Scabies 2k2518

Laporan Kasus

SKABIES

Oleh : Amaylia F. Dewi

0610710009

Nanny Herwanto

0610710092

Made Ayu Hariningsih

0610713052

Pembimbing: dr. Taufiq Hidayat, SpKK (K)

Laboratorium/ SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Rumah Sakit dr. Saiful Anwar Malang 2012

DAFTAR PUSTAKA 1. Montesu, L.C. And F . Cottoni. 1991 . Discoverers of parasitic origin of scabies . Am. J. Dermatopath . 13 : 425-427. 2. Pence, D .B . And E. Ueckermann. 2002 . sarcoptic mange in wildlife . Rev . Sci . Tech . 21(2): 385-398 . 3. Arlian, L .G . 1989 . Biology, host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei. Annu. Rev . Entomol . 34 : 139 -161 . 4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Laporan Tahunan. Jakarta. 5. Mc Carthy, J .S ., D .J . Kemp, S .P. Walton And B .J . Currie. 2004 . Scabies : More than just an irritation . Postgrad. Med. J . 80 : 382 - 387 . 6. Currie, B.J ., P. Harumal, M . Mckinnon And S .F. Walton. 2004 . First document of in vivo and in vitro ivermectin resistance in Sarcoptes scabiei . CID. 39 : 98- 112 . 7. Wendel, J . and A . RomPAM 2002. Scabies and pediculosis pubis : an update of treatment regimens and general review . CID 35 (Suppl . 2) : S 146 - S 151 . 8. Estes, S .A ., B. Kummel And L .G. Arlian. 1983. Experimental canine scabies in humans. J. Am. Ac. Dermatol . 9 : 397 - 401 . 9. CDC. 2009. Scabies. http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/HTML/Scabies.htm. Diakses tanggal 20 Januari 2011 jam 20.30 10. DermNet NZ. New Zealand Dermatological Society Incorporated. 2008. Scabies. http://www.dermnetnz.org/common/image.php?path=/arthropods/img/s/sc abies-mite.jpg. Diakses tanggal 20 Januari 2011 jam 20.30 11. Markell EK, John DT, Krotoski WA. , 2006. Markell and Voge’s Medical Parasitology, 9th ed. Philadelphia: W.B. Saunders. 12. Burkhart, CG. Recent immunologic considerations regarding the itch and treatment of scabies. Dermatology Online Journal; 12(7): 7. 13 Feb. 2009 < http://dermatology.cdlib.org/127/commentary/scabies/burkhart.html>.

13.

Amiruddin MD. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.1. Makassar: Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin ; 2003. 5-10.

14. Wolff Klaus et all. Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology 6 th edition.2009.USA: Mc Graw Hill. 15. Currie Bart J, Mc Carthy.James S. Permethrin and Ivermectin for Scabies.The New England Journal of Medicine 2010:362;8 16.

Beegs Jennifer,ed. Scabies Prevention and Control Manual. Michigan. Scabies prevention and Control Manual.

