan waktu ratarata efektif 7,5 jam /24 jam.
Intensive care : membutuhkan waktu 10-14 jam dengan waktu rata-rata efektif 12 jam/24 jam.
G. FUNGSI MANAJEMEN KEPERAWATAN 1. Planning (Perencanaan) : Sebuah proses yang dimulai dengan merumuskan tujuan organisasi sampai dengan menyusun dan menetapkan rangkaian kegiatan untuk mencapainya, melalui perencanaan yang dapat ditetapkan tugas-tugas staf. Dengan tugas ini seorang pemimpin akan mempunyai pedoman untuk melakukan supervisidan evaluasi serta menetapkan sumber daya yang dibutuhkan oleh staf dalam menjalankan tugas-tugasnya. 2. Organizing (pengorganisasian) : adalah rangkaian kegiatan manajemen untuk menghimpun
semua
sumber
data
yang
dimiliki
oleh
organisasi
dan
memanfaatkannhya secara efisien untuk mencapai tujuan organisasi. 3. Actuating (directing, commanding, coordinating) atau penggerakan : adalah proses memberikan bimbingan kepada staf agar mereka mampu bekerja secara optimal dan melakukan tugas-tugasnya sesuai dengan keterampilan yang mereka miliki sesuai dengan dukungan sumber daya yang tersedia. 15
4. Controlling (pengawasan, monitoring) : adalah proses untuk mengamati secara terus menerus pelaksanaan rencana kerja yang sudah disusun dan mengadakan koreksi terhadap penyimpangan yang terjadi.
H. PENDOKUMENTASIAN YANG TEPAT UNTUK PERAWAT Memenuhi Syarat berikut: 1. What 2. when 3. why 4. who 5. how
16
DEPARTEMEN KEPERAWATAN KOMKELGER
A. UPAYA KESEHATAN
1. PROMOTIF
Promosi kesehatan
Sasaran: orang sehat
Untuk meningkatkan kesehatan
Contoh : penyuluhan, penggerakan dan pemberdayaan masyarakat
2. PREVENTIF
Promkes untuk mencegah terjadinya penyakit
Sasaran : kelompok orang resiko tinggi
Untuk mencegah kelompok resiko tinggi agar tidak sakit
Kegiatan: imunisasi, pemeriksaan ANC, INC, PNC
3. KURATIF
Mencegah sakit menjadi lebih parah melalui pengobatan
Sasaran: orang sakit
Untuk mampu mencegah penyakit tersebut tidak lebih parah
Kegiatan: memberikan pengobatan
4. REHABILITATIF
Memelihara dan memulihkan kondisi/ mencegah kecacatan
Sasaran: kelompok orang yang baru sembuh
Untuk pemulihan dan pencegahan kecacatan
Contoh: -
membimbing pasien / ibu nifas dalam proses uteri sekaligus melakukan penilaian apakah uterus sudah kembali pada keadaan normal.
-
Membimbing ibu nifas dalam melakukan senam nifas.
B. PENCEGAHAN
PRIMER
Meningkatkan
Mempertahankan kesehatan keluarga
Promosi keluarga
SEKUNDER
Deteksi dini
Diagnosa
pengobatan
TERSIER
Penyembuhan
Rehabilitasi 17
C. STRUKTUR KELUARGA
PATRILINEAL Keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi. Hubungan disusun melalui jalur Ayah.
MATRILOKAL Sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri.
MATRILINEAL Keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi. Hubungan disusun melalui jalur Ibu.
PATRILOKAL Sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami.
KELUARGA KAWINAN Hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.
D. FUNGSI KELUARGA (FRIEDMAN) 1. FUNGSI ASERTIF
Saling menerima
2. FUNGSI REPRODUKSI
Meneruskan keturunan
Memelihara/ membesarkan anak
Memenuhi kebutuhan gizi keluarga
Memelihara dan merawat anggota keluarga
3. FUNGSI SOSIALISASI
Membina sosialisasi pada anak
Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak 18
Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga
4. FUNGSI EKONOMI
Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga
Pengaturan pengguna penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga
Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga dimasa yang akan datang (pendidikan, jaminan hari tua).
5. FUNGSI PERAWATAN
E. TAHAPAN KELUARGA 1. PASANGAN BARU (KELUARGA BARU)
Sepasang suami istri yang baru saja menikah
Meningkatkan (psikologis) keluarga masing-masing
2. KELUARGA CHILD BEARING (KELAHIRAN ANAK PERTAMA)
Keluarga yang menantikan kelahiran
Dimulai dari kehamilan-kelahiran anak pertama
Berlanjut sampai anak pertama berusia 30 tahun
3. KELUARGA DENGAN ANAK PRA SEKOLAH
Dimulai saat kelahiran anak pertama (2-5 bulan)
Berakhir saat anak berusia 5 tahun
4. KELUARGA DENGAN ANAK SEKOLAH
Dimulai pada usia 6-12 tahun
5. KELUARGA DENGAN ANAK REMAJA
Dimulai pada usia 13 tahun (berakhir 6-7 tahun kemudian) yaitu saat anak meninggalkan rumah orang tuanya.
6. KELUARGA DENGAN ANAK DEWASA (PELEPASAN)
Dimulai pada saat anak pertama meninggalkan rumah
Berakhir pada saat anak terakhir meninggalkan rumah
Lamanya tahap ini tergantung dari jumlah anak dalam keluarga/ jika ada anak yang belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua.
7. KELUARGA DENGAN USIA PERTENGAHAN
Saat anak terakhir meninggalkan rumah 19
8. KELUARGA USIA LANJUT
Tahap terakhir perkembangan keluarga ini dimulai pada saat salah satu pasangan pensiun, berlanjut saat salah satu pasangan meninggal sampai keduanya meninggal.
F. TIPE KELUARGA Tradisional : 1. The nuclear family (keluarga inti) Keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak 2. The dyad family Keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa anak) 3. Keluarga usila Keluarga yang terdiri dari suami istri yang sudah tua dengan anak sudah memisahkan diri 4. The extended family (keluarga luas/besar) Keluarga yang terdiri dari tiga generasi yang hidup bersama dalam satu rumah seperti nuclear family disertai : paman, tante, orang tua (kakek- nenek), keponakan, dll). 5. The single-parent family (keluarga duda/janda) Keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah dan ibu) dengan anak, hal ini terjadi biasanya melalui proses perceraian, kematian dan ditinggalkan (menyalahi hukum pernikahan) 6. Blended family Keluarga yang dibentuk oleh duda atau janda yang menikah kembali dan membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya. 7. The single adult living alone / single-adult family keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri karena pilihannya atau perpisahan (separasi), seperti : perceraian atau ditinggal mati.
Non-tradisional :
Commune family Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada hubungan saudara, 20
yang hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama, sosialisasi anak dengan melalui aktivitas kelompok / membesarkan anak bersama
G. TAHAP PERKEMBANGAN
FASE ORAL (0 – 1 TAHUN) Fokus = Mulut (Menggigit)
FASE ANAL (1 – 3 TAHUN) Fokus = Toilet Training
FASE FALIK (3 – 5 TAHUN) Fokus = Alat Kelamin
FASE LATEN (5 – 12 TAHUN) Fokus = Keterampilan Sosial Dan Intelektual
FASE GENITAL (12 – DEWASA) Fokus = Reproduksi
H. STRATEGI PROMKES 1. KEMITRAAN Suatu bentuk kerjasama dari berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok, dalam mencapai tujuan tertentu. 2. ADVOKASI Kegiatan memberikan bantuan kepada masyarakat dengan membuat keputusan yang mempunyai pengaruh terhadap masyarakat. 3. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Melibatkan masyarakat dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan sampai pengawasan.
I. PERAN PERAWAT 1. CARE GIVER/ PEMBERI PELAYANAN
Memperhatikan individu dalam konteks sesuatu kebutuhan
Perawat menggunakan nursing proses untuk mengidentifikasi diagnosa keperawatan mulai dari masalah fisik (fisiologis)-masalah psikologis.
Peran utama adalah memberikan pelayanan keparawatan kepada individu, keluarga, kelompok/ masyarakat sesuai diagnosa keperawatan yang terjadi mulai dari masalah yang bersifat sederhana sampai dengan komplek.
21
2. CLIEN ADVOCATE / PEMBELA PASIEN
Perawat bertanggung jawab untuk membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan memberikan informasi lain yang diperlukan untuk mengambil keputusan (inform consent) atas tindakan keperawatan yang diberikan.
3. CONSELLOR/ KONSELING
Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien terhadap keadaan sehat sakitnya.
Adanya pola interaksi ini merupakan dasar dalam merencanakan metode untuk meningkatkan kemampuan adaptasinya.
Konseling diberikan kepada individu atau keluarga dalam mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan pengalaman masa lalu .
Pemecahan masalah difokuskan pada masalah mengubah perilaku hidup sehat (perubahan pola interaksi).
4. EDUCATOR / PENDIDIK
Peran ini dilakukan kepada klien, keluarga, tim kesehatan lain baik secara spontan (saat interaksi) maupun secara disipakan.
Tugas perawat adalah membantu mempertinggi pengetahuan dalam upaya peningkatkan kesehatan. Gejala penyakit sesuai kondisi dan tindakan yang spesifik.
Dasar pelaksanaan peran adalah intervensi dari Nursing Care Planning.
5. COORDINATOR
Peran
perawat
adalah
mengarahkan,
merencanakan,
mengorganisasikan
pelayanan dari semua tim kesehatan.
Karena klien menerima banyak pelayanan dari banyak profesional
Misalnya: nutrisi makan aspek yang harus diperhatikan adalah jenis, jumlah, komposisi, persiapan, pengelolaan, cara memberikan, monitoring, motivasi edukasi dan sebagainya.
6. COLABORATOR / KOLABORASI
Dalam hal ini perawat bersama klien, keluarga dan tim kesehatan lainnya berupaya mengidentifikasi pelayanan kesehatan yang diperlukan termasuk tukar 22
pendapat terhadap pelayanan yang diperlukan klien, memberi dukungan, paduan keahlian dan keterampilan dari berbagai profesional pemberi pelayanan kesehatan. 7. CONSULTAN
Elemen ini secara tidak langsung berkaitan dengan permintaan klien dan informasi tentang tujuan perawatan yang diberikan.
Dengan peran ini dapat dikatakan keperawatan adalah sumber informasi yang berkaitan dengan kondisi spesifik klien.
8. CHAGE AGENT/ PERUBAH
Elemen ini mencakup perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dalam hubungan dengan klien dan cara pemberian keperawatan kepada klien.
J. FUNGSI PERAWAT 1. INDEPENDEN Tindakan perawat mandiri, contoh : melakukan pengkajian. 2. DEPENDEN Perawat membantu dokter memberikan pelayanan pengobatan dan tindakan khusus yang menjadi wewenang. Contoh: pemasangan infus, pemberian obat, dan melaksanakan suntikan. 3. INTERDEPENDEN Tindakan perawat berdasarkan pada kerjasama dengan
tim perawatan atau tim
kesehatan lainnya.
K. KEKUATAN DALAM KELUARGA 1. AFEKTIC POWER : Kasih sayang 2. REWARD POWER : Diberi imbalan jike malakukan dengan benar 3. COERSIVE POWER : Paksaan 4. LEGITIMATE POWER : Penuh aturan
23
L. TAHAPAN KELUARGA SEJAHTERA Sebenarnya tahapan kesejahteraan keluarga itu ada 4 Yaitu : 1. Keluarga pra sejahtera Yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (basic need) secara minimal, seperti kebutuhan akan spiritual, pangan, sandang, papan, kesehatan dan KB.
Melaksanakan ibadah menurut agama oleh masing-masinganggota keluarga
Pada umunya seluruh anggota keluarga, makan dua kali atau lebih dalam sehari.
Seluruh anggota keluarga mempunyai pakaian berbeda di rumah, bekerja, sekolah atau berpergian.
Bagian yang terluas dari lantai bukan dari tanah.
Bila anak sakit dan atau pasangan usia subur ingin ber KB dibawa ke sasaran kesehatan.
2. Keluarga Sejahtera I Yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhnan dasarnya secara minimal tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikoya seperti kebutuhan akan pendidikan, KB, interaksi lingkungan tempat tinggal dan trasportasi. Pada keluarga sejahtera I kebutuhan dasar (a s/d e) telah terpenuhi namun kebutuhan sosial psikologi belum terpenuhi yaitu:
Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur.
Paling kurang sekali seminggu, keluarga menyadiakan daging, ikan atau telur.
Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang 1 stel pakaian baru pertahun
Luas lantai rumah paling kurang 8 meter persegi untuk tiap pengguna rumah
Seluruh anggota keluarga dalam 3 bulan terakhir dalam kedaan sehat
Paling kurang satu anggota 15 tahun keatas, penghasilan tetap.
Seluruh anggota kelurga yang berumur 10-16 tahun bisa baca tulis huruf latin.
Seluruh anak berusia 5-15 tahun bersekolah pada saat ini
Bila anak hidup 2 atau lebih, keluarga pasang yang usia subur memakai kontrasepsi (kecuali sedang hamil)
3. Keluarga Sejahtera II Yaitu keluarga disamping telah dapat memenuhi kebutuhan dasasrnya, juga 24
telah dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya seperti kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi. Pada keluarga sejahtera II kebutuhan fisik dan sosial psikologis telah terpenuhi (a s/d n telah terpenuhi) namun kebutuhan pengembangan belum yaitu:
Mempunyai upaya untuk meningkatkan agama.
Sebagian dari penghasilan dapat disisihkan untuk tabungan keluarga.
Biasanya makan bersama paling kurang sekali sehari dan kesempatan ini dapat dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar anggota keluarga.
Ikut serta dalam kegiatan masyarakat dilingkungan keluarga.
Mengadakan rekreasi bersama di luar rumah paling kurang 1 kali perbulan.
Dapat memperoleh berita dan surat kabar, radio, televisi atau majalah.
Anggota keluarga mampu menggunakan sarana trasportasi sesuai kondisi daerah.
4. Keluarga Sejahtera III Yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar, kebutuhan sosial psikologis dan perkembangan keluarganya, tetapi belum dapat memberikan sumbangan yang teratur bagi masyarakat seperti sumbangan materi dan berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. Pada keluarga sejahtera III kebutuhan fisik, sosial psikologis dan pengembangan telah terpenuhi (a s/d u) telah terpenuhi) namun kepedulian belum yaitu:
Secara teratur atau pada waktu tertentu dengan sukarela memberikan sumbangan bagi kegiatan sosial/masyarakat dalam bentuk material.
Kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus perkumpulan atau yayasan atau instansi masyarakat Menurut Kantor Menteri Negara Kependudukan/BKKBN (1996), tahapan
keluarga sejahtera terdiri dari: 1. Prasejahtera Keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal atau belum seluruhnya terpenuhi seperti:spiritual, pangan, sandang, papan, kesehatan dan KB
25
2. Sejahtera I Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya seperti kebutuhan akan pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga, interaksi lingkungan tempat tinggal, dan transportasi. 3. Sejahtera II Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dan kebutuhan sosial psikologisnya tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangan, seperti kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi 4. Sejahtera III Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, sosial psikologis dan pengembangan, tetapi belum dapat memberikan sumbangan yang teratur bagi masyarakat atau kepedulian sosialnya belum terpenuhi seperti sumbangan materi, dan berperan aktif dalam kegiatan masyarakat. 5. Sejahtera III plus Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, sosial psikologis dan pengembangan, dan telah dapat memberikan sumbangan yang teratur dan berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan atau memiliki kepedulian sosial yang tinggi.
M. MEJA PADA POSYANDU 1. Meja 1 : Pendaftaran balita, ibu hamil dan ibu menyusui 2. Meja 2 : Penimbangan balita 3. Meja 3 : Pencatatan hasil penimbangan 4. Meja 4 : Penyuluhan dan pelayanan gizi bagi ibu balita, ibu hamil dan ibu menyusui 5. Meja 5 : Pelayanan kesehatan, KB, imunisasi dan pojok oralit
26
KUMPULAN DIAGNOSA KOMKELGER
KESIAPAN PENINGKATAN MANAJEMEN KESEHATAN
1.
DEFINISI Pola pengaturan dan pengintegrasian program kesehatan kedalam kehidupan sehari-hari yang cukup untuk memenuhi tujuan kesehatan dan dapat ditingkatkan (SDKI, 2017)
2.
GEJALA DAN TANDA
1) Data Subjektif a. Mengekspresikan keinginan untuk mengelola masalah kesehatan dan pencegahannya b. Mengekspresikan tidak adanya hambatan yang berarti dalam mengintegrasikan program yang ditetapkan untuk mengatasi masalah kesehatan c. Menggambarkan berkurangnya faktor resiko terjadinya masalah kesehatan 2) Data Objektif a. Pilihan hidup sehari-hari tepat untuk memenuhi tujuan program kesehatan b. Tidak ditemukan adanya gejala masalah kesehatan atau penyakit yang tidak terduga
27
MANAJEMEN KESEHATAN KELUARGA TIDAK EFEKTIF
1.
DEFINISI Pola penanganan masalah kesehatan dalam keluarga tidak memuaskan untuk memulihkan kondisi kesehatan anggota keluarga (SDKI, 2017).
2.
GEJALA DAN TANDA
1) Data Subjektif a. Mengungkapkan tidak memahami masalah kesehatan yang diderita b. Mengungkapkan kesulitan menjalankan perawatan yang ditetapkan 2) Data Objektif a. Gejala penyakit anggota keluarga semakin memberat b. Aktivitas keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan tidak tepat c. Gagal melakukan tindakan untuk mengurangi faktor resiko
28
KETIDAKMAMPUAN KOPING KELUARGA
1.
DEFINISI Perilaku orang terdekat (anggota keluarga atau orang berarti) yang membatasi kemampuan dirinya dan klien untuk beradaptasi dengan masalah kesehatan yang dihadapi klien (SDKI, 2017).
2.
GEJALA DAN TANDA
1) Data Sujektif a. Merasa diabaikan b. Terlalu khawatir dengan anggota keluarga c. Merasa tertekan (depresi) 2) Data Ojektif a. Tidak memenuhi kebutuhan anggota keluarga b. Tidak toleran c. Mengabaikan anggota keluarga d. Perilaku menyerang (agresi) e. Perilaku menghasut (agitasi) f. Tidak berkomitmen g. Menunjukkan gejala psikosomatis h. Mengabaikan perawatan/ pengobatan anggota keluarga i. Perilaku bermusuhan j. Upaya membangun hidup bermakna terganggu k. Perilaku sehat terganggu l. Ketergantungan anggota keluarga meningkat m. Realitas kesehatan anggota keluarga terganggu
29
PENURUNAN KOPING KELUARGA
1.
DEFINISI Ketidakadekuatan atau ketidakefektifan dukungan, rasa nyaman, bantuan, dan motivasi orang terdekat (anggota keluarga atau orang berarti) yang dibutuhkan klien untuk mengelola atau mengatasi masalah kesehatannya (SDKI, 2017).
2.
GEJALA DAN TANDA
1) Data Subjektif a. Klien mengeluh/ khawatir tentang respon orang terdekat pada masalah kesehatan b. Orang terdekat menyatakan kurang terpapar informasi tentang upaya mengatasi masalah klien 2) Data Objektif a. Orang terdekat menarik diri dari klien b. Terbatasnya komunikasi orang terdekat dengan klien c. Bantuan yang dilakukan orang terdekat menunjukkan hasil yang tidak memuaskan d. Orang terdekat berperilaku protektif e. Yang tidak sesuai dengan kemampuan/ kemandirian klien
30
PEMELIHARAAN KESEHATAN TIDAK EFEKTIF
1. Definisi Adalah kemampuan mengidentifikasi, mengelola, dan menemukan bantuan untuk mempertahankan kesehatan 2. Gejala dan Tanda Mayor a. Subjektif
: (tidak tersedia)
b. Objektif : 1. Kurang menunjukkan perilaku adaptif terhadap perubahan lingkungan 2. Kurang menunjukkan pemahaman tentang perilaku sehat 3. Tidak mampu menjalankan perilaku sehat 3. Gejala dan tanda Minor a. Subjektif : ( tidak tersedia) b. Objektif : 1. Memiliki riwayat perilaku mencari bantuan kesehatan yang kurang 2. Kurang menunjukkan minat untuk meningkatkan perilaku sehat 3. Tidak memiliki sistem pendukung
31
PENYAKALAN TIDAK EFEKTIF 1. Definisi adalah upaya mengingkari pemahaman atau makna suatu peristiwa secara sadar atau tidak sadar untuk menurunkan kecemasan/ketakutan yang dapat menyebabkan kesehatan. 2. Gejala dan Tanda Mayor a. Subjektif : 1. Tidak mengakui dirinya mengalami gelaja atau bahaya b. Objektif : 1. Menunda mencari pertolongan pelayanan kesehatan Gejala dan Tanda Minor a. Subjektif : 1. Mengaku tidak takut dengan kematian 2. Mengaku tidak takut dengan kronis 3. Tidak megakui bahwa penyakit berdampak pada pola hidup b. Objektif : 1. Melakukan pengobatan sendiri 2. Mengalihkam sumber gejala ke organ lain 3. Berperilaku acuh tak acuh saat membicarakan peristiwa penyebab stress 4. Menunjukkan afek yang tidak sesuai
32
PERILAKU KESEHATAN CENDERUNG BERISIKO
1. Definisi Adalah kemampuan dalam mengubah gaya hidup/ perilaku untuk memperbaiki status kesehatan. 2. Gejala dan Tanda Mayor a. Subjektif : (tidak tersedia) b. Objektif : 1. Menunjukkan penolakan terhadap perubahan status kesehatan 2. Gagal melakukan tindakan pencegahan masalah kesehatan 3. Menunjukkan upaya peningkatan status kesehatan yang kinimal Gejala dan Tanda Minor : a. Subjektif : (tidak tersedia) b. Objektif : 1. Gagal mencapai pengedaliaan yang optimal
33
MANAJEMEN KESEHATAN TIDAK EFEKTIF 1. DEFINISI Polapengaturandanpengintegrasianpenangananmasalahkesehatankedalamkebiasaanhid upsehari-haritidakmemuaskanuntukmencapai status kesehatan yang diharapkan (SDKI, 2017).
2. GEJALA DAN TANDA a. Mayor Data Subjektif: Mengungkapkankesulitandalammenjalani program perawatan/pengobatan
Data Objektif : 1. Gagalmelakukantindakanuntukmengurangifaktorrisiko 2. Gagalmenerapkan program perawatan/pengobatandalamkehidupansehari-hari 3. Aktivitashidupsehari-haritidakefektifuntukmemenuhitujuankesehatan
b. Minor Data Subjektif : Data Objektif : -
34
KESIAPAN PENINGKATAN PROSES KELUARGA
1. DEFINISI Polafungsikeluarga yang cukupuntukmendukungkesejahteraananggotakeluargadandapatditingkatkan (SDKI,2017).
2. GEJALA DAN TANDA a. Mayor: Data Subjektif : 1) Mengekspresikankeinginanuntukmeningkatakandinamikakeluarga
Data Objektif : 1) Menunjukkanfungsikeluargadalammemenuhikebutuhanfisik, sosial, danpsikologianggotakeluarga 2) Menunjukkanaktivitasuntukmendukungkeselamatandanpertumbuhananggotak eluarga 3) Perankeluargafleksibeldantepatdengantahpperkembangan 4) Terlihatadanyarespekdengananggotakeluarga b. Minor Data Subjektif : Data Objektif: 1. Keluargamenunjukkanminatmelakukanaktivitashidupsehari-hari yang positif 2. Terlihatadanyakemampuankeluargauntukpulihdarikondisisulit 3. Tampakkeseimbanganantaraotonomidankebersamaan 4. Batasa-batasananggotakeluargadipertahankan 5. Hubungandenganmasyarakatterjalinpositif 6. Keluargaberadaptasidenganperubahan
35
KESIAPAN PENINGKATAN KOPING KELUARGA
1. DEFINISI Polaadaptasianggotakeluargadalammengatasisituasi yang dialamikliensecaraefektifdanmenujukkankeinginansertakesiapanuntukmeningkatkank esehatankeluargadanklien (SDKI,2017).
2. GEJALA DAN TANDA a. Mayor Data Subjektif : 1) Anggotakeluargamenetapkantujuanuntukmeningkatkangayahidupsehat 2) Anggotakeluargamenetapkansasaranuntukmeningkatankesehatan
Data Objektif : –
b. Minor Data Subjektif : 1) Anggotakeluargamengidentifikasipengalaman yang mengoptimalkankesejahteraan 2) Anggotakeluargaberupayamenjelaskandampakkrisisterhadapperkembangan 3) Anggotakeluargamengungkapkanminatdalammembuatkontakdengan orang lain yang mengalamisituasi yang sama
Data Objektif : -
36
DEFISIT KESEHATAN KOMUNITAS 1. DEFINISI Terdapatmasalahkesehatanataufaktorresiko yang dapatmengganggukesejahteraanpadasuatukelompok (SDKI,2017).
2. GEJALA DAN TANDA a. Mayor Data Subjektif : Data Objektif : 1) Terjadimasalahkesehatan yang dialamikomunitas 2) Terdapatfaktorresikofisiologisdan/ataupsikologis yang menyebabkananggotakomunitasmenjalaniperawatan
b. Minor Data Subjektif : Data Objektif ; 1) Tidaktersedia program untukmeningkatkankesejahteraanbagikomunitas 2) Tidaktersedia program untukmencegahmasalahkesehatankomunitas 3) Tidaktersedia program untukmengurangimasalahkesehatankomunitas 4) Tidaktersedia program untukmengatasimasalahkesehatankomunitas
37
DEPARTEMEN KEPERAWATAN MATERNITAS
A. KEHAMILAN 1. Tanda-tanda kehimalan Ukuran dada membesar, mual dan muntah, telat haid, pusing dan sakit kepala. 2. Masa Kehamilan : Aterm usia 38 – 42 minggu Preterm usia < 38 minggu Post term usia > 42 minngu 3. Rumus BBJ (Berat Badan Janin) Kepala sudah masuk PAP (Divergen) : (TFU-12) X 155 gram
Kepala belum masuk PAP (Konvergen) : (TFU -11) X 155 gram
Jika lingkaran perut sudah diketahui maka rumusx : TFU x Lingkar Perut
4. HPHT Bulan Januari-Maret Tanggal
:+7
Bulan
:+9
Tahun
:+0
Bulan April-Desember Tanggal
:+7
Bulan
:-3
Tahun
:+1
38
5. Masa Subur Haid yang ≠ teratur Siklus Pendek –18 Siklus panjang - 11
Haid yang teratur Siklus -14 Masamamamam subur + 3 dan - 3
Trimester I (1-3 bln) Kelelahan, payudara sakit, bengkak, mual muntah, mood tdk stabil, sembelit, sering BAK, BB .menurun/meningkat Trimester II (4-6 bln) Mual muntah mulai hilang, pegal*, warna yang lebih gelap pada daerah puting dan ketiak dan kesemutan Trimester III (7-9 bln) Pusar muncul, his palsu, susah tidur dan mules 6. Pemeriksaan Leopold Leopold I Untuk menentukan TFU dan bagian janin yang berada dalam fundus uteri Leopold II Untuk menentukan bagian janin yang berada pada kedua sisi uterus, pada letak lintang dimana kepala janin. 39
Leopold III Untuk menentukan bagian apa yang berada pada bagian bawah dan apakah sudah masuk atau masih goyang. Leopold IV Untuk mengetahui seberapa besar presentasi janin masuk PAP. 7. Usia kehamilan Umur kehamilan dalam bulan TFU x 2 : 7 Umur kehamilan dalam minggu TFU x 8 : 7
B. PERSALINAN 1. Tahapan-tahapan persalinan a) Kala I, Pembukaan Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam Multigravida sekitar 8 jam Tanda-tanda kala I persalinan : Rasa sakit adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur Keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih banyak karena robekan kecil pada servik Terkadang ketuban pecah dengan sendirinya Serviks mulai membuka (dilatasi) dan mendatar (effacement) Fase-Fase Kala I Persalinan Terbagi Dua Yaitu : Fase Laten Dimulai sejak awal kontraksi, pembukaan servik secara bertahap Pembukaan serviks kurang dari 4 cm Biasanya berlangsung hingga dibawah 8 jam Fase aktif Fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sd 4 cm Fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm sd 9 cm 40
Fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cmsd lengkap (+ 10 cm) b) Kala II (Pengeluaran Janin) His terkoordinir cepat dan lebih lama, kira-kira 2-3 menit sekali Kepala janin telah turun dan masuk ruang panggul, sehingga terjadilah tekanan pada otot-otot panggul yang secara reflek menimbulkan rasa ngedan karena tekanan pada rectum sehingga merasa seperti BAB dengan tanda anus membuka. Pada waktu his kepala janin mulai kelihatan Vulva membuka dan perineum meregng Dengan his mngedan yang terpimpin akan lahir dan diikuti oleh seluruh badan janin. Kala II pada primi 1.5-2 jam, pada multi 0.5 jam c) Kala III (Pengeluaran Plasenta) Setelah bayi lahir, kontraksi, rahim istrahat sebentar, uterus teraba keras dengan fundus uteri sehingga pucat, plasenta menjadi tebal. Beberapa saat kemudian timbul his, timbul HIS dalam waktu 5-10 menit, seluruh plasenta terlepas, terdorong kedalam vagina dan akan lahir secara spontan atau dengan sedikit dorongan dari atas simfisis/fundus uteri, seluruh proses berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir. Pengeluaran plasenta diseretai dengan pengeluaran darah kira* 100200 cc. d) Kala IV Pengawasan selama 2 jam setelah bayi dan plasenta lahir, mengamati keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan post partum. Dengan menjaga kondisi kontraksi dan retraksi uterus yang kuat dan terus-menerus. Tugas uterus ini dapat dibantu dengan obat-obat oksitosin.
C. RUPTUR PERINEUM a) Robekan perineum tingkat I Apabila hanya kulit perineum dan mukosa vagina yang robek dan biasanya tidak memerlukan penjahitan. 41
b) Robekan perineum tingkat II Mukosa vagina kulit dan jaringan perineum perlu di jahit. c) Robekan tingkat III Robekan total muskulus sfingter ani eksternum ikut terputus dan kadang* dinding depan rectum ikut robek pula. Menjahit robekan harus dilakukan dengan teliti. d) Robekan perineum tingkat IV Mukosa vagina, kulit, jaringan perineum, sfingter ani sampai ke rektum perlu dirujuk.
D. TANDA-TANDA PERSALINAN a) Rasa sakit oleh adanya HIS yang datang lebih kuat, sering dan teratur b) Keluar lendir dan bercampur darah yang lebih banyak, robekan kecil pada bagian servik. c) Kadang-kadang ketuban pecah d) Pada pemeriksaan dalam, servik mendatar
E. MOULAGE a) Moulage 0 Tulang-tulang kepala janin terpisah sutura dengan mudah dapat diraba b) Moulage 1 Tulang-tulang kepala janin saling bersentuhan c) Moulage 2 Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih tetapi masih dapat dipisahkan. d) Moulage 3 Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan
F. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSALINAN a) Power : kekuatan ibu untuk mengedan, HIS/kontraksi uterus b) Psikologis : keadaan psikologis ibu c) Position : posisi persalinan d) anger : besar/kecilnya janin e) ages : jalan lahir termasuk pembukaan serviks 42
G. JENIS LOCHEA a) Lochea rubra hari ke 2-3 hari post partum Berwarna merah kehitaman karena terdiri dari sisa mekonium dan sisah darah b) Lochea sangunolenta hari ke 3-7 hari berwarna merah kekuningan karena sisa darah bercampur lendir c) Lochea serosa hari ke 8-14 hari berwarna kekuningan/kecoklatan Lebih sedikit darah, lebih banyak serum, terdiri dari loukosit d) Alba hari ke 14 hari berwarna putih Mengandung leukosit, selaput lendir serviks, serabut mati
H. PERIODE NIFAS a) Early puerperium (masa nifas dini ) Masa dimana telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan sedini mungkin b) Immediate puerperium Kepulihan alat-alat genetalia yang lamanya sampai dengan 6-8 minggu c) Later puerperium Waktu yang diperlukan untuk pulihnya dan sehat sempurna terutama bila selama kehamilan atau bersaln mengalami komplikasi, waktu untuk sehat bisa bermingguminggu, bulan bahkan tahunan.
