REFERAT Mikropenis
Pembimbing: dr. Irene Akasia O., SpA
Disusun Oleh: Alvin Hendellyn – 07120110009
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT MARINIR CILANDAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN 2015 KATA PENGANTAR
Pertama – tama saya panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan izin-Nya saya dapat menyelesaikan referat ini. Referat berjudul Mikropenis ini disusun guna memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak di Rumah Sakit Angkatan Laut Marinir Cilandak. Saya sebagai penyusun mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Irene Akasia O., Sp.A yang telah membimbing penyusun dalam mengerjakan referat ini. Dan juga ucapan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan di kepaniteraan ini, serta kepada semua pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan kepada penyusun. Dengan penuh kesadaran dari penyusun, meskipun telah berupaya semaksimal mungkin untuk menyelesaikan referat ini, namun masih terdapat kelemahan dan kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penyusun harapkan. Akhir kata, penyusun mengharapkan semoga referat ini dapat berguna dan memberikan manfaat bagi kita semua. Jakarta, 15 Juli 2015
2
DAFTAR ISI Kata Pengantar…………………………………………………………….2 Daftar Isi…………………………………………………………………..3 BAB I Pendahuluan……………………………………………………….4 BAB II Tinjauan Pustaka………………………………………………….8 Definisi…………………………………………………………….8 Embriologi…………………………………………………………9 Anatomi……………………………………………………………10 Fisiologi……………………………………………………………12 Etiologi…………………………………………………………….16 Patofisiologi………………………………………………………. 18 Manisfestasi Klinis dan Diagnosis……………………………….. 23 Tata Laksana……………………………………………………… 29 Prognosis………………………………………………………….. 33 Daftar Pustaka….......................................................................................... 34
3
BAB I PENDAHULUAN Mikropenis didefinisikan sebagai panjang penis yang merenggang kurang dari 2,5 standar deviasi (SD) rata-rata untuk usianya1. Biasanya bentuk anatomis serta perbandingan batang penis dengan diameternya dalam batas normal. Pengukuran penis sebaiknya dilakukan saat penis dalam keadaan teregang (stretched) dan harus pula dibedakan dengan keadaan lain yang dapat menyebabkan penis terlihat lebih kecil, seperti pada buried penis ataupun pada penis yang terselubungi oleh perlekatan kulit yang abnormal (webbed penis). Istilah mikropenis berkenaan dengan bentuknya yang normal, dan istilah microphallus digunakan ketika berhubungan dengan adanya hypospadias1.
Gambar 1. Kurva ukuran penis berdasarkan umur
Mikropenis merupakan keadaan yang didefinisikan sebagai penis yang kecil yang tidak berkaitan dengan ambiguitas genitalia eksterna seperti hipospadia 1. Hal ini,
4
disebabkan akibat single gene disorder atau multifactorial disorder (genetik dan faktor lingkungan). Karena perkembangan genitalia eksterna pria yaitu, pertumbuhan penis, terutama disebabkan oleh efek androgen, gen-gen yang terlibat dalam produksi gonad dan aksi androgen perifer dapat memengaruhi perkembangan mikropenis. Enzim 5 α -reduktase-2 berperan penting dalam diferensiasi seks pria melalui konversi testosteron menjadi 5 α -dihydrotestosterone (DHT) di jaringan perifer organ target2. Telah diketahui maskulinisasi duktus Wolffian terutama disebabkan oleh hormon testosteron, dimana maskulinisasi genitalia eksterna, uretra, dan prostat disebabkan oleh hormon 5 α -DHT2. Sehingga, defisiensi 5 α reductase-2, meskipun dengan adanya perkembangan duktus Wolffian, menghasilkan berbagai derajat pseudohermaphroditism pria dengan genitalia eksterna yang tidak termaskulinisasi, terutama tergantung pada aktivitas residu enzim. Rata-rata panjang penis merenggang pada bayi laki-laki cukup bulan 3,5cm. Ukuran 2,5 SD dibawah rata-rata, pada bayi laki-laki yang lahir cukup bulan didefinisikan sebagai mikropenis dan memerlukan evaluasi1. Pertumbuhan penis terutama sepanjang pertengahan hingga akhir masa gestasi. Tuladhar et al melaporkan hubungan antara panjang penis dan usia gestasi bayi lahir pada usia gestasi 24-36 minggu. Panjang penis dalam centimeter = 2.27 + 0.16 X (usia gestasi dalam minggu)3. Adanya skrotum normal dan testis yang teraba mengindikasikan probabilitas tinggi karyotype yang normal. Bila testis tidak teraba, uretra penis tidak ada, atau keduanya, pemeriksaan sebaiknya dianggap sebagai ambigu dan dievaluasi untuk gangguan perkembangan seksual. Setelah beberapa tahun kehidupan awal, pertumbuhan penis sangat sedikit hingga pubertas ketika kadar testosteron mulai meningkat.
5
Secara garis besar, penyebab terjadi mikropenis dapat digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu, Gangguan pada produksi Gonadotropin Releasing Hormon (GnRH) oleh hipotalamus sehingga menyebabkan penurunan produksi LH dan FSH oleh hipofisis4. Hal ini pada akhirnya menyebabkan berkurangnya produksi testosteron oleh testis. Keadaan ini dapat dijumpai pada kasus-kasus dengan disfungsi hipotalamus, seperti sindrom Kallman atau sindrom Prader-Willi. Berikutnya gangguan pada fungsi testis sehingga tidak dapat memberi respon baik terhadap stimulasi dari hipotalamus-hipofisis. Dapat ditemukan pada kasus disgenesis gonad. Yang terakhir adalah Idiopatik. Pada keadaan ini, analisis hormonal menunjukan adanya aksis hipotalamus-hipofisis-testis yang normal. Mikropenis dapat terjadi akibat adanya gangguan hormonal yang muncul setelah usia kehamilan 14 minggu4. Diferensiasi genitalia eksterna pada janin laki-laki selesai pada usia kehamilan 12 minggu 4. Keadaan ini membutuhkan produksi testosteron secara normal oleh testis janin yang distimulasi oleh human chorionic gonadotropin (hCG) maternal. Pada tahap akhir, pertumbuhan penis di atur oleh androgen janin. Produksi hormon ini di atur oleh Luteinizing Hormone (LH) janin, yang merupakan hormon gonadotropin. Adanya abnormalitas dalam produksi dan fungsi testosteron, serta adanya defisiensi hormon gonadotropin dapat menyebabkan terjadinya mikropenis.