BAB I PENDAHULUAN

Skabies atau kudis adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi tungau Sarcoptes scabiei. Sarcoptes scabiei bersifat obligat parasit yang mutlak memerlukan induk semang untuk berkembang biak . Penyakit scabies telah dikenal sejak 1689.1 Parasit ini mampu menyerang manusia dan ternak termasuk hewan peliharaan maupun hewan liar.2 Skabies merupakan penyakit endemik pada banyak masyarakat. Penyakit ini dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia. Penyakit skabies banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, insidennya sama terjadi pada pria dan wanita. Insiden skabies di negara berkembang menunjukkan siklus fluktuasi yang sampai saat ini belum dapat dijelaskan. Angka kejadian skabies pada manusia diperkirakan mencapai tiga ratus juta orang per tahun.3 Menurut Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di Puskesmas seluruh Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,6%-12,9%, dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Prevalensi skabies sangat tinggi pada lingkungan dengan tingkat kepadatan penghuni yang tinggi dan kebersihan yang kurang memadai.4 Kejadian skabies terutama banyak dijumpai pada daerah tropis. Masa inkubasi skabies pada manusia yang belum pernah terinfestasi tungau adalah dua sampai enam minggu tetapi bagi penderita yang pernah terserang skabies sekitar satu hingga empat hari. Satu bulan pascainfestasi, jumlah tungau di dalam lapisan kulit mengalami peningkatan . Sebanyak 25 ekor tungau betina dewasa ditemukan pada lima puluh hari pasca infestasi dan menjadi lima ratus ekor setelah seratus hari kemudian.5 Kejadian skabies pada manusia banyak dijumpai terutama di kalangan anak-anak dari lingkungan masyarakat yang hidup berkelompok dalam kondisi berdesak-desakan dengan tingkat higiene, sanitasi dan sosial ekonomi yang relatif rendah . Penularan skabies pada manusia sama seperti cara penularan skabies pada hewan, yaitu secara kontak langsung dengan penderita . Pakaian, handuk, sprei dan barang-barang lainnya yang pernah digunakan oleh penderita juga merupakan sumber penularan yang harus dihindari.6 Jumlah rata-rata tungau pada awal infestasi sekitar lima sampai sepuluh ekor, namun pada kasus

skabies tertentu, penderita dapat terinfestasi hingga jutaan ekor tungau. 7 Tungau S. scabiei hidup dari sampel debu penderita, lantai, furniture dan tempat tidur.3 Banyak hewan penderita scabies dilaporkan sebagai sumber penularan bagi manusia. Penularan dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi outbreak pada populasi manusia.8 Gejala klinis akibat infestasi tungau S. scabiei akan menimbulkan ruamruam dan rasa gatal yang parah terutama pada malam hari atau setelah mandi . Umumnya tempat predileksi tungau adalah lapisan kulit yang tipis, seperti di sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar, lipatan ketiak depan, pinggang, punggung, pusar, dada termasuk daerah sekitar alat kelamin pada pria dan daerah periareolar pada wanita. Telapak tangan, telapak kaki, wajah, leher dan kulit kepala adalah daerah yang sering terserang tungau pada bayi dan anak-anak.5 Pengobatan skabies dapat dilakukan dengan delousing yakni shower dengan air yang telah dilarutkan bubuk DDT (Diclhoro Diphenyl Trichloroetan). Pengobatan lain adalah dengan mengolesi salep yang mempunyai daya miticid baik dari zat kimia organic maupun non organic pada bagian kulit yang terasa gatal dan kemerahan dan didiamkan selama 10 jam. Alternatif lain adalah mandi dengan sabun sulfur/belerang karena kandungan pada sulfur bersifat antiseptik dan antiparasit, tetapi pemakaian sabun sulfur tidak boleh berlebihan karena membuat kulit menjadi kering. Pengobatan skabies harus dilakukan secara serentak pada daerah yang terserang skabies agar tidak tertular kembali penyakit skabies. Selain itu, obat tradisional juga berkhasiat dalam menangani pengobatan Skabies. Misalnya, khasiat tanaman obat permot (iflora foeltida) melalui aplikasi secara topical atau dengan menggosok-gosokkan pada kulit yang terserang skabies, mengakibatkan terjadinya pembesaran pori-pori kulit, sehingga bahan aktif yang terkandung dalam tanaman permot akan diabsorbsi ke dalam kulit dan beraktivitas terhadap tungau. Diduga khasiat yang memberikan pengaruh terhadap kematian sarcoptes scabiei adalah asam hidrosianat dan alkaloid. Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk memahami gejala dan tanda klinis dari kasus skabies sehingga sebagai dokter nantinya mampu mendiagnosis dan memberikan terapi yang tepat bila menemui penyakit ini.

Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat serta syarat pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi, penyakit ini dapat di berantas dan memberikan prognosis yang baik.