I. PASIEN DATANG DENGAN PERDARAHAN 1. ABORTUS : Usia kehamilan <20 minggu 2. PREMATUR : Usia kehamilan <36 minggu 3. MATUR : Usia kehamilan 36-41 minggu 4. POST MATUR : Usia kehamilan >41 minggu
J. STATUS OBSTETRIK
GRAVID (G) = Kehamilan ke berapa
PARTUS (P) = Sudah melahirkan berapa kali, baik normal atau caesar, baik bayi hidup atau meninggal
ABORTUS (A) = Berapa kali abortus 43
K. ALAT KONTRASEPSI (KB) a) Suntik : 1 bulan tdk disarankan ibu menyusui dan 3 bulan disarankan ibu menyusui b) Pil KB : pil kombinasi → HT dan BB meningkat Pil progesterin → boleh dipakai pada penderita HT c) Kondom d) Pantang berkala : berhubungan saat istri tidak dalam masa subur (kelender) e) Kontrasepsi mantap: MOW (metode operasi wanita) : Tubektomi MOP (metode operasi pria) : Vasektomi f) Implant/susuk kontrasepsi dalam rahim jangka waktu 10 tahun : BB meningkat, terganggu menstruasi g) IUD/AKDR/SPIRAL jangka waktu 3 tahun dan tidak mempengaruhi produksi ASI
44
DEPARTEMEN KEPERAWATAN ANAK
A. AFGAR SCORE APPERENCE/ WARNA KULIT NILAI : 2 = seluruh tubuh warna merah 1 = pucat pada bagian ekstremitas 0 = pucat seluruh tubuh/ sianosi
PULSE/ NADI NILAI : 2 = >100 x/i 1 = <100 x/i 0 = tidak ada denyut jantung
GRIMACE /RESPON REFLEKS NILAI : 2 = gerakan kuat 1 = gerakan sedikit 0 = tidak ada
ACTIVITY /TONUS OTOT NILAI : 2 = gerakan aktif 1 = ekstremitas ditekuk 0 = bayi lahir dalam keadaan lunglai
RESPIRATORY NILAI : 2 = menangis kuat 1 = lemah/ tidak teratur 0 = Bayi lahir tidak menangis
45
B. PENATALAKSANAAN PADA BAYI BARU LAHIR Asfiksia berat (jika nilai score APGAR 0-3) : Kolaborasi dalam pemberian suction . Kolaborasi dalam pemberian O2 . Berikan kehangatan pada bayi . Observasi denyut jantung , warna kulit , respirasi . Berikan injeksi vit K , apabila ada indikasi perdarahan . Asfiksia ringan sedang (nilai APGAR 4-6) : Kolaborasi dalam melakukan pemberian suction . Kolaborasi dalam pemberian O2 . Observasi respirasi bayi . Beri kehangatan kepada bayi . Bayi normal (jika nilai score APGAR 7-10)
C. RUMUS MENGHITUNG BBI ANAK Rumus : ( 8 + ( 2 x n) ) Keterangan : N : usia anak saat ini D. RUMUS MENGHITUNG USIA ANAK Rumus: TGL PEMERIKSAAN / TGL KUNJUNGAN - TANGGAL DILAHIRKAN Contoh : Seorang anak perempuan pada tanggal 15 juni 2016 di antar ke poli tumbuh kembang untuk melakukan pemeriksaan perkembangan dari hasil pengkajian didapatkan anak lahir tanggal 25 oktober 2014, berapakah usia anak saat ini? Tanggal lahir 25 10 2014 Tanggal kunjungan 15 06 2016 Maka tanggal 30 +15 – 25 = 20 hari Bulan 12 + 5 – 10 = 7 bulan Tahun 2015 – 2014 = 1 tahun
46
E. IMUNISASI
47
F. PENILAIAN IKTERUS BERDASARKAN KREMER DERAJAT I : Warna Kuning Dari Kepala - Leher DERAJAT II : Warna Kuning Dari Kepala, Badan-Umbilikus DERAJAT III : Warna Kuning Dari Kepala, Badan, Paha-Lutut DERAJAT IV : Warna Kuning Dari Kepala, Badan, Ektremitas – Pergelangan Tangan & Kaki DERAJAT V : Warna kuning dari kepala, badan, semua ektremitas sampai dengan ujung jari
48
G. TUMBUH KEMBANG A. Definisi Pertumbuhan merupakan peningkatan jumlah dan ukuran sedangakan perkembangan menitikberatkan pada perubahan yang terjadi secara bertahap dan tingkat yang paling rendah dan kompleks melalui proses maurasi dan pembelajaran. Tumbuh kembang adalah suatu proses, dimana seseorang anak tidak hanya tumbuh menjadi besar tetapi berkembang menjadi lebih terampil yang mencakup dua peristiwa yang sifatnya berbeda tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Pertumbuhan (Growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalalm jumlah besar, ukuran/dimensi, tingkat sel organ maupun individu yang bisa diukur berat, panjang, umur tulang dan keseimbangan elektrolit. Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tibuh yang lebih kompleks, dalam pola teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil antara lain proses pematangan termasuk perkembangan emosi, intelektual dan tingkah lau sebagai hasil dengan lingkungan. Untuk terciptanya tumbuh kembang yang optimal tergantung pada potensi biologis, psikosoisal dan perilaku yang merupakan proses yang unik dan hasil akhir berbeda- beda yang member ciri tersendiri pada setiap anak. B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang 1. Faktor keturunan (herediter) Merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbang anak melalui instruksi genetic dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan, gangguan pertumbuhan selain disebabkan leh kelainan kromosom (contoh : syndrome Down, Syndrom Turner) juga disebabkan oleh factor lingkungan yang kurang memadai. a. Seks : kecukupan dan perkembangan pada anak lai-laki berbeda dengan perempuan b. Ras : ras/suku nbangsa dapat mempengaruhi tumbang anak, beberapa suku bangsa memiliki karakteristik. 2. Faktor lingkungan a. Lingkungan internal 1) Intelegensi
49
Pada umumnya intelegensi tinggi, perkembangan lebih baik dibandingkan jika intelegensi rendah. 2) Hormon Ada 3 hormon yang mempengaruhi anak yaitu somatotropik untuk pertumbuhan tinggi badan terutama pada masa kanak-kanak, hormone tiroid menstimulasi pertumbuhan sel inerstitiil testis, memproduksi testosterone dan ovarium, memproduksi estrogen yang mempengaruhi perkembangan alat reproduksi. 3) Emosi Hubungan yang hangat dengan orang tua, saudara, teman sebaya serta guru berpengaruh terhadap perkembangan emosi, social, intelektual anak, cara anak berinteraksi dengan keluarga akan mempengaruhi interaksi anak di luar rumah. b. Lingkungan eksternal 1) Kebudayaan Budaya
keluarga/masyarakat
mempengaruhi
bagaimana
anak
mempersepsikan dan memahami kesehatan berperilaku hidup sehat. 2) Status social ekonomi Anak yang berbeda dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang social ekonomi yang rendah serta banyak punya keterbatasan untuk memenuhi kebutuhan primernya. 3) Nutrisi Untuk tumbang anak secara optimal memerlukan nutrisi adekuat yang didapat dari makanan bergizi. 4) Iklim/cuaca Iklim tertentu dapat mempengaruhi status kesehatan anak. 5) Olahraga/latihan fisik Olahraga berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan psikososial anak. 6) Posisi anak dalam keluarga Posisi anak sebagai anak tunggal, sulung, anak tengah, anak bungsu akan mempengaruhi pola anak setelah diasuh dan dididik dalam keluarga.
50
C. Periode Perkembangan Menurut Donna, L Wong (2000) perkembangan anak secara umum terdiri dari : 1.
Periode prenatal Terjadi pertumbuhan yang cepat dan sangat penting karena terjadi pembetukan organ dan system orga anak, selain itu hubungan antara kondisi itu member dampak pada pertumbuhannya.
2.
Periode bayi Periode ini terdiri dari neonates (0-28 hari) dan bayi (28-12 hari). Pada periode ini, pertumbuhan dan perkembangan yang cepata terutama pada aspek kognitif, motorik dan social.
3.
Periode kanak-kanak awal Terdiri atas usia anak 1-3 tahun yang disebut toddler dan prasekolah (3-6 tahun). Toddler menunjukkan perkembangan motorik yang lebih lanjut pada usia prasekolah. Perkembangan fisik lebih lambat dan menetap.
4.
Periode kanak-kanak pertengahan Periode ini dimulai pada usia 6-11 tahun dan pertumbuhan anak laki-laki sedikit lebih meningkat dari pada perempuan dan perkembangan motorik lebih sempurna.
5.
Periode kanak-kanak akhir Merupakan fase transisi yaitu anak mulai masuk usia remaja pada usia 11-18 tahun. Perkembangannya yang mencolok pada periode ini adalah kematangan identitas seksual dengan perkembangannya organ reproduksi.
D. Perkembangan Anak Balita Periode penting dalam tumbang anak adalah masa balita. Perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, keadaan social emosional dan intelegensi berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya. Perkembangan moral erta dasardasar
kepribadian
juga
dibentuk
pada
masa-masa
ini.
Sehingga
setiap
kelainan/penyimpangan seksual apapun, apabila tidak terdeteksi dan tidak ditangani dengan baik maka akan mengurangi kualitas perkembangan. Krasenburg,dkk (1981) melalui DDST (Denver Development Screening Test) mengemukakan 4 parameter perkembangan yang dipakai dalam menilai perkembangan anak balita yaitu : 1.
Personal social (kepribadian/tingkah laku social) 51
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan. 2.
Fine Motor Adaptif (gerakan motorik halus) Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk melakukan gerakan yang melibatkan bagian tubuh dan dilakukan otot-otot kecil memerlukan koordinasi yang cermat, missal : keterampilan menggambar.
3.
Language (bahasa) Kemampuan untuk member respon terhadap suara, mengikuti perintah berbicara spontan.
4.
Gross Motor (Motorik Kasar) Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh. Beberapa “milestone” pokok yang harus diketahui dalam mengikuti taraf perkembangan secara awal. Milestone adalah tingkat perkembangan yang harus dicapai anak umur tertentu, misalnya : a. 4-6 minggu : tersenyum spontan, dapat mengeluarkan suara 1-2 minggu kemudian b. 10-16 minggu : menegakkan kepala, tengkurap sendiri, menoleh ke arah suara. c. 20 minggu : meraih benda yang didekatkan kepadanya d. 26 minggu : dapat memindahkan benda dari satu tangan ke tangan lainnya e. 9-10 bulan : menunjuk dengan jari telunjuk, memegang benda dengan dengan jaritelunjuk dan ibu jari f. 13 bulan : berjalan tanpa bantuan, mengucapkan kata-kata tunggal
E. Fase Perkembangan Pada Masa Usia Pra Sekolah Pada masa usia pra sekolah ini dapat diperinci lagi menjadi 2 masa, yaitu masa vital dan masa estetik. 1. Masa Vital Pada masa ini, individu menggunakan fungsi-fungsi biologis untuk menemukan berbagai hal dalam dunianya. Untuk masa belajar, Freud menamakan tahun pertama dalam kehidupan individu ini sebagai masa oral, karena mulut dipandang sebagai sumber kenikmatan. Anak memasukkan apa saja yang dijumpai ke dalam mulutnya, tidaklah karena mulut merupakan sumber kenikmatan utama tetapi karena waktu itu
52
mulut merupakan alat untuk melakukan eksplorasi dan belajar (Elizabeth B. Hurlock, 1999). Pada tahun kedua telah belajar berjalan, dengan mulai berjalan anak akan mulai belajar menguasai ruang. Mula-mula ruang tempatnya saja, kemudian ruang dekat dan selanjutnya ruang yang jauh. Pada tahun kedua ini umumnya terjadi pembiasaan terhadap kebersihan (kesehatan). Melalui latihan kebersihan ini, anak belajar mengendalikan impuls-impuls atau dorongan-dorongn yang datang dari dalam dirinya (umpamanya buang air kecil dan air besar) (Elizabeth B. Hurlock, 1999). 2. Masa Estetik Pada masa ini dianggap sebagai masa perkembangan rasa keindahan. Kata estetik disini dalam arti bahwa pada masa ini perkembangan anak yang terutama adalah fungsi panca inderanya. Pada masa ini, panca indera masih peka karena itu Montessori menciptakan bermacam – macam alat permainan untuk melatih panca inderanya (Yusuf, 2001: 69). F. Tugas Perkembangan Pada Masa Usia Pra Sekolah Havighurst (1961) mengartikan tugas perkembangan adalah merupakan suatu tugas yang muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu, yang apabila tugas itu dapat berhasil dituntaskan akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan dalam menuntaskan tugas berikutnya, sementara apabila gagal maka akan menyebabkan ketidak bahagiaan pada diri individu yang bersangkutan, menimbulkan penolakan masyarakat dan kesulitan-kesulitan dalam menuntaskan tugas-tugas berikutnya. Tugas perkembangan ini berkaitan dengan sikap, perilaku atau keterampilan yang seyogyanya dimiliki oleh individu sesuai dengan usia atau fase perkembangan-nya, seperti tugas yang berkaitan dengan perubahan kematangan, persekolahan, pekerjaan, pengalaman beragama dan hal lainnya sebagai prasyarat untuk pemenuhan dan kebahagiaan hidupnya. Tugas-tugas perkembangan pada usia 0 sampai 6 tahun adalah sebagai berikut : 1. Belajar berjalan 2. Belajar memakan makanan padat 3. Belajar berbicara 4. Belajar buang air kecil dan buang air besar 53
5. Belajar mengenal perbedaan jenis kelamin 6. Mencapai kestabilan jasmaniah fisiologis 7. Membentuk konsep-konsep (pengertian) sederhana kenyataan sosial dan alam 8. Belajar mengadakan hubungan emosional dengan orang tua, saudara / orang lain 9. Belajar mengadakan hubungan baik dan buruk (mengembangkan kata hati). Menurut Elizabeth Hurlock (1999) tugas-tugas perkembangan anak usia 4 - 5 tahun adalah sebagai berikut: 1. Mempelajari ketrampilan fisik yang diperlukan untuk permainan yang umum 2. Membangun sikap yang sehat mengenal diri sendiri sebagai mahluk yang sedang tumbuh Belajar menyesuaikan diri dengan teman seusianya 3. Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat 4. Mengembangkan ketrampilan-ketrampilan dasar untuk membaca, menulis dan berhitung 5. Mengembangkan penngertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan seharihari 6. Mengembangkan hati nurani, pengertian moral dan tingkatan nilai 7. Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan lembaga-lembaga 8. Mencapai kebebasan pribadi G. Jenis – Jenis Perkembangan Anak Prasekolah Jenis - jenis perkembangan anak usia prasekolah adalah (Rochmah, 2005 dan Yusuf, 2004) : 1. Perkembangan fisik dan motorik Usia prasekolah otot-otot anak menjadi lebih kuat dan tulang-tulang tumbuh menjadi besar dan keras. Perkembangan sistem saraf pusat memberikan kesiapan kepada anak untuk lebih dapat meningkatkan pemahaman dan penguasaan terhadap tubuhnya. Lapisan urat saraf ini membantu transmisi impuls–impuls saraf secara cepat, yang memungkinkan pengontrolan terhadap kegiatan-kegiatan motorik lebih seksama dan efisien. Perkembangan motorik berarti perkembangan pada pengendalian gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat saraf, urat saraf, dan otot yang terkoordinasi. Keterampilan motorik sangat berfungsi untuk penyesuaian sosial dan penyesuaian pribadi anak. Adapun penguasaan keterampilan yang umum pada masa ini adalah : 54
a. Keterampilan tangan Keterampilan berpakaian dan makan sendiri yang dimulai pada masa bayi, disempurnakan pada awal masa ini. Anak dapat menggunakan gunting, menggambar, mewarnai dan dapat menggambar orang. b. Keterampilan kaki Pada usia antara 3-4 tahun anak mulai naik sepeda roda tiga. Pada usia 5-6 tahun anak belajar melompat dan berlari cepat. Mereka juga sudah dapat memanjat, lompat tali, keseimbangan tubuh dalam berjalan. 2. Perkembangan intelektual Usia tiga sampai enam tahun merupakan usia yang sangat temperamental bagi anak. Rasa ingin tahu merupakan kondisi emosional yang baik dari anak. Ada dorongan pada anak untuk mengeksplorasi dan belajar hal – hal yang baru. Yang perlu ditekankan bahwa rasa ingin tahu tersebut terkendali, jangan sampai pada objek–objek yang biasa dikenalnya serta tentang kejadian – kejadian mekanika yang ada disekitarnya. Anak mulai banyak bertanya dan mencapai puncaknya pada usia sekitar 6 tahun. Periode ini ditandai dengan berkembangnya representasional, atau symbolic function, yaitu kemampuan menggunakan sesuatu yang lain dengan menggunakan simbol – simbol (bahasa, gambar, tanda/isyarat, benda, gesture, atau peristiwa) untuk melambangkan suatu kegiatan, benda yang nyata, atau peristiwa. 3. Perkembangan berbicara (bahasa) Selama masa awal, anak-anak memiliki keinginan yang kuat untuk belajar berbicara. Hal ini disebabkan berbicara merupakan sarana pokok dalam sosialisasi. Anak yang mudah berkomunikasi dengan teman sebaya akan lebih mudah mengadakan kontak sosial dan lebih mudah diterima sebagai anggota kelompok. Perkembangan bahasa anak usia prasekolah dapat bercirikan sebagai berikut : a. Anak sudah mulai bisa menyusun kalimat tunggal yang sempurna b. Anak sudah mampu memahami tentang perbandingan, misalnya burung pipit lebih kecil dari burung perkutut, anjing lebih besar dari kucing. c. Anak banyak menanyakan nama dan tempat d. Anak sudah banyak menggunakan kata-kata yang berawalan dan berakhiran e. Anak sudah dapat menggunakan kalimat majemuk beserta anak kalimatnya 55
f.
Tingkat berfikir anak sudah lebih maju, anak banyak menanyakan soal waktu, sebab akibat melalui pertanyaan-pertanyaan: kapan, kemana, mengapa, dan bagaimana. Orang tua dan guru taman kanak-kanak seyogyanya memfasilitasi, memberi
kemudahan, atau peluang kepada anak dengan sebaik-baiknya untuk membantu perkembangan bahasa anak, atau kemampuan berkomunikasi. Berbagai peluang itu diantaranya sebagai berikut: a. Bertutur kata yang baik pada anak; b. Mau mendengarkan pembicaraan anak; c. Menjawab pertanyaan anak (jangan meremehkan); d. Mengajak berdialog dalam hal-hal yang sederhana; e. Di taman kanak–kanak, anak dibiasakan untuk bertanya, mengekspresikan keinginannya, menghafal dan melantunkan lagu dan puisi. 4. Perkembangan Sosial Pada usia prasekolah, perkembangan sosial anak sudah tampak jelas, karena mereka sudah mulai aktif berhubungan dengan teman sebaya. Tanda-tanda perkembangan sosial pada tahap ini adalah : a. Anak mulai mengetahui aturan-aturan, baik di lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan bermain; b. Sedikit demi sedikit anak sudah mulai tunduk pada peraturan; c. Anak mulai menyadari hak atau kepentingan orang lain; d. Anak mulai dapat bermain bersama anak-anak lain, atau teman sebaya. Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh iklim sosiopsikologis keluarganya. Apabila di lingkungan keluarga tercipta suasana yang harmonis, saling memperhatikan, saling membantu, maka anak akan memiliki kemapuan atau penyesuaian sosial dalam hubungan dengan orang lain.
H. Karakteristik Perkembangan Anak Prasekolah Karakteristik perkembangan anak prasekolah antara lain (Wong, 2007): 1. Motorik kasar
56
a. Pada usia 3 tahun anak dapat mengendarai sepeda roda tiga, melompat dari langkah dasar, berdiri pada satu kaki untuk beberapa detik, menaiki tangga dengan kaki bergantian, melompat panjang, mencoba berdansa tetapi keseimbangan mungkin tidak adekuat. b. Pada usia 4 tahun anak dapat melompat dan meloncat pada satu kaki, menangkap bola dengan tepat, melempar bola bergantian tangan, berjalan menuruni tangga dengan kaki bergantian. c. Pada usia 5 tahun anak dapat meloncat dan melompat pada kaki bergantian, melempar dan menangkap bola dengan baik, meloncat ke atas, berjalan mundur dengan tumit dan kaki, keseimbangan pada kaki bergantian dengan mata tertutup. 2. Motorik halus a. Pada usia 3 tahun anak mampu membangun menara dari 9 atau 10 kotak, membangun jembatan dengan tiga kotak, secara benar memasukkan biji-bijian dalam botol berleher sempit, menggambar, meniru lingkaran, meniru silangan, menyebutkan apa yang telah digambarkan, tidak dapat menggambar gambargambar tongkat tetapi dapat membuat lingkaran dengan gambaran wajah. b. Pada usia 4 tahun anak mampu menggunakan gunting dengan baik untuk memotong gambar mengikuti garis, dapat memasang sepatu tetapi tidak mampu mengikat talinya, dapat menggambar, menyalin bentuk kotak, menjiplak garis silang dan permata, menambah tiga bagian pada gambar jari. c. Pada usia 5 tahun anak mampu mengikat tali sepatu, menggunakan gunting alat sederhana, atau pensil dengan sangat baik, dalam menggambar, meniru gambar permata dan segitiga, menambahkan tujuh sampai sembilan bagian dari gambar garis, mencetak beberapa huruf, angka, atau kata seperti nama panggilan. 3. Bahasa a. Pada usia 3 tahun anak mempunyai perbendaharaan kata kurang lebih 900 kata, menggunakan bicara telegrafik, menggunakan kalimat lengkap dari 3 sampai 4 kata, bicara tanpa henti tanpa peduli apakah seseorang memperhatikannya, mengulang kalimat dari 6 suku kata, mengajukan banyak pertanyaan. b. Pada usia 4 tahun anak mempunyai perbendaharaan 1500 kata atau lebih, menggunakan kalimat dari empat sampai lima kata, pertanyaan pada puncak, menceritakan cerita dilebihkan-lebihkan, sedikit tidak sopan bila berhubungan 57
dengan anak yang lebih besar, menuruti empat frase preposisi, seperti bawah, atas, samping, belakang, atau depan, menyebutkan satu atau lebih warna. c. Pada usia 5 tahun anak mempunyai perbendaharaan kata kira-kira 2100 kata, menggunakan kalimat dengan enam sampai delapan kata, dengan semua bagian bicara,
menyebutkan
menggambarkan
koin,
gambar
menyebutkan
atau
lukisan
empat
dengan
atau banyak
lebih
warna,
komentar
dan
menyebutkannya satu per satu, mengetahui nama – nama hari dalam seminggu, bulan, dan kata yang berhubungan dengan waktu lainnya, dapat mengikuti tiga perintah sekaligus. 4. Sosialisasi a. Pada usia 3 tahun anak mampu berpakaian sendiri hampir lengkap bila dibantu dengan kancing belakang dan mencocokkan sepatu kanan atau kiri, mengalami peningkatan rentang perhatian, makan sendiri sepenuhnya, dapat menyiapkan makan sederhana, dapat membantu mengatur meja dan dapat mengeringkan piring tanpa pecah, merasa takut, khususnya pada kegelapan dan pergi tidur, mengetahui jenis kelamin sendiri dan jenis kelamin orang lain, permainan paralel dan asosiatif. b. Pada usia 4 tahun anak sangat mandiri, cenderung untuk keras kepala dan tidak sabar, agresif secara fisik serta verbal, mendapat kebanggaan dalam pencapaian, mengalami perpindahan dalam alam perasaan, memamerkan secara dramatis menikmati pertunjukan orang lain, menceritakan cerita keluarga pada orang lain tanpa batasan, masih mempunyai banyak rasa takut, permainan assosiatif, mengkhayalkan teman bermain umum terjadi, menggunakan alat dramatis, imajinatif dan imitatif. c. Pada usia 5 tahun anak kurang memberontak dibandingkan dengan sewaktu berusia 4 tahun, lebih tenang dan berhasrat untuk menyelesaikan urusan, tidak seterbuka dan terjangkau dalam hal pikiran dan perilaku seperti pada tahun-tahun sebelumnya, mandiri tapi tidak dapat dipercaya, mengalami sedikit rasa takut dan mengandalkan otoritas, berhasrat untuk melakukan sesuatu dengan benar dan mudah, menunjukkan sikap lebih baik, memperhatikan diri sendiri, tidak siap untuk berkonsentrasi pada pekerjaan-pekerjaan yang rumit, permainan assosiatif. 5. Kognitif 58
a. Pada usia 3 tahun anak berada dalam fase perseptual, egosentris dalam berfikir dan perilaku, mulai memahami waktu, mengalami perbaikan konsep tentang ruang seperti ditunjukkan dalam pemahaman tentang preposisi dan kemampuan untuk mengikuti perintah langsung, serta mampu memandang konsep dari perspektif yang berbeda. b. Pada usia 4 tahun anak ada pada fase berfikir intuitif, hubungan sebab akibat masih dihubungkan dengan kemungkinan kejadian, memahami waktu dengan lebih baik, tidak mampu mengubah cara, menilai sesuatu menurut dimensinya seperti tinggi, lebar, atau perintah, persepsi segera menunjukkan dominasi penilaian, dapat menghitung dengan benar tetapi konsep matematika terhadap angka buruk, patuh karena orang tua mempunyai batasan bukan karena memahami salah dan benar. c. Pada usia 5 tahun anak mulai mempertanyakan apa yang dipikirkan orangtua dengan membandingkan dengan teman sebaya dan orang dewasa lain, menunjukkan prasangka dan bias dalam dunia luar, lebih mampu memandang perspektif orang lain, tetapi mentoleransi perbedaan daripada memahaminya, mulai menunjukkan pemahaman tentang penghematan angka melalui perhitungan objek tanpa memandang pengaturan, menggunakan kata berorientasi waktu dengan peningkatan pemahaman, sangat ingin tahu tentang informasi faktual mengenai dunia.
I. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Anak Prasekolah Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan antara lain (Soedjiningsih,1995): 1. Faktor Genetik Faktor genetik merupakan modal dasar dalam pencapaian hasil akhir proses tumbuh kembang anak. Gen yang terdapat di dalam nukleus dari telur yang dibuahi pada masa embrio mempunyai sifat tersendiri pada tiap individu. Manifestasi hasil perbedaan antara gen ini dikenal sebagai hereditas. Melalui instruksi genetik yang terkandung di dalam sel telur yang telah dibuahi dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan dan perkembangannya. 2. Faktor Lingkungan
59
a. Faktor prenatal yang meliputi gizi ibu pada waktu hamil, mekanis kehamilan, toksin, endokrin, radiasi, infeksi, stres, imunitas, anoksia embrio. b. Faktor pascanatal meliputi gizi ibu dan anak, penyakit, keadaan sosial ekonomi, serta musim. 3. Faktor psikososial a. Stimulasi, merupakan perangsangan yang datang dari lingkungan luar anak. Stimulasi merupakan hal yang penting dalam tumbuh kembang anak. Anak yang mendapat stimulasi terarah dan teratur akan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang/tidak mendapat stimulasi. Stimulasi juga dapat berfungsi sebagai penguat yang bermanfaat bagi perkembangan anak. Berbagai stimulasi seperti stimulasi visual, verbal, auditif, taktil dll, dapat mengoptimalkan perkembangan anak. b. Motivasi belajar, dapat ditimbulkan sejak dini, dengan memberikan lingkungan yang kondusif untuk belajar. c. Kelompok sebaya, untuk proses sosialisasi dengan lingkungannya anak memerlukan teman sebaya. Tetapi perhatian dari orang tua tetap dibutuhkan untuk memantau dengan siapa anak tersebut bergaul. d. Ganjaran ataupun hukuman yang wajar, jika anak berbuat benar maka wajib kita memberi ganjaran seperti pujian, ciuman, belaian, serta tepuk tangan. Ganjaran tersebut akan menimbulkan motivasi yang kuat bagi anak untuk mengulangi tingkah lakunya. Sedangkan hukuman akan membuat anak tahu mana yang baik dan yang tidak baik. e.
Faktor keluarga meliputi pekerjaan/pendapatan keluarga, pendidikan orang tua, jumlah saudara, jenis kelamin dalam keluarga, stabilitas rumah tangga, kepribadian orang tua, adat istiadat atau norma serta agama.
J. Penilaian Perkembangan Anak Usia Prasekolah Penilaian terhadap perkembangan anak adalah melalui Denver Developmental Screening Test (DDST) / Tes Skrining Perkembangan Menurut Denver . DDST (Denver Developmental Screening Test) adalah salah satu dari metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak, tes ini bukanlah tes diagnostik atau tes IQ. DDST memenuhi semua persyaratan yang diperlukan untuk metode skrining yang baik. Tes ini mudah dan cepat (15-20 menit), dapat diandalkan dan menunjukan validitas 60
yang tinggi. Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan DDST secara efektif 85100% bayi dan anak-anak prasekolah yang mengalami keterlambangan perkembangan (Soetjiningsih, 1998). Frankenburg dkk (1981) mengemukakan 4 parameter perkembangan yang dipakai dalam menilai perkembangan anak balita yaitu: Personal Sosial (kepribadian/ tingkah laku sosial) yaitu aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya; Gerakan Motorik Halus yaitu aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat. Misalnya kemampuan untuk menggambar, memegang sesuatu benda; Bahasa adalah kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan; Perkembangan Motorik Kasar (Gross Motor) adalah aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh. Alat yang digunakan seperti alat peraga: wol merah, kismis/manik-manik, kubus warna merah-hijau-biru, prmainan anak, botol kecil, bola tennis, bel kecil, kertas dan pencil; lembar formulir DDST; buku petunjuk sebagai referensi yang menjelaskan caracara melakukan tes dan cara penilaiannya (Soetjiningsih, 1998). Penilaian sesuai dari buku petunjuk terdapat penjelasan tentang bagaimana melakukan penilaian, apakah lulus (ed = P), gagal (Fail = F) ataukah anak tidak mendapat kesempatan melakukan tugas (No Opportunity = N.O). Kemudian ditarik garis berdasarkan umur kronologis yang memotong garis horizontal tugas perkembangan pada formulir DDST. Setelah itu dihitung pada masing-masing sektor, berapa yang F, selanjutnya berdasarkan pedoman, hasil tes diklasifikasikan dalam: a. Abnormal, bila didapatkan 2 atau lebih keterlambatan pada 2 sektor atau lebih, bila dalam 1 sektor atau lebih didapatkan 2 atau lebih keterlambatan plus 1 sektor atau lebih dengan keterlambatan dan pada sektor yang sama tersebut tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia b. Meragukan (Questionable), bila pada 1 sektor didapatkan 2 keterlambatan atau lebih, bila pada 1 sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan dan pada sector yang sama tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia. c. Tidak dapat dites (Untestable). 61
DEPARTEMEN KEPERAWATAN JIWA
A. DEFISIT PERAWATAN DIRI 1) DEFINISI Defisit Perawatan Diri adalah Tidak mampu melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri (SDKI, 2016). 2) TANDA GEJALA (SDKI, 2016) -
Menolak melakukan perawatan diri
-
Tidak mampu mandi/ mengenakan pakaian/ makan/ ke toilet/ berhias secara mandiri
-
Minat melakukan perawatan diri kurang
3) STRATEGI PELAKSANAAN SP I PASIEN -
Mengidentifikasi masalah perawatan diri: kebersihan diri, berdandan, makan/ minum, BAK/BAB
-
Menjelaskan pentingnya kebersihan diri
-
Menjelaskan cara dan alat kebersihan diri
-
Membantu pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
-
Menganjurkan pasien memasukkan pada jadwal kegiatan harian
SP II PASIEN -
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
-
Menjelaskan cara makan yang baik
-
Membantu pasien mempraktekkan cara makan yang baik
-
Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP III PASIEN -
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
-
Menjelaskan cara eliminasi yang baik
-
Membantu pasien mempraktekkan cara eliminasi yang baik
-
Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
62
4) TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK) TAK yang digunakan untuk pasien dengan Defisit Perawatan Diri adalah (Budiana Keliat, 2009): Stimulasi Persepsi : Perawatan Diri a. Sesi 1 : Manfaat perawatan diri b. Sesi 2 : Menjaga kebersihan diri c. Sesi 3 : Tata cara makan dan minum d. Sesi 4 : Tata cara eliminasi e. Sesi 5 : Tata cara berhias
63
B. GANGGUAN PERSEPSI SENSORI/ HALUSINASI 1) DEFINISI Gangguan Persepsi Sensori adalah perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal maupun eksternal yang disertai dengan respon yang berkurang, berlebihan atau terdistorsi (SDKI, 2016). 2) TANDA GEJALA (SDKI, 2016) -
Mendengar suara bisikan atau melihat bayangan
-
Merasakan sesuatu melalui panca indera perabaan, penciuman, penglihatan atau pengecapan
-
Menyatakan kesal
-
Bersikap seolah melihat, mendengar, mengecap, meraba atau mencium sesuatu
-
Menyendiri
-
Melamun
-
Melihat ke satu arah
-
Mondar mandir
-
Bicara sendiri
3) STRATEGI PELAKSANAAN SP I PASIEN -
Mengidentifikasi penyebab halusinasi
-
Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien
-
Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
-
Mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasi
-
Mengajarkan pasien cara menghardik halusinasi
-
Menganjurkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian
SP II PASIEN -
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
-
Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur
-
Menganjurkan pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian
SP III PASIEN -
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
64
-
Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain
-
Menganjurkan pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian
SP IV PASIEN -
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
-
Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan yang biasa dilakukan pasien
-
Menganjurkan pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian
4) TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK/ TAK TAK yang dapat dilakukan pada pasien dengan gangguan persepsi sensori/ halusinasi adalah (Budiana Keliat, 2009): a. TAK Orientasi Realita 1. Sesi 1 : Pengenalan orang 2. Sesi 2 : Pengenalan tempat 3. Sesi 3 : Pengenalan waktu b. TAK Stimulasi Persepsi 1. Sesi 1 : Mengenal halusinasi 2. Sesi 2 : Mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat 3. Sesi 3 : Mengontrol halusinasi dengan menghardik 4. Sesi 4 : Mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan 5. Sesi 5 : Mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain
