Nama Kelompok
1. Defi Sinta 2. Dewi Aristiana 3. Dinda Wahyuningtyas 4. Erlina Kurniawati 5. Eyla Rahajeng 6. Farid Maulida 7. Niken Ayu 8. Nita Susiani 9. Rif’atul 10.Yuhanes Dwi 11.Taufik Muchlison
*Terapi dengan konvulsi sebenarnya telah dikenal sejak abad 16.
*Paraselsus (140-1541) menggunakan
camphor atau kamper atau kini disebut kapur barus. Kamper ini diberikan secara oral untuk menginduksi kejang sebagai terapi pada pasien gangguan mental.
*Pada sekitar tahun 1917, Julius Wagner-
Jaugregg, seorang psikiater dari Wina, mulai menggunakan malaria sebagi penginduksi demam untuk mengobati pasien dengan paresis umum pada pasien gangguan mental (sipilis terminal).
*Pada tahun 1093, mulai dikenal pula
penggunaan insulin dan psychosurgery. Manfred Sakel dari Wina mengumumkan kesuksesan pengobatan skizofrenia dengan insulin.
*Pada tahun 1934, Ladislaus von
Meduna dari Budapest meninjeksi kamper dalam minyak untuk menginduksi kejang pada pasien dengan skizofrenia katatonik.
*Pada tahun 1938, di Roma, Ugo
Cerleti dengan asistennya Lucio Bini melakukan ECT pertama pada pasien skizofrenia.
*Terapi ECT adalah suatu
pengobatan untuk menimbulkan kejang grand mal secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang dipasang pada satu atau dua temples. (Stuart Sundeen, 1998).
*Electro Convulsive Therapy/ ECT
merupakan suatu pengobatan untuk penyakit psikiatri berat dimana pemberian arus listrik singkat pada kepala digunakan untuk kejang tonik klonik umum. (Szuba and Doupe, 1997).
*Electroconvulsive therapy (ECT), adalah suatu teknik terapi dengan menggunakan gelombang listrik yang dapat membantu kesembuhan klien dengan depresi (Anonim. 2010)
*Persiapan alat Alat alat yg disiapkan yaitu : Kovulsator set (diatur intensitas dan timer), tongue spatel, kain kassa, cairan NaCl secukupnya, spuit disposible, obat injeksi 1 ampul, tensimeter, stetoskop, slim suiger, dan set konvulsator.
*Persiapan pasien *Anjurkan klien dan keluarga untuk tenang dan
beritahu prosedur tindakan yang akan dilakukan.
*Lakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk mengidentifikasi adanya kelainan yang merupakan kontraindikasi ECT
*Siapkan surat persetujuan *Klien berpuasa 4-6 jam sebelum ECT *Lepas gigi palsu, lensa kontak, perhiasan atau penjepit rambut yang mungkin dipakai klien
*Klien diminta untuk mengosongkan kandung kemih dan defekasi
*Klien jika ada tanda ansietas, berikan 5 mg diazepam IM 1-2 jam sebelum ECT
*Jika klien menggunakan obat antidepresan, antipsikotik, sedatif-hipnotik, dan antikonvulsan harus dihentikan sehari sebelumnya. Litium biasanya dihentikan beberapa hari sebelumnya karena berisiko organik.
*Episode Depresi mayor. *Mania *Schizophrenia *Gangguan Postpartum *ECT rumatan
Efek samping ECT secara fisik hampir mirip dengan efek samping dari anesthesia umum. Secara psikis efek samping yang paling sering muncul adalah kebingungan dan memory loss (75% kasus) setelah beberapa jam kemudian (biasanya hilang satu minggu sampai beberapa bulan setelah perawatan). Biasanya ECT akan menimbulkan amnesia retrograde terhadap peristiwa tepat sebelum masing-masing pengobatan dan anterograde, gangguan kemampuan untuk mempertahankan informasi baru. Beberapa ahli juga menyebutkan bahwa ECT dapat merusak struktur otak.
a.
Care giver (sebagai pemberi asuhan keperawatan)
b. Client advocate (sebagai pembela untuk melindungi pasien) c.
Counseller (sebagai pemberi bimbingan-konseling pasien)
d.
Educator (sebagai pendidik pasien)
e. Collaborator (sebagai anggota tim kesehatan yang dituntut untuk dapat bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain) f. Coordinator (sebagai coordinator, agar dapat memanfaatkan sumber-sumber dan potensi pasien) g. Change agent (sebagai pembaru yang selalu dituntut untuk
h.
Consultan (membantu memecahkan masalah pasien)
Menurut perundangan WHO tentang kesehatan jiwa menyatakan ECT harus diberikan hanya setelah memperoleh informed consent. Sesuai dengan UU No.29/2004 tentang Praktek Kedokteran, Pasal 52 : Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak mendapatkan penjelasan lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (3), meminta pendapat dokter, mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis, menolak tindakan medis, dan mendapatkan isi rekam medis.