BAB II LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien Tanggal Periksa

: 19/1/20012

Nama Penderita

: Nn. MS

No.RM

: 11022766

Umur

: 14 thn

Alamat

: Jln. Madura Jambearjo RT 22/5 Bululawang

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Pelajar

2.2 Anamnesis Keluhan Utama

: Gatal di seluruh tubuh

Deskripsi

: Gatal dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Gatal pertama kali terasa di sela-sela jari tangan. Awalnya berupa bintikbintik kecil. Gatal kemudian menyebar ke lipat ketiak, pinggang, lipat paha, dan lengan bawah. Gatal terasa memberat pada malam hari. Pasien tidak pernah mengalami gatal seperti ini sebelumnya.

Riwayat kontak

: Teman pasien yang sama-sama tinggal dipondok mengalami keluhan yang sama. Pasien tinggal dipondok terakhir 2 minggu yang lalu. Riwayat gatal di keluarga (-).

Riwayat atopi

: gatal-gatal jika terkena udara dingin .

Riwayat terapi

: pasien menimun jamu dan menggunakan salep (tanpa resep dokter dan pasien tidak ingat nama salepnya) gatal dirasa berkurang tetapi timbul lagi setelah pemakaian. Riwayat demam selama gatal (-) batuk pilek (-) keringat berlebih (-)

2.3 Status Dermatologi Lokasi

: Lipat ketiak, pinggang, lipat paha, lengan bawah, sela-sela jari

Distribusi

: menyebar

Ruam

: papula eritematous diameter: 1 mm, bentuk bulat, vesikel (-), batas tegas, jumlah multiple, ekskoriasi (+) crusta (+)

2.4 Diagnosis banding - Scabies - Dermatitis Atopik 2.5 Pemeriksaan Penunjang Scrapping  tidak ditemukan mikroorganisme Sarcoptes scabiei, telur, dan skibala 2.6 Diagnosis Scabies 2.7 Terapi Permethrine cream 5% Mebhydroline napadisilate 2x50 mg, prn gatal 2.8 Saran -KIE penyakit pasien - KIE higiene pasien -KIE cara mengoleskan salep yang benar -KIE cara mengeradikasi penyebab penyakit

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Definisi Skabies merupakan penyakit kulit menular yang diakibatkan ektoparasit Sarcoptes scabiei var hominis.9

3.2 Etiologi Sarcoptes scabiei var hominis, atau tungau manusia, menyusup ke lapisan luar kulit namun tidak pernah sampai di bawah lapisan stratum korneum. Suku lain dari kutu skabies ini dapat menyebabkan infestasi pada mamalia lain, seperti hewan peliharaan. Yang perlu diketahui adalah suku kutu tersebut dapat menyebabkan infestasi pada manusia yang bisa sembuh sendiri dengan manifestasi klini berupa gatal akibat dermatitis, namun kutu tersebut tidak berkembang biak di tubuh manusia.9

3.2.1 Klasifikasi Klasifikasi Kingdom Phylum Class Subclass Family Genus Spesies

: Sarcoptes scabiei var. hominis : Animalia : Arthropoda : Arachnida : Acari : Sarcoptidae : Sarcoptes : Sarcoptes scabiei, variation hominis

3.2.2 Siklus Hidup Kutu skabies mengalami empat tahap perkembangan dalam sikllus hidupnya yakni telur, larva, nympha, dan bentuk dewasa. Setelah menginfeksi manusia, kutu betina dewasa akan menggali ke dalam kulit dan meletakkan 2-3 telur tiap hari. Ukuran telur sekitar 0,1 – 0,15 mm. Setelah menetas akan berbentuk larva selama 3-4 hari. Larva yang berkaki 6 ini akan menuju ke permukaan kulit lalu menggali lagi ke dalam kulit membentuk kantong untuk berubah bentuk menjadi nympha berkaki 8. Nympha ini akan berubah entuk sekali lagi menjadi nymha dengan ukuran lebih besar sebelum perubahan

terakhir menjadi tungau dewasa. Tungau dewasa kemudian kawin saat tungau jantan melakukan penetrasi ke dalak kantong tungau betina. Proses kopulasi hanya terjadi satu kali dan menyebabkan seekor tungau betina menjadi fertil selama sisa hidupnya (1-2 bulan). Betina yang sudah dibuahi meninggalkan kantongnya

untuk

encari

tempat

galian

yang

permanen.

