ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN SIFILIS A. PENGERTIAN Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum. Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit ini sangat kronik, bersifat sistemik dan menyerang hampir semua alat tubuh. B. ETIOLOGI Penyebab penyakit ini adalah Treponema pallidum yang termasuk ordo spirochaetales, familia spirochaetaceae, dan genus treponema. Bentuk spiral, panjang antara 6 – 15 µm, lebar 0,15 µm. Gerakan rotasi dan maju seperti gerakan membuka botol. Berkembang biak secara pembelahan melintang, pembelahan terjadi setiap 30 jam pada stadium aktif. C. EPIDEMIOLOGI Asal penyakit tidak jelas. Sebelum tahun 1492 belum dikenal di Eropa. Pada tahun 1494 terjadi epidemi di Napoli. Pada abad ke-18 baru diketahui bahwa penularan sifilis melelui hubungan seksual. Pada abad ke-15 terjadiwabah di Eropa. Sesudah tahun 1860, morbilitas sifilis menurun cepat. Selama perang dunia II, kejadian sifilis meningkat dan puncaknya pada tahun 1946, kemudian menurun setelah itu. Kasus sifilis di Indonesia adalah 0,61%. Penderita yang terbanyak adalah stadium laten, disusul sifilis stadium I yang jarang, dan yang langka ialah sifilis stadium II. D. PATOFISIOLOGI 1. Stadium Dini Pada sifilis yang didapat, Treponema pallidum masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi atau selaput lendir, biasanya melalui senggama. Kuman tersebut berkembang biak, jaringan bereaksi dengan membentuk infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan sel-sel plasma, terutama di perivaskuler, pembuluh-pembuluh darah kecil berproliferasi dikelilingi oleh Treponema pallidum dan sel-sel radang. Enarteritis pembuluh darah kecil menyebabkan perubahan hipertrofi endotelium yang menimbulkan obliterasi lumen (enarteritis obliterans). Pada pemeriksaan klinis tampak sebagai S I. Sebelum S I terlihat, kuman telah mencapai kelenjar getah bening regional secara limfogen dan berkembang biak, terjadi penjalaran hematogen yang menyebar ke seluruh jaringan tubuh. Multiplikasi diikuti oleh reaksi jaringan sebagai S II yang terjadi 6-8 minggu setelah S I. S I akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat tersebut berkurang jumlahnya. Terbentuklah fibroblas-fibroblas dan akhirnya sembuh berupa sikatrik. S II juga mengalami regresi perlahan-lahan lalu menghilang. Timbul stadium laten. Jika infeksi T.pallidum gagal diatasi oleh proses imunitas tubuh, kuman akan berkembang biak lagi dan menimbulkan lesi rekuren. Lesi dapat timbul berulang-ulang. 2. Stadium Lanjut Stadium laten berlangsung bertahun-tahun karena treponema dalam keadaan dorman. Treponema mencapai sistem kardiovaskuler dan sistem saraf pada waktu dini, tetapi kerusakan perlahan-lahan sehingga memerlukan waktu bertahun-tahun untuk menimbulkan gejala klinis. Kira-kira dua pertiga kasus dengan stadium laten tidak memberi gejala. F. KLASIFIKASI dan GEJALA
Sifilis dibagi menjadi sifilis kongenital dan sifilis akuisital (didapat). Sifilis kongenital dibagi menjadi sifilis dini (sebelum dua tahun), lanjut (setelah dua tahun), dan stigmata. Sifillis akuisita dapat dibagi menurut dua cara yaitu: - Klinis (stadium I/SI, stadium II/SII, stadium III/SIII) dan - Epidemiologik, menurut WHO dibagi menjadi: 1. Stadium dini menular (dalam satu tahun sejak infeksi), terdiri atas S I, S II, stadium rekuren, dan stadium laten dini. 2. Stadium lanjut tak menular (setelah satu tahun sejak infeksi), terdiri atas stadium laten lanjut dan S III. GEJALA KLINIS Sifilis Akuisita 1. Sifilis Dini a. Sifilis Primer (S I) b. Sifilis Sekunder (S II) 2. Sifilis Lanjut G. DIAGNOSA BANDING 1. Stadium I Herpes simplek Ulkus piogenik Skabies Balanitis Limfogranuloma venereum (LGV) Karsinoma sel skuamosa Penyakit behcet Ulkus mole 2. Stadium II Erupsi obat alergik Morbili Pitiriasis rosea Psoriasis Dermatitis seboroika Kandiloma akuminatum Alopesia areata 3. Stadium III Sporotrikosis Aktinomikosis H. PENCEGAHAN Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah seseorang agar tidak tertular penyakit sifilis. Hal-hal yang dapat dilakukan antara lain: 1. Tidak berganti-ganti pasangan 2. Berhubungan seksual yang aman: selektif memilih pasangan dan pempratikkan ‘protective sex’. 3. Menghindari penggunaan jarum suntik yang tidak steril dan transfusi darah yang sudah terinfeksi.