65
C. HARGA DIRI RENDAH I.
HARGA DIRI RENDAH KRONIS
1) DEFINISI Harga Diri Rendah Kronis adalah Evaluasi atau perasaan negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan klien seperti tidak berarti, tidak berharga, tidak berdaya yang berlangsung dalam waktu lama dan terus-menerus (SDKI, 2016). 2) TANDA GEJALA (SDKI, 2016) -
Menilai diri negatif (mis. tidak berguna, tidak tertolong)
-
Merasa malu/ bersalah
-
Merasa tidak mampu melakukan apapun
-
Merasa tidak memiliki kelebihan atau kemampuan positif
-
Enggan mencoba hal baru
-
Postur tubuh menunduk
-
Mengungkapkan keputusasaan
-
Berbicara pelan dan lirih
-
Sulit membuat keputusan
II. HARGA DIRI RENDAH SITUASIONAL 1) DEFINISI Harga Diri Situasional adalah Evaluasi atau perasaan negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan klien sebagai respon terhadap situasi saat ini (SDKI, 2016). 2) TANDA GEJALA (SDKI, 2016) -
Menilai diri negatif (mis. tidak berguna, tidak tertolong)
-
Merasa malu/ bersalah
-
Postur tubuh menunduk
-
Berbicara pelan dan lirih
-
Sulit membuat keputusan
-
Menolak berinteraksi dengan orang lain
3) STRATEGI PELAKSANAAN HDR SP I PASIEN -
Membina hubungan saling percaya
-
Mengidentifikasi kemmapuan dan aspek positif yang dimiliki pasien
-
Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih dapat digunakan 66
-
Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan pasien
SP II PASIEN -
Melatih pasien sesuai kemampuan yang dipilih
-
Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien
-
Menganjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan harian pasien
SP III PASIEN -
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
-
Melatih kemampuan kedua
-
Menganjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan harian
4) TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK/ TAK TAK yang dilakukan pada pasieng dengan HDR adalah (Budiana Keliat, 2009): Stimulasi Persepsi a. Sesi 1 : Mengidentifikasi hal positif b. Sesi 2 : Melatih positif diri
67
D. ISOLASI SOSIAL 1) DEFINISI Isolasi Sosial adalah Ketidakmampuan untuk membina hubungan yang erat, hangat, terbuka dan interdependen dengan orang lain (SDKI, 2016). 2) TANDA GEJALA (SDKI, 2016) -
Merasa ingin sendirian
-
Merasa tidak aman ditempat umum
-
Merasa berbeda dengan orang lain
-
Menarik diri
-
Tidak berminat/ menolak berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan
-
Tidak ada kontak mata
-
Afek datar, sedih
3) STRATEGI PELAKSANAAN SP I PASIEN -
Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien
-
Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain
-
Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
-
Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan orang lain
-
Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan harian berbincang-bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian
SP II PASIEN -
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
-
Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan orang lain
-
Membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan oran lain sebagai salah satu kegiatan harian
SP III PASIEN -
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
-
Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan berkenalan dengan dua orang atau lebih
-
Menganjurkan pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian
68
4) TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK/ TAK TAK ysng dilakukan pada pasien dengan Isos adalah (Budiana Keliat, 2009) : Sosialisasi a. Sesi 1 : Kemampuan memperkenalkan diri b. Sesi 2 : Kemampuan berkenalan c. Sesi 3 : Kemampuan bercakap-cakap d. Sesi 4 : Kemampuan bercakap-cakap topik tertentu e. Sesi 5 : Kemampuan bercakap-cakap masalah pribadi f. Sesi 6 : Kemampuan bekerja sama g. Sesi 7 : Evaluasi Kemampuan sosialisasi
69
E. PERILAKU KEKERASAN 1) DEFINISI Perilaku Kekerasan adalah Kemarahan yang diekspresikan secara berlebihan dan tidak terkendali secara verbal sampai dengan mencederai orang lain dan/ atau merusak lingkungan (SDKI, 2016). 2) TANDA GEJALA (SDKI, 2016) -
Mengancam
-
Mengumpat dengan kata-kata kasar
-
Suara keras
-
Bicara ketus
-
Menyerang orang lain
-
Melukai diri sendiri/ orang lain
-
Merusak lingkungan
-
Perilaku agresif/ amuk
-
Mata melotot/ pandangan tajam
-
Tangan mengepal
-
Rahang mengatup
-
Postur tubuh kaku
3) STRATEGI PELAKSANAAN SP I PASIEN -
Mengidentifikasi penyebab PK
-
Mengidentifikasi tanda gejala PK
-
Mengidentifikasi PK yang dilakukan
-
Mengidentifikasi akibat PK
-
Menyebutkan cara mengontrol PK
-
Membantu pasien mempraktekkan latihan cara mengontrol fisik I dan fisik II
-
Menganjurkan pasien memasukkan kedalam kegiatan harian
SP II PASIEN -
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
-
Menjelaskan cara mengontrol PK dengan minum obat
-
Menganjurkan pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian
70
SP III PASIEN -
Mengevaluasi jadwal kegiatan pasien
-
Melatih pasien mengontrol PK dengan cara verbal
-
Menganjurkan memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian
SP IV PASIEN -
Mengevaluasi jadwal kegiatan pasien
-
Melatih pasien mengontrol PK dengan cara spiritual
-
Menganjurkan memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian
4) TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK/ TAK TAK ysng dilakukan pada pasien dengan PK adalah (Budiana Keliat, 2009): Stimulasi Persepsi a. Sesi 1 : Mengenal PK yang biasa dilakukan b. Sesi 2 : Mencegah PK fisik c. Sesi 3 : Mencegah PK dengan patuh minum obat d. Sesi 4 : Mencegah PK sosial e. Sesi 5 : Mencegah PK spiritual
71
F. RESIKO BUNUH DIRI 1) DEFINISI Resiko Bunuh Diri adalah Beresiko melakukan upaya menyakiti diri sendiri untuk mengakhiri kehidupan (SDKI, 2016). 2) TANDA GEJALA (SDKI, 2016) -
Mengatakan hidupnya tidak berguna lagi
-
Ingin mati
-
Menyatakan pernah mencoba bunuh diri
-
Mengatakan bosan hidup
-
Ada bekas percobaan bunuh diri
3) STRATEGI PELAKSANAAN SP I PASIEN -
Mengidentifikasi benda-benda yang dapat membahayakan pasien
-
Mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan pasien
-
Mengajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri
-
Melatih cara mengendalikan dorongan bunuh diri
SP II PASIEN -
Mengidentifikasi aspek positif pasien
-
Mendorong pasien untuk berpikir positif terhadap diri
-
Mendorong pasien untuk menghargai diri sebagai individu yang berharga
SP III PASIEN -
Mengidentifikasi pola koping yang biasa diterapkan pasien
-
Menilai koping yang biasa dilakukan
-
Mendorong pasien memilih pola koping yang konstruktif
-
Menganjurkan pasien menerapkan pola koping konstruktif kedalam kegiatan harian
SP IV PASIEN -
Membuat rencana masa depan yang realistis bersama pasien
-
Nengidentifikasikan cara mencapai rencana masa depan yang realistis
-
Memberi dorongan pasien melakukan kegiatan dalam rangka meraih masa depan yang realistis
72
4) TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK/ TAK TAK yang dilakukan pada pasien dengan resiko bunuh diri adalah (Budiana Kelioat, 2009): a. Stimulasi persepsi 1. Sesi 1 : Identifikasi hal positif 2. Sesi 2 : Melatih positif pada diri b. Sosialisasi 1. Sesi 1 : Kemampuan memperkenalkan diri 2. Sesi 2 : Kemampuan berkenalan 3. Sesi 3 : Kemampuan bercakap-cakap 4. Sesi 4 : Kemampuan bercakap-cakap topik tertentu 5. Sesi 5 : Kemampuan bercakap-cakap masalah pribadi 6. Sesi 6 : Kemampuan bekerja sama 7. Sesi 7 : Evaluasi Kemampuan sosialisasi
73
G. WAHAM 1) DEFINISI Waham adalah Keyakinan yang keliru tentang isi pikiran yang dipertahankan secara kuat atau terus menerus namun tidak sesuai dengan kenyataan (SDKI, 2016). 2) TANDA GEJALA (SDKI, 2016) -
Mengungkapkan isi waham
-
Merasa curiga
-
Isi pikir tidak sesuai realita
-
Merasa orang hebat
-
Merasa sudah mati
-
Wajah tegang
3) STRATEGI PELAKSANAAN SP I PASIEN -
Membantu orientasi realita
-
Mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
-
Membantu pasien memenuhi kebutuhannya
-
Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP II PASIEN -
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
-
Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur
-
Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP III PASIEN -
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
-
Berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki
-
Melatih kemampuan yang dimiliki
4) TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK/ TAK TAK yang dilakukan pada pasien dengan waham adalah (Budiana Keliat, 2009): a. Orientasi realita 1. Sesi 1 : Pengenalan orang 2. Sesi 2 : Pengenalan tempat 3. Sesi 3 : Pengenalan waktu 74
b. Sosialisasi 1. Sesi 1 : Kemampuan memperkenalkan diri 2. Sesi 2 : Kemampuan berkenalan 3. Sesi 3 : Kemampuan bercakap-cakap 4. Sesi 4 : Kemampuan bercakap-cakap topik tertentu 5. Sesi 5 : Kemampuan bercakap-cakap masalah pribadi 6. Sesi 6 : Kemampuan bekerja sama 7. Sesi 7 : Evaluasi Kemampuan sosialisasi
75
H. 3 MACAM PERILAKU BUNUH DIRI Berdasarkan besarnya kemungkinan pasien melakukan bunuh diri, terdapat 3 macam perilaku bunuh diri, yakni sebagai berikut (Budiana Keliat, 2009): a. Isyarat Bunuh Diri Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan, “Tolong jaga anak-anak saya karena saya akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya”. Dalam kondisi ini pasien mungkin sudah mempunyai ide untuk mengakhiri hidupnya, tetapi tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. b. Ancaman Bunuh Diri Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk mati disertai oleh rencana mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melakukan rencana tsb. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh diri, tetapi tidak disertai dengan percobaan bunuh diri. c. Percobaan Bunuh Diri Tindakan pasien mencederai atau melukai untuk mengakhiri hidupnya. Pada kondisi ini pasien aktif mencoba bunuh diri.
I. RENTANG RESPON KEMARAHAN: Respon marah dibagi menjadi 5 yaitu (Iyus yosep, 2011): 1. Assertion/ Asertif Kemarahan/ rasa tidak setuju yang dinyatakan atau diungkapkan tanpa menyakiti orang lain akan memberi kelegaan pada individu dan tidak akan menimbulkan masalah. 2. Frustasi Respons yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena yang tidak realistis. Individu tidak mampu mengungkapkan perasaan dan terlihat pasif. 3. Pasif Individu tidak mampu mengungkapkan perasaannya, klien tampak pemalu, pendiam, sulit diajak bicara karena rendah diri dan merasa kurang mampu. 76
4. Agresif Perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk dekstruktif dan masih terkontrol. 5. Ngamuk Perasaan marah dan bermusuhan kuat disertai kehilangan kontrol diri. Individu dapat merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
J. KLASIFIKASI TINGKAT KECEMASAN Klasifikasi Tingkat Kecemasan Ada 4 Tingkat kecemasan, yaitu ringan, sedang, berat dan panik (Townsead, 1996): 1. Kecemasan Ringan Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi. 2. Kecemasan Sedang Memungkinkan seseorang untuk
memusatkan pada masalah yang penting dan
mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu, kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung dan pernapasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dan volume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajr, namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah ansietas, mudah tersinggung, tidak sabar, mudah lupa, marah dan menangis. 3. Kecemasan Berat Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada suatu area yang lain. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, saakit kepala, nausea, tidak dapat tidur (insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit, tidak mau
77
belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi. 4. Panik Panik berhubungan dengan terpengarah, ketakutan dan teror karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan ini adalah susah bernapas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat, diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat berespon terhadap perintah yang sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan delusi.
K. MACAM-MACAM WAHAM 1. Waham Kebesaran Individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh: “Saya ini pejabat di Kementrian Semarang!” “Saya punya perusahaan paling besar lho”. 2. Waham Agama Individu memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Contoh: “Saya adalah Tuhan yang bisa menguasai dan mengendalikan semua makhluk” 3. Waham Somatik Individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu atau terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Contoh: “Saya menderita kanker.” Padahal hasil pemeriksaan lab tidak ada sel kanker pada tubuhnya. 4. Waham Nihilistik Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/ meninggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Contoh: 78
“Ini saya berada di alam kubur ya, semua yang ada disini adalah roh-rohnya”. “Saya sudah mati, dan sekarang hidup kembali”. 5. Waham Curiga Individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan/ mencederai dirinya dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh: “Saya tahu seluruh keluarga saya ingin menghancurkan hidup saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya” “Banyak Polisi mengintai saya, tetangga saya ingin menghancurkan hidup saya, suster akan meracuni makanan saya”. 6. Waham Siar Pikir Keyakinan klien bahwa orang lain mengetahui apa yang dia pikirkan walaupun dia tidak pernah menyatakan pikirannya kepada orang tersebut. 7. Waham Kontrol Pikir Keyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol oleh kekuatan diluar dirinya.
L. KOMUNIKASI TERAPEUTIK Komunikasi Terapeutik adalah Komunikasi yang dilakukan antara Perawat dengan Pasien, Perawat dengan Tenaga Kesehatan, Perawatan dengan Keluarga Pasien atau siapa saja yang memberikan efek terapi, penyembuhan dan bermanfaat bagi Pasien. Ada 4 Fase Komunikasi Terapeutik: 1. Fase Pra Interaksi
Perawat menyiapkan diri sebelum bertemu dengan pasien
Perawat belum bersentuhan langsung dengan pasien
Biasanya di soal Data Fokusnya “Perawat mempersiapkan alat, persiapan diri, mengkaji diri sebelum berhadapan dengan pasien”.
2. Fase Orientasi/ Perkenalan
Perawat langsung berhadapan dengan pasien dengan meningkatkan dalam membina hubungan saling percaya agar terjalin komunikasi yang baik antara perawat dan pasien 79
Pada soal Data Fokusnya, Perawat menanyakan nama pasien, perkenalan dengan pasien. (“ Siapa namanya, senang dipanggil apa?), (“Nama saya perawat....., saya senang dipanggil.....”).
3. Fase Kerja/ Interaksi
Perawat mulai melakukan tindakan sesuai dengan SP nya
Perawat sudah mulai komunikasi menayakan masalah pasien
4. Fase Terminasi
Perawat menilai sejauh mana pencapaian yang dilakukan terhadap pasien
Perawat menilai kriteria-kriteria tertentu yang dilakukan pada tindakan yang diberikan kepada pasien
Perawat melakukan kontrak kerja untuk kapan, dimana bertemu lagi dengan pasien.
Terakhir adalah Dokumentasi.
M. MEKANISME PERTAHANAN EGO ATAU DIRI Mekanisme pertahanan ego/diri, pada manusia merupakan sebuah senjata tersembunyi yangdimiliki, dan siap digunakan jika ego/diri terasa terancam. Menurut teori psikoanalisa mekanisme pertahanan diri membantu individu mengatasi kecemasan dan mencegah terlukanya ego. Mekanisme pertahanan diri ini tidak selalu negatif dan patologis tetapi bisa sebagai cara satu cara penyesuaian diri untuk menghadapi suatu kenyataan. Mekanisme-mekanisme pertahanan ini digunakan oleh individu tergantung pada taraf perkembangan dan derajat kecemasan yang dialaminya. Mekanisme-mekanisme pertahanan memiliki dua ciri
yaitu “menyangkal atau
mendistorsi dan beroperasi pada taraf ketidaksadaran manusia”. Dibawah ini contoh-contoh mekanisme pertahanan diri (defend mechanism) yang biasa dilakukan individu: 1. Penyangkalan Penyangkalan adalah pertahanan melawan kecemasan “menutup mata (purapura tidak melihat)” terhadap sebuah kenyataan yang mengancam. Individu menolak sejumlah aspek kenyataa yang membangkitkan kecemasan.
80
Kecemasan atas kematian orang yang dicintai misalnya, dimanifestasikan oleh penyangkalan terhadap fakta kematian. Dalam peristiwa-peristiwa trags seperti perang atau bencana-bencana lainnya, orang-orang sering melakukan penyangkalan terhadap kenyataan-kenyataan yang menyakitkan untuk diterima. 2. Proyeski Proyeksi adalah mengalamatkan peristiwa-peristiwa tertentu yang tidak bisa diterima oleh ego kepada orang lain. Seseorang melihat pada diri orang lain hal-hal yang tidak disukai dan ia tidak bisa menerima adanya hal-hal itu pada diri sendiri. Jadi, dengan proyeksi, seseorang akan mengutuk orang lain karena kejahatannya dan menyangkal memiliki dorongan jahat seperti itu. Untuk menghindari kesakitan karena mengakui bahwa di dalam dirinya terdapat dorongan yang dianggapnya jahat, ia memisahkan diri dari kenyataan ini. 3. Fiksasi Fiksasi maksudnya adalah terpaku pada tahap-tahap perkembangan yang lebih awal karena mengambil langkah ketahap selanjutnya bisa menimbulkan kecemasan. Anak yang terlalu bergantung menunjukkan pertahanan berupa fiksasi, untuk menghadapi kecemasan anak, hal ini dapat menghambat anak dalam belajar mandiri. Regresi adalah melangkah mundur ke fase perkembangan lebih awal yang tuntutan- tuntutannya tidak terlalu besar. Contohnya, seorang anak yang takut sekolah memperlihatkan tingkah laku infantile seperti menangis, mengisap ibu jari, bersembunyi dan menggantungkan diri pada guru. 4. Rasionalisasi Rasionalisasi adalah menciptakan alasan-alasan yang “baik/benar” guna menghindari ego yang terluka memalsukan diri sehingga kenyataan yang mengecewakan menjadi tidak begitu menyakitkan. Orang yang tidak memperoleh kedudukan mengemukakan alasan, mengapa dia begitu senang tidak memperoleh kedudukan sesungguhnya yang diinginkannya. Atau seorang pemuda yang ditinggalkan kekasihnya, guna menyembuhkan egonya yang terluka ia menghibur diri bahwa sigadis tidak berharga dan bahwa dirinya memang akan menendangnya.
81
5. Sublimasi Sublimasi adalah menggunakan jalan keluar yang lebih tinggi atau yang secara sosial lebih dapat diterima bagi dorongan-dorongannya. Contohnya, dorongan agresif yang ada pada seseorang disalurkan kedalam aktivitas bersaing di bidang olahraga sehingga dia menemukan jalan bagi pengungkapan jalan agresifnya, dan sebagai tambahan dia bisa memperoleh imbalan apabila berprestasi dibidang olahraga itu. 6. Displacement Displacement adalah mengarahkan energy kepada objek atau orang lain apabila objek asal atau orang yang sesungguhnya, tidak bisa dijangkau. Seorang anak yang ingin menendang orangtuanya dialihkan kepada adiknya dengan menendangnya atau membanting pintu. 7. Represi Represi adalah melupakan isi kesadaran yang traumatis atau yang bisa membangkitkan kecemasan mendorong kenyataan yang tidak diterima kepada ketidaksadaran, atau menjadi tidak menyadari hal-hal yang menyakitkan. Represi merupakan salah satu konsep Freud yang paling penting, yang menjadi basis bagi banyak pertahanan ego lainnya dan bagi gangguan- gangguan neurotic. 8. Formasi Reaksi Formasi reaksi adalah melakukan tindakan yang berlawanan dengan hasrathasrat tak sadar jikaperasaan-perasaan yang lebih dalam menimbulkan ancaman, maka seseorang menampilkan tingkah laku yang berlawanan guna menyangkal perasaan-perasaan yang bisa menimbulkan ancaman itu. Contohnya seorang ibu yang memiliki perasaan menolak terhadap anaknya, karena adanya perasaan berdosa, ia menampilkan perasaan yang berlawanan yakni
terlalu melindunginya atau “terlalu mencintainya”. Orang yang menunjukkan
sikap yang menyenangkan yang berlebihan atau terlalu baik boleh jadi berusaha menutupi kebencian dan perasaan-perasaan negatifnya. Reaksi formasi ini melakukan kebalikan dari ketaksadaran, pikiran, dan keinginan-keinginan yang tidak dapat diterima (Poduska, 2000:121). Reaksi formasi ini melakukan perbuatan yang sebaliknya, apabila perbuatan yang pertama itu, bisa menimbulkan kecemasan yang mengancam dirinya.
82
N. PROSES BERDUKA 1. TAHAP
DENIAL
(PENYANGKALAN,
PENOLAKAN,
MENGINGKARI
KENYATAAN) CONTOH : “tidak mungkin, berita itu tidak benar. Saya tidak percaya suami saya pasti nanti kembali” 2. TAHAP ANGER (MARAH) CONTOH: “saya benci dia karena...,” ini terjadi karena dokter tidak sungguhsungguh dalam pengobatannya”. 3. TAHAP BERGAINING (TAWAR MENAWAR, PENUNDAAN REALITA KEHILANGAN CONTOH: “kalau saja saya yang sakit, bukan anak saya” “kenapa saya ijinkan pergi, kalau saja dia dirumah ia tidak akan kena musibah ini” “seandainya saya hati-hati, pasti ini tidak akan terjadi” 4. TAHAP DEPRESI CONTOH: “biarkan saya sendiri” “tidak usah bawah saya kerumah sakit, sudah nasib saya” 5. TAHAP ACCEPTANCE (MENERIMA) “ya sudah saya ikhlaskan dia pergi”
O. GANGGUAN KONSEP DIRI 1. Gangguan Citra tubuh / gambaran diri Perubahan persepsi tentang penampilan, struktur dan fungsi fisik individu .
Kehilangan/kerusakan bagian tubuh (anatomi dan fungsi).
Perubahan ukuran, bentuk, dan penampilan tubuh (akibat tumbuh kembang atau penyakit).
Proses penyakit dan dampaknya terhadap struktur dan fungsi tubuh.
Proses pengobatan, seperti radiasi dan kemoterapi.
83
Contoh :
Jika pasien sudah mengatakan saya malu lihat diri saya sekarang. Saya benar – benar tidak menerima ini, kenapa dengan saya dan semua ini ? ini biasanya pada pasien kehilangan anggota badan,atau setelah di operasi atau amputasi di bagian tubuhnya.
Jika ada pasien mengatakan saya malu dengan tubuh saya yang gemuk ini dan saya minder untuk mendapatkan pasangan.
2. Harga diri Perasaan negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan klien seperti tidak berharga, tidak berdaya yang berlangsung dalam waktu lama.
Penolakan
Kurang penghargaan.
Pola asuh overprotektif, otoriter, tidak konsisten, terlalu dituruti, terlalu dituntut.
Persaingan antara keluarga
Kesalahan dan kegagalan berulang.
Tidak mampu mencapai standar.
Contoh : Saya tidak berguna, saya malu, saya tidak tidak ada apa – apanya, saya paling bodoh dikelas lain. 3. Ideal diri Ketidakmampuan mempertahankan persepsi diri yang utuh dan komplet, bagaimana dirinya berperilaku dan bertindak standar, aspirasi, tujuan dan personal tertentu.
Cita-cita yang terlalu tinggi.
Harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Ideal diri samar atau tidak jelas.
Contoh : Seorang siswa SMA yang berkeinginan melanjutkan kuliah namun orangtuanya menyuruh menikah tapi siswa tetap dengan pendiriannya untuk kuliah di kampus favorit.
84
Contoh : Seorang perempuan mengikuti kontes pencarian bakat dan dia percaya bisa mengalahkan semua kontestan dan menjdi juara akan tetapi dia tidak lolos karena tidak memenuhi syarat. 4. Penampilan peran tidak efektif / gangguan fungsi peran Pola perilaku yang berubah dan tidak sesuai dengan harapan, norma, dan lingkungan.
Stereotipe peran seks.
Tuntutan peran kerja.
Harapan peran kultural.
Contoh : Pasien yang tadinya akif bekerja, tiba – tiba terserang penyakit dan pergerakan terbatas, ini akan berpengaruh sebagai kepala rumah tangga. Contoh : Pasien DM yang mengalami luka tak kunjung sembuh dan perannya sebagai pekerja di sawah menjadi terhenti/ ke kantor / pedagang dll. 5. Gangguan identitas diri Tidak mampu mempertahankan keutuhan persepsi terhadap identitas diri.
Ketidakpercayaan orang tua.
Tekanan dari teman sebaya.
Perubahan struktur sosial.
Contoh : Pasien menunukkan hal - hal yang bertentangan dengan jati dirinya atau menyerupai sifat karakter yang bukan identitasnya. Contoh laki – laki yang menyerupai seorang perempuan. Contoh : Seorang perempuan merasa gagal menjadi seorang istri dan tidak bisa melayani suaminya.
85
DEPARTEMEN KEPERAWATAN GADAR
A. LABEL TRIASE 1. Hitam/ Deceased : Korban meninggal atau tidak bernafas meskipun jalan nafas sudah dibebaskan, korban meninngal dibiarkan di tempat kejadian dan diangkat belakangan setelah semuanya tertolong. 2. Merah/ Immediate/ Prioritas 1 Evakuasi : Korban dengan luka yang mengancam nyawa dan segera membutuhkan perawatan lanjut atau tindakan operasi sesegera mungkin dibawah 1 jam dari waktu kejadian. 3. Kuning/ Delayed/ Prioritas 2 evakuasi : Korban dalam kondisi stabil, tapi tetap memerlukan perawatan lebih lanjut 4. Hijau/ Minor/ Prioritas 3 evakuasi :Pasien dengan luka yang merlukan pertolongan dokter tapi bisa ditunda beberapa jam atau hari.
B. GCS (E4, V5, M6) EYE 4 : Membuka mata spontan 3 : Membuka mata dengan rangsangan suara 2 : Membuka mata dengan rangsangan nyeri 1 : Tidak ada respon VERBAL 5 : Orientasi bagus 4 : Bingung, berbicara mengacau (sering bertanya berulang-ulang, Disorientasi) 3 : kata-kata tidak jelas 2 : Mengerang (suara tanpa arti) 1 : Tidak ada respon MOTORIK 6 : Mengikuti perintah 5 : Melokalisir/ menepis nyeri 4 : Menghindari nyeri 3 : Fleksi abnormal 2 : Ekstensi abnormal 86
1 : Tidak ada respon Kesimpulan: 1.
Composmentis : 14 - 15
2.
Apatis
: 12 - 13
3.
Delirium
: 10 - 11
4.
Somnolen
:7-9
5.
Stupor
:4-6
6.
Coma
:3
C. TINGKAT KESADARAN Coma :
Keadaan tidak sadar yang terendah. Tidak ada respon sedikitpun
Stupor:
Keadaan tidak sadar menyerupai koma, tetapi respon terhadap rangsangan nyeri masih ada, refleks tendon dapat ditimbulkan
Delirium :
Keadaan kacau motorik yang sangat memberontak, berteriak-teriak dan tidak sadar terhadap orang lain, tempat dan waktu
Somnolen / letargi :
Pasien dapat dibangunkan dengan rangsangan dan akan membuat respon motorik dan verbal yang layak. Pasien akan cepat tertidur lagi bila rangsangan dihentikan
Apatis :
Pasin tampak segan berhubungan dengan sekitarnya, tampak acuh tak acuh
Compos mentis :
Sadar sepenuhnya, dapat menjawab pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya
D. PENANGANAN TRAUMA 1. Penanganan trauma a. Danger Aman diri = APD Aman lingkungan 87
Aman pasien b. Respon Alert Verbal Pain Unrespon
2. Primary survey Airway a) Suction = Gargling, lama tindakan 10 – 15 detik. Soft tip Untuk penghisapan caian Rigid tip Untuk darah yang mengumpal
b) Snoring = pangkal lidah jatuh kebelakang OPA, dilakukan pada pasien tdk sadar NPA, dilakukan pada pasien sadar dan ada reflek muntah
c) NEEDLE CRICOTIROIDOTOMI Dilakukan pada membrane kricotiroid, IV catheter no. 12/14 dengan spuit 10 cc
d) Fraktur fremur Dilakukan logroll, 4 penolong
e) JAW THRUST Dilakukan pada pasien yang curiga trauma servical, multiple trauma, jejas di atas clavicula, raccoon eye
88
f) NECK CHOLAR Beathel sign, jejas muka, rinorhea
g) HEAD TILT CHIN LIFT Dilakukan pada pasien non trauma
h) BACK BLOW untuk bayi atau anak Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak efektif atau berhenti, lakukan back blow 5 kali (hentakan keras pada punggung korban di titik silang garis antar belikat dengan tulang punggung/vertebrae)
i) Abdominal Thrust(Manuver Heimlich) pada posisi berdiri atau duduk Caranya : penolong harus berdiri di belakang korban, lingkari pinggang korban dengan kedua lengan penolong, kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi jempol tangan kepalan pada perut korban, sedikit di atas pusar dan di bawah ujung tulang sternum. Pegang erat kepalan tangan dengan tangan lainnya. Tekan kepalan tangan ke perut dengan hentakan yang cepat ke atas. Setiap hentakan harus terpisah dan gerakan yang jelas.
89
Breathing a. Masalah oksigenasi a) Nasal kanul Aliran oksigen 1 – 6 liter/menit Saturasi oksigen 95 – 100 % b) RM Aliran oksigen 6 – 10 liter/menit Saturasi oksigen 90 – 94 % Tidak ada katub c) NRM Aliran oksigen 10 – 12 liter/menit Saturasi oksigen 85 % Ada katub
Masalah yang sering muncul : a) Open pneumothorax Nyeri pada lokasi yang cidera Napas pendek Terdengar suara bubbling Penutupan luka dilakukan dengan memakai Kassa 3 sisi b) Tension pneumothorax Trauma tembus atau benda tajam Dispnea Suara napas berkurang atau hilang pada sisi yang cidera Distensi vena dan distensi trachea Penanganannya dengan needle thorakosintesis mid II kavicula c) Flail chest Perkembangan dada tidak simetris Fraktur iga 2 – 3 90
d) Hematothorax massif Adanya darah dalam rongga pleura Pekak Penanganannya WSD e) Tamponade jantung Jvp melemah Bunyi jantung melemah Penanganannya Perikardiosintesis
Circulation : Hentikan perdarahan external Jika px transfuse darah maka, Hb normal 10 Rumusnya : PRC = Hb normal – Hb sekarang x bb x 3 WBC = Hb normal – Hb sekarang x bb x 6 HB NORMAL : 10 BERLAKU UNTUK LAKI-LAKI & PEREMPUAN Pasang infuse 2 jalur
Disability: Pupil GCS
KLASIFIKASI CIDERA KEPALA
CKB = GCS 3 – 8 = KOMA
CKS = 9 – 13 = CONFUS, LETARGI, STUPOR
CKR = 14 – 15 = SADAR PENUH
NOTE:
Pasien henti napas henti jantung RJP dewasa 30 : 2, keceptan kompresi 100 – 120x/menit, RJP bayi 15 : 1
Ada nadi tidak ada napas, rescued breathing / napas buatan per 6 detik. 91
Exposure: Gunting baju Hipotermi, selimuti
Folley catheter: Pasang catheter urine Rumus output urine ½ - 1 cc/Kg BB/jam IWL = 10 x bb(kg) /24 jam, 15 x bb(kg)/24 jam
3. Secondary survey Anamnesa Alergi Medication Post illness Last meal Event Pemeriksaan fisik Head to toe vital sign
E. CAB (AHA, 2010)
3 A (Penolong, Pasien, Lingkungan)
CEK KESADARAN (Nyeri, Panggilan, Pukulan)
PANGGIL BANTUAN
CEK NADI KAROTIS
30 KOMPRESI DADA
-
3 Jari Diatas Px
-
Kedalaman 4-5 Cm
-
5 Siklus (30:2)
2 VENTILASI Berhenti Jika: Ada Ragsangan, Mati Biologis, Bantuan Datang
RECOVERY BREATHING 10 Kali Dalam 2 Menit
RECOVERY POSITION (Posisi Mantap) 92
F. PERHITUNGAN LUKA BAKAR (Rule of 9)
Untuk orang DEWASA: Kepala dan leher : 9 Dada : 9 Perut : 9 Bokong : 9 Punggung : 9 Lengan dan tangan kanan : 9 Lengan dan tangan kiri : 9 Paha kanan : 9 Pahan kiri : 9 Betis-kaki kanan : 9 Betis-kaki kiri :9 Genitalia :1
UNTUK ANAK : Kepala dan leher :18 Ekstremitas kanan : 9 Ekstremitas kiri : 9 Perut dan dada :18 Punggung :18 Ekstremitas bawah kanan :14 Ekstremitas bawah kiri : 14 93
G. MEKANISME PENATALAKSANAAN PADA PASIEN LUKA BAKAR 1. Amankan pasien 2. Menghentikan proses pembakaran untuk mencegah terjadinya kerusakan jaringan (stop the burning process) 3. Penilaian primer (perhatian terbesar tertuju pada saluran nafas (airway), termasuk mendeteksi adanya tanda-tanda cidera inhalasi)
H. RESUSITASI CAIRAN UNTUK LUKA BAKAR (DEWASA) RUMUS: RL = 4 cc x BB x % Luka bakar 8 Jam pertama berikan setengah kebutuhan cairan I. RESUSITASI CAIRAN UNTUK LUKA BAKAR (ANAK) Rumus: RL = 2 cc x BB x % Luka bakar
J. BASIS CRANI’I
Rhinorea (keluar darah dari hidung)
Ottorhea (keluar darah dari telinga)
Doll eyes (lebam kelopak mata)
Kebiruan dibelakang telinga
K. MASALAH SUMBATAN JALAN NAPAS
Gurgling = bunyi kumur-kumur cairan Tindakan = finger sweep, suction, miringkan pasien untuk mengeluarkan cairan
Snoring = mengorok, lidah jatuh ke belakang Tindakan = chin lift, jaw trust, pasang opa, npa, ett
Stridor = sumbatan anatomis Tindakan : intubasi, needle krikotiroidotomi, trakeostomi
Wheezing Tindakan : Nebulizer/ mukolitik 94
Ronchi Tindakan : batuk efektif/ fisioterapi dada
L. PENANGANAN PASIEN TERSEDAK
Back blow : untuk anak tersedak
Chest thrust : untuk wanita hamil
Heimlich manuveur / abdominal thrust : untuk dewasa
M. PENGELOLAAN GANGGUAN PADA JALAN NAPAS
HEAD TILT : MENEKAN DAHI Indikasi : Tidak Ada Fraktur Cervical
CHIN LIFT : MENGANGKAT DAGU Indikasi = Adanya Fraktur Cervical, Gurgling
JAW TRUST : MENGANGKAT SUDUT RAHANG BAWAH Indikasi = Adanya Fraktur Cervical, Gurgling
CROSS FINGER = SAPUAN JARI Indikasi = Gurgling
N. KEKUATAN OTOT 0 = Paralisis (Tidak Ada Kontraksi) 1 = Kontraksi Otot Lemah, Tidak Ada Gerakan 2 = Tidak Mampu Melawan Gravitasi, Tapi Masih Mampu Bergeser 3 = Gerakan Persendian Penuh, Hanya Mampu Melawan Gravitasi 4 = Gerakan Persendian Penuh, Hanya Mampu Melawan Gravitasi, Mampu Melawan Tahanan Hanya Sebentar 5 = Gerakan Persendian Penuh, Mampu Melawan Gravitasi Dan Melawan Tahanan
95
O. 12 SARAF KRANIAL
P. TINDAKAN VENTRIKEL TAKIKARDI 1. PERIKSA NADI Bila tidak ada nadi = RJP /Defibrilasi Bila ada nadi = mengobservasi hemodinamik 2. Bila hemodinamik tidak stabil = kardioversi
96
DEPARTEMEN KEPERAWATAN KMB
A. BALANCE CAIRAN Rumus : INTAKE CAIRAN – OUTPUT CAIRAN Intake : Makanan + minuman, cairan, terapi injeksi, air metabolisme (5 x bb) Output : Urine, feses (1 x BB = 100 cc), muntah/ perdarahan, IWL (15 X BB)
Note: jika ada kenaikan suhu : IWL + 200 (suhu tinggi - 36,8)
B. MAP (MEAN ARTERIAL PRESURRE) Rumus I : MAP : Sistol + 2 (Diastol) 3 Rumus II : MAP : Tekanan Sistolik + Tekanan Diastolik 2 Pengukuran MAP kurang lebih 5 menit Baca hasil positif atau negatif - : tidak ditemukan petekie (<20) + : adanya petekie (>20)
C. MENGHITUNG DOSIS OBAT Rumus : ORDER x J. Volume Pelarut Sediaan (mg) Rumus obat tablet : ORDERAN SEDIAAN
97
D. MENGHITUNG TETESAN INFUS Rumus KOLF:
Rumus Dasar dalam Satuan Jam: Jumlah Tetesan Per Menit = Jumlah Keb. Cairan x Faktor Tetes Waktu (Jam) x 60 Menit
E. PERHITUNGAN HEART RATE/ FREKUENSI DENYUT JANTUNG Rumus : HR = 1500/ Jumlah Kotak Kecil R-R atau HR = 300/ Jumlah Kotak Besar R-R Contoh: DF : Frekuensi Denyut Jantung Jarak R-R 14 Kotak kecil pada Lead II. Hitung HR nya! Jawab : HR = 1500/ 14 = 107x/menit 98
F. LETAK PEMASANGAN EKG V1
: Sela iga ke-4 garis sternal kanan
V2
: Sela iga ke-4 garis sternal kiri
V3
: Antara V2 dan V4
V4
: Sela iga ke-5 garis tengah klavikula kiri
V5
: Garis axilla posterior sejajar dengan V4
V6
: Garis Mid axilla sejajar dengan V4 : Kalibrasi 1 (standar) 1 = 10 mm/mv (10 kotak ) : Kalibrasi ½ (5 kotak)