Saat

sudah

menemukannya, tungau betina akan membentuk terowongan spesifik berbentuk S untuk bertelur. Tungau betina akan secara terus menerus memperpanjang terowongannya dan bertelur salama sisa hidupnya.6

Gambar 3.1 Siklus Hidup Sarcoptes scabiei var hominis (CDC, 2009)

3.3 Etiopatogenesis Transmisi skabies sebagian besar melalui kontak antar kulit dengan penderita yang menjadi pembawa kutu scabies. Cara lainnya adalah dengan

memakai baju atau tempat tidur secara bersama. Seperti reaksi alergi, respon imunologi autonomik ini menimbulkan ruam, gatal, dan kadang demam. Namun respon imun tersebut baru akan terjadi setelah beberapa hari sampai beberapa minggu setelah terjadinya infeksi karena tungau skabies mempunyai kompnen imunologis yang mencegah host merespon keberadaannya.10 Skabies tidak mempunyai reservoir hewan. Satu-satunya reservoir adalah manusia. Namun demikian, tungau dapat bertahan di kuku, pakaian, handuk, kain sprei, dan benda rumahtangga lain sampai dengan tiga hari. Selain itu, tidak terdapat vektor dalam siklus hidup skabies. Transmisinya adalah melalui kontak antar manusia dan tungau tidak dapat hidup lebih dari 3 hari tanpa manusia.9 Setelah menginfeksi, tungau dewasa menggali lapisan epidermis, membentuk terowongan. Sekali menginfeksi, siklus hidup tungau akan terus berputar sampai diobati. Reaksi kulit spesifik berkembang akibat adanya delayed type hypersensitivity. Masa inkubasi untuk rasa gatak dan ruam selama 2-6 minggu. Namun, pada individu dengan riwayat terpapar skabies sebelumnya, masa inkubasi menjadi lebih pendek sekitar 1-4 hari.11 Pada pasien ini gejala gatal gatal sudah dirasakan selama 1 bulan dan baru kali ini mengalami gejala seperti ini. Fakta ini menunjukkan kesesuaian dengan teori masa inkubasi pada penderita yang abru pertama kali terkena sekitar 2-6 minggu. Riwayat kontak yang positif didapatkan dari informasi mengenai riwayat tinggal di pondok selama 2 minggu dengan teman sekamar yang mengalami gejala serupa. Anak-anak yang tinggal di pondok biasanya berbagi lemari pakaian, tempat mengantung baju, dan tempat tidur. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa tansmisinya melalui kontak dengan penderita atau secara tidak langsung dengan berbagi baju, handuk, atau kain sprei. 3.4 Manifestasi Klinis Penderita skabies akan mengeluhkan gatal dan ruam di kulitnya. Gejala tersebut diakibatkan karena reaksi alergi akibat tungau yang membentuk luang di dalam stratum korneum. Ruam dapat ditemukan di seluruh tubuh, Sedangkan rasa gatal paling sering terjadi pada malam hari. Hal ini disebabkan karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu tubuh yang lebih lembab dan panas sehingga aktivitas kutu meningkat.13 Sering terasa di lipatan-lipatan tubuh seperti

antara jari tangan atau kaki, pantat, lipat siku, daerah pinggang, inguinal, dan di bawah payudara pada wanita.11 Infeksi sekunder sering terjadi akibat impetigo, yakni salah satu jenis infeksi kulit akibat bakteri, setelah menggaruk. Selulitis juga dapat terjadi menyebabkan pembengkakan terlokalisir, kemerahan pada daerah yang terkena, dan demam.11 Pada pasien dengan gangguan kekebalan tubuh, gizi buruk, dan manula, infestasi dapat menyebabkan bentuk berat infeksi skabies yang disebut Skabies Norwegia. Sindrom ini mempunyai karakteristik ruam bersisik, gatal minimal, dan krusta yang menebal yang mengandung ribuan tungau.6 Skabies jenis ini merupakan bentuk yang paling sulit untuk diobati. Pada pasien ini gatal pertama kali terasa di sela-sela jari tangan. Awalnya berupa bintik-bintik kecil. Gatal kemudian menyebar ke lipat ketiak, pinggang, lipat paha, dan lengan bawah. Gatal terasa memberat pada malam hari. Hal ini sesuai dengan yang sudah diterangkan sebelumnya mengenai gejala skabies.