6
Gambar 2. Bentuk-bentuk kelainan pada penis
Gambar 3. Nilai panjang penis teregang (SPL)
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Seorang pria dikatakan memiliki mikropenis apabila panjang penisnya kurang dari 2,5 standar deviasi (SD) rata-rata ukuran penis pria normal pada usia tertentu 1. Acuan ukuran yang dapat dipakai apabila ukuran penis kurang dari 2 cm saat kelahiran, 2,5 cm saat berusia satu tahun, 4 cm pada masa pubertas, dan 10 cm di akhir masa pubertas atau saat dewasa4. Ukuran penis anak yang mengalami mikropenis tidak lebih besar dari ibu jari. Umumnya, panjang penis pada anak yang baru lahir mencapai 3-4 cm1. Sedangkan pada umur 1 tahun, rata-rata panjang penis anak mencapai 3-5 cm. Jika ukuran kurang dari ukuran normal menandakan anak mengalami mikropenis1.
Gambar 4. Gambaran mikropenis
8
2.2 Embriologi Seperti pada penyakit-penyakit kongenital lainya, pemahaman yang baik mengenai embriologi dapat memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai penyakitnya. Dimulai pada usia kehamilan 8 minggu, hormon gonadotropin ibu yang berasal dari plasenta mulai memberikan stimulasi produksi testosteron dari sel Leydig janin. Dengan pengaruh dari hormon dihydrotestosteron, produk konversi dari testosteron, terjadilah diferensiasi penis5. Tuberkulum genitalia berdiferensiasi menjadi glans penis, lipatan genitalia menjadi batang penis, dan benjolan genitalia bergerak ke garis tengah (midline) untuk kemudian menjadi skrotum5. Diferensiasi penis selesai pada usia kehamilan 12 minggu4,5. Selama trimester kedua dan ketiga, pertumbuhan penis selesai dengan bantuan hormon androgen janin, yang diproduksi karena stimulasi dari hipofisis janin. Terjadi pertumbuhan ukuran penis yang signifikan sebesar hampir 20mm dari usia kehamilan 16 minggu sampai 38 minggu5. Maka dari itu, keadaan mikropenis yang sesungguhnya terjadi karena gangguan hormon yang terjadi setelah usia kehamilan 12 minggu4,5. Gambar 5. Proses diferensiasi penis
9
10
2.3 Anatomi dan Fisiologi 2.3.1 Anatomi
Gambar 6. Anatomi penis dan testis
Yang termasuk organ reproduksi laki-laki adalah, testes, vas deferens, duktus ejakulatorius, penis, dan kelenjar-kelenjar pendukung antar lain, prostat dan kelenjar bulbouretra6. Secara garis besar, testes adalah organ yang berfungsi untuk memproduksi testosteron dan spermatozoa. Setiap testis berukuran 4cm untuk panjangnya dan volume 20ml7. Testes tersusun atas lobulus-lobulus yang banyak yang terbuat dari tubulus yang kompleks (tubulus seminiferus) yang didukung oleh jaringan ikat lunak. Tubulus seminiferus merepresentasikan sebesar 80-85% dari keseluruhan
11
volume testes6. Tubulus yang terdiri dari lapisan sel epitel yaitu, sel sertoli, yang membentuk dinding dari tubulus seminiferus. Sel leydig yang dikelilingi oleh jaringan ikat adalah sel endokrin yang bertanggungjawab untuk produksi hormon androgen yang paling penting dalam sirkulasi yaitu, testosteron. Produksi testosteron dan spermatogenesis dikontrol oleh aksis hipotalamus-hipofisis-gonad. Hipotalamus memproduksi GnRH (gonadotropin releasing hormone), GnRh yang dihasilkan bergerak menuju sistem portal hipotalamus-hipofisis untuk menstimulasi hipofisis anterior untuk mensekresikan 2 hormon gonadotropin, LH dan FSH. FSH menstimulasi sel sertoli untuk memproduksi paracrine growth factor untuk mendukung terjadinya spermatogenesis. FSH juga menstimulasi produksi inhibin sebagai respon dari spermatogenesis yang aktif. Androgen membantu spermatogenesis melalui sel sertoli dan kadar androgen yang tinggi di testis sangat penting untuk spermatogenesis. Sel Leydig menghasilkan testosteron dibawah stimulasi dari LH. Konsentrasi testosteron di tubulus seminiferus adalah 80-100 kali lebih besar dibandingkan di sirkulasi6. Testosteron yang berada di sirkulasi memberikan umpan balik negatif pada produksi LH dan FSH oleh hipofisis dan pada produksi GnRH oleh hipotalamus7. Kumpulan sel sertoli membentuk tight junction yang membentuk blood-testis barrier yang fungsinya adalah membagi tubulus seminiferus menjadi 2 kompartemen untuk perkembangan spermatozoa7. Kompartemen yang berada di bawah tight junction memiliki kontak dengan sirkulasi dan merupakan sebuah ruangan dimana terjadi perkembangan spermatogonia menjadi spermatosit primer. Fusngi sel sertoli antara lain, menciptakan lingkungan untuk germ cell dapat berkembang menjadi dewasa, memberikan signal untuk terjadinya spermatogenesis dan mempertahankan perkembangan spermatid, meregulasi kelenjar hipofisis dan mengontrol
12
spermatogenesis7. Sehingga, dapat dikatakan bahwa sel sertoli bersama dengan sel leydig merupakan 2 tipe sel yang memegang peran penting untuk fungsi testis. Penis terdiri dari 2 kompartemen fungsional, korpus kavernosum dan korpus spongiosum6. Korpus kavernosum adalah korpus yang berpasangan, strukturnya berbentuk silinder dan merupakan bagian dari penis yang berfungsi untuk terjadinya ereksi6. Korpus kavernosum memiliki lapisan yang keras pada bagian luarnya yang disebut tunica albuginea dan jaringan sinusoid yang berbentuk seperti spons yang nantinya terisi oleh darah saat terjadi ereksi. Jaringan sinusoid dipersarafi oleh nervus kavernosa yang merupakan saraf otonom yang berasal dari pleksus hipogastrik dan berfungsi penting untuk ereksi. Pada bagian yang lebih rendah terdapat korpus spongiosum yang mengelilingi uretra. Korpus spongiosum tidak mempunyai lapisan tunika yang sama dengan korpus kavernosum, sehingga korpus spongiosum tidak memberikan efek yang sama saat terjadi ereksi6.