G. JENIS SANDAPAN (LEAD) PADA EKG YAITU: 1.
SANDAPAN BIPOLAR Pada Sandapan ini hanya merekam perbedaan potensial dari dua (2) elektroda, dan sandapan ini ditandai dengan angka I, I, III a. Sandapan I Merekam beda potensial anatara lengan kanan (RA) dengan lengan kiri (LA), dimana lengan kanan bermuatan negatif (-) dan lengan kiri bermuatan positif (+). (menunjukkan keadaan jantung kiri lateral) b. Sandapan II Merekam beda potensial antara lengan kanan (RA) dengan kaki kiri (LL), dimana lengan kanan bermuatan negatif (-) dan kaki kiri bermuatan positif (+). (Berjalan paralel dengan arah vektor yang normal) c. Sandapan III Merekam beda potensial antara lengan kiri (LA) dengan kaki kiri (LL), dimana lengan kiri bermuatan negatif (-) dan kaki kiri bermuatan positif (+). (menunjukkan keadaan jantung kanan dan bawah)
99
2. SANDAPAN UNIPOLAR a. Unipolar Ekstremitas aVR : Sandapan unipolar lengan kanan yang diperkuat (menunjukkan jantung kanan) aVL : Sandapan unipolar lengan kiri yang diperkuat (menunjukkan jantung kiri dan lateral) aVF : Sandapan unipolar tungkai kiri yang diperkuat (menunjukkan jantung bawah) b. Unipolar Precordial Penempatan elektroda V1 – V6
Adapun untuk menentukan lokasi iskemia dan infark miokard digunakan ketentuan sebagai berikut: a. Jantung anterior (depan)
: kelainannya di V2 – V4
b. Anteroseptal
: kelainannya di V1 – V3
c. Anterolateral (depan samping)
: kelainannya di I, aVL, V5 – V6
d. Inferior (bawah)
: kelainannya di II, III, aVF
e. Posterior
: kelainannya di V1 – V2
f. Ekstensive Anterior
: kelainannya di I, aVL, V1 –V6
100
H. RECTAL GRADING Grade 0 : Penonjolan prostat 0,1 cm kedalam rectum Grade 1 : Penonjolan prostat 1,2 cm kedalam rectum Grade 2 : penonjolan prostat 2,3 cm kedalam rectum Grade 3 : Penonjolan prostat 3,4 cm kedalam rectum Grade 4 : Penonjolan prostat 4,5 cm kedalam rectum
I. AGD
101
J. ALGORITMA PENEGAKAN DIAGNOSIS KEPERAWATAN PADA SESAK NAPAS
102
K. POSISI
103
L. 10 PENYAKIT 1. TBC a. Definisi Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tahan aerobic dan tahan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit (Sylvia A. Price, 2005). Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi (Mansjoer, 1999). b. Etiologi Tuberkulosis paru disebabkan oleh basil tuberkulosis (Mycobacterium tuberkulosis humanis. Bakterioya adalah: Mycobacterium tuberculosis familie
Mycobakterium yang
mempunyai berbagai genus, satu
diantaranya
adalah Mycobakterium yang salah satu spesiesnya adalah M. Tuberculosis. M. Tuberculosis yang paling berbahaya bagi manusia adalah type humanis. Basil Tuberkulosis mempunayi dinding sel lipid sehingga tahan asam (Sylvia. A. Price, 2005). c. Patofisiologi Infeksi diawali Karena seseorang menghirup basil M.Tuberculosis. bakteri menyebar melalui jalan nafas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan M.Tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru-paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui system limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks cerebry). Selanjutnya system kekebalan tubuh memberikan respon dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit spesifik tuberculosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli yang menyebabkan bronchopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri. Interaksi antara M. tuberculosis dan system kekebalan tubuh pada masa awal infeksi membentuk sebuah masa jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa 104
jangringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang penampakannya seperti keju (necrotizing caseosa) hal ini kan menjadi kalsifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi non aktif. Setelah infeksi awal, jika respon system imun tidak adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif. Pada kasusu ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa didalam brounkhus. Tubercle yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak didalam sel. Makrofag mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10–20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan menimbulkan respons berbeda, pada akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel. d. Tanda dan gejala Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan (Depkes, 2006). Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Gejala tambahan yang sering dijumpai (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001): 1) Demam Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang dapat mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, 105
tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari demam influenza ini. 2) Batuk/Batuk Darah Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada tiap penyakit tidaklah sama, maka mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Keadaan yang adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus. 3) Sesak Napas Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru. 4) Nyeri Dada Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya. 5) Malaise Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan keringat pada malam hari tanpa aktivitas. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur. e. Pemeriksaan diagnostik/penunjang 1) Kultur Sputum adalah Mikobakterium Tuberkulosis Positif pada tahap akhir penyakit 2) Tes Tuberkalin adalah Mantolix test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi 48-72 jam) 3) Poto Thorak adalah Infiltrasi lesi awal pada area paru atas : pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas : pada 106
kavitas bayangan, berupa cincin : pada klasifikasi tampak bayangan bercakbercak padat dengan densitas tinggi. 4) Bronchografi adalah untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena TB paru 5) Darah adalah peningkatan leukosit dan laju Endap darah (LED) 6) Spirometri adalah Penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun (Sylvia. A. Price, 2005). f. Komplikasi Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2006) : 1) Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas. 2) Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial. 3) Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru. 4) Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru. 5) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya. 6) Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency). g. Penatalaksanaan Pencegahan : 1) Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan penderita tuberculosis paru BTA positif. 2) Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan misal terhadap kelompok-kelompok populasi tertentu misalnya : karyawan rumah sakit, siswa-siswi pesantren. 3) Vaksinasi BCG 4) Kemofolaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6 – 12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit. 5) Komunikasi, informasi, dan edukasi tentang penyakit tuberculosis kepada masyarakat.
107
Pengobatan : Tuberkulosis
paru
diobati
terutama
dengan
agen
kemoterapi
(agen
antituberkulosis ) selama periode 6 sampai 12 bulan. Lima medikasi garis depan digunakan adalah Isoniasid (INH), Rifampisin (RIF), Streptomisin (SM), Etambutol (EMB), dan Pirazinamid (PZA). Kapremiosin,
kanamisin,
etionamid, natrium para-aminosilat, amikasin, dan siklisin merupakan obat – obat baris kedua (Smeltzer & Bare, 2001). h. Prognosis Tuberculosis paru dapat disembuhkan secara total dengan pemberian obat antituberculosis (OAT) yang di konsumsi selama ± 6 bulan secara rutin (Sylvia A. Price, 2005). i. Diagnosa keperawatan Menurut Doenges (2000), diagnosa yang sering muncul pada kasus tuberculosis paru adalah: 1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan secret kental, atau secret darah, kelemahan, upaya batuk buruk dan edema trakeal/ faringeal. 2) Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan/ tambahan infeksi, terpajan lingkungan dan kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan pathogen. 3) Hipertermia berhubungan dengan proses peradangan. 4) Gangguan pertukaran gas O2 dan CO2 berhubungan dengan penurunan permukaan efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler dan secret kental, tebal. 5) Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubah berhubungan dengan
kelemahan, sering batuk/ produksi sputum, dispnea dan anorexia. 6) Kurangnya
pengetahuan
tentang
kondisi,
pengobatan,
pencegahan
berhubungan dengan kurang informasi/ salah interpretasi
informasi,
keterbatasan kognitif dan tak akurat/ tak lengkap informasi yang ada.
108
j. Rencana/intervensi keperawatan 1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan secret kental, atau secret darah, kelemahan, upaya batuk buruk dan edema trakeal/ faringeal. Tujuan
: Mempertahankan jalan napas
Kriteria Hasil
: mengelaurkan secret tanpa bantuan, menunjukan
perilaku mempertahankan jalan napas. Rencana Tindakan: a. Kaji pungsi pernapasan seperti bunyi napas, irama, kedalaman. Rasiainal : Penurunan bunyi napas dapat menunjukan atelektasis, ronchi menunjukan akumulasi secret. b.
Catat kemampuan untuk mengeluarkan dahak dan batuk efektif. Rasional :Pengeluaran secret sulit jika secret kental, sputum berdarah, diakibatkan oleh kerusakan paru-paru.
c. Ajarkan pasien tekhnik napas dalam dan cara melakkukan batuk efektif. Rasional :Batuk efektif membantu pengeluaran sputum, napas dalam mambantu ventilasi maksimal meningkatkan gerkan secret d. Anjurkan pasien untuk banyak minum air putih 2000-2500 cc. Rasional :Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan secret. e. Berikan pasien posisi yang nyaman, posisi semifowler. Rasional : semifoweler membantu memaksimalkan ekpansi paru dan meminimalkan upaya pernapasan f. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian agen mucolitik, brochodialator, kortikosteroid. Rasional : Menurunkan kekentalan dan merangsang pengelauran secret. 2) Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan/ tambahan infeksi, terpajan lingkungan dan kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan pathogen. Tujuan
: dapat menentukan intervensi mencegah/ menurunkan resiko
penyebaran infeksi Kriteria hasil : melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman. 109
Rencana Tindakan : a. Cuci tangan sebelum dan sesudah seluruh kontak perawatan dilakukan. Rasional : Mengurangi resiko kontaminasi silang. b. Berikan ruangan yang bersih dan berventilasi baik. Rasional : Mengurangi pathogen pada system imun dan mengurangi kemungkinan pasien mengalami infeksi nosokomial. c.
Pantau tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, frekuensi pernapasan). Rasional : Memberikan informasi data dasar awitan/ peningkatan suhu secara berulang-ulang dari demam yang terjadi untuk menunjukan bahwa bereaksi pada proses infeksi yang tidak dapat disembuhkan.
d. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan , perhatikan batuk spasmodik kering pada inspirasi dalam perubahan karakteristik sputum, dan adanya mengi / ronchi . lakukan isolasi pernapasan bila etiolgi batuk produktif tidak diketahui. Rasional: Kongesti atau distress pernapasan dapat mengidentifikasi perkembangan P penyakit yang paling sering terjadi meskipun demikian , TB mengalami peningkatan an infeksi jamaur lainnya. e. Periksa adanya luka/ lokasi alat infasif, perhatikan tanda-tanda infeksi/ inflamasi. Rasional :Identifikasi /
perawatan awal dari infeksi sekunder dapat
mencegah terjadinya sepsis. f. Anjurkan pasien untuk batuk dan bersin menggunakan tissue dan membuang pada tempat, anjurkan buang dahak pada wadah cairan disinfektan. Rasional :Mencegah terjadinya penularan nosokomial dari pasien keperawatan atau orang lain. g. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotic, antijamur, anti agen mikroba. Rasional :Menghambat proses infeksi beberapa obat di targetkan untuk organsime tertentu ( sistem perusak). 3) Hipertermia berhubungan dengan proses peradangan Tujuan
: suhu tubuh kembali normal 110
0
Kriteria Hasil : suhu tubuh dalam rentang normal (36,5 C-37,50C) Rencana Tindakan : a. Pantau suhu tubuh Rasional : sebagai indikator untuk mengetahui status hipertermia b. Anjurkan untuk mempertahankan masukan cairan adekuat untuk mencegah dehidrasi Rasional : dalam kondisi demam terjadi terjadi peningkatan evaporasi yang memicu timbulnya dehidrasi. c. Berikan kompres hangat pada lipatan ketiak dan femur Rasional : menghambat pusat simpatis dan hipotalamus sehingga terjadi vasodilatasi kulit dengan merangsang kelenjar keringat untuk mengurangi panas tubuh melalui penguapan. d. Anjurkan pasien untuk memakai pakaian yang menyerap keringat Rasional : kondisi kulit yang mengalami lembab memicu timbulnya pertumbuhan jamur dan juga akan mengurangi kenyamanan klien. e. Kolaborasi pemberian antipiretik Rasional : mengurangi panas dengan farmakologis. 4) Gangguan pertukaran gas O2 edan CO2 berhubungan dengan penurunan permukaan efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler dan secret kental, tebal. Tujuan
: bebas dari distress pernapasan
Kriteria Hasil : perbaikan ventilasi dan perbaikan oksigenasi jaringan adekuat dengan gas darah dalam rentang normal. Rencana Tindakan : a. Kaji disepnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal, meningkatnya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan fatique. Rasional : TB paru menyebabkann efek luas pada paru dan bagian kecil bronkopnemonia sampai inflasmasi, difusi luas, nekrosis, effusi pleura, dan fibrosis luas. Efek pernapasan dapat ringan sampai dispnea berat sampai distress penapasan.
111
b. Evaluasi perubahan tingakat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan kulit, selaput mukosa dan warna kuku . Rasional : akumulasi secret dapat mempengaruhi oksigenasi oragan vital c. Demonstrasikan atau anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir disiutkan, khususnya dengan pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim. Rasional : membantu tahanan melawan udara luar untk mencegah kolaps atau penyempitan jalan napas, sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru dan menghilangkan/menurunkan napas pendek. d. Ajnurkan untuk bed rest / mengurangi aktivitas. Rasional : menurunkan konsumsi oksigen / kebutuhan selama periode penurunan pernapasan dapat menurunkan beratnya gejala. e. Kolaborasi untuk pemberian oksigen tambahan. Rasional : alat dalam perbaikan hipokalesemia yang dapat terjadi sekunder terhadap ventilasi / menurunnya permukaan alveolar paru. 5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubah berhubungan dengan kelemahan, sering batuk/ produksi sputum, dispnea dan anorexia. Tujuan
: meningkatkan perubahan / perilaku pola makan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi. Kriteria hasil: menunjukan peningkatan berat badan dan bebas dari tandatanda malnutrisi. Rencana Tindakan : a.
Kaji status nutrisi, riwayat mual dan muntah. Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat/ luasnya masalah dan pilihan intervensi yang tepat.
b. Kaji pola diet yang disukai / tidak disukai Rasional: membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan/ kekuatan khusus. Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masukan diet. c. Monitor intake dan output secara periodik Rasional: berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
112
d. Dorong klien untuk makan sedikit tapi sering dengan makan tinggi protein karbohidrat. Rasional: Memaksimalakan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang perlu/kebutuhan energi dari makanan yang banyak menurunkan iritasi gaster. e. Rujuk keahli diet untuk menentukan komposisi diet Rasional: memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolic f. Berikan obat penetralisir asam lambung sesuai indikasi Rasional : dapat membantu menurunkan insiden mual dan muntah sehingga dengan obat atau efek pengobatan pernapasan perut yang penuh. g. Berikan terapi parenteral sesuai indikasi Rasional: membantu terpenuhinya kebutuhan cairan dan pengobatan parenteral. 6) Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan kurang informasi / salah interpretasi informasi, keterbatasan kognitif dan tak akurat / tak lengkap informasi yang ada. Tujuan : menunjukan perubahan perilaku untuk memperbaiki kesehatan Kriteria Hasil : Klien menyatakan pemahaman proses penyakit/ prognosis kebuthan pengobatan. Rencana Tindakan : a. Kaji tingkat pengetahuan pasien. Rasional :Menentukan tingkat pengetahuan pasien. b. Kaji kemampuan belajar pasien Rasional : Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan pada tahap individu. c. Beri penyuluhan tentang penyakit TB Paru ( pengertian, penyebab, tanda dan gejala, patofisiologi, pengobatan, komplikasi, dan pencegahan). Rasional : Agar pasien dapat mengerti tentang penyakit yang di TB Paru (pengertian, penyebab, tanda dan gejala, patofisiologi, pengobatan, komplikasi, dan pencegahan). d. Beri kesempatan untuk bertanya dan jawab pertanyaan pasien. 113
Rasional :Meningkatkan pemahaman tentang penyakitnya. e. Evaluasi kembali tingkat pemahaman pasien tentang penyakit TB Paru (pengertian, penyebab, tanda dan gejala, patofisiologi, pengobatan, komplikasi, dan pencegahan). Rasional :Mengetahui tingkat pemahaman pasien tentang penyakit TB Paru (pengertian, penyebab, tanda dan gejala, patofisiologi, pengobatan, komplikasi, dan pencegahan). f. Anjurkan pada pasien untuk mengunjungai petugas kesehatan bila ada keluhan. Rasional : agar petugas kesehatan dapat mengatasi masalah kesehatan yang terdapat pada pasien.
114
PATHWAY TBC
Droplet mengandung M. tuberculosis
Udara mengandug M. tuberculosis
Terhirup lewat saluran pernapasan kurang terpapar informasi
saluran pernapasan atas bakteri yang besar bertahan di bronkus
Kurang Pengetahuan peradangan bronkus penumpukan sekret
saluran pernapasan bawah paru-paru
efektif
tidak efektif alveolus
sekret keluar saat batuk batuk terus menerus
sekret sulit dikeluarkan terjadi peradangan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
penyebaran bakteri secara limfa hematogen
terhirup orang sehat Resiko Infeksi
demam
Hipertermia
anoreksia, malaise, mual, muntah
Perubahan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan
Alveolus mengalami Konsolidasi dan eksudasi
Gangguan Pertukaran Gas 115
2. STROKE NON HEMORAGIK a. Definisi Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer C. Suzanne, 2002). Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit neurologis mendadak sebagai akibat iskemik atau hemoragik sirkulasi saraf otak (Sudoyo Ayu, dkk., 2009) Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif Muttaqin, 2008) b. Etiologi 1) Penyebab-penyebabnya antara lain: a) Trombosis (bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak) Trombus yang lepas dan menyangkut di pembuluh darah yang lebih distal disebut embolus. b) Embolisme cerebral (bekuan darah atau material lain) Emboli merupakan 5-15% dari penyebab stroke. Dari penelitian epidemiologi didapatkan bahwa sekitar 50% dari semua serangan iskemik otak, apakah yang permanen atau yang transien, diakibatkan oleh komplikasi trombotik atau embolik dari ateroma, yang merupakan kelainan dari arteri ukuran besar atau sedang, dan sekitar 25% disebabkan oleh penyakit pembuluh darah kecil di intyrakranial dan 20% oleh emboli jantung. Emboli dapat terbentuk dari gumpalan darah, kolesterol, lemak, fibrin trombosit, udara ,tumor, metastase, bakteri, benda asing. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri. c) Hemorargik cerebral (Pecahnya pembuluh darah serebral dengan perlahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak).
116
Akibatnya adalah gangguan suplai darah ke otak , menyebabkan kehilangan gerak, pikir, memori, bicara, atau sensasi baik sementara atau permanen. d) Iskemia (Penurunan aliran darah ke area otak) Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal. 2) Penyebab lain terjadinya stroke non hemoragik adalah : a) Aterosklerosis, Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan lemak) yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah. Selain dari endapan lemak, aterosklerosis ini juga mungkin karena arteriosklerosis, yaitu penebalan dinding arteri (tunika intima) karena timbunan kalsium yang kemudian mengakibatkan bertambahnya diameter pembuluh darah dengan atau tanpa mengecilnya pembuluh darah. b) Infeksi, Peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama yang menuju ke otak. c) Obat-obatan, Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke seperti:
amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit lumen
pembuluh darah ke otak. d) Hipotensi, Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika hipotensi ini sangat parah dan menahun. (Smeltzer C. Suzanne, 2002) c. Patofisiologi Stroke iskemik terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (thrombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh organ distal. Pada thrombus vascular distal, bekuan dapat terlepas, atau mungkin terbentuk di dalam suatu organ seperti jantung, dan kemudian dibawa memalui sistem arteri ke otak sebagai suatu embolus. Terdapat beragam penyebab stoke trombotik dan embolik primer, termasuk arterosklerosis arteritis, keadaan 117
hiperkoagulasi, dan penyakit jantung stuktural. Namun, trombosis yang menjadi penyulit arterosklerosis merupakan penyebab pada sebagaian besar kasus stoke trombotik, dan embolus dari pemmbuluh besar atau jantung merupakan penyebab tersering stroke embolik. Sumbatan aliran di arteri karotis interna sering merrupakan penyebab stroke pada orang berusia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak arterosklerotis di pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan atau stenosis. Pangkal arteri karotis interna merupakan tempat tersering terbentuknya arterosklerosis. Arteroklerosis arteri serebri media atau anterio lebih jarang meenjadi tempat pembentukan arteroskleerosis. Darah terdorong melalui sistem vascular oleh gradian tekanan, tetapi pada pembuluh yang menyempit, aliran darah yang lebih cepat melalui lumen yang lebih kecil akan menurunkan gradien tekanan di tempat konstriksi tersebut apabila stenosis mencapai suatu tingkat kritis tertentu, maka meningkatnya turbulensi di sekitar penyumbatan akan menyebabkan penurunan tajam kecepatan aliran. Penyebab lain stroke iskemik adalah vasospasme, yang sering merupakan respon vaskuler reaktif terhadap perdarahan kedalam ruang antara lapisan arachoid dan piamater meningen. Sebagian besar stroke iskemik tidak menimbulkan nyeri, karena jaringan otak tidak peka terhadap nyeri. Namun, pembuluh besar di leher dan batang otak memiliki banyak reseptor nyeri, dan cedera pada pembuluh-pembuluh ini saat serangan iskemik dapat menimbulkan nyeri kepala. d. Tanda dan gejala Tanda dan gejala bervariasi, tergantung pada arteri yang diserang (dan akibatnya, bagian otak yang disuplainya), keparahan kerusakan, dan perluasan sirkulasi kolateral yang berkembang untuk membantu otak mengimbangi suplai darah yang berkurang. 1) Stroke hemisfer kiri: gejala di sisi tubuh sebelah kanan 2) Stroke hemisfer kanan : gejala di sisi tubuh sebelah kiri 3) Stroke yang menyebabkan kerusakan saraf kranial : tanda disfungsi saraf kranial disisi yang sama dengan terjadinya hemoragi 4) Gejala biasanya diklasifikasikan menurut arteri yang diserang :
118
a) Arteri serebral tengah : afasia, disfasia, potongan bidang visual dan hemiparesis disisi yang diserang (lebih parah diwajah dan lengan dari pada di kaki) b) Arteri karotid : lemah, paralisis, mati rasa, perubahan sensorik, dan gangguan visual disisi yang diserang ; perubahan tingkat kesadaran ; bunyi abnormal ; sakit kepala; afasia dan ptosis. c) Arteri vertebrobasilar : lemah disisi yang diserang, mati rasa disekitar bibir dan mulut, potongan bidang visual, diplopia, koordinasi buruk, disfagia, bicara mencerca, pusing, amnesia dan ataksia. d) Arteri serebral anterior : konfusi, lemah dan mati rasa (terutama dikaki) disisi yang diserang, inkontinensi, hilang koordinasi, gangguan fungsi motorik dan sensorik, dan perubahan kepribadian. e) Arteri serebral posterior : potongan bidang visual, gangguan sensorik, disleksia, koma, dan kebutaan kortikal. 6) Gejala juga diklasifikasikan sebagai premonitorik, tergeneralisasi, atau fokal 7) Premonitorik (jarang) :mengantuk, pusing, sakit kepala, dan konfusi mental. 8) Tergeneralisasi : sakit kepala,muntah,gangguan mental, sawan, koma, rigiditas nukal, demam, dan disorientasi. 9) Fokal (misalnya perubahan sensorik dan refleks): merefleksikan tempat hemoragi atau inarksi dan bisa memburuk. Tanda dan gejala lain dari stroke adalah (Baughman, C Diane. dkk, 2000): 1. Kehilangan motorik Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan disfagia. 2. Kehilangan komunikasi Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah
disatria
(kesulitan berbicara) atau afasia (kehilangan berbicara). 3. Gangguan persepsi Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia penglihatan perifer dan
atau kehilangan
diplopia, gangguan hubungan visual, spesial dan
kehilangan sensori. 4. Kerusakan fungsi kognitif, parestesia (terjadi pada sisi yang berlawanan).
119
5. Disfungsi kandung kemih, meliputi : inkontinensia urinarius
transier,
inkontinensia urinarius peristen atau retensi urin (mungkin simtomatik dari kerusakan otak bilateral), Inkontinensia urinarius dan defekasi yang berlanjut (dapat mencerminkan kerusakan neurologi ekstensif). Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang terkena: a. Pengaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh sebelah. b. Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan sensasi, gangguan penglihatan. c. Pengaruh terhadap komunikasi: bicara tidak jelas, kehilangan bahasa. d. Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa. e. Pemeriksaan diagnostik/penunjang 1. Laboratorium Mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kolesterol, dan bila perlu analisa gas darah, gula darah dsb. 2. Computed Tomography (CT) scan kepala Untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau infark. Menunjukkan adanya stroke hemoragis dengan segera tetapi bisa jadi tidak mnenunjukkan adanya infarksi trombotik selama 48-72 jam. 3. MRI (Magnetic Resonance Imaging) Untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya struktur otak, bisa membantu mengidentifikasi area yang mengalami iskemia atau infarksi dan pembengkakan serebral. MRI menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik. 4. Angiografi Untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas mengenai pembuluh darah yang terganggu. (Amin & Hardhi, 2015) f. Komplikasi Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah: 1. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan, konstipasi. 120
2. Berhubungan dengan paralisis: nyeri punggung, dislokasi sendi, deformitas, terjatuh. 3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala. 4. Hidrosefalus g. Penatalaksanaan 1.
Penatalaksanaan medis Tindakan medis terhadap pasien stroke meliputi diuretik untuk menurunkan edema serebral, yang mencapai tingkat maksimum 3-5 hari setelah infark serebral. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler. Medikasi antitrombisit dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan trombus dan embolisasi. 2. Penatalaksanaan pembedahan Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebri dengan :
a.
Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di leher.
b.
Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh klien TIA.
h. Prognosis Prognosis stroke sulit dipastikan karena ada yang sembuh dan dapat beraktifitas semula namun ada yang cacat bahkan ada juga yang meninggal. Prognosis stroke ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain : lokasi dan luas area lesi, umur, tipe stroke, cepat lambatnya penanganan serta kerjasama tim medis dengan pasien dan keluarga. Cacat mempengaruhi 75% dari penderita stroke yang cukup untuk menurunkan kelayakan kerja mereka. Stroke dapat mempengaruhi pasien secara fisik, mental, emosional, atau kombinasi dari ketiganya. Hasil stroke sangat bervariasi tergantung pada ukuran dan lokasi lesi. Disfungsi sesuai dengan daerah di otak yang telah rusak. Beberapa cacat fisik yang dapat hasil dari stroke termasuk kelemahan otot, kesemutan, luka tekanan, pneumonia, inkontinensia, apraxia (ketidakmampuan untuk melakukan gerakan-gerakan belajar), kesulitan 121
melakukan kegiatan sehari-hari, kehilangan nafsu makan, kehilangan bicara, kehilangan penglihatan, dan rasa sakit. Jika stroke cukup parah, atau di lokasi tertentu seperti bagian dari koma, batang otak atau kematian itu dapat terjadi. i. Diagnosa keperawatan c. Gangguan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke otak terhambat. d. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan neurologi. e. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, eliminasi berhubungan dengan tidak terpenuhinya ADL. f. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan otot. g. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik. h. Gangguan menelan berhubungan dengan kerusakan pada syaraf.
SROKE HEMORAGIK a. Pengertian 1) Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular (Muttaqin, 2008). 2) Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan kemudian merusaknya (M. Adib, 2009). 3) Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke hemoragik adalah salah satu jenis stroke yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak sehingga darah tidak dapat mengalir secara semestinya yang menyebabkan otak mengalami hipoksia dan berakhir dengan kelumpuhan. b. Etiologi 1) Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi: a) Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital. b) Aneurisma
fusiformis
dari
atherosklerosis.
Atherosklerosis
adalah
mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas
122
dinding pembuluh darah. Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan c) Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis. d) Malformasi arteriovenous, adalah pembuluh darah yang mempunyai bentuk abnormal, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena, menyebabkan mudah pecah dan menimbulkan perdarahan otak. e) Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi pembuluh darah. 2) Faktor resiko pada stroke adalah a) Hipertensi b) Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif) c) Kolesterol tinggi, obesitas d) Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral)
c. Patofisiologi Stroke Hemoragik dibagi atas:Perdarahan Intraserebral (PIS), Perdarahan Subarakhnoidal (PSA)(Elizabeth Corwin, J, 2009) 1) Perdarahan intra cerebral Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen, talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan
perubahan
struktur
dinding
permbuluh
darah
berupa
lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid. 2) Perdarahan sub arachnoid Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma palingsering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi.AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan 123
ventrikel otak, ataupun didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi
O2
melalui
proses
metabolik
anaerob,yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak. 3) Gangguan pasokan aliran darah otak Dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri yang membentuk sirkulus Willisi: arteria karotis interna dan sistem vertebrobasilar atau semua cabangcabangnya. Apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15-20 menit maka akan terjadi infark atau kematian jaringan. Akan tetapi dalam hal ini tidak semua oklusi di suatu arteri menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. 124
Mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai di daerah tersebut. Dapat juga karena keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri seperti aterosklerosis dan trombosis atau robeknya dinding pembuluh darah dan terjadi peradangan, berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah misalnya syok atau hiperviskositas darah, gangguan aliran darah akibat bekuan atau infeksi pembuluh ektrakranium dan ruptur vaskular dalam jaringan otak. (Sylvia A. Price dan Wilson, 2006) d. Manifestasi Klinis Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan dan jumlah jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa peringatan, dan sering selama aktivitas. Gejala mungkin sering muncul dan menghilang, atau perlahan-lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu. Gejala stroke hemoragik bisa meliputi: 1. Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma). 2. Kesulitan berbicara atau memahami orang lain. 3. Kesulitan menelan. 4. Kesulitan menulis atau membaca. 5. Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba. 6. Kehilangan koordinasi. 7. Kehilangan keseimbangan. 8. Perubahan
gerakan,
biasanya
pada
satu
sisi
tubuh,
seperti
kesulitan
menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik. 9. Mual atau muntah, Kejang, Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi, baal atau kesemutan, Kelemahan pada salah satu bagian tubuh. e. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan radiologi a. CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak. b. MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E. Doenges, 2006) 125
c. Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler. (Satyanegara, 2010) d. Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke. (Jusuf Misbach, 2011) 2. Pemeriksaan laboratorium a. Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara, 2010) b. Pemeriksaan darah rutin c. Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali. (Jusuf Misbach, 1999) d. Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri. (Linardi Widjaja, 1993) e. Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan untuk stroke hemoragik, antara lain: 1. Menurunkan kerusakan iskemik cerebral Infark cerebral terdapat kehilangan secara mantap inti central jaringan otak, sekitar daerah itu mungkin ada jaringan yang masih bisa diselematkan, tindakan awal difokuskan untuk menyelematkan sebanyak mungkin area iskemik dengan memberikan O2, glukosa dan aliran darah yang adekuat dengan mengontrol / memperbaiki disritmia (irama dan frekuensi) serta tekanan darah. 2. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason. 1.
Pengobatan
a. Anti koagulan: Heparin untuk menurunkan kecederungan perdarahan pada fase akut.
126
b. Obat anti trombotik: Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik/emobolik c. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral 3. Penatalaksanaan Pembedahan Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darahotak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan. f.
Komplikasi Stroke hemoragik dapat menyebabkan 1. Infark Serebri 2. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif 3. Fistula caroticocavernosum 4. Epistaksis, Peningkatan TIK, tonus otot abnormal
g. Prognosis Prognosis pada klien stroke adalah bergantung pada jenis stroke dan sindrom klinis stroke. Kemungkinan hidup setelah menderita stroke bergantung pada lokasi, ukuran,patologi lesi serta usia pasien dan penyakit yang menyertai sebelum stroke. Stroke hemoragik memiliki prognosis buruk. Pada 30 hari pertama risiko meninggal 50% sedangkan pada stroke iskemik hanya 10%.