3.4 Status Dermatologi Ciri gejala infeksi skabies antara lain adanya terowongan superfisial, rasa gatal yang hebat, ruam, dan infeksi sekunder. Penderita usia bayi mempunyai gejala spesifik acropustulosis yakni luka-luka dan pustul di daerah telapak tangan dan kaki.11 Tungau membentuk terowongan di kulit sampai dengan stratum korneum. Terowongan tersebut tampak sebagai garis berkelok (seperti huruf S) dengan permukaan berwana keabuan atau sewarna kulit dengan panjang kurang lebih 1 cm dan sering disertai papul-papul atau nodul. Terowongan dan nodul ini sering berlokasi di lipatan-lipatan tubuh seperti antara jari tangan atau kaki, pantat, lipat siku, daerah pinggang, inguinal, dan di bawah payudara pada wanita.11

a

b

Gambar 3.2 a. Pustul pada Infeksi Skabies b. Terowongan pada Infeksi Skabies (ujung panah merupakan tempat tungau berada yakni di ujung terowongan) (DermNZ, 2008) Status dermatologis pada pasien ini adalah papula eritematous diameter: 1 mm, bentuk bulat, vesikel (-), batas tegas, jumlah multiple, ekskoriasi (+) crusta (+), yang menyebar, di lipat ketiak, pinggang, lipat paha, lengan bawah, sela-sela jari tangan. Papula merupakan reaksi kulit berupa peninggian permukaan kulit dengan diameter kurang dari 0,5 cm. Papula muncul sebagai efek dari pembentukan terowongan oleh Sarcoptes scabiei. Ekskoriasi yang ditemukan merupakan akibat garukan sebagai reaksi pasien terhadap rasa gatal yang muncul. Crusta pada pasien ini merupakan sisa eksudat akibat kebocoran pembuluh darah kecil pada lapisan dermis pada saat ekskoriasi terbentuk. Lokasi ruam pada pasien ini sesuai dengan predileksi infeksi skabies. Namun, terowongan berbentuk S yang merupakan karakteristik infeksi skabies tidak ditemukan.

a

b

c

d

e

f

Gambar 3.3 Gambaran lesi pada pasien a, e pada pinggang b,c,d pada tangan dan sela jari f. pada ketiak

3.5 Pemeriksaan Penunjang Penderita scabies dengan gejala klinis spesifik akan memudahkan diagnosis scabies. Namun terkadang terdapat penderita yang datang dengan lesi yang bervariasi sehingga diagnosis pasti sulit ditegakkan. Pada umumnya diagnosis klinis ditegakkan bila ditemukan dua dari empat cardinal sign.13 Adapun beberapa cara yang dapat digunakan untuk menemukan tungau dan produknya yaitu : 1. Kerokan kulit Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral atau KOH 10% lalu dilakukan kerokan dengan meggunakan scalpel steril yang bertujuan untuk mengangkat atap papula atau kanalikuli. Bahan pemeriksaan diletakkan di gelas objek dan ditutup dengan kaca penutup lalu diperiksa dibawah mikroskop.13 2.