I. PENATALAKSANAAN Penderita sifilis diberi antibiotik penisilin (paling efektif). Bagi yang alergi penisillin diberikan tetrasiklin 4×500 mg/hr, atau eritromisin 4×500 mg/hr, atau doksisiklin 2×100 mg/hr. Lama pengobatan 15 hari bagi S I & S II dan 30 hari untuk stadium laten. Eritromisin diberikan bagi ibu hamil, efektifitas meragukan. Doksisiklin memiliki tingkat absorbsi lebih baik dari tetrasiklin yaitu 90-100%, sedangkan tetrasiklin hanya 60-80%. Obat lain adalah golongan sefalosporin, misalnya sefaleksin 4×500 mg/hr selama 15 hari, Sefaloridin memberi hasil baik pada sifilis dini, Azitromisin dapat digunakan untuk S I dan S II. J. PROGNOSIS Prognosis sifilis menjadi lebih baik setelah ditemukannya penisilin. Jika penisilin tidak diobati, maka hampir seperempatnya akan kambuh, 5% akan mendapat S III, 10% mengalami sifilis kardiovaskuler, neurosifilis, dan 23% akan meninggal. Pada sifilis dini yang diobati, angka penyembuhan mencapai 95%. Kelainan kulit akan sembuh dalam 7-14 hari. Pembesaran kelenjar getah bening akan menetap berminggu-minggu. Kegagalan terapi sebanyak 5% pada S I dan S II. Kambuh klinis umumnya terjadi setahun setelah terapi berupa lesi menular pada mulut, tenggorokan, dan regio perianal. Selain itu, terdapat kambuh serologik. Pada sifilis laten lanjut, prognosis baik. Pada sifilis kardiovaskuler, prognosis sukar ditentukan. Prognosis pada neurosifilis bergantung pada tempat dan derajat kerusakan. Sel saraf yang sudah rusak bersifat irreversible. Prognosis neurosifilis pada sifilis dini baik, angka penyembuhan dapat mencapai 100%. Neurosifilis asimtomatik pada stadium lanjut juga baik, kurang dari 1% memerlukan terapi ulang Prognosis sifilis kongenital dini baik. Pada yang lanjut, prognosis tergantung pada kerusakan yang sudah ada. K. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Pemeriksaan fisik Keadaan umum Kesadaran, status gizi, TB, BB, suhu, TD, nadi, respirasi b. Pemeriksaan sistemik Kepala (mata, hidung, telinga, gigi&mulut), leher (terdapat perbesaran tyroid atau tidak), tengkuk, dada (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi), genitalia, ekstremitas atas dan bawah. c.Pemeriksaan penunjang - Pemeriksaan laboratorium (kimia darah, ureum, kreatinin, GDS, analisa urin, darah rutin) 2. Diagnosa Keperawatan & Intervensi a. Nyeri kronis b.d adanya lesi pada jaringan Tujuan: nyeri klien hilang dan kenyamanan terpenuhi Kriteria: - Nyeri klien berkurang - Ekspresi wajah klien tidak kesakitan - Keluhan klien berkurang Intervensi: - Kaji riwayat nyeri dan respon terhadap nyeri
- Kaji kebutuhan yang dapat mengurangi nyeri dan jelaskan tentang teknik mengurangi nyeri dan penyebab nyeri - Ciptakan lingkungan yang nyaman (mengganti alat tenun) - Kurangi stimulus yang tidak menyenangkan - Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik b. Hipertermi b.d proses infeksi Tujuan: klien akan memiliki suhu tubuh normal Kriteria: - Suhu 36–37 °C - Klien tidak menggigil - Klien dapat istirahat dengan tenang Intervensi: - Observasi keadaan umum klien dengan tanda vital tiap 2 jam sekali - Berikan