127
3. GASTRITIS a. Definisi Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung. (Priyanto, 2009). Dan Menurut Suratun (2010) gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang bersifat akut, kronik difus, atau lokal dengan karakteristik anoreksia, rasa penuh, tidak enak pada epigastrium, mual dan muntah. Sedangkan menurut Broker (2009) gastritis adalah imflamasi mukosa yang melapisi lambung dan gastritis dapat terjadi secara akut ataupun kronis. Berdasarkan
beberapa
pengertian
di
atas
maka
penulis
dapat
menyimpulkan bahwa gastritis merupakan peradangan yang terjadi pada mukosa lambung yang dapat bersifat akut maupun kronis. b. Klasifikasi Menurut Muttaqin (2011) Gastritis terbagi atas dua yaitu: 1) Gastritis Akut : Gastritis akut adalah inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian besar merupakan penyakit yang ringan dan sembuh sempurna. Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya adalah: 2) Gastritis akut erosif : Disebut erosif apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam dari pada mukosa muscolaris (otot-otot pelapis lambung). 3) Gastritis akut hemoragic : Disebut hemoragic karena pada penyakit ini akan dijumpai perdarahan mukosa lambung dalan berbagai derajat dan terjadi erosi yang berarti hilangnya kontunuitas mukosa lambung pada beberapa tempat, menyertai inflamasi pada mukosa lambung tersebut. 4) Gastritis kronis : Gastritis kronis adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang bersifat menahun. Gastritis kronik diklasifikasikan dengan tiga perbedaan sebagai berikut : 1) Gastritis superfisial, dengan manifestasi kemerahan; edema, serta perdarahan dan erosi mukosa. 2) Gastritis atrofik, dimana peradangan terjadi di seluruh lapisan mukosa pada perkembanganya dihubungkan dengan ulkus dan kanker lambung, serta anemia pernisiosa. Hal ini merupakan karakteristik dari penurunan jumlah sel parietal dan sel chief
128
3) Gastritis hipertrofik, suatu kondisi dengan terbentuknya nodul- nodul pada mukosa lambung yang bersifat iregular, tipis, dan hemoragik.
c. Etiologi Gastritis biasanya terjadi ketika mekanisme pelindung ini kewalahan dan mengakibatkan rusak dan meradangnya dinding lambung. Beberapa penyebab yang dapat mengakibatkan terjadinya gastritis menurut Muttaqin (2011) antara lain : 1) Infeksi bakteri. Sebagian besar populasi di dunia terinfeksi oleh bakteri H. Pylori yang hidup di bagian dalam lapisan mukosa yang melapisi dinding lambung. Walaupun tidak sepenuhnya dimengerti bagaimana bakteri tersebut dapat ditularkan, namun diperkirakan penularan tersebut terjadi melalui jalur oral atau akibat memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri ini. Infeksi H. Pylori sering terjadi pada masa kanak-kanak dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak dilakukan perawatan. Infeksi H. Pylori ini sekarang diketahui sebagai penyebab utama terjadinya peptic ulcer dan penyebab tersering terjadinya gastritis. Infeksi dalam jangka waktu yang lama
akan
menyebabkan
peradangan
menyebar
yang
kemudian
mengakibatkan perubahan pada lapisan pelindung dinding lambung. Salah satu perubahan itu adalah atrophic gastritis, sebuah keadaan dimana kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung secara perlahan rusak. Peneliti menyimpulkan
bahwa
tingkat
asam
lambung
yang
rendah
dapat
mengakibatkan racun-racun yang dihasilkan oleh kanker tidak dapat dihancurkan atau dikeluarkan secara sempurna dari lambung sehingga meningkatkan resiko (tingkat bahaya) dari kanker lambung. Tapi sebagian besar orang yang terkena infeksi H. Pylori kronis tidak mempunyai kanker dan tidak mempunyai gejala gastritis, hal ini mengindikasikan bahwa ada penyebab lain yang membuat sebagian orang rentan terhadap bakteri ini sedangkan yang lain tidak. 2) Pemakaian obat penghilang nyeri secara terus menerus.
129
Obat analgesik anti inflamasi nonsteroid (AINS) seperti aspirin, ibuprofen dan naproxen dapat menyebabkan peradangan pada lambung dengan cara mengurangi prostaglandin yang bertugas melindungi dinding lambung. Jika pemakaian obat-obat tersebut hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau pemakaian yang berlebihan dapat mengakibatkan gastritis dan peptic ulcer. 3) Penggunaan alkohol secara berlebihan : Alkohol dapat mengiritasi dan mengikis mukosa pada dinding lambung dan membuat dinding lambung lebih rentan terhadap asam lambung walaupun pada kondisi normal. 4) Penggunaan kokain : Kokain dapat merusak lambung dan menyebabkan pendarahan dan gastritis 5) Stress fisik : Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar atau infeksi berat dapat menyebabkan gastritis dan juga borok serta pendarahan pada lambung 6) Kelainan autoimmune : Autoimmune atrophic gastritis terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel sehat yang berada dalam dinding lambung. Hal ini mengakibatkan peradangan dan secara bertahap menipiskan dinding lambung, menghancurkan kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung dan menganggu produksi faktor intrinsic (yaitu sebuah zat yang membantu tubuh mengabsorbsi vitamin B12). 7) Radiasi and kemoterapi : Perawatan terhadap kanker seperti kemoterapi dan radiasi dapat mengakibatkan peradangan pada dinding lambung yang selanjutnya dapat berkembang menjadi gastritis dan peptic ulcer. Ketika tubuh terkena sejumlah kecil radiasi, kerusakan yang terjadi biasanya sementara, tapi dalam dosis besar akan mengakibatkan kerusakan tersebut menjadi permanen dan dapat mengikis dinding lambung serta merusak kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung. 8) Faktor-faktor lain : Gastritis sering juga dikaitkan dengan konsisi kesehatan lainnya seperti HIV/AIDS, infeksi oleh parasit, dan gagal hati atau ginjal.
130
d. Patofisiologi 1) Gastritis Akut Pengaruh efek samping obat-obat NSAIDs atau Non-Steroidal Anti Inflamatory Drug seperti aspirin juga dapat menimbulkan gastritis.Obat analgesik anti inflamasi nonsteroid (AINS) seperti aspirin, ibuprofen dan naproxen dapat menyebabkan peradangan pada lambung dengan cara mengurangi prostaglandin yang bertugas melindungi dinding lambung. Jika pemakaian obat-obat tersebut hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau pemakaian yang berlebihan dapat mengakibatkan gastritis dan peptic ulcer.Pemberian aspirin juga dapat menurunkan sekresi bikarbonat dan mukus oleh lambung, sehingga kemampuan faktor defensif terganggu. Alkohol berlebih, terlalu sering memakan makanan yang mengandung nitrat (bahan pengawet) atau terlalu asam (cuka), kafein seperti pada teh dan kopi serta kebiasaan merokok dapat memicu terjadinya gastritis. Karena bahan-bahan tersebut bila terlalu sering kontak dengan dinding lambung akan memicu sekresi asam lambung berlebih sehingga dapat mengikis lapisan mukosa lambung. Kemudian stress psikologis maupun fisiologis yang lama dapat menyebabkan gastritis. Stress seperti syok, sepsis, dan trauma menyebabkan iskemia mukosa lambung. Iskemia mukosa lambung mengakibatkan peningkatan permeabilitas mukosa akibatnya terjadi difusi balik H + ke dalam mukosa. Mukosa tidak mampu lagi menahan asam berlebih menyebabkan edema lalu rusak. 2) Gastritis Kronis Gastritis kronis dapat diklasifikasikan tipe A atau tipe B. Tipe A (sering disebut sebagai gastritis autoimun) diakibatkan dari perubahan sel parietal, yang menimbulkan atropi dan infiltrasi sel. Hal ini dihubungkan dengan penyakit autoimun, seperti anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus atau korpus dari lambung.
131
Tipe B (kadang disebut sebagai gastritis H. pylori) Ini dihubungkan dengan bakteri H. Pylori, faktor diet seperti minum panas atau pedas, penggunaan obat-obatan dan alkohol, merokok atau refluks isi usus kedalam lambung. H. Pylori termasuk bakteri yang tidak tahan asam, namun bakteri jenis ini dapat mengamankan dirinya pada lapisan mukosa lambung. Keberadaan bakteri ini dalam mukosa lambung menyebabkan lapisan lambung melemah dan rapuh sehingga asam lambung dapat menembus lapisan tersebut. Dengan demikian baik asam lambung maupun bakteri menyebabkan luka atau tukak. Sistem kekebalan tubuh akan merespon infeksi bakteri H. Pylori tersebut dengan mengirimkan butir-butir leukosit, selT-killer, dan pelawan infeksi lainnya. Namun demikian semuanya tidak mampu melawan infeksi H. Pylori tersebut sebab tidak bisa menembus lapisan lambung. Akan tetapi juga tidak bisa dibuang sehingga respons kekebalan terus meningkat dan tumbuh. Polymorph mati dan mengeluarkan senyawa perusak radikal superoksida pada sel lapisan lambung. Nutrisi ekstra dikirim untuk menguatkan sel leukosit, namun nutrisi itu juga merupakan sumber nutrisi bagi H. Pylori. Akhirnya, keadaan epitel lambung semakin rusak sehingga terbentuk ulserasi superfisial dan bisa menyebabkan hemoragi (perdarahan).Dalam beberapa hari gastritis dan bahkan tukak lambung akan terbentuk. e. Manifestasi Klinis Menurut Muttaqin (2011) tanda dan gejala pada gastritis adalah: 1) Gastritis Akut a) Nyeri epigastrium, hal ini terjadi karena adanya peradangan pada mukosa lambung. b) Mual, kembung, muntah merupakan salah satu keluhan yangs ering muncul. Hal ini dikarenakan adanya regenerasi mukosa lambung sehingga terjadi peningkatan asam lambung yang meningkatkan mual hingga muntah. c) Ditemukan pula perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan melena. Kemudian disusul dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan.
132
Gastritis akut sangat bervariasi, mulai dari yang sangat ringan asimtomatik sampai sangat berat yang dapat membawa kematian. Pada kasus yang sangat berat, gejala yang sangat mencolok adalah : a) Hematemetis dan melena yang dapat berlangsung sangat hebat sampai terjadi renjatan karena kehilangan darah. b) Pada sebagian besar kasus, gejalanya amat ringan bahkan asimtomatis. Keluhan-keluhan itu misalnya nyeri timbul pada uluhati, biasanya ringan dan tidak dapat ditunjuk dengan tepat lokasinya. c) Kadang-kadang disertai dengan mual- mual dan muntah. d) Perdarahan saluran cerna sering merupakan satu-satunya gejala. e) Pada kasus yang amat ringan perdarahan bermanifestasi sebagai darah samar pada tinja dan secara fisik akan dijumpai tanda-tanda anemia defisiensi dengan etiologi yang tidak jelas. f) Pada pemeriksaan fisik biasanya tidak ditemukan kelainan kecuali mereka yang mengalami perdarahan yang hebat sehingga menimbulkan tanda dan gejala gangguan hemodinamik yang nyata seperti hipotensi, pucat, keringat dingin, takikardia sampai gangguan kesadaran. 2) Gastritis Kronik a) Bervariasi dan tidak jelas. b) Perasaan penuh, anoreksia. c) Distress epigastrik yang tidak nyata. d) Cepat kenyang. f.
Penatalaksanaan Penatalaksanaan gastritis secara umum adalah menghilangkan faktor utama yaitu etioya, diet lambung dengan porsi kecil dan sering, serta Obatobatan. Namun secara spesifik dapat dibedakan sebagai berikut : 1) Gastritis Akut a) Kurangi minum alkohol dan makan sampai gejala-gejala menghilang, ubah menjadi diet yang tidak mengiritasi. b) Jika gejala-gejala menetap, mungkin diperlukan cairan intravena. c) Jika gastritis terjadi akibat menelan asam kuat atau alkali, encerkan dan netralkan
asam
dengan
antasida umum,
misalnya
aluminium 133
hidroksida,
antagonis
reseptor
H2,
inhibitor
pompa
proton,
antikolinergik dan sukralfat (untuk sitoprotektor). d) Jika gastritis terjadi akibat menelan basa kuat, gunakan sari buah jeruk yang encer atau cuka yang di encerkan. e) Jika korosi parah, hindari emetik dan bilas lambung karena bahaya perforasi. f) Antasida : Antasida merupakan obat bebas yang dapat berbentuk cairan atau tablet dan merupakan obat yang umum dipakai untuk mengatasi gastritis ringan. Antasida menetralisir asam lambung dan dapat menghilangkan rasa sakit akibat asam lambung dengan cepat. g) Penghambat asam : Ketika antasida sudah tidak dapat lagi mengatasi rasa sakit tersebut, dokter kemungkinan akan merekomendasikan obat seperti cimetidin, ranitidin, nizatidin atau famotidin untuk mengurangi jumlah asam lambung yang diproduksi. 2) Gastritis Kronis Gastritis kronik diatasi dengan memodifikasi diet pasien, meningkatkan istirahat, mengurasi stress dan memulai farmakoterapi.H. pylory dapat diatasi dengan antibiotic (seperti tetrasiklin atau amoksisilin) dan garam bismut (pepto-bismol). Pasien dengan gastritis tipe A biasanya mengalami malabsorbsi vitamin B12 yang disebabkan oleh adanya antibody terhadap faktor intrinsik. g. Pemeriksaan Penunjang 1) Endoskopi: gastro duodenoskopy akan tampak eritematous atau eksudatif, mukosa sembab, merah, mudah berdarah.Pemeriksaan histologis: dengan 2) melakukan biopsy pada semua segmen lambung untuk mengetahui adanya kuman helikobakter pylori 3) Pemeriksaan radiology 4) Pemeriksaan darah. Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya antibodi H. pylori dalam darah. Hasil tes yang positif menunjukkan bahwa pasien pernah kontak dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya, tapi itu tidak menunjukkan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat
134
juga dilakukan untuk memeriksa anemia, yang terjadi akibat pendarahan lambung akibat gastritis. 5) Pemeriksaan pernapasan. Tes ini dapat menentukan apakah pasien terinfeksi oleh bakteri H. pylori atau tidak. 6) Pemeriksaan feces. Tes ini memeriksa apakah terdapat H. pylori dalam feses atau tidak. Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya infeksi. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya darah dalam feces. Hal ini menunjukkan adanya pendarahan pada lambung. h. Pencegahan Menurut Muttaqin (2011) gasrtitis dapat dicegah dengan: 1) Membiasakan makan tepat pada waktunya dan teratur 2) Hindari alkohol 3) Makan dalam porsi kecil dan sedang 4) Menghindari stress 5) Mengunyah 32 kali 6) Menghindari rokok i.
Komplikasi 1) Gastritis akut Komplikasi yang timbul pada Gastritis Akut, yaitu perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hemotemesis dan melena, berakhir dengan syock hemoragik, terjadi ulkus, kalau prosesnya hebat dan jarang terjadi perforasi. Khusus untuk perdarahan SCBA, perlu dibedakan dengan tukak peptik. Gambaran klinis yang diperhatikan hampir sama namun pada tukak peptik penyebab utamanya adalah infeksi Helicobacter Pylori, sebesar 100% tukak duodenum dan 60-90% pada tukak lambung. Hal ini dapat ditegakkan dengan pemeriksaan endoskopi. 2) Gasrtritis Kronik Komplikasi yang timbul Gastritis Kronik, yaitu gangguan penyerapan vitamin B 12, akibat kurang pencerapan, B 12 menyebabkan anemia pernesiosa, penyerapan besi terganggu dan penyempitan daerah antrum pylorus. 135
j.
Prognosis 1) Apabila penyebab yang mendasari dari gastritis ini diatasi, maka akan memberikan prognosis yang baik. 2) Kebanyakan penderita sembuh dengan terapi infeksi H. Pylori, menghindari OAINS dan meminum obat anti sekretorus pada lambung. 3) Terapi dengan infeksi H. Pylori akan mengubah secara ilmiah riwayat penyakit dengan menurunkan angka kejadian penyakit ini.
k. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien gastritis adalah : 1) Nyeri b.d iritasi mukosa asam lambung 2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d masukan nutrien yang tidak adekuat mual dan muntah. 3) Gangguan pola tidur b.d nyeri pada daerah epigastrium 4) Kecemasan b.d kurang informasi mengenai
penyakit dan program
pengobatan yang sedang dijalani 5) Risiko kekurangan volume cairan tubuh b.d masukan cairan tidak cukup dan kehilangan cairan berlebih karena muntah 6) Intoleran aktivitas b.d kelemahan fisik 7) Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya
informasi.
136
4. ASTMA a. Definisi Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversible dimana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu dan dimenifestasikan dengan penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi (Smelstzer, 2002: 611). Asma adalah obstruktif jalan nafas yang bersifat reversible, terjadi ketika bronkus mengalami inflamasi/peradangan dan hiperesponsif (Reeves, 2001: 48). Asma adalah kondisi jangka panjang yang mempengaruhi saluransaluran kecil yang mengalirkan udara masuk ke dan keluar dari paru-paru. Asma adalah penyakit inflamasi (peradangan). Saluran napas penyandang asma biasanya menjadi merah dan meradang. Alergi dapat memperparah asma. Namun demikian, tidak semua penyandang asma mempunyai alergi, dan tidak semua orang yang mempunyai alergi menyandang asma (Bull, 2007). Asma adalah penyakit kronis yang ditandai dengan serangan berulang sesak napas dan mengi, yang bervariasi dalam tingkat keparahan dan frekuensi dari orang ke orang. Selama serangan asma, lapisan bronkus tabung membengkak, menyebabkan saluran udara mempersempit dan mengurangi aliran udara masuk dan keluar dari paru-paru (WHO, 2013). b. Klasifikasi Klasifikasi tingkat penyakit asma dapat dibagi berdasarkan frekuensi kemunculan gejala: 1) Intermitten : Yaitu sering tanpa gejala atau munculnya kurang dari 1 kali dalam seminggu dan gejala asma malam kurang dari 2 kali dalam sebulan. Jika seperti itu yang terjadi, berarti faal paru masih baik. 2) Persisten ringan : Yaitu gejala asma lebih dari 1 kali dalam seminggu dan serangannya sampai mengganggu aktivitas, termasuk tidur. Gejala asma lebih dari 2 kali dalam sebulan. Semua ini membuat faal paru relatif menurun. 3) Persisten sedang : Yaitu asma terjadi setiap hari dan serangan sudah mengganggu aktivitas, serta terjadinya 1-2 kali seminggu. Gejala asma malam lebih dari 1-2 kali seminggu. Gejala asma malam faal paru menurun. 137
4) Persisten berat : Yaitu gejala asma terjadi terus-menerus dan serangan sering terjadi. Gejala asma malam terjadi hampir setiap malam. Akibatnya faal paru sangat menurun. Klasifikasi tingkat penyakit asma berdasarkan berat ringannya gejala: 1) Asma akut ringan : Dengan gejala rasa berat di dada, batuk kering ataupun berdahak, gangguan tidur malam karena batuk atau sesak napas, mengi tidak ada atau mengi ringan, APE (Arus Puncak Aspirasi) kurang dari 80%. 2) Asma akut sedang : Dengan gejala sesak dengan mengi agak nyaring, batuk kering/berdahak, aktivitas terganggu, APE antara 50-80%. 3) Asma akut berat : Dengan gejala sesak sekali, sukar berbicara dan kalimat terputus-putus, tidak bisa berbaring, posisi harus setengah duduk agar dapat bernapas, APE kurang dari 50%. (Hadibroto, 2006).
Berdasarkan penyebabnya, asma bronchial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu: 1) Ekstrinsik (alergik) Ditandai dengan alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) genetic terhadap alergi. Oleh karena karena itu jika ada faktorfaktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik 2) Intrinsic (non alergik) Ditandai dengan adanya reaksi non-alergi yang bereaksi terhadap faktor pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi pernapasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronchitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan. 3) Asma gabungan Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karateristik dari bentuk alergik dan non-alergik.
138
c. Etiologi Ada beberapa hal yang merupakan factor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronchial 1) Faktor predisposisi Genetik : Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi, karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan. 2) Faktor presipitasi a)
Alergen
1) Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu: 2) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
Ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamu bakteri dan polusi 3) Ingestan, yang masuk melalui mulut
Ex: makanan dan obat-obatan 4) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.
Ex: perhiasan, logam dan jam tangan. b)
Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mampengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma kadang-kadang serangan berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu. c)
Stres
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma yang sudah ada. Disamping itu gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi maka gejala asmanya belum diobati. d)
Lingkungan kerja 139
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana ia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalulintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti. e)
Olahraga/ aktivitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktivitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktivitas tersebut. d. Patofisisiologi Suatu serangan asma merupakan akibat obstruksi jalan napas difus reversible. Obstruksi disebabkan oleh timbulnya tiga reaksi utama yaitu kontraksi otot-otot polos saluran napas, pembengkakan membran yang melapisi bronkus, pengisian bronkus dengan mukus yang kental. Selain itu, otot-otot bronkus dan kelenjar mukosa membesar, sputum yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara terperangkap di dalam jaringan paru. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel mast dalam paru-paru. Pemajanan ulang terhadap antigen menyebabkan ikatan antigen dengan antibody, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (mediator) seperti histamin, bradikinin, prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak. Selai itu, reseptor α dan β dari sistem saraf simpatik terletak dalam bronkus. Ketika reseptor α adrenergik dirangsang, terjadi bronkonstriksi, bronkodilatasi terjadi ketika reseptor β adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α dan β adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik adenosine monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor α mengakibatkan penurunan cAMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimia yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkostriksi. Stimulasi reseptor β mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP yang menghambat pelepasan mediator kimia dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa penyekata β adrenergik terjadi pada individu 140
dengan Asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimia dan kontriksi otot polos (Smeltzer, 2002). e. Manifestasi Klinik 1) Tanda Sebelum muncul suatu episode serangan asma pada penderita, biasanya akan ditemukan tanda-tanda awal datangnya asma. Tanda-tanda awal datangnya asma memiliki sifat-sifat sebagai berikut: sifatnya unik setiap individu, pada indivisu yang sama, tanda-tanda peringatan awal bisa sama, hampir sama, atau sama sekali berbeda. Pada setiap episode serangan dan tanda peringatan awal yang paling bisa diandalkan adalah penurunan dari angka prestasi penggunaan “Preak Flow Meter”. Beberapa contoh tanda peringatan awal adalah: perubahan dalam pola pernapasan, bersin-bersin, perubahan suasana hati (moodlines), hidung mampet, batuk, gatal-gatal pada tenggorokan, merasa capek, lingkaran hitam dibawah mata, susah tidur, menurunnya toleransi tubuh terhadap kegiatan
olahraga
dan
kecenderungan
penurunan
prestasi
dalam
pengguanaan “Preak Flow Meter”. 2) Gejala a)
Gejala asma umum Perubahan saluran napas yag terjadi pada asma menyebabkan
dibutuhkannya usaha yang jauh lebih keras untuk memasukkan dan mengeluarkan udara dari paru-paru. Hal tersebut dapat memunculkan gejala berupa sesak napas/sulit bernapas, sesak dada, nafas berbunyi (wheesing) dan batuk (lebih sering terjadi pada anak daripada dewasa). Tidak semua orang akan mengalami gejala tersebut. Beberapa orang dapat mengalaminya dari waktu ke waktu, dan beberapa orang lainnya selalu mengalaminya sepanjang hidupnya. Gejala asma seringkali memburuk pada malam hari atau setelah mengalami kontak dengan pemicu asma. (Bull, 2007). b)
Gejala asma berat Gejala asma berat yaitu serangan batuk yang hebat, napas berat,
tersengal-sengal, sesak dada, susah berbicara dan berkonsentrasi, napas 141
menjadi dangkal dan cepat atau lambat dibanding biasanya, pundak membungkuk, lubang hidung mengembang dengan setiap tarika napas, bayangan abu-abu atau membiru pada kulit, bermula dari daerah sekitar mulut (sianosis). (Hadibroto, 2006). f.
Komplikasi Berbagai komplikasi yang mungkin timbul (Mansjoer, 2008) adalah: 1) Pneumotoraks Pneumotoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan napas. 2) Pneumomediastinum Pneumomediastinum dikenal sebagai emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana uadara hadir di mediastinum. Kondisi ini dapat disebabkan oleh trauma fisik atau situasi lain yang mengarah ke uadar keluar dari paru-paru. 3) Atelektasis Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernapasan yang sangat dangkal. 4) Bronkhitis Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi dimana lapisan bagian dalam dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronkiolus) mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir. Akibatnya penderita merasa perlu batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau merasa sulit bernapas karena sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya lendir. 5) Gagal napas Gagal napas terjadi bila pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pemebentukan karbondioksida dalam sel-sel tubuh.
142
g. Pemeriksaan Penunjang 1) Pemeriksaan laboratorium a)
Pemeriksaan sputum : Adanya badan kreola adalah karaketristik untuk
serangan asma yang berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema mukosa, sehingga terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya. Pewarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotik. b) -
Pemeriksaan darah (AGD) Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia atau asidosis.
-
Kadang pada darah terdapat peningkatan LDH.
-
Hiponatermia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
c)
Sel eusinofil : Sel eusinofil pada klien dengan status asmatikus dapat
mencapai 1000-1500/mm3
baik asma intrinsik maupun ekstrinsik,
sedangkan sel eusinofil normal antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel eusinofil menunjukkan pengobatan telah tepat. 2. Pemeriksaan penunjang - Radiologi : Gambaran radiologi pada kasus asma umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukkan gambaran hiperinflamasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. - Tes kulit : Dilakukan untuk mencari faktor alergik dari berbagai macam alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma. - Scanning paru : Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru. - Spirometer : Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan diagnosis juga untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.
143
- Peak Flow Meter (PMF) : Merupakan alat pengukur faal paru sederhana, alat tersebut digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari paru. Oleh karena pemeriksaan jasmani normal, dalam menegakkan diagnosis asma diperlukan pemeriksaan objektif (spirometer/PEV1 atau PMF). Spirometer lebih diutamakan dibanding PMF karena PMF tidak begitu sensitif dibanding FEV. Untuk diagnosis obstruksi saluran napas, PMF mengukur terutama saluran napas besar. PMF dibuat untuk pemantaun dan bukan alat diagnostik. APE dapat juga digunakan dalam dignosis untuk penderita yang tidak dapat melakukan pemeriksaan FEV1. - X-ray dada/Thorax : Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan asma. - Pemeriksaan Ig E : Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik pada kulit. Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencari faktor pencetus. Uji alergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma. Pemeriksaan darah IgE atopi dilakukan dengan cara radioallergosorbent test (RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan. h. Penatalaksanaan Pengobatan asma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan pengobatan farmakologik. 1) Pengobatan non farmakologik -
Penyuluhan :Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
-
Menghindari faktor pencetus : Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
-
Fisioterapi : Fisioterapi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada. 144
2) Pengobatan farmakologik a)
Agonis beta : Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali
semprot dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol (Alupent, metrapel). b)
Metil Xantin :Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin,
obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari. c)
Kortikosteroid : Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan
respon yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol (beclometason dipropinate) dengan dosis 800 empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat. d)
Kromolin : Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya
anak-anak. Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari. e)
Ketotifen : Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg
perhari. Keuntunganya dapat diberikan secara oral f) Iprutropioum bromide (Atroven) : Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator. g)
Pengobatan selama serangan status asmatikus
h)
Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
i) Pemberian oksigen 4 liter/ menit melalui nasal kanul j) Aminophilin bolus 5 mg/ kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutkan drip RL atau D5 mentenence (20 tetes/ menit) dengan dosis 20 mg/ kg BB/ 24 jam. k)
Terbutalin 0,25 mg/ 6 jam secara sub kutan.
l) Dexametason 10-20 mg/ 6 jam secara intra vena. m) Antibiotik spektrum luas. i. 1.
Pencegahan Menghindari faktor pencetus a. Menghindarkan debu rumah: mengusahakan kamar tidur seperti: 1) Memperhatikan kasur/ bantalnya jangan sampai berdebu atau kapuknya keluar. 145
2) Sprei, tirai/ gorden, selimut sekurang-kurangnya dicuci minimal 2 minggu sekali 3) Lantai dibersihkan/ dipel setiap hari. b. Lebih baik tidak memelihara binatang apalagi yang berbulu seperti kucing dan anjing c. Untuk anak hindari jangan sampai anak makan coklat, kacang tanah atau makanan yang mengandung coklat atau minum es serta makanan yang mengandung zat pengawet atau pewarna makanan. d. Hindarkan anak kontak dengan orang dewasa yang sedang menderita influenza/ pilek misalnya berbicara atau bersin di dekat anak yang asma. Bila batuk atau bersin, harus menutup mulut dan hidungnya. e. Hindarkan berada di tempat yang sedang terjadi perubahan udara misalnya cuaca sedang mendung jangan main di luar rumah.
Hal-hal yang harus diperhatikan: 1) Menjaga kesehatan
dengan memberi makanan yang cukup bergizi, tetap
menghindari makanan yang mengandung alergen (penyebab asma) bagi anaknya. 2) Bila kondisi yang sakit sudah parah atau keluarga tidak mampu menangani, segera bawa anak ke Puskesmas/ RS terdekat. 3) Menggunakan obat-obatan atau tindakan untuk mengurangi reaksi-reaksi yang akan atau yang sudah timbul oleh faktor pencetus i. Prognosis Prognosis untuk asma umumnya baik, terutama bagi anak-anak dengan penyakit ringan. Kematian telah menurun selama beberapa dekade terakhir karena pengenalan yang lebih baik dan perbaikan dalam perawatan. Secara global menyebabkan cacat sedang atau berat pada 19,4 juta orang sebagai Tahun 2004 (16 juta di antaranya berada di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah) dari asma didiagnosis selama masa kanak-kanak, setengah dari kasus tidak akan lagi membawa diagnosis setelah satu dekade. Airway remodeling diamati, tetapi tidak diketahui apakah ini merupakan perubahan berbahaya atau
146
bermanfaat. Pengobatan dini dengan kortikosteroid tampaknya untuk mencegah atau ameliorates penurunan fungsi paru-paru.
j.
Diagnosa Keperawatan 1) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret 2) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme 3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen 4) Gangguan pola tidur berhubungan dengan dispnea 5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik 6) Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan anoreksia 7) Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit
147
5. GEA (GASTROENTERITIS AKUT) a. Pengertian Gastroenteritis akut adalah infeksi pada saluran pencernaan di tandai dengan buang air besar atau defekasi dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100-200 ml/jam), dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair (setengah padat), dapat pula disertai frekuensi defekasi yang meningkat (Arief manjoer, 2004) Menurut WHO (1980), Gastroenteritis akut adalah ditandai dengan buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari. Gastroentiritis akut adalah peradangan pada mukosa lambung dan usus dengan gejala: panas, muntah, diare, dan kram pada perut. b. Etiologi Penyebab utama : Bakteri, parasit maupun virus (E. Coli, V. Cholerae Ogawa, Aeromonas sp.). -
Virus
: Adenovirus, Rotavirus, Astovirus, dll.
-
Bakteri
: Staphylococcus aureus, Salmonella, Shigella, dll.
-
Parasit
: Entamoeba Histolitica, Balantidium Coli, dll.
Penyebab lain : toksin dan obat, nutrisi enteral diikuti puasa yang berlangsung lama, kemoterapi, impaksi fekal (overflow diarrhea) atau berbagai kondisi lain. 1.
a. Pengurangan atau penghambatan ion-ion. b. Perangsangan dan sekresi aktif ion-ion pada usus (Secretory diarrhea)
2.
Terdapatnya zat yang sukar diabsorbsi atau cairan dengan tekanan osmotik yang tinggi pada usus(obat pencahar/ laksansia)
3.
Perubahan pergerakan dinding usus.
c. Patofisiologi Virus/bakteri masuk saluran pencernaan bersama makanan yang terkontaminasi sehingga menimbulkan respon dengan gejala Gastroenteritis melalui cara : 1) Organisme melepaskan toksin (enterotoksin) pada usus halus maka terjadilah peradangan yang ditandai diare (Shigela dan E. Coli).
148
2) Organisme masuk ke intestinal sehingga menimbulkan distruksi nekrosis ulcerasi diare terus-menerus (Shigella dan Compylobacter). 3) Organisme yang masuk saluran pencernaan merusak mukosa/epitelium villi saluran pencernaan hancur malabsorbsi dan hancurnya villi ini menyebabkan motilitas gastro-intestinal meningkat sehingga cairan dan elektrolit (dalam lumen usus) meningkat. d. Manifestasi Klinik -
Penderita merasakan sekit perut, Rasa kembung, Mual, muntah, diare, Kadangkadang demam/peningkatan suhu tubuh dan nyeri abdomen.
-
Diare yang berlangsung lama (berhari-hari atau berminggu-minggu) baik secara menetap atau berulang panderita akan mengalami penurunan berat badan.
-
BAB ada darah/mucus (5x/> sehari) mungkin oleh Shigella.
-
BAB bau dan bercampur darah Compylobacter.
-
BAB kadang-kadang bercampur darah dan mucus E. Coli.
Kehilangan cairan >> : -
Elastisitas kulit menurun
-
Mukosa mulut kering
-
Hipotensi, dll.
Pemeriksaan auskultasi : peningkatan peristaltic usus. Palpasi teraba lunak pada abdominal, nyeri abdomen. e. Komplikasi Komplikasi yang sering terjadi pada penderita GEA : 1) Dehidrasi 2) Hipokalemi. 3) Hipokalsemi 4) Cardiac disrythmias 5) Hiponatremi. 6) Syok hipovolemik 7) Asidosis. f.
Pemeriksaan Penunjang 1) Pemeriksaan tinja 149
2) Pemeriksaan darah: darah perifer lengkap,analisis gas darah dan elektrolit (terutama Na, K, Ca, dan P serum pada diare yang disertai kejang) 3) Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin darah untuk mengetahui faal ginjal. 4) Duodenal intubation, untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif terutama pada diare kronik. 5) Kolonoskopi, pemeriksaan ini di anjurkan pada pasien yang menderita peradangan kolon. g. Penatalaksanaan 1) Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan. a)
Jenis cairan : Pada diare akut yang ringan dapat diberikan oralit.
Diberikan cairan RL, bila tak tersedia dapat diberikan NaCl isotonik ditambah satu ampul Na bikarbonat 7,5 % 50 ml. b)
Jumlah cairan : Diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang
dikeluarkan.