Gambar 7. Korpus kavernosum dan spongiosum pada penis
2.3.2 Fisiologi Testes mensekresikan 2 hormon steroid yaitu, testosteron dan dihidrotestosteron6. Testosteron, sebuah hormon steroid dengan rantai C19, disintesis
13
dari kolesterol oleh sel leydig di testes dan dari androstenedion yang disekresi oleh korteks adrenal6. Mayoritas testosteron diikat oleh sex-hormone-binding globulin (SHBG) dan sisanya terikat oleh albumin, hanya sekitar 2% yang tidak terikat oleh apapun dan berada di sirkulasi6. SHBG disintesis di hati dan dapat meningkat pada beberapa kondisi klinis. Efek dari peningkatan SHBG di sirkulasi adalah untuk menurunkan bioavalaible dari fraksi testosteron sehingga, jika kadar total serum testosteron normal, terjadi hypogonadism pada jaringan karena protein pengikat. Yang peling sering menyebabkan peningkatan pada SHBG adalah disfungsi hati, hiperesterogenemia, obesitas dan penuaan6.
Gambar 8. Kadar hormon testosteron pria pada berbagai umur
Dihidrotestosteron adalah turunan dari sekresi langsung dari testes (sebanyak 20%) dan dari konversi di jaringan perifer (sebanyak 80%)7. DHT berada di sirkulasi aliran darah. Testosteron dan DHT yang berada di sirkulasi darah melewati membran
14
dari sel target dan masuk kedalam sitoplasma. Testosteron lalu dikonversi menjadi DHT yang lebih poten didalam sel target. Testosteron atau DHT lalu berikatan dengan reseptor androgen dan membentuk kompleks. Kompleks ini kemudian ditransport menuju nukleus sel target, dimana kompleks ini akan berikatan dengan DNA dan menyebabkan sintesis mRNA.
Gambar 9. Kontrol endokrin pada sistem reproduksi pria
Pada janin, androgen dibutuhkan untuk diferensiasi dan perkembangan normal dari alat genitalia internal dan eksternal laki-laki6. Selama masa pubertas, androgen dibutuhkan untuk pertumbuhan normal sturktur genitalia pria, termasuk skrotum, epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, prostat dan penis. Pada saat dewasa, androgen bersama dengan estrogen menyebabkan pertumbuhan tulang dan otot yang
15
cepat. Androgen juga berfungsi untuk perkembangan karakteristik seks sekunder6. Pada orang dewasa juga membutuhkan androgen untuk stimulasi eritropoiesis, empertahankan struktur tulang dan masa otot, serta mempertahankan libido dan fungsi ereksi pada pria6.
Gambar 10. Mekanisme kerja hormon androgen
Edstradiol diproduksi dari aromatisasi testosteron di sirkulasi perifer6. Enzim aromatase muncul dalam jumlah yang sangat banyak di jaringan lemak. Maka, obesitas dapat meningkatkan konversi testosteron sehingga menyebabkan hiperesterogenemia, hipogonadisme dan penurunan regulasi aksis hipotalamushipofisis-gonad7.
16
2.4 Etiologi Mikropenis adalah sebuah kondisi yang merupakan akibat dari gangguan hormon yang terjadi pada usia kehamilan setelah 12 minggu 4,5. Mikropenis adalah sebuah anomali genitalia yang terjadi karena defisensi hormon testosteron yang mngakibatkan pertumbuhan dan perkembangan pernis terhambat. Defisiensi hormon testosteron tidak hanya menyebabkan terhambatnya perkembangan penis, tetapi juga menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan organ-organ lain yang menjadi target dari hormon testosteron seperti, testis yang menjadi kecil. Pasien dengan mikropenis harus diberikan pengawasan ketat terhadap gangguan endokrin lainnyan dan anomali organ sistem saraf pusat. Pertumbuhan tulang yang terhambat, anosmia, kesulitan belajar, dan defisiensi hormon adenokortikotropik dan thyrotropin memiliki hubungan dengan mikropenis4. Secara garis besar, penyebab dari mikropenis dapat dibagi menjadi tiga kelompok
besar
yaitu,
hypogonadotropic-hypogonadism
(gangguan
hipofisis/hipotalamus), gangguan testis, dan idiopatik4. 1. Defisiensi sekresi testosteron A. Hipergonadotropik-hipogonadisme (gangguan gonad primer). Pada gangguan gonad primer terjadi produksi androgen yang tidak adekuat karena defisiensi salah satu enzim sintesis testosteron. Ditandai dengan peningkatan konsentrasi gonadotropin yang disebabkan tidak adanya umpan balik negatif dari steroid seks gonad. Penyebab terbanyak biasanya dihubungkan dengan kelainan kariotipe dan somatik, seperti anorchia, sindrom Klinefelter dan Poly X, disgenesis gonad, defek hormon luteinezing, defek genetik pada steroidogenesis testosteron, sindrom Noonan, Trisomi 21, sindrom Robinow, sindrom Bardet Biedl, atau sindrom Laurence – Moon.