Mengambil tungau dengan jarum

Bila

menemukan

terowongan,

jarum

suntik

yang

runcing

ditusukkan kedalam terowongan yang utuh dan digerakkan secara tangensial ke ujung lainnya kemudian dikeluarkan. Bila positif, Tungau terlihat pada ujung jarum sebagai parasit yang sangat kecil dan transparan. Cara ini mudah dilakukan tetapi memerlukan keahlian tinggi.13 3. Tes tinta pada terowongan (Burrow ink test) Identifikasi terowongan bisa dibantu dengan cara mewarnai daerah lesi dengan tinta hitam. Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama 20-30 menit. Setelah tinta dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan tersebut akan kelihatan lebih gelap dibandingkan kulit di sekitarnya karena akumulasi tinta di dalam terowongan. Tes dinyatakan positif bila terbetuk gambaran kanalikuli yang khas berupa garis menyerupai bentuk zigzag.13,16 4.

Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy) Diagnosis pasti dapat melalui identifikasi tungau, telur atau skibala secara mikroskopik. Ini dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan telunjuk kemudian dibuat irisan tipis, dan dilakukan irisan superficial secara menggunakan pisau dan berhati-hati dalam melakukannya agar tidak berdarah. Kerokan tersebut diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan minyak mineral yang kemudian diperiksa dibawah mikroskop.13

5.

Biopsi irisan dengan pewarnaan HE (Hematoksilin Eosin).

6. Uji tetrasiklin Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam kanalikuli. Setelah dibersihkan, dengan menggunakan sinar ultraviolet dari lampu Wood, tetrasiklin tersebut akan memberikan fluoresensi kuning keemasan pada kanalikuli.13 Dari berbagai macam pemeriksaan tersebut, pemeriksaan kerokan kulit merupakan cara yang paling mudah dan hasilnya cukup memuaskan. Agar pemeriksaan berhasil, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni 13: 1. Kerokan harus dilakukan pada lesi yang utuh (papula, kanalikuli) dan tidak dilakukan pada tempat dengan lesi yang tidak spesifik.

2.

Sebaiknya lesi yang akan dikerok diolesi terlebih dahulu dengan minyak mineral agar tungau dan produknya tidak larut, sehingga dapat menemukan tungau dalam keadaan hidup dan utuh.

3. Kerokan dilakukan pada lesi di daerah predileksi. 4. Oleh karena tungau terdapat dalam stratum korneum maka kerokan harus dilakukan di superficial dan menghindari terjadinya perdarahan. Apabila pada kerokan ditemukan orgnisme Sarcoptes scabiei maka akan didapatkan bentukan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330 – 450 mikron x 250 – 350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 – 240 mikron x 150 – 200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.

Gambar 3.4 Sarcoptes scabiei var hominis pada Pemeriksaan KOH (CDC, 2009)

Apabila

kita

dapat

menemukan

terowongan

yang

masih

utuh

kemungkinan besar kita dapat menemukan tungau dewasa, larva, nimfa maupun skibala dan ini merupakan hal yang paling diagnostik. Akan tetapi, kriteria ini sulit dipenuhi karena hampir sebagian besar penderita pada umumnya datang dengan lesi yang sangat variatif dan tidak spesifik. Pada kasus skabies yang klasik, jumlah tungau sedikit sehingga diperlukan beberapa lokasi kerokan kulit.

Teknik pemeriksaan ini sangat tergantung pada operator pemeriksaan, sehingga kegagalan menemukan tungau sering terjadi namun tidak menyingkirkan diagnosis skabies.14Namun karena sulitnya menemukan tungau maka diagnosis scabies harus dipertimbangkan pada setiap penderita yang datang dengan keluhan gatal yang menetap. Pada pasien ini hasil kerokan pada daerah sela-sela jari tangan tidak ditemukan Sarcoptes scabiei dalam stadium tungau dewasa, larva, nimfa maupun skibala. Hal ini mungkin dapat disebabkan karena berbagai hal. Dari segi teknis, kemungkinan dapat disebabkan teknik pengerokan yang kurang tepat karena teknik pemeriksaan ini sangat tergantung pada operator pemeriksaan. Dari segi klinis pasien, seperti yang telah disebutkan bahwa cukup sulit untuk menemukan tungau pada pasien yang datang dengan lesi yang sangat variatif dan tidak spesifik. 3.6 Penegakan Diagnosis Diagnosis Skabies ditegakkan atas dasar 2 dari 4 kriteria di bawah ini: 1. Pruritus nocturna Setelah pertama kali terinfeksi dengan tungau skabies, kelainan kulit seperti pruritus akan timbul selama 6 hingga 8 minggu. Infeksi yang berulang menyebabkan ruam dan gatal yang timbul hanya dalam beberapa hari. Gatal terasa lebih hebat pada malam hari.13 Hal ini disebabkan karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu tubuh yang lebih lembab dan panas sehingga aktivitas kutu meningkat.. Sensasi gatal yang hebat seringkali mengganggu tidur dan penderita menjadi gelisah.13 2.