Kehilangan cairan tubuh dapat dihitung dengan beberapa cara : Metoda Pierce : Derajat Dehidrasi
Kebutuhan cairan ( X kg BB)
Ringan
5%
Sedang
8%
Berat
10
c) Jalan masuk atau cara pemberian cairan Dapat dipilih oral atau IV. d) Jadwal pemberian cairan Rehidrasi dengan perhitungan kebutuhan cairan diberikan pada 2 jam pertama. Selanjutnya dilakukan penilaian kembali status hidrasi untuk memperhitungkan kebutuhan cairan. Rehidrasi diharapkan terpenuhi lengkap pada akhir jam ke-3. e) Terapi simtomatik -
Antibiotik diberikan secara klinis : 150
o
Tetrasiklin untuk cholera
o
Kloramphenikol untuk Shigella
o
Neomycin untuk Campylobacter
-
Anti diare
-
Absorben Obat yang digunakan : anti diare, antidotum, antipiretik, antibiotik, oralit, dll. Obat diare bersifat simtomatik dan diberikan sangat hati-hati atas pertimbangan yang rasional.
Sifat antimotilitas dan sekresi usus.
Sifat antiemetik.
f)Vitamin meneral, tergantung kebutuhannya.
Vitamin B12, asam folat, vit. K, vit. A.
Preparat besi , zinc, dll.
g) Terapi definitive Pemberian edukatif sebagai langkah pencegahan. Hiegene perseorangan, sanitasi lingkungan, dan imunisasi melalui vaksinasi sangat berarti, selain terapi farmakologi. h) Pengaturan diet Bila terjadi konstipasi berikan makan dengan makanan tinggi serat. Di anjurkan untuk menghindari susu. f. Pencegahan 1) Hindari makanan yang dapat menyebabkan iritasi lambung. 2) Upayakan lingkungan dan makanan yang di makan selalu dalam keadaan yang bersih.
151
6. HIPERTENSI a. Definisi Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg. (Brunner dan Suddarth, 896 ; 2001). Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang abnormal dan diukur palingtidak pada tiga kesempatan yang berbeda. Hipertensi adalah kondisi abnormal dari hemodinamik, dimana menurut WHO tekanan saitolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan diastoliknya > 90 mmHg (untuk usia < 60 tahun) dan sistolik ≥ 90 dan atau tekanan diastoliknya > 95 mmHg (untuk usia > 60 tahun). Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastoliknya ≥ 90 mmHg, atau bila paien memakai obat antihipertensi. Dari beberapa definisi mengenai hipertensi di atas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah tekanan darah diatas 140/90 mmHg, tinggi rendahnya juga tergantung pada usia. Adapun Klasifikasi tekanan darah orang dewasa berusia 18 tahun keatas menurut t National Committee on Prevenion, Detectoion, Evaluation, and Treatment of High Blood pressure, dalam buku Brunner dan suddarth (896, 2002). Yaitu : Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah KATEGORI
SISTOLIK
DIASTOLIK
Normal
< 130
< 85
Tinggi Normal
130 – 139
85 – 89
Hipertensi
140 – 159
90 – 99
Stadium 1 (ringan)
160 – 179
100 – 109
Stadium 2 (Sedang)
180 – 209
110 – 119
Stadium 3 (berat)
> 210
> 120
Stadium 4 (sangat berat) Sumber : Brunner dan suddarth (896, 2002).
152
b. Etiologi Penyebab terjadinya hipertensi antara lain: 1) Kecepatan denyut jantung 2) Volume sekuncup 3) Asupan tinggi garam 4) Vasokontriksi arterio dan arteri kecil 5) Stres berkepanjangan 6) Genetik Sedangkan menurut Jan Tambayong (2000) etiologi dari hipertensi adalah sebagai berikut : 1) Usia Insidens hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Hipertensi pada yang kurang dari 35 tahun dengan jelas menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian prematur. 2) Kelamin Pada umumnya insidens pada pria lebih tinggi daripada wanita, namun pada uia pertengahan dan lebih tua, insidens pada waktu mulai meningkat, sehingga pada usia diatas 65 tahun, insidens pada wanita lebih tinggi. 3) Ras Hipertensi pada yang berkulit hitampaling sedikit dua kalinya pada yang berkulit putih. Akibat penyakit ini umumnya lebih berat pada ras kulit hitam. Misalnya mmortalitas pasien pria hitam dengan diastole 115 atau lebih, 3,3 kali lebih tinggi daripada pria berkulit putih, dan 5,6 kali bagi wanita putih. 4) Pola hidup Faktor seperti pendidikan, penghasilan, dan faktor
pola hidup lain telah
diteliti, tanpa hasil yang jelas. Penghasilan rendah, dan kehidupan atau pekerjaan yang penus stes agaknya berhubungan dengan insidens hipertensi yang lebih tinggi. 5) Diabetes melitus Hubungan antara diabetes melitus dan hipertensi kurang jelas, namun secara statistik nyata ada hubungan antara hipertensi dan penyakit arteri koroner. 153
6) Hipertensi sekunder Seperti dijelaskan sebelumnya, hipertensi dapat terjadi akibat yang tidak diketahui. Bila faktor penyebab dapat diatasi, tekanan darah dapat kembali normal. c. Patofisiologi Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat pasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jarak saraf simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis
ke ganglia simpatis
di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilapaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi
respons penbuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah seebagai rangsang respons emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medula adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kkortisol dan steroid lainnya, yang dapat mempekuat respon vasokonsriktor pembiluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriksi striktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldesteron oleh korteks adenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. (Brunner & Suddarth, 898; 2001).
154
d. Manisfestasi Klinis Adapun manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada pederita hipertensi antara lain : 1) Sakit kepala saat terjaga kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranium. 2) Penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina. 3) Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susuna saraf pusat 4) Nokturia yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus. 5) Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler
Tanda dari hipertensi adalah kelemahan, napas pendek, frekuensi jantung meningkat, ansietes, depresi, obesitas, pusing, sakit kepala, tekanan darah meningkat. e. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang 1) Pemeriksaan Laboratorium
Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti : hipokoagulabilitas, anemia.
BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapatdiakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal danada DM.
2) CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati 3) EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi. 4) IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal, perbaikan ginjal. 5) Photo dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran jantung. 155
f.
Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertensi antara lain : 1) Stroke 2) Infark miokard 3) Gagal ginjal 4) Ensefalopati (kerusakan otak) 5) Kejang
g. Penatalaksanaan 1) Penatalaksanaan Non Farmakologis
Diet Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
Aktivitas Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging, bersepeda atau berenang.
2) Farmakologik Sesuai dengan rekomendasi WHO/ISH dengan mengingat kondisi pasien, sasarkan pertimbangan dan prisif sebagai berikut:
Mulai dosis rendah yang tersedia, naikkan bila respon belum belum optimal, contoh agen beta bloker ACE.
Kombinasi dua obat, dosis rendah lebih baik dari pada satu obat dosis tinggi. Contoh: diuretic dengan beta bloker.
Bila tidak ada respon satu obat, respon minim atau ada efek samping ganti DHA yang lain
Pilih yang kerja 24 jam, sehingga hanya sehari sekali yang akan meningkatkan kepatuhan.
Pasien dengan DM dan insufistensi ginjal terapi mula lebih dini yaitu pada tekanan darah normal tinggi.
156
7. DIABETES MELLITUS A. Definisi Diabetes mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat yaitu berupa kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk dihati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin adalah hormone yang diproduksi pancreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya. Klasifikasi diabetes mellitus : a. DM tipe I : Kurang lebih 5% hingga 10 % penderita DM tipe I yaitu diabetes yang tergantung insulin. Pada diabetes jenis ini, sel – sel beta pancreas yang dalam keadaan normal menghasilkan hormone insulin dihancurkan oleh suatu proses autoimun. Sebagai akibatnya, penyuntikan diperlukan untuk mengendalikan kadar glucose darah. Diabetes Tipe I ditandai oleh awitan mendadak yang biasanya terjadi pada usia 30 tahun. b. DM tipe II : Kurang lebih 90% hingga 95% penderita mengalami diabetes tipe II, yaitu diabetes yang tidak tergantung insulin. Diabetes tipe II terjadi akibat penurunan sensitifitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin. Diabetes tipe II paling sering ditemukan pada individu yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. c. DM yang berkaitan dengan keadaan atau sindrom lain. d. Diabetes gestational B. Etiologi 1) DM tipe I Ditandai dengan penghancuran sel – sel beta pancreas, kombinasi factor genetik imunologi dan mungkin pada lingkungan misalnya infeksi virus diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta. 157
a. Faktor genetik : Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya diabetes tipe satu ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human leukosit, antigen) tertentu. b. Faktor imunologi : terdapat bukti adanya suatu respon autoimun, merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi pada jaringan tersebut yang dianggap sebagai jaringan asing. c. Faktor lingkungan : penyelidikan sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta, contoh : virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta. 2) DM tipe II Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan penting dalam proses resistensi insulin. Factor risiko :
Usia diatas 65 tahun.
Obesitas
Riwayat keluarga.
3) DM yang berkaitan dengan keadaan atau sindrom lain Disertai dengan keadaan yang diketahui atau dicurigai dapat menyebabkan penyakit : pankreatitis, kelainan hormonal obat – obatan (glucokortikoid estrogen). Bergantung pada kemampuan pankreas yang menghasilkan insulin pasien mungkin memerlukan terapi dengan obat oral atau insulin. 4) Diabetes gestational Terjadi selama kehamilan, biasanya pada trimester ke-2 atau ke-3 disebabkan oleh hormon yang disekresikan plasenta dan menghambat kerja insulin.
158
C. Patifisiologi 1. DM tipe I Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel Beta pancreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia-puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati sehingga menimbulkan hiperglikemia postprandial. Kadar glukosa yang tinggi dalam darah menyebabkan ginjal tidak dapat menyaring semua glukosa sehingga terjadi Glukosuria yang disertai dengan pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan (dieresis osmotic). Sebagai akibatnya pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipia). Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak sehingga menyebabkan penurunan berat badan. pasien mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Pada penderita defesiensi insulin, proses glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam amino dan substrat lain) terjadi tanpa hambatan dan menyebabkan hiperglikemia lanjut. Di samping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam-basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetic yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton, dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. 2. DM Tipe II Pada DM Tipe II terdapat 2 masalah yang berhubungan dengan insulin, yaitu : retensi insulin, dan gangguan sekresi insulin. Retensi insulin disertai dengan penurunan reaksi metabolisme glukosa intrasel. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi retensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. 159
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel beta tidak mempu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Diabete tipe II sering terjadi pada penderita berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe II berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut bersifat ringan yaitu kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur. D. Manifestasi klinik Manifestasi klinik DM dikaitkan dengan konsekuensi metabolic defisiensi insulin, yaitu : Glikosuria Poliuria Berat badan berkurang Polidispodia (rasa haus) Sering lapar (polifagia) Cepat lelah dan mengantuk 1. Penderita DMTI : sering memperlihatkan awitan gejala yang explosit dengan polidipsia, poliuria, BB menurun, polifagia, lemah, somnolen, selama beberapa hari atau minggu. Jika berat ketoasidosis dan meninggal jika tidak ditangani. 2. Penderita DMTTI : mudah haus, sering kencing, nafsu makan meningkat, cepat lelah, pandangan mata sering kabur, luka susah sembuh, impoten pada pria. Mungkin sama sekali tidak meperlihatkan gejala apapun, diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan darah dan tes toleransi glukosa.
160
E. Komplikasi Dibagi menjadi 2 kategori yaitu : Komplikasi akut 1.
Komplikasi metabolik a. Ketoasidosis diabetic b. Koma hiperglikemik hiperismoler non ketotik c. Hipoglikemia d. Asidosis lactate
2. Infeksi berat Komplikasi kronik 1)
Komplikasi vaskuler
o Makrovaskuler : PJK, stroke , pembuluh darah perifer o Mikrovaskuler : retinopati, nefropati 2)
Komplikasi neuropati Neuropati sensorimotorik, neuropati otonomik gastroporesis, diare diabetik, buli - buli neurogenik, impotensi, gangguan refleks kardiovaskuler.
3)
Campuran vascular neuropati Ulkus kaki
4)
Komplikasi pada kulit
F. Pemeriksaan Penunjang 1. Glukosa Darah : mengetahui kadar gula dalam darah meningkat 200-100 mg/dL atau lebih. 2) Aseton (keton) ; positif secara mencolok. 3) Asam lemak bebas : Kadar lipid dan kolesterol meningkat. 4) Osmolalitas serum : Meningkat tapi biasanya kurang dari 330 mOsm/L 5) Elektrolit : Natrium mungkin normal, meningkat, atau menurun. Kalium normal atau meningkat semu selanjutnya akan menurun Fosfor lebih sering menurun.
161
6) Insulin darah : mungkin menurun bahkan sampai tidak ada (pada tipe I) atau normal sampai tinggi (tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin. 7) Urin : gula dan aseton positif, berat dan osmolitas meningkat. G. Penatalaksanaan Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dan upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropati. Ada 4 komponen dalam penatalaksanaan DM : 1. Diet ii. Komposisi makanan : 1. Karbohidrat = 60 % – 70 % 2. Protein = 10 % - 15 % 3. Lemak = 20 % - 25 % iii. Jumlah kalori perhari 1. Antara 1100 -2300 kkal 2. Kebutuhan kalori basal : laki – laki : 30 kkal / kg BB Perempuan : 25 kkal / kg BB iv. Penilaian status gizi : BB BBR =
x 100 % TB – 100
-
Kurus
: BBR < 90 %
-
Normal (ideal) : BBR 90 % - 110 %
-
Gemuk
-
Obesitas bila BBRR > 110 %
: BBR > 110 %
Obesitas ringan 120% - 130 % Obesitas sedang 130% - 140% Obesitas berat
140% - 200%
Obesitas morbit > 200 % 162
Jumlah kalori yang diperlukan sehari untuk penderita DM yang bekerja biasa adalah : Kurus
: BB x 40 – 60 kalori/hari
Normal (ideal)
: BB x 30 kalori/hari
Gemuk
: BB x 20 kalori/hari
Obesitas
: BB x 10 – 15 kalori/hari
2. Latihan jasmani 3. Penyuluhan Dilakukan pada kelompok resiko tinggi : Umur diatas 45 tahun Kegemukan lebih dari 120 % BB idaman atau IMT > 27 kg/m Hipertensi > 140 / 90 mmHg Riwayat keluarga DM Dislipidemia, HDL < 35 mg/dl atau TG > 250 mg/dl Parah TGT atau GPPT ( TGT : > 140 mg/dl – 2200 mg/dl), glukosa plasma puasa derange / GPPT : > 100 mg/dl dan < 126 mg/dl)
4.
Obat berkaitan Hipoglikemia
1) Obat hipoglikemi oral : a. Sulfoniluria : Glibenglamida, glikosit, gliguidon, glimeperide, glipizid. b. Biguanid ( metformin ) c. Hon su insulin secretagogue ( repakglinide, natliglinide ) d. Inhibitor glucosidase e. Tiosolidinedlones 2) Insulin Jenis insulin menurut cara kerja :
Lama kerja
Nama insulin
Mulai kerja
Kerja max.
Lama kerja 163
(Jam)
(Jam)
(Jam)
Kerja singkat
Actrafit Humolin R
0,5 0,5
2,5 – 5 2,5 - 5
4–8 4–8
Kerja sedang
Monotard Insulatard Humulin N
1–2 1–2 1-2
4–6 4–6 4–8
8 – 24 8 - 24 8 -2
Kerja lama
Ultratard
2-4
8 - 24
28
164
G. Diagnosa Keperawatan 1. Kekurangan volume cairan 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. 3. Risiko tinggi terhadap infeksi. 4. Risiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori. 5. Kelelahan 6. Ketidakberdayaan 7. Kurang pengetahuan (belajar) mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan.
165
8. DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) A. Defenisi Merupakan penyakit yang terdapat pada anak dan remaja atau orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang biasanya memburuk setelah 2 hari pertama (Arif mansjour dkk, kapita selekta kedokteran, 2000) B. Etiologi Penyebab penyakit dbd ini adalah “virus dengue” termasuk group b arthropodborn Virus (Arbovirusses) dan sekarang dikenal sebagai genus flavinus, family flaviridiae dan mempunyai 4 serotype, yaitu: DEN I, DEN II, DEN III, dan DEN IV. Infeksi dengan salah satu serotype akan menimbulkan antibody seumur hidup terhadap serotype yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotype yang lain (Demam Berdarah Dengue, FK UI, Hal 80). C. Cara penularan Terdapat 3 faktor yang berperan pada penularan infeksi dengue, yaitu: manusia, virus, dan faktor perantara. Virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Nyamuk Aedes Albopictus, Aedes Polinesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat pula menularkan virus dengue tetapi kurang berperan. Nyamuk aedes tersebut dapat menularkan virus dengue kepada manusia, baik secara langsung yaitu setelah menggigit orang yang sedang mengalami viremia, maupun secara tidak langsung yaitu setelah melalui masa inkubasi didalam tubuhnya selama 8-10 hari (Ekstrinsic Incubation Period). Pada manusia diperlukan waktu 4-6 hari (Instrinsic Incubation Period) sebelum menjadi sakit setelah virus masuk kedalam tubuh. Pada nyamuk, sekali virus dapat masuk dan berkembang biak didalam tubuhnya, maka nyamuk tersebut dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Sedangkan pada manusia, penularan dapat terjadi pada saat tubuh dalam keadaaan viremia yaitu antara 3-5 hari. (Demam Berdarah Dengue, FK UI, hal 80-81).
166
D. PATOGENESIS Virus ini merupakan mikroorganisme yang hanya dapat hidup dalam sel hidup maka dalam kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (Host) terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan tubuh pejam, persaingan akan sembuh sempurna dan timbul antibody atau perjalanan penyakit menjadi berat dan bahkan dapat menyebabkan kematian E. PATOFISIOLOGI Virus dengue dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti sebagai vektor ke tubuh
manusia
melalui
gigitan
nyamuk
tersebut.
Setelah
manusia
terkontaminasi oleh virus tersebut maka akan terjadi infeksi yang pertama kali yang dapat memberikan gejala sebagai DBD. DBD dapat tejadi bila seorang yang telah terinfeksi pertama kali dapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Virus akan bereplikasi dinodus limpatikus regional dan menyebar kejaringan lain, terutama ke sistem retikuloendotelial dan kulit secara brobkogen maupun hematogen. Tubuh akan membentuk kompleks virus antibody dalam sirkulasi darah sehingga akan mengaktivasi sistem komplemen yang berakibat dilepaskannya anafilaktoksin C3a dan Csa sehingga permeablitas dinding pembuluh darah meningkat dan akan terjadi juga agregasi trombosit yang melepaskan ADP, trombosit melepaskan vasoaktif yang bersifat meningkatkan permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit. Faktor-faktor yang merangsang koagulasi intravaskuler. Terjadinya aktivasi faktor homogen (faktor VII) akan menyebabkan pembekuan intravaskuler yang meluas dan meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah. Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk kedalam tubuh penderita adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam dan bintik-bintik merah pada kulit (petechie) dan hal-hal yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (hepatomegali) dan pembesaran limpa. Peningkatan Permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan kurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokensentrasi (peningkatan hematokrit 20%) menunjukkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga hematokrin 167
menjadi lebih penting untuk menjadi ukuran patokan pemberian cairan intravena. Setelah pemberian cairan intravena peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung. Sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang akan mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengakibatkan renjatan. Jika renjatan dan hipovolemia berlangsung lama, maka akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada penderita DHF, menyangkut 3 faktor yaitu: 1. Perubahan vaskuler 2. Trombositopenia 3. Gangguan koagulasi F. Manifestasi klinis Masa inkubasi dari dengue antara 3-15 hari namun rata-rata 5-7 hari. Tanda dini infeksi dengue, adalah: 1. Demam tinggi 2. Facial flushing 3. Tidak ada tanda-tanda ISPA 4. Tidak tampak fokal infeksi 5. Uji tourniket positif 6. Trombositopenia 7. Hematokrit meningkat Indikator fase syok: 1. Hari sakit ke 4-5 2. Suhu turun 3. Nadi cepat tanpa demam 4. Tekanan darah turun/hipotensi 5. Leukopenia (< 5000/mm3)
168
WHO memberikan pedoman untuk membantu menegakkan diagnosis demam berdarah secara dini disamping menentukan derajat beratnya penyakit Klinis : Demam mendadak tinggi Perdarahan (termasuk uji rumpelleede +) seperti: petechie, epistaksis, hematemesis dan melena Hepatomegali Syok: nadi kecil dan cepat dengan tekanan darah turun atau hipotensi disertai gelisah dan akral dingin Klasifikasi Demam Berdarah Dengue:
Derajat I (Ringan): terdapat demam mendadak selama 2-7 hari disertai gejala klinis lain dengan manifestasi perdarahan ringan: uji Touniket +
Derajat II
: ditemukan pula perdarahan kulit dan manifestasi
perdarahan lain.
Derajat III
: ditemukan tanda-tanda dini renjatan.
Derajat IV
: termasuk DSS dengan nadi dan tekanan darah yang
tidak terukur. G. Pemeriksaan Diagnostik 1. Pada DBD dijumpai trombositopenia dan hemakonsentrasi Laboratorium:
Trombositopenia (< 100.000/mm3)
Hemokonsentrasi (kadar Ht > 20% dari normal)
2. Air Seni, mungkin ditemukan albuminnya ringan 3. Uji Serologi memakai serum ganda yaitu:serum diambil pada masa akut dan konvalesen yaitu uji peningkatan komplemen (PK), uji netralisasi (MT), dan uji dengue Blok. Pada uji ini dicari kenaikan antibodi (antidengue) minimal 4x 4. Isolasi virus, yang diperiksa adalah darah Klien dan jaringan H. Penatalaksanaan / Terapi Pada dasarnya penatalaksanaan DBD bersifat if yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Untuk merawat Klien DBD dengan baik, 169
diperlukan dokter dan perawat yang terampil, sarana laboratorium yang memadai, serta bank darah yang senantiasa siap jika diperlukan. (Demam Berdarah Dengue, FK, UI. Hal. 104). Menurut WHO: 1) DBD derajat I o Minm banyak (1,5-2 liter perhari) o Kompres hangat o Jika klien muntah-muntah infus RL / Asering. 2) DBD derajat II o Minum banyak (1,5-2 liter perhari) o Infus RL / Asering 3) DBD derajat III o Infus RL /Asering 20 ml atau 20 cc/kg/BB/jam 4) DBD derajat IV o Infus RL / Asering tetapi diguyur atau dicor terlebih dahulu sampai nadi teraba dan tekanan darah sudah mulai terukur o Bila ada panas atau demam berikan kompres hangat dan paracetamol o Bila ada perdarahan, tes Hb, jika Hb < 10 berikan PRC(Pack Red Cell/Eritrosit) sampai Hb lebih dari 10. o Bila terdapat infeksi sekunder atau renjatan yang berulang-ulang berikan antibiotik o Bila terjadi kesadaran menurun dengan kejang-kejang berikan dexamethasone.
170
9. LUKA BAKAR A. Definisi Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi (Moenajat, 2001 dalam Musliha, 2010). B. Etiologi Disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh melelui konduksi atau radiasi elektromagnitik. Berdasarkan perjalanan penyakitnya luka bakar dibagi menjadi 3 fase, yaitu : 1. Fase akut : Pada fase ini problema yang ada berkisar pada gangguan saluran napas karena adanya cedera inhalasi dan gangguan sirkulasi. Pada fase ini terjadi gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termis bersifat sistemik. 2. Fase sub akut : Fase ini berlangsung setelah shock berakhir. Luka terbuka akibat kerusakan jaringan (kulit dan jaringan dibawahnya) menimbulkan masalah inflamasi, sepsis dan penguapan cairan tubuh disertai panas/energi. 3. Fase lanjut : Fase ini berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampai terjadi maturasi. Masalah pada fase ini adalah timbulnya penyulit dari luka bakar berupa parut hipertrofik, kontraktur, dan deformitas lainnya. C. Patofisologi Luka bakar mengakibatkan peningkatan permebilitas pembuluh darah sehingga air, klorida dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan menyebabkan edema yang dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan hemokonsentrasi. Burn shock ( shock Hipovolemik ) merupakan komplikasi yang sering terjadi, manisfestasi sistemik tubuh trhadap kondisi ini adalah : 1. Respon kardiovaskuiler : Perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler melelui kebocoran kapiler mengakibatkan kehilangan Na, air dan protein plasma serta edema jaringan yang diikuti dengan penurunan curah jantung Hemokonsentrasi sel darah merah, penurunan perfusi pada organ mayor edema menyeluruh.
171
2. Respon Renalis : Dengan menurunnya volume inravaskuler maka aliran ke ginjal dan GFR menurun mengakibatkan keluaran urin menurun dan bisa berakibat gagal ginjal. 3. Respon Gastro Intestinal : Respon umum pada luka bakar > 20 % adalah penurunan aktivitas gastrointestinal. Hal ini disebabkan oleh kombinasi efek respon hipovolemik dan neurologik serta respon endokrin terhadap adanya perlukan luas. Pemasangan NGT mencegah terjadinya distensi abdomen, muntah dan aspirasi. 4. Respon Imonologi Sebagian basis mekanik, kulit sebgai mekanisme pertahanan dari organisme yang masuk. Terjadinya gangguan integritas kulit akan memungkinkan mikroorganisme masuk kedalam luka. D. Klasifikasi luka bakar Untuk membantu mempermudah penilaian dalam memberikan terapi dan perawatan, luka bakar diklasifikasikan berdasarkan penyebab, kedalaman luka, dan keseriusan luka, yakni : 1. Berdasarkan penyebab Luka bakar karena api Luka bakar karena air panas Luka bakar karena bahan kimia Laka bakar karena listrik Luka bakar karena radiasi Luka bakar karena suhu rendah (frost bite). 2. Berdasarkan kedalaman luka bakar a. Luka bakar derajat I
Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis
Kulit kering, hiperemi berupa eritema
Tidak dijumpai bulae
Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari
b. Luka bakar derajat II 172
Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi.
Dijumpai bulae.
Nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi.
Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal.
Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu : Derajat II dangkal (superficial) -
Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.
-
Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh.
-
Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari.
Derajat II dalam (deep) -
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.
-
Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.
-
Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi lebih dari sebulan.
c. Luka bakar derajat III -
Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang lebih dalam.
-
Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan
-
Tidak dijumpai bulae.
-
Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Karena kering letaknya lebih rendah dibanding kulit sekitar.
-
Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar.
-
Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujungujung saraf sensorik mengalami kerusakan/kematian.
173
-
Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi proses epitelisasi spontan dari dasar luka.
3. Berdasarkan tingkat keseriusan luka: American Burn Association menggolongkan luka bakar menjadi tiga kategori, yaitu: a. Luka bakar mayor -
Luka bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasa dan lebih dari 20% pada anak-anak.
-
Luka bakar fullthickness lebih dari 20%.
-
Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum.
-
Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa memperhitungkan derajat dan luasnya luka.
-
Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi.
b. Luka bakar moderat -
Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 10-20% pada anak-anak.
-
Luka bakar fullthickness kurang dari 10%.
-
Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum.
c. Luka bakar minor Luka bakar minor seperti yang didefinisikan oleh Trofino (1991) dan Griglak (1992) adalah :
Luka bakar dengan luas kurang dari 15% pada orang dewasa dan kurang dari 10 % pada anak-anak.
Luka bakar fullthickness kurang dari 2%.
Tidak terdapat luka bakar di daerah wajah, tangan, dan kaki.
Luka tidak sirkumfer.
Tidak terdapat trauma inhalasi, elektrik, fraktur.
174
4. Ukuran luas luka bakar Dalam menentukan ukuran luas luka bakar kita dapat menggunakan beberapa metode yaitu : Rule of nine Kepala dan leher : 9% Dada depan dan belakang : 18% Abdomen depan dan belakang : 18% Tangan kanan dan kiri : 18% Paha kanan dan kiri : 18% Kaki kanan dan kiri : 18% Genital : 1% Diagram Penentuan luas luka bakar secara lebih lengkap dijelaskan dengan diagram Lund dan Browder sebagai berikut: LOKASI KEPALA LEHER DADA & PERUT PUNGGUNG PANTAT KIRI PANTAT KANAN KELAMIN LENGAN ATAS KA. LENGAN ATAS KI. LENGAN BAWAH KA LENGAN BAWAH KI. TANGAN KA TANGAN KI PAHA KA. PAHA KI.
0-1 19 2 13
USIA (Tahun) 1-4 5-9 10-15 17 13 10 2 2 2 13 13 13
13 2,5
13 2,5
13 2,5
13 2,5
13 2,5
2,5
2,5
2,5
2,5
2,5
1 4
1 4
1 4
1 4
1 4
4
4
4
4
4
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
2,5
2,5
2,5
2,5
2,5
2,5 5,5 5,5
2,5 6,5 6,5
2,5 8,5 8,5
2,5 8,5 8,5
2,5 9,5 9,5
DEWASA 7 2 13
175
TUNGKAI BAWAH KA TUNGKAI BAWAH KI KAKI KANAN KAKI KIRI
5
5
5,5
6
7
5
5
5,5
6
7
3,5
3,5
3,5
3,5
3,5
3,5
3,5
3,5
3,5
3,5
E. Komplikasi Lanjut Luka Bakar Hypertropi
jaringan.
Kontraktur.
F. Penatalaksanaan 1. Penanggulangan terhadap shock 2. Mengatasi gangguan keseimbangan cairan
Protokol pemberian cairan mengunakan rumus Brooke yang sudah dimodifikasi yaitu : 24 jam I : Ciran Ringer Lactat : 2,5 – 4 cc/kg BB/% LB.
NOTE: ½ bagian diberikan dalam 8 jam pertama (dihitung mulai dari jam kecelakaan). ½ bagian lagi diberikan dalam 16 jam berikutnya.
24 jam II : Cairan Dex 5 % in Water : 24 x (25 + % LLB) X BSA cc.
Albumin sebanyak yang diperlukan, (0,3 – 0,5 cc/kg/%). 3. Mengatasi gangguan pernafasan 4. Mengataasi infeksi 5. Eksisi eskhar dan skin graft. 6. Pemberian nutrisi 7. Rahabilitasi 176
8. Penaggulangan terhadap gangguan psikologis. G. Pemeriksaan Penunjang 1. Diagnosa medis 2. pemeriksaan dignostik
laboratorium : Hb, Ht, Leucosit, Thrombosit, Gula darah, Elektrolit, Ureum, Kreatinin, Protein, Albumin, Hapusan luka, Urine lengkap, Analisa gas darah (bila diperlukan), dan lain – lain.
Rontgen : Foto Thorax, dan lain-lain.
EKG
CVP : untuk mengetahui tekanan vena sentral, diperlukan pada luka bakar lebih dari 30 % dewasa dan lebih dari 20 % pada anak.
Dan lain-lain.
177
10. FRAKTUR A. Definisi Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. Fraktur dapat disebabakan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak bahkan kontraksi otot ekstrem (Brunner & Suddarth, 2001). Fraktur adalah retak tulang atau patah tulang yang umumnya terjadi akibat benturan, kelebihan beban, tekanan, dan lain sebagainya (Budiyono Setiadi, 2011). B. Etiologi 1. Trauma langsung Tulang dapat patah pada tempat yang terkena, jaringan lunak rusak. 2. Trauma tak langsung Tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena itu, kerusakan jaringan lunak pada fraktur mungkin tidak ada. 3. Trauma ringan dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri rapuh disebut fraktur patologis. C. Patofisiologi Trauma yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan fraktur yang menyebabkan seseorang memiliki keterbatasan gerak, gangguan keseimbangan dan nyeri. Nyeri disalurkan ke susunan syaraf pusat oleh dua sistem syaraf yang disebut nociceftor, nociceftor ini distimulasi secara langsung dengan adanya kerusakan pada sel. Nociceptor tersebut adalah zat-zat kimia seperti bradikinin, histamin, prostaglandin dan sirotinin. Zat-zat kimia tersebut adalah suatu asam amino yang dapat menyebabkan vaso dilatasi yang kuat dan meningkatkan permiabilitas kapiler, kontraksi otot halus dan menstimulus reseptor. Impuls-impuls nyeri disalurkan ke sum-sum tulang belakang oleh dua jenis serabut: Serabut serabut yang bermyelin rapat serabut A-delta, serabut serabnuit lamban serabut C. Nyeri dapat diterangkan sebagai nyeri tajam atau menusuk dan yang mudah diketahui lokasinya akibat akibat dari impuls-impuls yang disalurkan 178
serabut delta-A. Serabut-serabut sarap aferen masuk ke spinal lewat melalu “dorsal root” dan sinaps pada dorsal horn, terdiri dari lamina II dan III membentuk substansial yang disebut substantia gelatinosa. Impuls-impuls nyeri menyeberangi sum-sum belakang pada interneuron-interneuron dan bersambung dengan jalur spinal asendens, yaitu spinothalamic tract (STT) dan spinoreticuler tract (SRT). STT merupakan sistem yang diskriminatif dan membawa informasi mengenai sifat dan lokasi dari stimulus kepada thalamus kemudian ke korteks untuk diinterpretasikan. Akibat nyeri menimbulkan keterbatasan gerak disebabkan nyeri bertambah bila digerakkan. Akibat nyeri menyebabkan enggan untuk bergerak termasuk toiletening, menyebabkan penumpukan faeses dalam colon. Colon mereabsorpsi cairan faeses sehingga faeses menjadi kering dan keras dan timbul konstipasi. Apabila luka menjadi robek, hal ini akan menyebabkan resiko infeksi, risiko disfungsi neurovaskuler, dan risiko kerusakan pertukaran gas akibat cedera vaskuler. Nyeri bisa merangsang susunan syaraf otonom mengaktifasi norepinephrin, sarap msimpatis terangsang untuk mengaktifasi RAS di hipothalamus mengaktifkan kerja organ tubuh sehingga REM menurun menyebabkan gangguan tidur. Imobilisasi sendiri mengakibatkan berbagai masalah, salah satunya dekubitus, yaitu luka pada kulit akibat penekanan yang terlalu lama pada daerah bone promenence. Perubahan struktur yang terjadi pada tubuh dan perasaan ancaman akan integritas tubuh, merupakan stressor psikologis yang bisa menyebabkan kecemasan. D. Tanda dan gejala Secara umum tanda dan gejala fraktur, yaitu sebagai berikut: 1. Tidak dapat menggunakan anggota gerak 2. Nyeri pembengkakan 3. Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh di kamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan kerja, trauma olahraga) 4. Gangguan fungsi anggota gerak 179
5. Deformitas 6. Kelainan gerak 7. Krepitasi datang dengan gejala-gejala lain
E. Pemeriksaan diagnostik/penunjang Pada pasien fraktur menurut Doenges (2000) adalah sebagai berikut : a. Pemeriksaan Rontgen Untuk menentukan lokasi atau luasnya fraktur . b. CT Scan Untuk memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak . c. Pemeriksaan Laboratorium -
Hb mungkin meningkat atau juga dapat menurun (pendarahan).