antipiretik sesuai anjuran dokter dan monitor keefektifan 30-60 menit kemudian - Berikan kompres di dahi dan lengan - Anjurkan agar klien menggunakan pakaian yang tipis dan longgar - Berikan minum yang banyak pada klien c. Cemas b.d proses penyakit Tujuan: cemas berkurang atau hilang Kriteria: - Klien merasa rileks - Vital sign dalam keadaan normal - Klien dapat menerima dirinya apa adanya Intervensi: - Kaji tingkat ketakutan dengan cara pendekatan dan bina hubungan saling percaya - Pertahankan lingkungan yang tenang dan aman serta menjauhkan benda-benda berbahaya - Libatkan klien dan keluarga dalam prosedur pelaksanaan dan perawatan - Ajarkan penggunaan relaksasi - Beritahu tentang penyakit klien dan tindakan yang akan dilakukan secara sederhana. L. BIBLIOGRAFI Djuanda, Adhi. 1999. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI. http://www.warmasif.co.id/archieves/artikel/seksologi. http://www.tempointeraktif.com/medika/arsip. http://www.nurularifin.com/info/penyakit_Menular_Seksual_Sifilis.php.
Asuhan Keperawatan Sifilis (Syphilis) A. Definisi Sifilis adalah salah satu penyakit menular seksual. Penyakit tersebut ditularkan melalui hubungan seksual, penyakit ini bersifat Laten atau dapat kambuh lagi sewaktu-waktu selain itu bisa bersifat akut dan kronis. Penyakit ini dapat cepat diobati bila sudah dapat dideteksi sejak dini. Kuman yang dapat menyebabkan penyakit sifilis dapat memasuki tubuh dengan menembus selaput lendir yang normal dan mampu menembus plasenta sehingga dapat menginfeksi janin (Soedarto, 1998). Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan olehTreponema pallidum. Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit ini sangat kronik, bersifatsistemik dan menyerang hampir semua alat tubuh (Hidayat, 2009). Sifilis ialah penyakit infeksi oleh Treponema palidum dengan perjalanan penyakit yang kronis, adanya remisi dan aksaserbasi, dapat menyerang semua organ dalam tubuh terutama sistem kardiovaskular, otak, dan susunan saraf, serta dapat terjadi sifilis kongenital (Mansjoer, Arif, et al, 2000: 153). Berdasarkan beberapa teori di atas, dapat disimpulkan bahwa sifilis adalah penyakit infeksi yang dapat digolongkan Penyakit Menular Seksual (PMS), yang disebabkan oleh Treponema palidium, yang bersifat kronis dan bekerja secara sistemik.
B. Etiologi Sifilis disebabkan oleh Treponema Pallidum. Treponema Pallidumtermasuk ordo Spirochaeta, famili Treponemetoceae yang berbentuk seperti spiral dengan panjang antara 5- 20 mikron dan lebar 0,1- 0,2 mikron, mudah dilihat dengan mikroskop lapangan gelap akan nampak seperti spiral yang bisa melakukan gerakan seperti rotasi. Organisme ini bersifat anaerob mudah dimatikan oleh sabun, oksigen, sapranin, bahkan oleh Aquades. Didalam darah donor yang disimpan dalam lemari es Treponema Pallidum akan mati dalam waktu tiga hari tetapi dapat ditularkan melalui tranfusi mengunakan darah segar (Soedarto, 1990). Sifilis ini juga dapat menular melalui hubungan seksual dengan penderita sifilis. Kontak kilit dengan lesi yang mengandung T. pallidumjuga akan menularkan penyakit sifilis.