17
B. Hipogonadotropik-hipogonadisme (gangguan gonad sekunder). Keadaan ini disebut juga gangguan gonad sekunder, sehingga diperlukan terapi pengganti (replacement therapy) yang menetap (irreversible). Contoh gangguan gonad sekunder adalah sindrom Kallman, defisiensi hormon pituitari lain, sindrom Prader–Willi, sindrom Laurence–Moon, sindrom Bardet-Biedl, dan sindrom Rud.
2. Defek pada aksi testosteron. Kelainan yang termasuk defek aksis testeron adalah defisiensi hormon pertumbuhan atau insulin–like growth factor I, gangguan reseptor androgen, defisiensi 5 α reduktase dan sindrom fetal hidantoin.
3. Idiopatik Mikropenis idiopatik dapat ditegakkan jika fungsi jaras hipotalamus – gonad normal, penambahan panjang penis yang mendekati normal sebagai respon terhadap pemberian testosteron eksogen, dan adanya maskulinisasi normal pada masa pubertas.
Obesitas juga memiliki pengaruh terhadap kejadian mikropenis. Status gizi merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan pematangan seksual seorang anak. Pertumbuhan dan perkembangan penis dipengaruhi oleh hormon testosteron yang disekresi oleh sel Leydig di testis 4. Jika dikaitkan dengan metabolisme hormon, testosteron memiliki hubungan dengan metabolisme lemak. Tebal lipatan lemak pada anak dengan obesitas di daerah mons pubis menunjukkan konsentrasi timbunan lemak dalam tubuh. Timbunan lemak ini dapat meningkatkan produksi kompleks aromatase
18
yang akan mengkatalisasi perubahan testosteron menjadi estrogen 4. Hal ini menyebabkan anak dengan obesitas sering mengalami penurunan kadar hormon testosteron, yang dapat menyebabkan mikropenis.
Gambar 11. Etiologi mikropenis
2.5 Patofisiologi Pertumbuhan dan perkembangan penis terdiri dari 2 tahap, yaitu : Tahap I (intrauterin) Pada akhir formatif phase panjang penis hanya 3,5 mm. Oleh pengaruh testosteron penis bertambah panjang 10 kali lipat sehingga pada saat lahir panjangnya 3,5 cm.
19
Tahap II (ekstrauterin) Tahap ini sangat dipengaruhi oleh hormon testosteron (gangguan produksi, sekresi, maupun kerja testosteron dapat memengaruhi morfogenesis dan/atau ukuran penis). Penyebab mikropenis lebih banyak dipengaruhi oleh kejadian yang memengaruhi sekresi atau kerja testosteron pada fase ke-2 perkembangan penis intrauterin. Produksi testosteron fetus dan dikonversi menjadi dihydrotestosterone (DHT) penting untuk perkembangan pria normal. Pada masa awal gestasi, human chorionic gonadotropin (hCG) plasenta merangsang perkembangan testis untuk menghasilkan testosteron melalui pengikatan reseptor hormon LH 9. Mendekati usia gestasi 14 minggu, axis hypothalamic-pituitary-gonadal fetus aktif, dan produksi testosteron menurun dibawah pengaruh LH fetal8,9. Oleh karena itu , pertumbuhan penis setelah trimester awal tergantung pada produksi testosteron fetal. Testosteron dikonversi oleh enzim 5 α -reduktase untuk menjadi androgen DHT, yang mana bertanggung jawab atas virilisasi genitalia eksterna pria9. Sesaat setelah lahir, terjadi peningkatan pada hormon LH dan testosteron yang bertahan selama 12 jam, setelah itu gonadotropin (LH-FSH) dan produksi testosteron menurun9. pada awal umur 1 minggu, kadar gonadotropin dan testosteron mulai meningkat kembali sampai kadar pubertas, memuncak pada umur 1-3 bulan, kemudian menurun hingga kadar prepubertas pada usia 6 bulan. Setelah usia 6 bulan, pertumbuhan penis berikutnya terjadi secara paralel dengan pertumbuhan somatik umum8. Pertumbuhan hormon juga berperan dalam pertumbuhan penis karena mikropenis telah diobservasi pada anak anak dengan defisiensi hormon pertumbuhan. Mikropenis dapat disebabkan oleh defek dimana saja sepanjang aksis
20
hypothalamus-hipofisis-gonad, defek pada kerja hormon androgen di organ perifer, defisiensi hormon pertumbuhan, atau anomali struktur primer atau merupakan bagian dari sindrom genetik8. Penyebab paling sering mikropenis adalah abnormalitas fungsi hipotalamus atau hipofisis8. Pada keadaan abnormalitas fungsi hipotalamus atau hipofisis, secara normal penis dapat berkembang akibat efek hCG maternal dalam produksi testosteron fetal, tetapi pertumbuhan penis adekuat tidak terjadi setelah usia gestasi 14 minggu ketika produksi testosteron tergantung pada sekresi LH pituitari fetal9. Kegagalan produksi testosteron yang adekuat pada akhir masa gestasi akibat gangguan testis primer dapat juga menyebabkan pertumbuhan penis yang tidak adekuat. Mikropenis juga dapat terjadi pada anak dengan defek pada reseptor LH dan hormon biosintesis testosteron seperti pada defisiensi hormon 17 β -hidroksisteroid dehidrogenase. Defek pada kerja androgen termasuk defisiensi 5 α
reduktase (kegagalan
konversi testosteron menjadi DHT) dan parsial androgen insensitivity syndrome (PAIS) akibat defek reseptor androgen. Namun, kebanyakan anak dengan kondisi ini memiliki derajat bervariasi penyatuan labioskrotal inkomplit, menyebabkan hipospadia dan ambiguitas genital. Saat mikropenis berkaitan dengan hipopituitarisme dan hipoadrenalisme, fetus dapat berkembang menjadi hipoglikemia, abnormalitas elektrolit, hipotensi, dan syok8. Bayi dengan hipoplasi nervus optik atau aplasia harus mendapat perhatian khusus sebab defek ini dapat bermaksud defisiensi hormon-hormon hipofisis10. Hipoplasia nervus optik adalah
sebuah kelainan perkembangan sistem saraf.