-
Leukosit meningkat sebagai respon stress.
-
Kreatinin, trauma meningkat beban kreatinin untuk klien ginjal.
d. Arteriogram Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai. F. Komplikasi a. Komplikasi Awal 1) Kerusakan Arteri Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan. 2) Kompartement Syndrom Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat. 3) Fat Embolism Syndrom
180
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam. 4) Infeksi System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat. 5) Avaskuler Nekrosis Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia. 6) Shock Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur. b. Komplikasi Dalam Waktu Lama 1) Delayed Union Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karenn\a penurunan supai darah ke tulang. 2) Non-union Non-union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang. 3) Mal-union Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Mal-union dilakukan 181
dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik (Brunner & Suddarth, 2001). G. Penatalaksanaan Yang harus diperhatikan pada waktu mengenal fraktur adalah : a. Recognisi/pengenalan Di mana riwayat kecelakaannya atau riwayat terjadi fraktur harus jelas. b. Reduksi/manipulasi Usaha untuk manipulasi fragmen yang patah sedapat mungkin dapat kembali seperti letak asalnya. c. Retensi/memperhatikan reduksi Suatu upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen. d. Traksi Suatu proses yang menggunakan kekuatan tarikan pada bagian tubuh dengan memakai katrol dan tahanan beban untuk menyokong tulang. e. Gips Suatu teknik untuk mengimobilisasi bagian tubuh tertentu dalam bentuk tertentu dengan mempergunakan alat tertentu. f. Operation/pembedahan Saat ini metode yang paling menguntungkan, mungkin dengan pembedahan. Metode ini disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Dengan tindakan operasi tersebut, maka fraktur akan direposisi kedudukan normal, sesudah itu direduksi dengan menggunakan orthopedi yang sesuai (Crhistian Nurse, 2014). H. Diagnosa keperawatan 1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas. 2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka. 3. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan (tindakan invasif). 4. Resiko disfungsi neourovaskuler berhubungan dengan penurunan aliran darah. 5. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, adanya ancaman terhadap konsep diri, gambaran diri, adanya perubahan status kesehatan. 6. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar fraktur, kerusakan rangka neuromuskuler. 182
7. Defisit perawatan diri berhubungan dengan imobilisasi, traksi atau gips pada ekstremitas. 8. Defisit pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan informasi. 9. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri. 10. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran alveolar.
183
KUMPULAN SOP
IRIGASI TELINGA A. Defenisi Melakukan pembersihan pada telinga dari serumen atau benda asing B. Tujuan 1. Untuk mengeluarkan cairan, serumen, bahan-bahan asing dari kanal audiotory eksternal. 2. Untuk mengirigasi kanal auditory eksternal dengan larutan antiseptic. 3. Untuk menghangatkan atau mendinginkan kanal audiotory eksterna. C. Indikasi 1. Perforasi membran timpani atau resiko tidak utuh (injury sekunder, pembedahan, miringitomi) 2. Terjadi komplikasi sebelum irigasi 3. Temperatur yang ekstrim panas dapat menyebabkan pusing, mual, dan muntah. 4. Bila ada benda penghisap air dalam telinga, seperti bahan sayuran (kacang), jangan diirigasi karena bahan-bahan tsb mengambang dan sulit dikeluarkan. D. Prosedur kerja 1. Jelaskan prosedur pada klien 2. Cuci tangan 3. Atur posisi pasien dengan cara:
Berbaring dengan posisi miring
Duduk dengan kepala miring kearah yang sakit
4. Letakkan handuk dibahu klien tepat dibawah bahu dan basin 5. Inspeksi kanalis auditory terhadap serumen dan angkat dengan aplikator 6. Periksa larutan irigasi untuk ketepatan suhu dan isi bulb spuit dengan volume yang tepat. 7. Luruskan kanalis auditoris dengan menarik pinna keatas dan kebelakang pada orang dewasa & tarik ke bawah dan ke belakang pada bayi. 8. Irigasi secara perlahan dengan aliran yang tetap terhadap atap kanalis. Lakukan hingga semua debris terangkat. Hentikan bila terjadi pusing atau mual. 9. Keringkan aurikula dan pasang bola kapas pada meatus auditoris 184
10. Posisikan klien pada sisi telinga yang sakit selama 10 menit 11. Rapikan alat 12. Cuci tangan 13. Catat irigasi yang dilakukan, suhu, volume, larutan, dan karakter drainase
NOTE: Kewaspadaan perawat: 1. Laurtan irigasi harus steril 2. Jangan pernah menyumbat kanal auditori dengan spoit. Penyemprotan larutan dengan kuat dapat merusak membrane timpani.
185
IRIGASI MATA
A. Defenisi Adalah suatu cara untuk ihkan dan atau mengeluarkan benda asing dari mata.
Untuk mengeluarkan sekret atau kotoran dan benda asing dan zat kimia dari mata.
Larutan garam fisiologis atau RL biasa dipergunakan karena merupakan larutan isotonik yang tidak merubah komposisi elektrolit yang diperlukan mata.
Jika hanya memerlukan sedikit cairan, kapas steril dapat dipergunakan untuk meneteskan cairan kedalam mata
B. Indikasi Irigasi okuler diindikasikan untuk menangani berbagai inflamasi konjungtiva, mempersiapkan pasien untuk pembedahan mata, dan untuk mengangkat sekresi inflamasi. Juga dipergunakan untuk efek antiseptiknya. Irigan yang dipakai bergantung pada kondisi pasien. Indikasinya: 1. Cidera kimiawi pada mata 2. Benda asing dalam mata 3. Inflamasi mata C. Prosedur kerja Tahap pra interaksi 1. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada 2. Cuci tangan 3. Meletakkan alat-alat pada pasien dengan benar Tahap orientasi 4. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik 5. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan kepada kluarga dan klien 6. Menanyakan kesiapan klien sebelum kgiatan dilakukan Tahap kerja 7. Menjaga privacy
186
8. Posisikan klien terlentang (supinasi) atau duduk dengan kepala dicondongkan ke belakang dan sedikit miring ke samping. 9. Bila pasien duduk, mangkuk dapat dipegang oleh pasien. Bila pasien berbaring , letakkan mangkuk di dekat pasien sehingga dapat menampung cairan dan sekret. 10. Perawat berdiri didepan pasien 11. Bersihkan kelopak mata dengan teliti untuk mengangkat debu, sekresi, dan keropeng (memegang kelopak dengan ibu jari dan satu jari tangan). 12. Bilas mata dengan lembut , mengarahkan cairan menjauhi hidung dan kornea. 13. Keringkan pipi dan mata dengan kapas Tahap terminasi 14. Melakukan evaluasi 15. Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya 16. Berpamitan dengan klien 17. Membereskan alat-alat 18. mencuci tangan 19. mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan D. Komplikasi 1. kemungkinan terjadi cidera perforasi pada mata bila irigasi dilakuan dengan tidak hati-hati 2. Kontaminasi silang pada mata sehat bila terdapat infeksi 3. Konjungtiva
187
PEMASANGAN INFUS
A. Defenisi Memasukkan cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh darah vena dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang lama. B. Tujuan -
cairan dan elektrolit tubuh setelah banyak kehilangan cairan
-
Memberikan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
-
Menyediakan suatu medium untuk pemberian obat secara intravena
C. Ukuran IV No. 18
: untuk transfuse
No. 16
: untuk bedah mayor
No. 20
: untuk dewasa
No. 22
: untuk anak – anak & lansia
No. 24 & no.26
: untuk pediatric & neonatus
D. Indikasi -
Dehidrasi
-
Intoksikasi berat
-
dan pasca bedah sesuai dengan program pemngobatan
-
Tidak bisa makan dan minum melalui oral
-
transfusi darah
-
Perlu pengobatan dengan cara infus
E. Lokasi pemasangan 1. parmal digitalis 2. Vena sefalika 3. basalika 4. Vena antebrakhial medialis 5. Vena kubitis medialis 6. Vena temporalis 7. Vena dorsalis
188
F. Prosedur kerja 1. Pastikan tentang adanya order pengobatan 2. Beritahu klien tentang tindakan yang akan dilakukan 3. Cuci tangan 4. Atur peralatan dalam bak instrumen dan letakkan disamping tempat tidur klien 5. Periksa cairan terhadap warna, kejernihan, dan tanggal kadarluarsa 6. Siapkan cairan yang akan diberikan. Buka botol infus dan infus set dari kantongnya, pertahankan strerilitas pada kedua ujung set infus 7. Pasang klem sekitar 2-4 cm dibawah drip dan tindakan klem roll pada off 8. Lepaskan penutup botol infus tanpa menyentuh lubangnya dan tusukkan set infus ke dalam botol cairan 9. Pasang botol infus pada standar infus 10. Pencet drip atau penampung pada selang infus, sehingga cairan infus masuk ke drip sampai tanda batas, lalu buka klem dan alirkan cairan sampai memenuhi pipa. Klem roll ke posisi off. 11. Hilangkan udara pada selang dengan cara meluruskan selang tegak lurus dan menjentik-jentik dengan ujung jari. Pastikan bahwa dalam selang bersih dari gelembung udara. 12. Atur posisi klien rileks dengan tangan lurus, letekkan perlak kecil bawah tangan. 13. Kaji tempat penusukan vena, pilih tempat distal vena yang digunakan. 14. Bila daerah penusukan banyak rambut, cukur atau gunting daerah tersebut . 15. Pasang turniqet diatas vena yang akan ditusuk 10-12 cm (5-6 inci) dan anjurkan pasien untuk menggenggam erat samapi vena distensi dan tampak dengan jelas.Bila vena belum tampak, perawat dapat menepuk-nepuk area vena sambil menganjurkan pasien membuka dan menutup gengggaman sampai vena tampak jelas. 16. Pasang sarung tangan. 17. Bersihkan area yang akan ditusuk dengan kapas alkohol dengan gerakan sirkuler. 18. Gunakan tangan yang tidak dominan untuk menekan vena dibawah daerah penusukan kurang lebih 1-2 inci. 19. Tusukkan abocath pada vena dengan sudut 30 C sejajar dengan vena. Setelah ujung jarum masuk vena, rendahkan sudut jarum hampir sejajar dengan vena.
189
20. Abocat kemudian diteruskan masuk ke vena dan tangan yang tidak memegang abocat digunakan untuk mengontrol letak jarum dengan palpasi vena dari luar. Jika darah telah memasuki lumen jarum, dorong perlahan-lahan sampai posisi tepat (satu tangan mendorong abocath sampai menempel dengan tempat penusukan sementara tangan yang lain menarik mandrin atau stylet ke luar). 21. Tahan abocat dengan satu tangan, lepaskan turniqet dengan cepat, hubungkan dengan selang infus. 22. Lepaskan klem roller dan kepalan tangan sehingga cairan segera mengalir. 23. Setelah yakin aliran lancar, tutup area penusukan dengan kasa dan betadin lalu pasang plester. 24. Atur kecepatan tetasan infus sesuai order 25. Lepaskan sarung tangan 26. Bereskan alat 27. Cuci tangan 28. Catat tindakan perawat secara singkat dan jelas. Seperti: tgl pemasangan, jenis dan jumlah cairan, serta alat yang digunakan.
NOTE: Kewaspadaan: 1. Ganti lokasi tusukan setiap 48 – 72 jam dan gunakan set infus yang baru 2. Ganti kasa steril penutup setiap 24-48 jam dan evaluasi tanda infeksi 3. Observasi tanda reaksi alergi terhadap infus atau komflikasi lain Evaluasi: 1. Output urine seimbang dengan intake cairan 2. Karakteristik urine menunjukkan fungsi ginjal yang baik 3. Klien akan mengkonsumsi cairan sesuai dengan program (per oral, terapi intravena, atau TPN) Hal-hal yang harus diperhatikan setelah infus terpasang: 1. Mempertahankan infus intake vena Terhadap klien dengan petugas Terhadap daerah pemasangan 190
2. Memenuhi rasa nyaman dan bantuan aktivitas Memenuhi personal hygieny Membantu mobilisasi 3. Observasi komplikasi yang mungkin terjadi
Infiltrat : Masuknya cairan ke sub cutan (gejala: bengkak, dingin , nyeri, tetesan infus lambat
Plebitis Trauma mekanik pada vena atau iritasi bahan kimia (gejala: nyeri, panas, kemerahan pada vena tempat pemasangan
Kelebihan intake cairan Akibat tetesan infus terlalu cepat
4. Mengatur tetesan infus (setiap 30 menit-1 jam) 5. Mengganti botol infus (dilakukan jika cairan sudah berada di leher botol dan tetesan masih berjalan, dan tidak boleh lebih dari 24 jam) 6. Mengganti selang infus (minimal 3 x 24 jam dan CDC merekomendasikan tidak lebih dari 2 x 48 jam) 7. Menghentikan infus (bila program terapi telah selesai atau bila akan mengganti tusukan yang baru).
191
COLOSTOMY A. Defenisi ihkan stoma kolostomi, kulit sekitar stoma, dan mengganti kantong kolostomi secara berkala sesuai kebutuhan. B. Tujuan 1. Menjaga kebersihan pasien 2. Mencegah terjadinya infeksi 3. Mencegah iritasi kulit sekitar stoma 4. Mempertahankan kenyamanan pasien dan lingkungannya C. Indikasi 1. Dekompresi usus pada obstruksi 2. Stoma sementara untuk bedah reseksi usus pada radang atau perforasi 3. Sebagai anus setelah reseksi usus distal untuk melindungi anastomosis distal D. Kontra indikasi Keadaan umum tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan operasi E. Prosedur kerja 1. Memberi tahu klien jika akan memulai tindakan 2. Alat didekatksan dekat pasien 3. Pasang selimut mandi atau handuk mandi 4. Dekatkan bengkok kedekat pasien 5. Pasang sarung tangan bersih 6. Lepas kantong stoma 7. Buang kantong kolostomi lama kedalam plastik / tempat sampah 8. Bersihkan stoma dengan tissue dengan menggunakan sabun lembut dan air hangat 9. Lindungi stoma dengan tissue atau kasa agar feses tidak mengotori kulit yang sudah dibersihkan 10. Keringkan kulit sekitar stoma dengan tissue atau kasa 11. Persiapkan kantong stoma sesuai ukuran 12. Pasang kantong stoma 13. Beri salep sekitar kulit 14. Buka sarung tangan 192
15. Rapikan alat 16. Bereskan alat 17. Perawat cuci tangan 18. Dokumentasikan tindakan dan respon pasien
NOTE: Kewaspadaan: Perhatikan keadaan stoma (tanda-tanda infeksi)
193
STERILISASI ALAT LANGKAH I : - Dekontaminasi dengan larutan chlorin 0,5% LANGKAH II : - Pencucian dengan deterjen dan air LANGKAH III : - Desinfeksi tingkat tinggi dengan merebus dan mengukus LANGKAH IV : - Penyimpanan
PERAWATAN LUKA Fase Kerja : 1. Cuci tangan dan pasang sarung tangan bersih. 2. Mengatur posisi pasien 3. Mempersiapkan dan meletakkan alat didekat pasien. 4. Perawat mencuci tangan. 5. Pasang alas/perlak dibawah luka. 6. Letakkan bengkok dekat dengan area luka yang akan dirawat. 7. Gunakan pinset untuk mengangkat balutan lama, sebelumnya jangan lupa menggunakan kapas alkohol untuk membuka plester dan buang dalam bengkok. 8. Bila balutan lengket pada luka, lepaskan dengan memberikan larutan steril. 9. Lepaskan hand scone bersih 10. Set up peralatan, membuka peralatan steril & siapkan cairan yang diperlukan 11. Kenakan hand scone steril. 12. Inspeksi luka, perhatikan kondisinya, integritas jahitan, karakter drainase. 13. Bersihkan luka dengan larutan NaCl 0,9% pegang kassa yang telah dibasahi larutan NaCl dengan pinset. Gunakan kassa untuk sekali usap, bersihkan dari daerah yang kurang terkontaminasi ke daerah yang terkontaminasi. 14. Lakukan nekrotomi jika ada jaringan nekrosis. 15. Membilas luka dengan larutan NaCl 0,9%. 16. Gunakan kassa baru untuk mengeringkan luka atau insisi. 17. Berikan obat jika dipesankan. 194
18. Tutup luka dengan kassa steril yang telah diberi larutan steril lalu dilapisi lagi dengan kassa kering. 19. Lepaskan hand scone. 20. Pasang plester. 21. Bantu pasien untuk posisi yang nyaman. 22. Rapikan alat-alat. 23. Cuci tangan.
YANG SINGKAT : 1. pakai hanscoon�buka balutan Bersihkan luka�nekrotomy Beri antiseptik�tutup balutan
2. Pertamakan -
Persiapan alat
-
Menjelaskan prosedur
-
Cuci tangan
-
Pakai handscun bersih
-
Membuka balutan
-
Pakai handscun steril
-
ihkan luka
-
Menutup balutan
-
Mencatat hasilnya
195
KATETERISASI URINE PADA PRIA & WANITA
A. Definisi Memasukkan selang karet atau plastik melalui vena uretra dan kedalam kandung kemih. B. Tujuan 1. Menghilangkan distensi kandung kemih 2. Mendapatkan spesimen urine 3. Mengkaji jumlah residu urine jia kandung kemih tidak mampu sepenuhnya dikosongkan C. Prosedur Kerja 1. Pasien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan 2. Dekatkan alat di dekat pasien 3. Pasang sampiran 4. Cuci tangan 5. Pasang pengalas/ perlak dibawah bokong klien 6. Pakaian bagian bawah klien dikeataskan atau dilepas, dengan posisi klien terlentang,. Kaki sedikit dibuka. Bengkok diletakkan didekat bokong klien 7. Buka bak instrumen, pakai sarung tangan steril, pasang duk steril, lalu bersihkan alat genitalia dengan kapas sublimat dengan menggunakan pinset 8. Bersihkan genitalia dengan cara: PRIA Penis dipegang dengan tangan non dominan penis dibersihkan dengan menggunakan kapas sublimat oleh tangan dominan dengan gerakan memutar dari meatus keluar. Tindakan bisa dilakukan beberapa kali hingga bersih. Letakkan pinset dalam bengkok. WANITA Tangan non dominan perawat membuka vulva kemudian tangan kanan memegang pinset dan mengambil satu buah kapas sublimat. Selanjutnya bersihkan labia mayora dari atas ke bawah dimulai dari sebelah kiri lalu kanan, kapas dibuang dalam nierbekken, kemudia bersihkan labia minora, klitoris, dan anus. Letakkan pinset pada nierbekken.
196
9. Ambil kateter kemudian olesi dengan jelly. Masukkan kateter kedalam uretra kirakira 10 cm secara perlahan-lahan dengan menggunakan pinset sampai urine keluar. Masukkan cairan NaCl/ Aquades 20-30 cc atau sesuai ukuran yang tertulis. Tarik sedikit kateter. Apabila pada saat ditarik kateter terasa tertahan berarti kateter sudah masuk pada kandung kemih. 10. Lepaskan duk, sambungkan kateter dengan urine bag. Lalu ikat disisi tempat tidur. 11. Fiksasi kateter 12. Lepaskan sarung 13. Pasien dirapikan kembali 14. Alat dirapikan kembali 15. Mencuci tangan 16. Melaksanakan dokumentasi:
Catat tindakan yang dilakukan dan hasil serta respon klien pada lembar catatan klien
Catat tanggal dan jam melakukan tindakan dan nama perawat yang melakukan tindakan dan tanda tangan / paraf pada lembar catatan klien.
Note : Kewaspadaan Perawat: 1. Mencatat pada status klien tindakan yang telah dilakukan 2. Catat tanggal dan jam serta paraf perawat 3. Laporkan pada dokter atau perawat senior bila ditemukan penyimpangan saat pemasangan kateter.
197
CENTRAL VENA PRESSURE (V)
A. Definisi Merupakan prosedur memasukkan kateter intravena yang fleksible ke dalam vena sentral klien dalam rangka memberikan terapi melalui vena sentral . ujung dari kateter berada pada superior vena cava. B. Tujuan Memberikan informasi tentang 3 parameter volume darah, keefektifan jantung sebagai pompa, dan tonus vaskular. C. Indikasi 1. Pasien yang mengalami gangguan keseimbangan cairan 2. Digunakan sebagai pedoman penggantian cairan pada kasus hipovolemi 3. Mengkaji efek pemberian obat diurerik pada kasus-kasus overload cairan 4. Sebagai pilihan yang baik pada kasus penggantian cairan dalam volume yang banyak. D. Prosedur Kerja 1. Teknik seldinger 2. Siapkan alat 3. Cuci tangan 4. Gunakan sarung tangan steril 5. Tentukan daerah yang akan dipasang, vena yang biasa digunakanmsebagai tempat pemasangan adalah vena subklavia atau internal jugular. 6. Posisikan pasien trendelemburg, atau posisi kepala agar vena jugularis interna maupun vena subklavia lebih terlihat jelas, untuk mempermudah pemasangan. 7. Lakukan desinfeksi pada daerah penusukan dengan cairan antiseptic 8. Pasang duk lubang yang steril pada daerah pemasangan. 9. Sebelum penusukan jarum/kateter, untuk mencegah terjadinya emboli udara, anjurkan pasien untuk bernapas dalam dan menahan napas. 10. Masukkan jarum/kateter secara gentle, ujung dari kateter harus tetap berada pada vena cava, jangan sampai masuk ke dalam jantung. 11. Setelah selesai pemasangan, sambungkan dengan selang yang menghubungkan dengan IV set dan selang untuk mengukur CVP.
198
12. Lakukan fiksasi/ dressing pada daerah pemasangan, agar posisi kateter terjaga dengan baik. 13. Rapikan peralatan dan cuci tangan kembali catat laporan pemasangan , termasuk respon klien (tanda-tanda vital, kesadaran dll), lokasi pemasangan , petugas yang memasang, dan hasil pengukuran CVP serta cairan yang digunakan. 14. Setelah diapasang, sebaiknya dilakukan foto rontgent dada untuk memastikan posisi ujung kateter yang dimasukkan, serta memastikan tidak adanya hemothorax atau pneumothorax sebagai akibat dari pemasangan.
199
PENGGUNAAN ALAT KRUK/ BANTUAN JALAN
A. Definisi Kruk yaitu tongkat atau alat bantu untuk berjalan, biasanya digunakan secara berpasangan yaitu diciptakan untuk mnengatur keseimbangan pada saat akan berjalan. B. Tujuan penggunaan kruk 1. Meningkatkan kekuatan otot, pergerakan sendi dan kemampuan mobilisasi 2. Menurunkan resiko komplikasi dari mobilisasi 3. Menurunkan ketergantungan pasien dan orang lain 4. Meningkatkan rasa percaya diri klien C. Fungsi kruk 1. Sebagai alat bantu untuk berjalan 2. Mengatur atau memberi keseimbangan waktu berjalan 3. Membantu menyokong sebagian berat badan D. Indikasi penggunaan kruk 1. Pasien dengan fraktur ekstremitas bawah 2. Pasien dengan post op amputasi ekstremitas bawah 3. Pasien dengan kelemahan kaki atau post stroke E. Kontra indikasi 1. Penderita demam dengan suhu tubuh lebih dari 37 derajat celcius 2. Penderita dalam keadaan bedrest 3. Penderita dengan post op. F. Manfaat penggunaan kruk 1. Memelihari dan mengembalikan fungsi otot 2. Mencegah kelainan bentuk, seperti kaki menjadi bengkok 3. Memelihari dan meningkatkan kekuatan otot 4. Mencegah komplikasi, seperti otot mengecil dan kekuatan sendi G. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan kruk 1. Perawat atau keluarga harus memperhatikan ketika klien akan menggunakan kruk 2. Monitor klien saat memeriksa penggunaan kruk dan observasi untuk beberapa saat samapi problem hilang 3. Perhatikan kondisi pasien saat mulai berjalan 200
4. Sebelum digunakan , cek dahulu kruk untuk persiapan 5. Perhatikan lingkungan sekitar 6. Gunakan wc dudkuk, gunakan wc biasa dengan kursi yang tengahnya diberi lubang 7. Jaga keseimbangan tubuh H. Teknik penggunaan kruk 1. Cara berjalan menggunakan kruk a. Langkah 1 : dengan kruk tetap ditempatnya, tekanan tempat ditangan anda, bukan pada ketiak. b. Langkah 2 : pindahkan kaki dioperasikan dan kedua kruk maju pada saat yang sama. c. Langkah 3 : mencari dan lurus kedepan, langkah pertama melalui kruk dengan kaki dioperasikan diikuti oleh kaki anda acreage 2. Teknik turun tangga a. Pindahkan berat badan pada kaki yang tidak sakit b. Letakkan kruk pada anak tangga dan mulai untuk memindahkan berat badan pada kruk c. Gerakkan kaki yang sakit ke depan d. Luruskan kaki yang tidak sakit pada anak tangga dengan kruk 3. Teknik naik tangga a. Pindahkan berat badan pada kruk b. Julurkan tungkai yang tidak sakit antara kruk dari anak tangga c. Pindahkan berat badan dari kruk ke tungkai yang tidak sakit d. Luruskan kaki yang tidak sakit pada anak tangga dengan kruk 4. Teknik dudu a. Klien diposisikan pada tengah depan kursi dengan aspek posterior kaki menyentuh kursi b. Memberi metode yang aman untuk duduk dan bangun dari kursi c. Klien memegang kedua kruk dengan tangan berlawanan dengan tungkai yang skait d. Bila kedua tungkai yang sakit, kruk ditahan, dipegang pada tangan kien yang lebih kuat 5. Teknik naik kendaraan 201
Tubuh dirapatkan ke mobil, kemudian pegang bagian atas pintu, bokong diangkat kemudian naikkan kaki yang sakit 6. Gaya berjalan 4 titik tumpu a. Langkahkan kruk sebelah kanan kedepan b. Langkahkan kaki sebelah kiri ke depan c. Langkahkan kruk sebelah kiri ke depan d. Langkahkan kaki sebelah kanan ke depan 7. Gaya berjalan tiga titik a. Kedua kayu penopang dan kaki yang tidak boleh menyangga dimajukan, kemudian menyusul kaki yang sehat. b. Kedua kayu penopang lalu segera dipindahkan ke muka lagi dan pola tadi diulang lagi 8. Gaya berjalan dua titik a. Kruk sebelah kiri dan kaki kanan maju bersama-sama b. Kruk sebelah kanan dan kiri maju bersama-sama 9. Full weight bearning Berjalan normal, penggunaan alat penyangga dikurangi, lambat laun akhirnya dihilangkan 10. Partial weight bearing a. Dua tangan atau dua tongkat beserta satu tungkai lemah maju serentak b. Tungkai yang sehat melangkah maju dengan berat tubuh bertumpu pada kedua tangan atau tongkat serta sebagian bertumpu pada kaki yang lemah 11. Non weight bearing a. Dua tangan atau dua tungkai yang sakit maju serentak, posisi tungkai yang lemah diangkat bergantung kearah depan b. Tungkai yang sehat melangkah maju dengan berat tubuh bertumpu pada kedua tangan atau tongkat 12. Swing to gait a. Langkahkan kedua kruk bersama-sama b. Kedua kaki diangkat dan diayun maju sampai pada garis yang menghubungkan kedua tangan atau ujung kruk 13. Swing trhrought gait 202
a. Langkahkan kedua kruk bersama-sama b. Kedua kaki diangkat, diayunkan melewati garis yang menghubungkan kedua tangan atau ujung kruk.
SUCTION Prosedur Kerja : 1. Hand wash 2. Siapkan alat 3. Orientasi 4. Atur posisi 5. Berikan O2 2-5 liter 6. Letakkan pengalas didagu 7. Pasang handscoon 8. Menghidupkan mesin → cek letak botol penampung 9. Masukkan kanula suction (± 5-10 cm) 10. Penghisapan lendir dengan memutar (± 10-15’) 11. Bilas kanul dengan Nacl beri jeda untuk bernafas 12. Ulang 3-5 kali 13. Observasi keadaan umum 14. Observasi secret warna, bau
203
NGT (NASO GASTRIC TUBE) Defenisi : Memasukkan nasogatrik tube kedalam lambung melalui hidung/mulut Tujuan : Untuk mencegah/menurunkan distensi abdomen Memasukkan cairan/nutrisi kedalam lambung Memelihara status nutrisi Alat bantu prosedur diagnostik Persiapsan : Pasien a) Klien yang akan dilakukan pemasangan NGT diidentifikasi sesuai dengan rencana asuhan b) Koordinasi dengan perawat untuk validasi dilakukannya pemasangan NGT pada pasien c) Mengucapkan salam terapeutik d) Memperkenalkan diri dan status e) Menyampaikan/menjelaskan pada klien tindakan yang akan dilaksanakan dan tujuannya f) Identitas pasien di validasi g) Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/kluarganya h) Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak mengancam i) Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi j) Privasi klien selama komunikasi dihargai k) Memperlihatkan kesabaran, penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek selama berkomunikasi dan melakukuan tindakan l) Sensitif terhadap masalah pasien atau dalam mendiskusikan kondisi klien yang akan dilakukan tindakan m) Membuat kontrak dan kesepakatan waktu pelaksanaan tindakan Prosedur kerja NGT: a) Menyampaikan pada klien tindakan pemasangan yang akan dilakukan b) Dekatkan alat-alat disamping pasien c) Jaga privasi pasien saat melakukan tindakan dengan menutup gorden/pintu d) Cuci tangan e) Pakai sarung tangan f) Membantu klien pada posisi fowler tinggi dengan meletakkan bantal dibelakang kepala dan bahu atau posisi duduk. (untuk pasien tidak sadar posisi kepala ekstensi)
204
g) Menjelaskan pada klien agar menentukan kode misalnya mengangkat telunjuk untuk mengatakan tunggu sejenak karena rasa tidak enak dan sebagainya pada saat memasukkan slang h) Pasang handuk diatas dada pasien, dan letakkan tissue dan bengkok disamping klien i) Perawat berdiri disebelah kanan atau kiri klien j) Anjurkan klien untuk relaks dan bernafas normal k) Ukur panjang slang yang akan dimasukkan dan menandainya dengan plaster (tradisional: ukur jarak dari puncak lubang hidung kedaun telinga bawah dan ke prosessus xypoideus di sternum atau metode hanson: tandai 50 cm pada slang kemudian lakukan pengukuran tradisional l) Pilih lobang hidung yang lebih lancar aliran udaranya untuk pemasangan slang m) Oleskan KY jelly pada ujung gastrik tube pada kira-kira 5 cm n) Masukkan gastrik tube secara perlahan-lahan dan anjurkan pasien untuk menarik nafas dalam sambil menelan bagi pasien yang sadar sampai batas yang telah ditentukan o) Cek penempatan tube dengan cara: pasang spuit diujung NGT, pasang stetoskop diatas perut bagian kiri atas, dibawah batas kosta, suntikkan 10-15 cc udara kedalam bila penempatannya tepat maka akan terdengar suara gdebuk yang keras pada saat udara disuntikkan atau gunakan kateter ti 50 cc untuk menarik cairan lambung, adanya caitan lambung yang kluar pada tube, berarti penempatan tube tepat pada lambung, cek cairan lambung dengan kertas lakmus atau letakkan tube pada baskom berisi air dan anjurkan pasien untuk batuk, jika tidak terlihat gelembung udara berarti tube letaknya tepat pada lambung p) Bila telah yakin slang masuk lambung fixasi slang pada hidung dengan plaster nonalergi dan tulis tanggal pemasangan pada ujung NGT q) Buka sarung tangan r) Atur posisi pasien senyaman mungkin s) Bereskan alat-alat t) Ucapkan salam terminasi u) Cuci tangan v) Lakukan dokumentasi: catat tindakan yang dilakukan dan hasil serta respon klien pada lembar catatan klien, nomor tube dan jenis tube yang digunakan, catat tanggal dan jam melakukan tindakan dan nama perawat yang melakukan tindakan dan tanda tangan/paraf pada lembar catatan klien Catatan : Kewaspadaan perawat : a) Perhatikan jenis NGT (jika diperlukan tube yang kaku harus direndam dalam air dingin atau sebaliknya jika diperlukan tube yang lunak direndam dalam air hangat kira* 15 menit sebelum digunakan b) NGT diganti setelah 7 hari c) Cek penempatan tube yang tepat sebelum memberikan makanan 205
TRANSFUSI DARAH Definisi Transfusi darah merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien yang membutuhkan darah dan produk darah dengan cara memasukkan darah melalui vena dengan menggunakan set transfusi. Pemberian transfusi darah digunakan untuk memenuhi volume sirkulasi darah, memperbaiki kadar hemoglobin dan protein serum. Tindakan ini dapat dilakukan pada pasien yang kehilangan darah, seperti pada operasi besar, perdarahan post partum, kecelakaan, luka bakar hebat, dan penyakit kekurangan kadar HB atau kelainan darah. Tindakan transfusi darah juga bisa dilakukan pada pasien yang mengalami defisit cairan atau curah jantung menurun. Dalam pemberian darah harus diperhatikan kondisi pasien, kemudian kecocokan darah melalui nama pasien, label darah, golongan darah dan periksa warna darah (terjadi gumpalan atau tidak), homogenitas (bercampur rata atau tidak). Tujuan Transfusi Darah a) Meningkatkan volume darah sirkulasi (setelah pembedahan, trauma atau heragi) b) Meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk mempertahankan kadar hemoglobin pada klien anemia c) Memberikan komponen seluler tertentu sebagai terapi sulih (misalnya: faktor pembekuan untuk membantu mengontrol perdarahan pada pasien hemofilia). Prosedur kerja transfusi darah a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan b) Cuci tangan c) Gantungkan larutan NaCl 0,9% dalam botol untuk digunakan setelah transfusi darah d) Gunakan slang infus yang mempunyai filter (slang “Y” atau tunggal) e) Lakukan pemberian infus NaCl 0,9% (baca prosedur pemasangan infus terlebih dahulu sebelum pemberian transfusi darah) f) Lakukan terlebih dahulu pemberian transfusi darah dengan membrikan identifikasi kebenaran kebenaran produk darah : periksa kompatibilitas dalam kantong darah, periksa kesesuaian dengan identifikasi pasien, periksa kadaluarsanya dan periksa adanya bekuan g) Buka set pemberian darah Untuk slang “Y” atur ketiga klem Untuk slang tunggal, klem pengaturan pada posisi off h) Cara transfusi darah dengan slang “Y” Tusuk kantong NaCl 0,9% Isi slang dengan NaCl 0,9% Buka klem pada pengaturan slang “Y”, dan hubungkan ke kantong NaCl 0,9% Tutup/klem pada slang yang tidak digunakan 206
Tekan sisi balik dengan ibu jari dan jari telunjuk (dan biarkan ruang filter terisi sebagian) Buka klem pengatur bagian bawah dan biarkan slang terisi NaCl 0.9% Kantong darah perlahan dibalik-balik 1-2 kali agar sel-sel nya tercampur. Kemudian tusuk kantong darah pada tempat penusukan yang tersedia dan buka klem pada slang dan filter terisi darah i) Cara transfusi darah dengan slang tunggal Tusuk kantong darah Tekan sisi balik dengan ibu jari dan jari telunjuk sehingga filter terisi sebagian Buka klem pengatur biarkan slang infus terisi darah j) Hubungkan slang infus ke kateter IV dengan membuka klem pengatur bawah k) Setelah darah masuk pantau tanda vital tiap 5 menit selama 15 menit pertama, dan tiap 15 menit selama 1 jam berikutnya l) Setelah darah diinfuskan bersihkan slang dengan NaCl 0,9% m) Catat type, jumlah dan komponen darah yang diberikan n) Cuci tangan setelah prosedur diberikan
207
PENGAMBILAN DARAH VENA 1.