C. Manifestasi Klinis 1. Sifilis primer Berlangsung selama 10 - 90 hari sesudah infeksi ditandai oleh Chancre sifilis dan adenitis regional. Papula tidak nyeri tampak pada tempat sesudah masuknya Treponema pallidum. Papula segera berkembang menjadi ulkus bersih, tidak nyeri dengan tepi menonjol yang disebut chancre. Infeksinya sebagai lesi primer akan terlihat ulserasi (chancre) yang soliter, tidak nyeri, mengeras, dan terutama terdapat di daerah genitalia disertai dengan pembesaran kelenjar regional yang tidak nyeri. Chancre biasanya pada genitalia berisi Treponema pallidum yang hidup dan sangat menular, chancre extragenitalia dapat juga ditemukan pada tempat masuknya sifilis primer. Chancre biasanya bisa sembuh dengan sendirinya dalam 4 – 6 minggu dan setelah sembuh menimbulkan jaringan parut. Penderita yang tidak diobati infeksinya berkembang ke manifestasi sifilis sekunder.
2 . Sifilis Sekunder Terjadi sifilis sekunder, 2–10 minggu setelah chancre sembuh. Manifestasi sifilis sekunder terkait dengan spiroketa dan meliputi ruam, mukola papuler non pruritus, yang dapat terjadi diseluruh tubuh yang meliputi telapak tangan dan telapak kaki; Lesi pustuler dapat juga berkembang pada daerah yang lembab di sekitar anus dan vagina, terjadi kondilomata lata (plak seperti veruka, abu–abu putih sampai eritematosa). Dan plak putih disebut (Mukous patkes) dapat ditemukan pada membran mukosa, gejala yang ditimbulkan dari sifilis sekunder adalah penyakit seperti flu seperti demam ringan, nyeri kepala, malaise, anoreksia, penurunan berat badan, nyeri tenggorokan, mialgia, dan artralgia serta limfadenopati menyeluruh sering ada. Manifestasi ginjal, hati, dan mata dapat ditemukan juga, meningitis terjadi 30% penderita. Sifilis sekunder dimanifestasikan oleh pleositosis dan kenaikan cairan protein serebrospinal (CSS), tetapi penderita tidak dapat menunjukkan gejala neurologis sifilis laten.
1. Relapsing sifilis. Kekambuhan penyakit sifilis terjadi karena pengobatan yang tidak tepat dosis dan jenisnya. Pada waktu terjadi kekambuhan gejala – gejala klinik dapat timbul kembali, tetapi mungkin juga tanpa gejala hanya perubahan seroya yaitu dari reaksi
STS (Serologis Test for Syfilis) yang negatif menjadi positif. Gejala yang timbul kembali sama dengan gejala klinik pada stadium sifilis sekunder. Relapsing sifilis yang ada terdiri dari : a. Sifilis laten Fase tenang yang terdapat antara hilangnya gejala klinik sifilis sekunder dan tersier, ini berlangsung selama 1 tahun pertama masa laten (laten awal). Tidak terjadi kekambuhan sesudah tahun pertama disertai sifilis lambat yang tidak mungkin bergejala. Sifilis laten yang infektif dapat ditularkan selama 4 tahun pertama sedang sifilis laten yang tidak menular berlangsung setelah 4 tahun tersebut. Sifilis laten selama berlangsung tidak dijumpai gejala klinik hanya reaksi STS positif.
b. Sifilis tersier Sifilis lanjut ini dapat terjadi bertahun – tahun sejak sesudah gejala sekunder menghilang. Pada stadium ini penderita dapat mulai menunjukkan manifestasi penyakit tersier yang meliputi neurologis, kardiovaskuler dan lesi gummatosa, pada kulit dapat terjadi lesi berupa nodul, noduloulseratif atau gumma. Gumma selain mengenai kulit dapat mengenai semua bagian tubuh sehingga dapat terjadi aneurisma aorta, insufisiensi aorta, aortitis dan kelainan pada susunan syaraf pusat (neurosifilis ).