Sekelompok orang Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam sebuah keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu pula dalam sebuah pemukiman yang padat penduduknya, skabies dapat menular hampir ke seluruh penduduk. Didalam kelompok mungkin akan ditemukan individu yang hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh parasit sehingga tidak menimbulkan keluhan klinis akan tetapi menjadi pembawa/carier bagi individu lain.13

3. Ditemukannya terowongan

Adanya terowongan yang sedikit meninggi, berbentuk garis lurus atau kelok-kelok, panjangnya beberapa millimeter sampai 1 cm, dan pada ujungnya tampak vesikula, papula, atau pustula. Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada kemampuannya meletakkan telur, larva dan nimfa didalam stratum korneum, oleh karena itu parasit sangat menyukai bagian kulit yang memiliki stratum korneum yang relatif lebih longgar dan tipis. Lesi yang timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi papul dan nodul yang sering ditemukan di daerah selasela jari, aspek volar pada pergelangan tangan dan lateral telapak tangan, siku, aksilar, skrotum, penis, labia dan pada areola wanita. Bila ada infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain).13 Erupsi eritematous dapat tersebar di badan sebagai reaksi hipersensitivitas pada antigen tungau. Lesi yang patognomonik adalah terowongan yang tipis dan kecil seperti benang, berstruktur linear kurang lebih 1 hingga 10 mm, berwarna putih abu-abu, pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel yang merupakan hasil dari pergerakan tungau di dalam stratum korneum. Terowongan ini terlihat jelas kelihatan di sela-sela jari, pergelangan tangan dan daerah siku. Namun, terowongan tersebut sukar ditemukan di awal infeksi karena aktivitas menggaruk pasien yang hebat. 4. Menemukan Sarcoptes scabiei Apabila kita dapat menemukan terowongan yang masih utuh kemungkinan besar kita dapat menemukan tungau dewasa, larva, nimfa maupun skibala dan ini merupakan hal yang paling diagnostik. Tempat predileksi yang khas adalah sela jari, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola mame (wanita), umbilicus, bokong, genetalia eksterna (pria). Pada orang dewasa jarang terdapat di muka dan kepala, kecuali pada penderita imunosupresif, sedangkan pada bayi, lesi dapat terjadi diseluruh permukaan kulit.

Pada pasien ini terpenuhi 2 dari 4 kriteria di atas sehingga pasien memenuhi diagnosis sebagai scabies. Adapun 2 kriteria tersebut adalah gatal di malam hari dan keluhan yang dirasakan pasien juga dialami oleh sekelompok

orang yaitu teman-teman pasien di pondok di mana pasien tinggal selama ini. Untuk 2 kriteria berikutnya yaitu adanya terowongan dan dotemukannya Sarcoptes scabiei tidak terpenuhi, namun demikian dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap maka dapat ditegakkan diagnosis pasien yaitu scabies.