Diketahui bahwa hipoplasia nervus optik disebabkan oleh adanya gangguan pada input inhibitorik atau peningkatan pada input eksitatorik pada GnRH, yang
21
menyebabkan gangguan sekresi hormon GnRH dan dapat terjadi pubertas prekoks. Pada pria, mikropenis menjadi salah satu gejala gangguan pubertal yang paling sering ditemukan pada pasien dengan hipoplasia nervus optik10. Bayi-bayi yang bertahan pada periode awal kehidupan dapat menunjukan berbagai derajat pertumbuhan buruk dan kegagalan pertumbuhan, bergantung pada potensi defisiensi hormon yang berkaitan.
2.5.1 Defisiensi 5 α -reduktase pada Mikropenis 5 α -reduktase adalah enzim yang berfungsi untuk mengubah testosteron menjadi dihydrotestosterone (DHT), yang mana diyakini berfungsi dalam diferensiasi dan perkembangan penis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Y. Z. Gad, menemukan bahwa terdapat defisiensi enzim 5 α -reduktase pada pasien dengan ambigu genitalia dengan mikropenis dibandingkan dengan pasien ambigu genitalia tanpa mikropenis11. Perubahan
hormon testosteron menjadi DHT oleh 5 α -
reduktase memiliki peran besar pada maskulinisasi genitalia eksterna laki-laki dan perkembangan penis. Gangguan pada fungsi 5 α -reduktase terjadi karena mutasi genetik, yaitu gen 5 α -reduktase-2 yang terletak pada kromosom 2 lengan pendek11. Selain itu, dapat juga disebabkan oleh defek pada reseptor androgen, dimana androgen berfungsi untuk memodulasi enzim 5 α -reduktase11. Pasien dengan resistensi androgen perifer yang disebabkan oleh 5 α reduktase, akan tampak lebih feminim atau akan mengalami ambigu genitalia eksterna yang berat.
22
2.5.2 Mutasi gen AR pada mikropenis Sindrom insensitivitas androgen (AIS) atau yang dulu dikenal sebagai feminisasi testes (testicular feminization), adalah sebuah kondisi X-linked resesif yang mengakibatkan kegagalan maskulinisasi alat genitalia eksterna pria secara normal 12. Kegagalan maskulinisasi ini dapat muncul sebagai sindrom insesitivitas androgen total (CAIS) atau sindrom insensitivitas androgen sebagian (PAIS), tergantung dari jumlah residu dari fungsi reseptor. Dasar dari etiologi sindrom insensitivitas androgen adalah terjadinya mutasi pada gen AR12. Gen AR ini berada di kromoson X lengan panjang. Mutasi pada gen AR ini dapat menyebabkan berbagai macam gangguan fungsi, mulai dari hilangnya reseptor di permukaan sel secara total dikarenakan proses sintesis protein yang tidak sempurna sampai pada, gangguan pada afinitas ikatan substrat12. Gangguan pada afinitas ikatan substrat ini akan menyebabkan hilangnya transmisi signal, meskipun jumlah reseptor pada permukaan sel mencukupi. Kehilangan fungsi dari gen AR karena terjadinya mutasi berarti bahwa, walaupun sintesis androgen berjalan baik dan jumlahnya mencukupi, tidak terjadi kejadian postreceptor yang memediasi efek dari hormon androgen pada jaringan. Dengan kata lain, androgen yang dihasilkan tidak dapat berfungsi di jaringan walaupun jumlah androgen dan reseptornya mencukupi. Hal ini akan memunculkan manifestasi seperti, kegagalan maskulinisasi genitalia eksterna pria pada masa prenatal, tidak tumbuhnya rambut pubis dan rambut ketiak, dan tidak terjadinya perubahan suara pada masa pubertas. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lee et al, mutasi gen AR cukup jarang ditemukan pada pasien dengan mikropenis12. Dari 45 orang dengan mikropenis pada penelitian, hanya 1 orang yang ditemukan memiliki sindrom insensitivitas androgen 12.
23
Pada penelitian ini penemuan mutasi gen AR yang jarang pada mikropenis adalah pada kelainan strukturalnya. Hal ini tentu tidak mengejutkan karena, mikropenis merupakan penyakit yang bersifat heterogen, dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Dalam penelitian ini, tidak dilakukan pemeriksaan terhadap fungsifungsi hormon hipofisis yang lain seperti tes untuk hormon hCG dan GnRH. Gangguan-gangguan yang melibatkan produksi androgen di sel Leydig dan yang mengganggu kerja androgen di genitalia eksterna pria, juga tidak terdeteksi dalam penelitian ini12. Hal ini menjelaskan bahwa mungkin saja kelainan fungsional dari mutasi gen AR dapat ditemukan pada mikropenis dibandingkan kelainan struktural.