2.
3. 4.
5.
6.
7.
DEFINISI Pengambilah Darah Vena adalah cara pengambilan darah dengan menusuk area pembuluh darah vena dengan menggunakan spuit. Darah dapat diambil dari vena dalam fossa cubiti, vena saphena magna/ vena superfisial lain yang cukup besar untuk mendapatkan sampel darah. TUJUAN TINDAKAN a. Mendapatkan sampel darah vena yang baik dan memenuhi syarat untuk melakukan pemeriksaan b. Untuk mendapatkan spesimen darah vena tanpa antikoagulan yang memenuhi persyaratan untuk pemeriksaan kimia klinik dan imunoserologi c. Untuk menganalisa kandungan komponen darah, seperti sel darah merah, sel darah putih dan trombosit. INDIKASI - Pemeriksaan Laboratorium KONTRAINDIKASI a. Jika terdapat tanda-tanda infeksi, infiltrasi atau thrombosis pada tempat penusukan b. Klien dengan masektomi yang mengalami gangguan pada tangannya c. Fistula arteriovenus d. Lengan yang mengalami gangguan atau kelumpuhan e. Lengan dengan gangguan sirkulasi ataupun neurologis KOMPLIKASI a. Pembendungan yang terlalu lama akan mempengaruhi hasil pemeriksaan karena akan terjadi hemokonsentrasi. Pengisapan darah yang terlalu dalam akan menyebabkan darah membeku dalam spuit, segera pisahkan darah kedalam tabung sesuai jenis pemeriksaan b. Terbentuk hematoma pada tempat penusukan c. Terjadi perdaraha pada tempat penusukan ALAT a. Kapas alkohol b. Spuit sesuai kebutuhan pemeriksaan c. Bengkok d. Handscoon e. Plester f. Torniquet g. Perlak/ pengalas PROSEDUR a. Persiapan alat dan bahan yang diperlukan b. Identifikasi klien dan jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilaksanakan c. Atur klien dalam posisi yang nyaman 208
d. Cuci tangan e. Bebaskan lengan klien dari baju atau yang menghalangi dalam pengambiln darah vena f. Letakkan alas dibawah lengan klien g. Memakai handscoon h. Pasang torniquet 7-10 cm diatas vena yang akan diambil. Anjurkan klien membuka dan menutup lengannya atau tepuk-tepuk vena i. Cari,pilih dan tentukan lokasi vena j. Lokasi penusukan di disinfeksi dengan kapas alkohol 70% dengan cara berputar dari dalam keluar k. Spuit disiapkan dengan memeriksa jarum dan penutupnya l. Buka jarum pegang dengan tangan dominan, tusukkan jarum dengan sudut 15-45 ° dan bevel keatas. Pertahankan teknik steril. m. Bila jarum sudah masuk ke vena, aspirasi jika darah keluar, tarik sampai darah mengisi spuit sesuai kebutuhan. Bila menggunakan vacutainer, pegang plastic adapter tekan tabung vakum dan biarkan darah masuk sampai sesuai kebutuhan n. Torniquet dilepas, kemudian cabut jarum dari vena secara perlahan dan gunakan kapas alkohol untuk menekan tempat tusukan, kemudian plester o. Masukkan darah kedalam tabung yang sesuai dengan kebutuhan pemeriksaan p. Rapikan alat, lepas handscoon, cuci tangan q. Dokumentasikan
209
INJEKSI INTRAVENA 1.
DEFINISI Memasukkan/ menyuntikkan obat kedalam pembuluh darah vena
2.
TUJUAN
Obat lebih cepat terserap dalam sel tubuh dari organ yang dituju 3. a. b. c. d. e. f. g.
ALAT Jarum dan spuit steril Alkohol swab Obat injeksi sesuai advice Pengalas Bengkok Kontainer Sarung tangan
4. a. b. c. d. e. f. g. h.
PROSEDUR Persiapan alat dan bahan yang diperlukan Identifikasi klien dan jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilaksanakan Atur klien dalam posisi yang nyaman Cuci tangan Bebaskan lengan klien dari baju atau yang menghalangi dalam pengambiln darah vena Letakkan alas dibawah lengan klien Memakai handscoon Pasang torniquet 7-10 cm diatas vena yang akan diambil. Anjurkan klien membuka dan menutup lengannya atau tepuk-tepuk vena i. Cari, pilih dan tentukan lokasi vena j. Lokasi penusukan di disinfeksi dengan kapas alkohol 70% dengan cara berputar dari dalam keluar k. Spuit disiapkan dengan memeriksa jarum dan penutupnya l. Buka jarum pegang dengan tangan dominan, tusukkan jarum dengan sudut 15-30° dan bevel keatas. Pertahankan teknik steril. m. Bila jarum sudah masuk ke vena, aspirasi jika darah keluar, lepaskan torniquet n. Injeksikan obat secara perlahan-lahan kedalam vena sampai habis o. Cabut jarum dari vena secara perlahan dan gunakan kapas alkohol untuk menekan tempat tusukan, kemudian plester p. Rapikan alat, Lepas handscoon, cuci tangan q. Dokumentasikan
210
INJEKSI SUBCUTAN 1. DEFINISI Pemberian obat melalui injeksi subkutan adalah pemberian obat melalui suntikan ke bawah kulit yang dapat dilakukan pada daerah lengan atas sebelah luar atau 1/3 bagian bahu, paha sebelah luar, daerah dada, daerah sekitar umbilikus (abdomen). 2.
TUJUAN
Agar obat dapat diserap dan menyebar secara perlahan-lahan (contoh: vaksin, uji tuberculin, pemberian insulin). 3. a. b. c. d.
ALAT Spuit dan jarum berisi obat Alkohol swab Bengkok Sarung tangan
4. a. b. c. d. e. f. g.
PROSEDUR Persiapan alat dan bahan yang diperlukan Identifikasi klien dan jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilaksanakan Atur klien dalam posisi yang nyaman Cuci tangan, memakai handscoon Membebaskan daerah yang akan disuntik dari pakaian Mendesinfeksi kulit pasien dengan alkohol swab Mengangkat kulit sedikit dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri, kemudian menusukkan jarum perlahan-lahan dengan lubang jarum menghadap keatas Jarum dan permukaan kulit membentuk sudut 45° Menarik pengisap sedikit untuk memastikan ada darah atau tidak, bila tidak ada darah, masukkan obat perlahan-lahan sampai habis Meletakkan kapas alkoholdiatas jarum kemudian menarik spuit dan jarum dengan cepat, lakukan massage pada bekas tusukan Merapikan alat Melepas handscoon, cuci tangan
h. i. j. k. l.
211
INJEKSI INTRACUTAN 1.
DEFINISI
Pemberian obat dengan cara memasukkan obat kedalam jaringan dermis dibawah epidermis kulit dengan menggunakan spuit. 2. a. b. c.
TUJUAN Memasukkan sejumlah toksin atau obat yang disimpan dibawah kulit untuk di absorbsi Metode untuk tes diagnostik alergi atau adanya penyakit-penyakit tertentu Tes tuberculin, tes alergi, vaksinasi, kadang-kadang untuk anastesi lokal.
3. a. b. c. d.
ALAT Spuit dan jarum berisi obat Kapas alkohol Bengkok Handscoon
4. a. b. c. d. e. f. g.
PROSEDUR Persiapan alat dan bahan yang diperlukan Identifikasi klien dan jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilaksanakan Atur klien dalam posisi yang nyaman Cuci tangan, memakai handscoon Membebaskan daerah yang akan disuntik dari pakaian Mendesinfeksi kulit pasien dengan alkohol swab Menegangkan kulit klien dengan tangan kiri, kemudian jarum ditusukkan perlahan-lahan dengan lubang jarum menghadap ke atas Jarum dan permukaan kulit membentuk sudut 15-20° Memasukkan obat sampai terjadi gelembung berwarna putih pada kulit, lalu jarum ditarik dengan cepat, tidak perlu ditutup dengan kapas alkohol, lingkari daerah sekitar gelembung Merapikan alat, melepas handscoon Cuci tangan
h. i.
j. k.
212
INJEKSI INTRAMUSKULAR 1.
DEFINISI
Injeksi melalui intramuskular adalah suatu cara pemberian obat melalui injeksi yang diberikan dengan memasukkan obat kedalam otot. 2. a. b.
d.
TUJUAN Agar obat di absorbsi dengan cepat Untuk memasukkan obat dalam jumlah yang lebih besar dibanding obat yang diberikan melalui subkutan Absorbsi juga lebih cepat dibanding dengan pemberian obat secara subkutan karena lebih banyaknya suplai darah di otot tubuh Dapat pula mencegah/ mengurangi iritasi obat
3. a. b. c. d.
ALAT Spuit dan jarum berisi obat Kapas alkohol Bengkok Handscoon
4. a. b. c. d. e. f. g.
PROSEDUR Persiapan alat dan bahan yang diperlukan Identifikasi klien dan jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilaksanakan Atur klien dalam posisi yang nyaman Cuci tangan, memakai handscoon Membebaskan daerah yang akan disuntik dari pakaian Mendesinfeksi kulit pasien dengan alkohol swab Menegangkan kulit dengan tangan kiri pada daerah bokong atau mengangkat otot pada muskulus quadriceps femoris/ muskulus deltoid, kemudian memasukkan jarum kedalam bokong tegak lurus dengan permukaan kulit sedalam ¾ sepanjang jarum dengan sudut 90° Menarik pengisap sedikit/ aspirasi untuk melihat ada tidaknya darah pada spuit bila tidak ada darah, maka masukkan obat secara perlahan-lahan Setelah obat masuk seluruhnya, kulit daerah penusukan jarum ditekan dengan kapas alkohol, jarum ditarik keluar dengan cepat, kemudian tempat penyuntikan di massage Rapikan alat Melepas handscoon dan cuci tangan
c.
h. i. j. k.
213
TEKNIK MENYUSUI 1.
DEFINISI Memberikan ASI kepada bayi dengan cara menyusukan bayinya kepada ibunya.
2.
TUJUAN a. Memenuhi kebutuhan tubuh akan zat makanan, cairan dan elektrolit b. Mempererat hubungan batin antara ibu dan bayi c. Meningkatkan daya tahan tubuh d. Mencegah terjadinya infeksi
3.
PROSEDUR 1) Cuci tangan 2) Posisi dan perlekatan menyusui a. Ibu pasca operasi caesar Bayi diletakkan disamping kepala ibu dengan kaki diatas b. Menyusui bayi kembar - Dilakukan dengan cara seperti memegang bola - Kedua bayi disusui bersamaan, payudara kanan dan kiri c. Pada ASI yang memancar penuh - Bayi tengkurapkan diatas dada ibu - Tangan ibu sedikit menahan kepala bayi, dengan posisi maka bayi tidak akan tersedak - Payudara dipegang dengan ibu jari diatas dan jari yang lain menopang dibawah - Bayi diberi rangsangan untuk membuka mulut (rooting reflex) dengan cara: - Menyentuh pipi dengan puting susu - Menyentuh sisi mulut bayi - Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan ke payudara ibu dengan puting serta areola dimasukkan kemulut bayi - Usahakan sebagian besar areola dapat masuk kedalam mulut bayi, sehingga puting susu berada dibawah penampungan ASI yang terletak dibawah areola - Setelah bayi mulai mengisap, payudara tidak perlu dipegang atau disanggah lagi.
214
WATER SEAL DRAINAGE (WSD) A. Definisi Merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah, pus) dari rongga pleura, rongga thorax, dan mediastinum dengan menggunkan pipa penghubung B. Tujuan -
Mengeluarkan cairan atau darah, udara dari rongga pleura dan rongga thorax
-
Mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura
-
Mengembangkan kembali paru yang kolaps
-
Mencegah refluks drainage kembali ke dalam rongga dada
C. Persiapan pasien dan lingkungan -
Pasien dan keluarga diberikan penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
-
Memasang sampiran
-
Membebaskan pakaian pasien bagian atas
-
Mengatur posisi setengah duduk atau sesuai kemampuan pasien
-
Alat-alat didekatkan ke tempat tidur pasien
D. Prosedur Kerja 1. Cuci tangan 2. Pasang handscoon 3. Buka set bedah minor steril 4. Buka balutan dengan menggunakan pinset secara hati-hati, balutan kotor dimasukkan ke dalam nierbekken 5. Desinfeksi luka dan selang dengan bethadin 10% kemudian dengan alkohol 70% 6. Tutup luka dengan kasa steril yang sudah dipotong tengahnya kemudian plester 7. Selang WSD diklem 8. Lepaskan sambungan antara selang WSD dengan selang botol 9. Bersihkan ujung selang WSD dengan alkohol 70% kemudian selang WSD dihubungkan dengan selang penyambung botol WSD yang baru 10. Buka klem selang WSD 11. Anjurkan pasien untuk menarik napas dalam dan bimbing pasien cara batuk efektif
215
12. Latih dan anjurkan pasien untuk secara rutin 2-3 kali sehari melakukan latihan gerak pada persendian bahu daerah pemasangan WSD 13. Rapikan pakaian pasien dan lingkungannya, kemudian membantu pasien dalam posisi yang paling nyaman 14. Bersihkan alat-alat dan botol WSD yang kotor, kemudian di sterilisasi kembali 15. Buka handscoon 16. Cuci tangan 17. Tulis prosedur yang telah dilakukan pada catatan perawatan
216
BATUK EFEKTIF
a. Desinisi Mengeluarkan sekret yang terakumulasi dan mengganggu disaluran nafas dengan cara dibatukkan b. Tujuan -
Membebaskan jalan nafas dari akumulasi sekret
-
Mengeluarkan sputum untuk pemeriksaan diagnostik lab.
-
Mengurangi sesak nafas akibat akumulasi sekret
c. Indikasi -
Klien dengan gangguan saluran nafas akibat akumulasi sekret
-
Pemeriksaan diagnostik sputum di lab.
d. Prosedur kerja 1. Mengecek program terapi 2. Cuci tangan 3. Menyiapkan alat 4. Memberikan salam dan menjelasakan prosedur tindakan 5. Menanyakan persetujuan klien 6. Jaga privacy 7. Mempersiapkan pasien 8. Meminta pasien melakukan nafas perut (menarik nafas dalam melalui hidung hingga 3 hitungan, jaga mulut tetap tertutup) 9. Meminta pasien merasakan mengembangnya abdomen (cegah lengkung pada punggung) 10. Meminta pasien menahan nafas hingga 3 hitungan 11. Meminta menghembuskan nafas perlahan dalam 3 hitungan (lewat mulut, bibir seperti meniup) 12. Meminta pasien merasakan mengempisnya abdomen dan kontraksi dari otot 13. Memasang perlak/ alas dan bengkok (di pangkuan pasien bila duduk atau didekat mulut bila tidur miring) 14. Meminta pasien melakukan nafas dalam 2 kali, yang ke tiga :inspirasi, tahan nafas dan batukkan dengan kuat 217
15. Menampung lender dalam sputum pot 16. Merapikan pasien 17. Melakukan evaluasi tindakan 18. Berpamitan dengan klien 19. Mencuci tangan 20. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan perawat
218
219
220
221
222
223
224
225
226
227
228
229
KUMPULAN DIAGNOSIS KEPERAWATAN
BERSIHAN JALAN NAFAS TIDAK EFEKTIF 1.
DEFINISI Ketidakmampuan
ihkan
sekret
atau
obstruksi
jalan
napas
untuk
mempertahankan jalan napas paten (SDKI, 2017). 2.
GEJALA DAN TANDA
1) Data Subjektif a. Dispnea b. Sulit bicara c. Ortopnea 2) Data Objektif a. Batuk tidak efektif b. Tidak mampu batuk c. Sputum berlebih d. Mengi, wheezing dan/ ronkhi kering e. Mekonium di jalan nafas (pada neonatus) f. Gelisah g. Sianosis h. Bunyi nafas menurun i. Frekuensi dan pola nafas berubah
230
GANGGUAN PERTUKARAN GAS
1.
DEFINISI Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/ atau eliminasi karbondioksida pada membran alveolus-kapiler (SDKI, 2017).
2.
GEJALA DAN TANDA
1) Data Subjektif a. Dispnea b. Pusing c. Penglihatan kabur
2) Data Objektif a. PCO2 meningkat/ menurun b. PO2 menurun c. Takikardia d. PH arteri meningkat/ menurun e. Bunyi nafas tambahan f. Sianosis g. Diaforesis h. Pernafasan cuping hidung i. Pola nafas abnormal (cepat/ lambat, reguler/ ireguler, dalam/ dangkal) j. Warna kulit abnormal (pucat, kebiruan) k. Kesadaran menurun
231
GANGGUAN VENTILASI SPONTAN 1.
DEFINISI Penurunan cadangan energi yang mengakibatkan individu tidak mampu bernafas secara adekuat (SDKI, 2017).
2.
GEJALA DAN TANDA
1) Data Subjektif a. Dispnea 2) Data Objektif a. Penggunaan otot bantu nafas meningkat b. Volume tidal menurun c. PCO2 meningkat d. PO2 menurun e. SaO2 menurun f. Gelisah g. Takikardi
232
POLA NAFAS TIDAK EFEKTIF 1.
DEFINISI Inspirasi dan/ atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat (SDKI, 2017).
2.
GEJALA DAN TANDA
1) Data Subjektif a. Dispnea b. Ortopnea
2) Data Objektif a. Penggunaan otot bantu pernafasan b. Fase ekspirasi memanjang c. Pola nafas abnormal (takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kusmaul, cheyne stokes) d. Pernafasan pursed-lip e. Pernafasan cuping hidung f. Diameter thoraks anterior-posterior meningkat g. Ventilasi semenit menurun h. Tekanan ekspirasi dan inspirasi menurun i. Ekskursi dada berubah
233
PENURUNAN CURAH JANTUNG 1.
DEFINISI Ketidakmampuan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (SDKI, 2017). 2. GEJALA DAN TANDA 1) Data Subjektif a. Perubahan irama jantung : Palpitasi b. Perubahan preload : Lelah c. Perubahan afterload : Dispnea d. Perubahan kontraktilitas : - Paroxysmal noctural dyspnea (PND) - Ortopnea - Batuk e. Perilaku/ emosional : - Cemas - Gelisah 2) Data Objektif a. Perubahan irama jantung : - Bradikardia/ takikardia - Gambaran EKG aritmia/ atau gangguan konduksi b. Perubahan preload : - Edema - Distensi vena jugularis - Central venous pressure (CVP) meningkat/ menurun - Hepatomegali - Murmur jantung - Berat badan bertambah - Pulmonary artery wedge pressure (PAWP) menurun c. Perubahan afterload : - Tekanan darah meningkat/ menurun - Nadi perifer teraba lemah - Capillary refil time > 3 detik - Oliguria - Warna kulit pucat dan/ atau sianosis d. Perubahan kontraktilitas : - Terdengar suara jantung S3 dan/ atau S4 - Ejection fraction (EF) menurun
234
DEFISIT NUTRISI
1.
DEFINSI Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme (SDKI, 2017).
2.
GEJALA DAN TANDA
1) Data Subjektif a. Cepat kenyang setelah makan b. Kram/ nyeri abdomen c. Nafsu makan menurun
2) Data Objektif a. Bising usus hiperaktif b. Otot pengunyah dan menelan lemah c. Membran mukosa pucat d. Sariawan e. Serum albumin turun f. Diare g. Rambut rontok berlebihan
235
DIARE 1.
DEFINISI Pengeluaran feses yang sering, lunak dan tidak berbentuk (SDKI, 2017).
2.
GEJALA DAN TANDA
1) Data Subjektif a. Urgensi b. Nyeri/ kram abdomen
2) Data Objektif a. Defekasi lebih dari 3 kali dalam 24 jam b. Feses lembek atau cair c. Frekuensi peristaltik meningkat d. Bising usus hiperaktif
236
DISFUNGSI MOTILITAS GASTROINTESTINAL
1.
DEFINISI Peningkatan,
penurunan,
tidak
efektif
atau
kurangnya
aktivitas
peristaltik
gastrointestinal; (SDKI, 2017). 2.
GEJALA DAN TANDA
1) Data subjektif a. Mengungkapkan flatus tidak ada b. Nyeri/ kram abdomen c. Merasa mual
2) Data Objektif a. Suara peristaltik berubah (tidak ada, hipoaktif, atau hiperaktif) b. Residu lambung meningkat/ menurun c. Muntah d. Regurgitasi e. Pengosongan lambung cepat f. Distensi abdomen g. Diare h. Feses kering dan sulit keluar i. Feses keras
237
HIPOVOLEMIA 1.
DEFINISI Penurunan volume cairan intravaskular. Interstisial, dan/ atau intraselular (SDKI, 2017).
2.
GEJALA DAN TANDA
1) Data Subjektif a. Merasa lemah b. Mengeluh haus
2) Data Objektif a. Frekuensi nadi meningkat b. Nadi teraba lemah c. Tekanan darah menurun d. Tekanan nadi menyempit e. Turgor kulit menurun f. Membran mukosa kering g. Volume urine menurun h. Hematokrit meningkat i. Pengisian vena menurun j. Status mental berubah k. Suhu tubuh meningkat l. Konsentrasi urin meningkat m. Berat badan turun tiba-tiba
238
KETIDAKSTABILAN KADAR GLUKOSA DARAH
1.
DEFINISI Variasi kadar glukosa darah naik/ turun dari rentang normal (SDKI, 2017).
2.
GEJALA DAN TANDA
1) Data Subjektif a. Hipoglokemia -
Mengantuk
-
Pusing
-
Palpitasi
-
Mengeluh lapar
b. Hiperglikemia -
Lelah atau lesu
-
Mulut kering
-
Haus meningkat
2) Data Objektif a. Hipoglikemia -
Gangguan koordinasi
-
Kadar glukosa dalam darah/ urin rendah
-
Gemetar
-
Kesadaran menurun
-
Perilaku aneh
-
Sulit bicara
-
Berkeringat
b. Hiperglikemia -
Kadar glukosa dalam darah/ urin tinggi
-
Jumlah urin meningkat
239
OBESITAS 1.
DEFINISI Akumulasi lemak berlebih atau abnormal yang tidak sesuai dengan usia dan jenis
kelamin, serta melampaui kondisi berat badan lebih (overweight) (SDKI, 2017). 2.
GEJALA DAN TANDA
1) Data Subjektif a. Sering mengemil b. Kurang berolahraga, aktivitas fisik harian c. Konsumsi gula berlebihan
2) Data Objektif a. IMT > 27 Kg/m3 (pada dewasa) atau lebih dari persentil ke 95 untuk usia dan jenis kelamin (pada anak) b. Tebal lipatan kulit trisep > 25 mm
240
GANGGUAN ELIMINASI URIN 1.
DEFINISI Disfungsi eliminasi urin (SDKI, 2017).
2.
GEJALA DAN TANDA
1) Data Subjektif a. Desakan berkemih (Urgensi) b. Urin menetes (dribbling) c. Sering buang air kecil d. Nokturia e. Mengompol f. Enuresis
2) Data Objektif a. Distensi kandung kemih b. Berkemih tidak tuntas (hesitancy) c. Volume residu urin meningkat
241
KONSTIPASI 1.
DEFINISI Penurunan defekasi normal yang disertai dengan pengeluaran feses sulit dan tidak tuntas
serta feses kering dan banyak (SDKI, 2017). 2.
GEJALA DAN TANDA
1) Data subjektif a. Defekasi kurang dari 2 kali seminggu b. Pengeluaran feses lama c. Mengejan saat defekasi
2) Data Objektif a. Feses keras b. Peristaltik usus menurun c. Distensi abdomen d. Kelemahan umum e. Teraba massa pada rektal
242
GANGGUAN MOBILITAS FISIK
1.
DEFINISI Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri (SDKI,
2017). 2.
GEJALA DAN TANDA
1) Data Subjektif a. Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas b. Nyeri saat bergerak c. Enggan melakukan pergerakan d. Merasa cemas saat bergerak
2) Data Objektif a. Kekuatan otot menurun b. Rentang gerak (ROM) menurun c. Sendi kaku d. Gerakan tidak terkoordinasi e. Gerakan terbatas f. Fisik lemah
243
GANGGUAN POLA TIDUR
1.
DEFINISI Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal (SDKI, 2017).
2.
GEJALA DAN TANDA
1) Data Subjektif a. Mengeluh sulit tidur b. Mengeluh sering terjaga c. Mengeluh tidak puas tidur d. Mengeluh pola tidur berubah e. Mengeluh istirahat tidak cukup f. Mengeluh kemampuan beraktivitas menurun
2) Data Objektif -
244
INTOLERANSI AKTIVITAS
1.
DEFINISI Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari (SDKI, 2107).
2.
GEJALA DAN TANDA
1) Data Subjektif a. Mengeluh lelah b. Dispnea saat/ setelah aktivitas c. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas d. Merasa lemah
2) Data Objektif a. Frekuensi jantung meningkat > 20 % dari kondisi istirahat b. Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/ setelah aktivitas c. Gambaran EKG menunjukkan iskemia d. Sianosis
245
KELETIHAN
1.
DEFINISI Penurunan kapasitas kerja fisik dan mental yang tidak pulih dengan istirahat (SDKI,
2017). 2.
GEJALA DAN TANDA
1) Data Subjektif a. Merasa energi tidak pulih walaupun telah tidur b. Merasa kurang tenaga c. Mengeluh lelah d. Merasa bersalah akibat tidak mampu menjalankan tanggung jawab e. Libido menurun
2) Data Objektif a. Tidak mampu mempertahankan aktivitas rutin b. Tampak lesu c. Kebutuhan istirahat meningkat
246
GANGGUAN RASA NYAMAN
1.
DEFINISI Perasaan kurang senang, lega dan sempurna dalam dimensi fisik, psikospiritual,
lingkungan dan sosial (SDKI, 2017). 2.
GEJALA DAN TANDA
1) Data Subjektif a. Mengeluh tidak nyaman b. Mengeluh sulit tidur c. Tidak mampu rileks d. Mengeluh kedinginan/ kepanasan e. Merasa gatal f. Mengeluh mual g. Mengeluh lelah
2) Data Objektif a. Gelisah b. Menunjukkan gejala distres c. Tampak merintih/ menangis d. Pola eliminasi berubah e. Postur tubuh berubah f. Iritabilitas
247
NYERI AKUT
1.
DEFINISI Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual
atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan (SDKI, 2017). 2.
GEJALA DAN TANDA
1) Data Subjektif a. Mengeluh nyeri
2) Data Objektif a. Tampak meringis b. Bersikap protektif (waspada, posisi menghindari nyeri) c. Gelisah d. Frekuensi nadi meningkat e. Sulit tidur f. Tekanan darah meningkat g. Pola nafas berubah h. Proses berfikir terganggu i. Menarik diri j. Berfokus pada diri sendiri k. Diaforesis
248
ANSIETAS
1.
DEFINISI Kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman (SDKI, 2017).
2.
GEJALA DAN TANDA
1) Data Subjektif a. Merasa bingung b. Merasa khawatir dengan akibat dan kondisi yang dihadapi c. Sulit berkonsentrasi d. Mengeluh pusing e. Anoreksia f. Palpitasi g. Merasa tidak berdaya 2) Data Objektif a. Tampak gelisah b. Tampak tegang c. Sulit tidur d. Frekuensi nafas meningkat e. Frekuensi nadi meningkat f. Tekanan darah meningkat g. Diaforesis h. Tremor i. Muka tampak pucat j. Suara bergetar k. Kontak mata buruk l. Sering berkemih m. Berorientasi pada masa lalu
249
HIPERTERMIA
1.
DEFINISI Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh (SDKI, 2017).
2.
GEJALA DAN TANDA
1) Data Subjektif 2) Data Objektif a. Suhu tubuh diatas nilai normal b. Kulit merah c. Kejang d. Takikardia e. Takipnea f. Kulit merasa hangat
250
HIPERVOLEMIA
1. Definisi Peningkatan volume cairan inravaskuler, intersel dan atau intraseluler 2. Gejala dan tanda mayor a. Subjektif -
Ortopnea
-
Dispnea
-
Paroxysmal nocturnal dyspnea
b. Objektif -
Edema anasarka dan atau edema perifer
-
Berat badan meningkat dalam waktu singkat
-
Jugular Venous Pressur (JVP)
-
Refleks hepatojugular positif
3. Gejala dan tanda minor a. Subjektif :b. Objektif -
Distensi vena jugularis
-
Terdengar suara napas
-
Tambahan hepatomegali
-
Kadar Hb/Ht turun
-
Oliguria
-
Intake lebih banyak dari output (balans cairan positif)
-
Kongesti paru
251
RESIKO SYOK 1. Definisi Berisiko mengalami ketidakcukupan aliran darah ke jaringan tubuh, yang dapat mengakibatkan disfungs seluler yang mengancam jiwa. 2. Faktor resiko -
Hipoksemia
-
Hipoksia
-
Hipotensi
-
Kekurangan volumen cairan
-
Sepsis
-
Sindrom Respons Inflamasi Sistemik (Systemic Inflamasitory Respons Syndrome (SIRS)
252
NYERI KRONIS 1. Definisi Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan reseptor jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berorientasi ringan hingga berat dan konstan, yang berlangsung ebih dari 3 bulan. 2. Gejala dan tanda mayor dan minor a. Subjektif -
Mengeluh nyeri
-
Merasa depresi (tertekan)
-
Merasa takut mengalami cedera berulang
b. Objektif -
Beresiko protektif (mis. Posisi menghindari nyeri)
-
Waspada
-
Pola tidur berubah
-
Anoreksia
-
Fokus menyempit
-
Berfokus pada diri sendiri
253
RESIKO CEDERA 1. Definisi Berisiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik yang menyebabkan seseorang tidak lagi sepenuhnya sehat atau dalam kondisi baik. 2. Faktor resiko -
Ketidaknormalan profil darah
-
Perubahan orientasi afektif
-
Perubahan sensasi
-
Disfungsi biokimia
-
Hipoksia jaringan
-
Kegagalan mekanisme pertahanan tubuh
-
Malnutrisi
-
Perubahan fungsi psikomotor
-
Perubahan fungsi kognitif
254
RESIKO JATUH 1. Definisi Berisiko mengalami kerusakan fisik dan gangguan kesehatan akibat terjatuh 2. Faktor resiko -
Usia >65 Tahun (Pada dewasa) atau <2 tahun (pada anak)
-
Riwayat jatuh
-
Anggota gerak bawah prostesis (buatan)
-
Penggunaan alat bantu berjalan
-
Penurunan tingkat kesadaran
-
Perubahan tingkat kognitif
-
Lingkungan tidak aman (misal, licin, gelap, lingkungn asing)
-
Kondisi pasca operasi
-
Jipotensi ortostatik
-
Perubahan kadar glukoa darah
-
Anemia
-
Kekuatan otot menurun
-
Gangguan pendengaran
-
Gangguan keseimbangan
-
Gangguan penglihatan (misal. Katarak. Glaukoma, ablasia retina, neuritis)
-
Neuropati
-
Efek agen farmakologis (misal. Sedasi, alkohol, anastesi umum)
255
DAFTAR PUSTAKA HIPGABI. Airway & Breathing Management. Makassar : Pelatihan Emergency NursingIntermediate Level HIPGABI. 2013 PPNI. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 3. Jakarta : DPP PPNI. 2017 Nurarif & Hardhi. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC, Edisi 1. Jogjakarta : Mediaction. 2015 Yosep, Iyus. Keperawatan Jiwa, Edisi 4. Bandung : Refika-Aditama. 2011 Doenges. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Perencanaan dan Pendokumentasian. Jakarta: EGC. 2000 Arief Mansjoer dkk, Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius FKUI. 2000 Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC. 2001 Swanburg, R.C. 2000. Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan. Terjemahan. Jakarta: EGC. Nursalam. 2015. Manajemen keperawatan aplikasi dalam praktek keperawatan professional edisi 3. Jakarta: Salemba Medika. Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4 volume 1. Jakarta: EGC. Suarli dan Bahtiar, Yanyan. 2010. Manajemen Keperawatan. Jakarta: Erlangga Nursalam. 2002. Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: Salemba Medika. Materi Pelatihan JCI, PATIENT SAFETY DAN BASIC LIFE (BLS). Makassar : RSWS. 2016.
256