3.7 Penatalaksanaan Prinsip penatalaksanaan infeksi skabies adalah: 1. Semua individu yang kontak fisik dengan penderita secara langsung harus diterapi bersamaan dengan penderita walaupun tidak ada gejala. 2. Pengobatan topical lebih efektif setelah hidrasi kulit (contoh: sehabis mandi) 3. Penggunaan obat topical digunakan diseluruh permukaan kulit kususnya selangkangan, daerah kuku, belakang telinga. Regimen obat yang direkomendasikan pada scabies adalah permetrin 5%, dan Lindane 1 %.14 Permethrin adalah agen pyrethroid sintetik yang tersedia dalam bentuk obat topical 5% krim. Obat ini mengganggu fungsi voltage-gated calcium channel dari antropoda.15 Permetrin dioleskan pada seluruh area tubuh dari leher kebawah. Lalu boleh dibilas setelah 8-12 jam setelah dioleskan.14 Untuk memaksimalkan efek obat terhadap kutu, disarankan mengunakan krim pada sore hari atau malam hari.15 Lindane 1% dioleskan tipis-tipis pada seluruh area kulit dari leher kebawah, boleh dibilas setelah 8 jam pemakaian. Lindane tidak boleh digunakan setelah mandi, dan tidak boleh digunakan pada penderita dermatitis berat, wanita hamil dan menyusui, anak-anak usia kurang dari 2 tahun.14 Pada pasien ini diberikan permetrin krim 5%. Pada pasien ini tidak diberi lindane karena sebaiknya menghindari

pengunaan lindane yang memiliki

resiko toksisitas pada CNS. Pasien juga diberitahu tentang pemakaian permetrin seperti yang sudah dijelaskan diatas. Alternatif regimen pada scabies adalah crotamiton 10%, sulfur 2-10%, benzyl benzoate, sulfiram 25%. Selain itu dapat digunakan ivermectin sistemik. Ivermectin dosis tunggal dilaporkan efektif pada krusta scabies. Untuk penatalaksanaan eczematous dermatitis pada scabies dapat diberikan antihistamine, topical glucocorticoid, atau systemic glucocorticoid.14 Pada

pasien ini diberikan antihistamin jenis mebhydroline napadicylate untuk mengurangi keluhan gatalnya dengan dosis dua kali 50 mg. Cara memutus transmisi penyebab penyakit scabies antara lain dengan: 1. Seprai dan pakaian dicuci dengan air panas, lalu dikeringkan dengan sinar matahari yang panas lalu disetrika dengan setrika yang panas 2. Tidak menggunakan barang pribadi seperti baju, handuk secara bersamaan 3. Menjaga kebersihan diri.15 Pasien kami telah diberi KIE seperti uraian diatas untuk memutuskan transmisi agen penyebab scabies sehingga peluang untuk kembali terkena scabies setelah pengobatan berhasil kecil.

BAB IV RINGKASAN

Telah datang pasien pria usia 14 tahun dengan keluhan gatal seluruh tubuh dirasakan sejak 1 bulan yang lalu, dirasakan terutama pada malam hari diawali dengan bintik di sela-sela jari lalu menyebar ke lipat ketiak, pinggang, lipat paha, lengan bawah, sela-sela jari tangan. Riwayat kontak yakni dengan teman di pndik dengan keluhan serupa. Pada pemeriksaan fisik ditemukan papula eritematous diameter: 1 mm, bentuk bulat, vesikel (-), batas tegas, jumlah multiple, ekskoriasi (+) crusta (+), yang menyebar, di lipat ketiak, pinggang, lipat paha, lengan bawah, sela-sela jari tangan. Diagnosis ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yakni gatal di malam hari denganb predileksi yang sesuai untuk skabies dan keluhan yang dirasakan pasien juga dialami oleh sekelompok orang yaitu teman-teman pasien di pondok di mana pasien tinggal selama ini. Dengan memenuhi 2 dari 4 kriteria diagnosis, diagnosis skabies sudah dapat ditegakkan walaupun tidak didapatkan terowongan dan organisme sarcoptes scabiei pada pemeriksaan scraping. Pada pasien ini diberi permetrin krim 5%. Pada pasien ini tidak diberi lindane karena sebaiknya menghindari

pengunaan lindane yang memiliki

resiko toksisitas pada CNS. Pasien juga diberitahu tentang pemakaian permetrin serta KIE pemberantasan skabies sesuai dengan teori yang tercantum pada pembahasan.