2.6 Manifestasi Klinik dan Diagnosis 2.6.1 Anamnesis Hipoglikemia neonatus, sering pada 24 jam pertama kehidupan, berkaitan dengan defisiensi hormon pituitari lainnya, termasuk pan-hypopituitarism, defisiensi hormon pertumbuhan, dan insufisiensi adrenal4. Ciri lainnya dapat berkaitan dengan hipopituitarisme selama masa neonatus, kelahiran sungsang, hipoplasia atau aplasia nervus optik, nistagmus, atau defek midline, dan kolestasis dengan hiperbilirubinemia direk berkepanjangan. Pertumbuhan yang buruk atau gagal tumbuh juga berkaitan dengan defisiensi hormon pituitari lainnya. Indera penciuman yang abnormal (anosmia atau hyposmia) memberi kesan Kallmann syndrome (hypogonadotropic-hypogonadism dengan olfaktori yang abnormal)4. Pada riwayat keluarga ditemukan adanya riwayat lahir mati atau hipospadia,
24
kriptorkidismus, infertilitas, atau kelainan kongenital ke arah kelainan genetik yang diturunkan4. Pada riwayat obstetrik ditemukan penurunan gerakan janin atau otot bayi yang lemas waktu dilahirkan, pada sindrom Prader-Willi4.
2.6.2 Pemeriksaan Fisik Mikropenis adalah suatu kondisi yang hanya terjadi pada laki-laki yang memiliki kromosom seks XY4. Karakteristik mikropenis pada pemeriksaan fisik adalah terlihat penis yang berukuran kecil dan terdapat penyatuan kulit dibagian tengah penis. Mikropenis dapat menunjukkan keadaan teregang atau flaccid, tergantung pada panjang batang penis atau saat dilakukan pemeriksaan penis sedang ereksi atau tidak ereksi. Pada mikropenis ditemukan skrotum dan dalam keadaan baik. tetapi terkadang dapat ditemukan skrotum yang perkembangannya tidak sempurna (hypoplastic)4. Dapat juga ditemukan testes didalam skrotum, tetapi sering ditemukan tidak berfungsi dengan baik4. Dapat juga dilakukan pemeriksaan ada atau tidaknya dismorfik atau defek kongenital lainnya. Termasuk juga dapat dilakukan pemeriksaan
untuk mencari
adanya cleft lip atau cleft palatum4. Pertumbuhan pasien juga harus diperhatikan. Perkembangan yang abnormal dapat mengindikasikan defisiensi hormon pertumbuhan dengan atau tanpa defisiensi hormon hipofisis. 2.6.3 Pengukuran stretched penile length Mikropenis dapat ditegakkan jika hasil pengukuran penis di bawah rerata 2.5 SD4. Cara mengukur penis sebaiknya dilakukan dalam keadaan penis diregang (stretched)13. Inspeksi keadaan genitalia secara umum harus dilakukan sebelum
25
pengukuran dimulai. Penderita dibaringkan dalam keadaan terlentang. Glans penis dipegang dengan jari telunjuk dan ibu jari, ditarik secara vertikal sejauh mungkin. Kemudian diukur panjang penis mulai dari basis penis (pubis) hingga glans penis, preputium tidak ikut diukur13. Hasil pengukuran tersebut akan dibandingkan dengan ukuran panjang penis secara statistik menurut usia anak. Bila hasil pengukuran penis anak dibawah 2.5 SD maka panjang penis anak tersebut termasuk dalam mikropenis 13. Bila panjang penis anak tersebut berada diantara 2.5 SD dan ukuran normal sesuai usianya maka termasuk dalam penis kecil (small penis)13.
Gambar 12. Cara mengukur panjang penis teregang (SPL)
26
Gambar 13. Nilai normal SPL menurut umur
2.6.4 Laboratorium Analisis kromosom direkomendasikan untuk konfirmasi kromosom seks dan untuk mengevaluasi adanya keterkaitan sindrom genetik4. Bila dicurigai adanya Prader-Willi syndrome, pada analisis kromosom ditemukan delesi pita 15q11-13 secara paternal (70%), disomy unipaternal maternal (25%), atau defek methylationspecific paternal (5%)4. Peneriksaan serum hormon gonadotropin, testosteron, DHT, dan prekursor testosteron juga dapat dilakukan. Pemeriksaan kadar hormon pituitari lainnya juga perlu untuk diperiksa. Pemeriksaan ini dapat membantu mengetahui sudah berada pada level mana penyebab mikropenis pada aksis
hypothalamic-pituitary.
Pemeriksaan fungsi testis juga perlu dilakukan untuk mengevaluasi fungsi endokrin secara sentral. Serum testosteron diperiksa sebelum dan sesudah diberikan hCG 4. Pemeriksaan ini dilakukan dengan memberikan hCG secara intramuskular dengan dosis 1.000 units untuk 3 hari atau 1.500 units setiap 2 hari selama 14 hari 4. Kadar
27
testosteron < 300 ng/dL mengindikasikan adanya disgenesis gonad 4. Jika kadar LH dan FSH meningkat dan tidak ada peningkatan kada testosteron setelah diberikan hCG, maka dapat dipikirkan adanya insufisiensi testis4. Sebagai tambahan, pemeriksaan 17-hydroxyprogesterone, dehydroepiandrosterone dan androstenedione sebelum atau setelah stimulasi hCG daapt dilakukan untuk mencari gangguan enzim dalam pembentukan testosteron Inhibin B and AMH, yang juga dikenal sebagai Mullerian-inhibiting hormone, diproduksi oleh sel sertoli fungsional dan pemeriksaan kadarnya di darah dapat mendeteksi fungsi jaringan testis. Kadar AMH yang rendah dan kadar inhibin B normal mengindikasikan adanya sindrom duktus Mullerian persisten4. Pada bayi yang dicurigai hypopituitarism, kadar growth hormone dan kortisol dapat diukur setelah stimulasi glukagon. Pada bayi yang dicurigai hypopituitarism, ukur kadar tiroid total dan free thyroxine (T4) untuk mencari adanya hypothyroidism. Kadar Thyrotropin-stimulating hormone (TSH) rendah pada hypothyroidism sekunder dan tersier.