c. Sifilis kongenital Sifilis kongenital yang terjadi akibat penularan dari ibu hamil yang menderita sifilis kepada anaknya melalui plasenta. Ibu hamil dengan sifilis dengan pengobatan tidak tepat atau tidak diobati akan mengakibatkan sifilis kongenital pada bayinya. Infeksi intrauterin dengan sifilis mengakibatkan anak lahir mati, infantille congenital sifilis atau sifilis timbul sesudah anak menjadi besar dan bahkan sesudah dewasa. Pada infantil kongenital sifilis bayi mempunyai lesi – lesi mukokutan. Kondiloma, pelunakan tulang – tulang panjang, paralisis dan rinitis yang persisten. Sedangkan jika sifilis timbul sesudah anak menjadi besar atau dewasa maka kelainan yang timbul pada umumnya menyangkut susunan syaraf pusat misalnya parasis atau tabes, atrofi nervous optikus dan tuli akibat kelainan syaraf nervous kedelapan, juga interstitial keratitis, stig mata tulang dan gigi, saddel – nose, saber shin ( tulang kering terbentuk seperti pedang ) dan kadang – kadang
gigi Hutchinson dapat dijumpai. Prognosis sifilis kongenital tergantung beratnya infeksi tetapi kelainan yang sudah terjadi akibat neurosifilis biasanya sudah bisa disembuhkan. (Soedarto, 1990).
D. Patofisiologi 1.
Stadium Dini
Pada sifilis yang didapat, Treponema pallidum masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi atau selaput lendir, biasanya melalui senggama. Kuman tersebut berkembang biak, jaringan bereaksi dengan membentuk infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan sel-sel plasma, terutama di perivaskuler, pembuluh-pembuluh darah kecil berproliferasi dikelilingi oleh Treponema pallidum dan sel-sel radang. Enarteritis pembuluh darah kecil menyebabkan perubahan hipertrofi endotelium yang menimbulkan obliterasi lumen (enarteritis obliterans). Pada pemeriksaan klinis tampak sebagai S I. Sebelum S I terlihat, kuman telah mencapai kelenjar getah bening regional secara limfogen dan berkembang biak, terjadi penjalaran hematogen yang menyebar ke seluruh jaringan tubuh. Multiplikasi diikuti oleh reaksi jaringan sebagai S II yang terjadi 6-8 minggu setelah S I. S I akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat tersebut berkurang jumlahnya. Terbentuklah fibroblas-fibroblas dan akhirnya sembuh berupa sikatrik. S II juga mengalami regresi perlahan-lahan lalu menghilang. Timbul stadium laten. Jika infeksi T. pallidum gagal diatasi oleh proses imunitas tubuh, kuman akan berkembang biak lagi dan menimbulkan lesi rekuren. Lesi dapat timbul berulang-ulang.
2.
Stadium Lanjut
Stadium laten berlangsung bertahun-tahun karena treponema dalam keadaan dorman. Treponema mencapai sistem kardiovaskuler dan sistem saraf pada waktu dini, tetapi kerusakan perlahan-lahan sehingga memerlukan waktu bertahun-tahun untuk menimbulkan gejala klinis. Kira-kira dua pertiga kasus dengan stadium laten tidak memberi gejala.
E. Pathway
Kurang pengetahuan
Treponema pallidum
Unhealthy sex
Mikrolesi/Selaput lender (port de entry)
Berkembang biak
Jaringan bereaksi
Membentuk infiltrate (
Sel limfosit dan sel plasma)
Pembuluh darah kecil
Berproliferasi
Dikelilingi T. pallidum dan sel radang
Hipertropi endothelium
Obstruksi lumen
Gangguan integritas
kulit
Lesi
Gangguan konsep diri
Pengobatan
Sifilis sembuh
Tidak ada pengobatan
Kelenjar getah bening regional
Penyebaran hematogen
Hipertermi
Infeksi sistemik
Neuro
Kardio
Gangguan perfusi jaringan
Inflamasi membran& Cairan sekitar otak serta Spinal cord
inflamasi aorta, arteri mayor, dan
pembuluh darah
lainnya
Nyeri
Meningitis, Koordinasi otot yang buruk,
Paralysis, Numbness
Gangguan
mobilitas fisik
F. Pemeriksaan Penunjang Untuk menentukan diagnosis sifilis maka dilakukan pemeriksaan klinik, serologi atau pemeriksaan dengan mengunakan mikroskop lapangan gelap (darkfield microscope). Pada kasus tidak bergejala diagnosis didasarkan pada uji serologis treponema dan non protonema. Uji non protonema seperti Venereal Disease Research Laboratory ( VDRL ). Untuk mengetahui antibodi dalam tubuh terhadap masuknya Treponema pallidum. Hasil uji kuantitatif uji VDRL cenderung berkorelasi dengan aktifitas penyakit sehingga amat membantu dalam skrining, titer naik bila penyakit aktif (gagal pengobatan atau reinfeksi) dan turun bila pengobatan cukup. Kelainan sifilis primer yaitu chancre harus dibedakan dari berbagai penyakit yang ditularkan melalui hubungan kelamin yaitu chancroid, granuloma inguinale, limfogranuloma venerium, verrucae acuminata, skabies, dan keganasan ( kanker ).