2.6.5 Pencitraan Pada keadaan ambiguitas genital, USG pelvis dapat dilakuka. Adanya uterus dan ovarium menguatkan sebagai bayi perempuan yang virilisasi (46,XX)4. Jika mencurigai hipopituitarisme, MRI kepala harus dilakukan untuk mengevaluasi daerah hipotalamus dan pituitari. Pada Kallmann syndrome, abnormalitas sistem olfaktorius dapat terlihat. MRI kepala juga dapat digunakan untuk mendeteksi adanya defek struktur midline, seperti pada pituitary stalk dysplasia syndrome. Jika dicurigai terdapat diabetes insipidus sentral dapat ditemukan hilangnya bright spot dari hipofisis pada MRI.
28
Gambar 14. Diagnosis pada anak usia 1 tahun - pubertas dengan mikropenis
Gambar 15. Dignosis pada bayi baru lahir dengan mikropenis
29
2.7 Tata Laksana Tujuan tata laksana mikropenis adalah untuk menambah ukuran penis sehingga dapat mencapai ukuran normal sesuai dengan usianya dan tidak menyebabkan malu saat pasien dilihat oleh orang lain. Selain itu juga, untuk membuat pasien memiliki fungsi seksual normal, dan juga untuk membuat pasien mampu buang air kecil dengan berdiri.
2.7.1 Terapi testosteron Testosteron mengatur perkembangan dan pemeliharaan organ seks pria dan karakteristik sekunder seks pria. Testosteron juga berperan dalam menghasilkan efek sistem anabolik untuk meningkatkan erythropoietin, produksi protein, dan retensi
30
kalsium. Terapi testosteron diberikan dalam jangka waktu pendek untuk mengevaluasi respon dari perkembangan penis. Testosteron dapat diberikan secara intramuskular atau topikal4. Dosis yang diberikan adalah 4 dosis 25mg testosteron testosteron ccypionate atau enanthate 1 kali pemberian setiap 3 minggu selama 3 bulan4. Terapi testosteron secara luas ditemukan efektif dalam mengobati mikropenis akibat defisiensi testosteron dan memiliki efek samping yang minimal. Namun, pada pemberian testosteron dapat terjadi peningkatan laju pertumbuhan dan peningkatan bone age4. Pada tahun 1999, Bin-Abbas et al menunjukan bahwa 1 atau 2 dari 3 injeksi testosteron (25-50 mg) di berikan dalam interval 4 minggu pada masa infant atau masa anak cukup meningkatkan ukuran penis mencapai ukuran sesuai usia. Regimen yang digunakan testosteron cypionate atau enanthate (Andro-LA, Delatest, DepoTestosterone) dengan dosis,
Pemberian pada Dosis/istrasi Durasi Bayi 25 mg (IM) 1x/bulan dalam 3-6 bulan Anak 50 mg (IM) 1x/bulan dalam 3-6 bulan Inisiasi Pubertas 40-50mg/m2/dosis (IM) Setiap bulan 2 Fase pertumbuhan akhir 100mg/m /dosis (IM) Setiap bulan 2 Pemeliharaan virilisasi 100mg/ m /dosis (IM) Setiap 2 minggu Umumnya respon yang baik adalah peningkatan 100% pada panjang penis4. Tetapi, ada beberapa penelitian yang menganggap peningkatan 3.5 cm pada panjang penis setelah injeksi testosteron termasuk respon yang baik. Terapi testosteron topikal cukup efektif pada masa infant. Arisaka et al
31
menemukan adanya peningkatan pada panjang penis pada 50 anak, anatara usia 5 bulan sampai 8 tahun, yang diberikan krim testosteron 5% selama 30 hari 15. Testosteron yang diabsorbsi oleh kulit dapat meningkatkan stimulasi sekresi hormon pertumbuhan (GH) oleh kelenjar hipofisis dan meningkatkan pertumbuhan tulang dengan meningkatkan produksi insulin-like growth factor-115.
2.7.2 Terapi 5- α
dihydrotestosterone (DHT) topikal
Pada pasien masa prapubertas dengan insensitifitas androgen, pemberian gel DHT secara topikal pada regio periskrotal 3 kali dalam sehari selama 5 minggu menunjukkan peningkatan kadar serum DHT4. Terapi ini juga efektif pada pasien dengan 5 α -reductase deficiency. Efek samping yang dilaporkan dari penggunaan terapi ini minimal, seperti iritasi kulit ringan. Terapi ini dapat menjadi alternatif pada pasien yang tidak memberikan respon yang baik terhadap terapi testosteron.
2.7.3 Pemberian LH-FSH Pemberian LH-FSH rekombinan pada pasien dengan hypogonadotropichypogonadism menunjukkan peningkatan panjang penis walaupun tidak terlalu signifikan4. Main et al melaporkan terdapat peningkatan panjang penis sebesar 1.6-2.4 cm dan 170% peningkatan volume testis yang dievaluasi dengan USG pada pasien dengan mikropenis yang diberikan rekombinan LH-FSH secara subkutan 20 dan 21.3 IU 2 kali dalam seminggu selama 6 bulan. Terdapat juga peningkatan kadar hormon LH, FSH dan inhibin B. Efek samping pemberian terapi ini adalah, peningkatan pertumbuhan rambut tubuh, peningkatan pigmentasi dan muntah interniten.
2.7.4 Pembedahan
32
Terapi pembedahan dapat dipertimbangkan pada pasien yang tidak mencapai panjang penis yang adekuat sesuai umur setelah pemberian terapi hormonal atau obat14. Pembedahan rekonstruksi yang pertama kali dilakukan pada pasien mikropenis, dilaporkan oleh Hinman pada awal tahun 1970 14. Pada tahun 1980 ditemukan teknik pembedahan baru dimana, rekonstruksi dilakukan dengan mengganti bagian fasikutaneus penis dengan arteri radialis di lengan 14. Beberapa teknik lainnya juga diperkenalkan seperti mengganti dengan bagian osteokutaneus fibula, scapula, dinding abdomen bagian suprapubik, dan otot rektus abdominis vertikal, namun teknik yang paling banyak digunakan adalah yang berasal dari arteri radialis di lengan14. Penegasan jenis kelamin dapat dilakuakn dengan teknik pembedahan genitoplasty14. Karena kebanyakan anak laki-laki dengan mikropenis dan descended testes sensitif terhadap terapi testosteron, dipertimbangkan genitoplasty hanya pada keadaan ekstrim yang mana terjadi insensitivitas testosteron4,14. Sirkumsisi sebaiknya dihindari, atau paling tidak ditunda 4, hingga evaluasi yang tepat, penegasan jenis kelamin, dan terapi selesai. Bila berkaitan dengan pertumbuhan penis, terapi testosteron dapat memudahkan sirkumsisi.
2.7.6 Follow-up Pada bayi baru lahir yang dirawat, bayi dengan mikropenis harus di lakukan monitoring terhadap hipoglikemia. Monitoring pada bayi dengan mikropenis dan masalah pertumbuhan dan perkembangan berikutnya. Bila terdapat masalah, evaluasi dan pengobatan secara tepat. Banyak anak dengan mikropenis, terutama mereka dengan defisiensi hormon gonadotropin, tidak memiliki pubertas spontan atau tidak sempurna. Pada kasus
33
tersebut, testosteron digunakan untuk menginisiasi pubertas, dengan dosis secara bertahap meningkat hingga mencapai dosis pengganti dewasa (adult replacement dose) yang menirukan pubertas alami. Pada mereka dengan hypogonadotropic-hypogonadism yang menginginkan fertilitas, hCG dan rekombinan FSH dapat diberikan untuk memicu sekresi testosteron dan spermatogenesis pada waktu yang tepat.
2.7.7 Prognosis Prognosis laki-laki dengan mikropenis akibat defisiensi gonadotropin atau testosteron biasanya baik. Individu ini secara umum memberi respon baik terhadap terapi testosterone dan berfungsi normal sebagai seorang yang dewasa. Namun, walaupun ukuran penis berpotensi memiliki ukuran yang mendekati normal dan sensitif, infertilitas biasanya dapat terjadi. Prognosis lebih buruk ditemukan pada anak dengan insensitivitas androgen, terutama dengan ambiguitas genital.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Aaronson IA. Micropenis: medical and surgical implications. J Urol 1994;152:414. 2. Grumbach MM. A window of opportunity: the diagnosis of gonadotropin deficiency in the male infant. J Clin Endocrinol Metab 2005;90:3122-3127. Epub 2005 Feb 22 3. Tuladhar R, Davis PG, Batch J. Establishment of a normal range of penile length in preterminfants. J Paediatric Child Health. Oct 1998;34(5):471-3. 4. Lee PA, Mazur T, Danish R, Amrhein J, Blizzard RM, Money J, Migeon CJ. Micropenis I. Criteria, etiologies and classification. Johns Hopkins Med J 1980;146:156-163. 5. Zalel Y, Pinhas-Hamiel O, Lipitz S, Mashiach S, Achiron R. The development of the fetal penis-an in utero sonographic evaluation. Ultrasound Obstet Gynecol 2001;17:129-131. 6. Molina Patricia E, Ashman Richard. Endocrine Physiology. Ed.4th. LANGE: 2012 7. Hammer Gary D, Mhee Stephen J. Pathophysiology of The Disease. Ed.7E. Ch.23. LANGE:2013 8. Wiygul J, Palmer LS. Micropenis. ScientificWorldJournal 2011;11:1462-1469. 9. Achermann JC, Hughes IA. Disorders of Sex Development. In: Kronenberg. Williams Textbook of Endocrinology. 11th ed. Philadelphia, PA: Saunders Elsevier; 2008:Chapter 22. 10. Oatman Oliver J, McClellan Donald R, Olson Micah L, Garcia-Filion P. Endocrine and Pubertal Disturbance in Optic Nerve Hypoplasia, from Infancy to Adolescence. International Journal of Pediatric Endocrinology. 2015 11. Gad YZ, Nasr H, Salah N, El-Ridi R. 5α-reduktase deficiency in patients with micropenis. Human genetics department, national research center. Cairo, Egypt. 2000:Kluwer Academic Publisher. 12. Ishii Tomohiro, Sato Seiji, Kosaki Kenjiro, Sasaki Goro, et al. Micropenis dan the AR Gene: Mutation and CAG Repeat-Length Analysis. Department of Pediatrics. Keio University School of Medicine. Tokyo, Japan. 2001
35
13. Ozbey H, Temiz A, Salman T. A simple method for measuring penile length in newborns and infants. BJU Int 1999;84:1093- 1094. 14. Babaei A, Safarinejad MR, Farrokhi F, Iran-Pour E. Penile reconstruction: evaluation of the most accepted techniques. Urol J 2010;7:71-78. 15. Arisaka O, Hoshi M, Kanazawa S, Nakajima D, Numata M, Nishikura K, Oyama M, Nitta A, Kuribayashi T, Kano K, Nakayama Y, Yamashiro Y. Systemic effects of transdermal testosterone for the treatment of microphallus in children. Pediatr Int 2001;43:134-136.
36