G. Komplikasi
Tanpa pengobatan, sifilis dapat membawa kerusakan pada seluruh tubuh. Sifilis juga meningkatkan resiko infeksi HIV, dan bagi wanita, dapat menyebabkan gangguan selama hamil. Pengobatan dapat membantu mencegah kerusakan di masa mendatang tapi tidak dapat memperbaiki kerusakan yang telah terjadi. Benjolan kecil atau tumor Disebut gummas, benjolan-benjolan ini dapat berkembang dari kulit, tulang, hepar, atau organ lainnya pada sifilis tahap laten. Jika pada tahap ini dilakukan pengobatan, gummas biasanya akan hilang. Masalah Neurologi Pada stadium laten, sifilis dapat menyebabkan beberapa masalah pada nervous sistem, seperti:
Stroke Infeksi dan inflamasi membran dan cairan di sekitar otak dan spinal cord (meningitis) Koordinasi otot yang buruk Numbness (mati rasa) Paralysis Deafness or visual problems Personality changes
Dementia Masalah kardiovaskular Ini semua dapat meliputi bulging (aneurysm) dan inflamasi aorta, arteri mayor, dan pembuluh darah lainnya. Sifilis juga dapat menyebabkan valvular heart desease, seperti aortic valve stenonis.
Infeksi HIV Orang dewasa dengan penyakit menular seksual sifilis atau borok genital lainnya mempunyai perkiraan dua sampai lima kali lipat peningkatan resiko mengidap HIV. Lesi sifilis dapat dengan mudah perdarahan, ini menyediakan jalan yang sangat mudah untuk masuknya HIV ke aliran darah selama aktivitas seksual.
Komplikasi kehamilan dan bayi baru lahir Sekitar 40% bayi yang mengidap sifilis dari ibunya akan mati, salah satunya melalui keguguran, atau dapat hidup namun dengan umur beberapa hari saja. Resiko untuk lahir premature juga menjadi lebih tinggi.
Pada stadium primer komplikasi diatas belum terjadi. Manifestasi di atas dapat muncul pada sifilis dengan stadium tersier dan kongenital karena infeksi Treponema mencapai sistem saraf pusat (SSP),sehingga apabila sudah mengenai SSP maka akan mengganggu semua sistem tubuh sehingga akan terjadi penurunan daya imun yang memudahkan masuknya infeksi lainnya, pada organ ginjal akan menyebabkan gangguan sistem perkemihan dan akan mengganggu sistem organ lainnya.
H. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan Penatalaksanaan Medis Sifilis primer dan sekunder 1. Penisilin benzatin G dosis 4,8 juta unit IM (2,4juta unit/kali) dan diberikan 1 x seminggu 2. Penisilin prokain dalam aqua dengan dosis 600.000 unit injeksi IM sehari selama 10 hari. 3. Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 4,8 juta unit, diberikan 2,4 juta unit/kali sebanyak dua kali seminggu. Sifilis laten 1. Penisilin benzatin G dosis total 7,2 juta unit 2. Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 12 juta unit (600.000 unit sehari). 3. Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 7,2 juta unit (diberikan 1,2 juta unit/kali, dua kali seminggu). Sifilis III 1. Penisilin benzatin G dosis total 9,6 juta unit
2. Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 18 juta unit (600.000 unit) 3. Penisilin prokain + 2% alumunium monostearat, dosis total 9,6 juta unit (diberikan 1,2 juta unit/kali, dua kali seminggu) Untuk pasien sifilis I dan II yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan: 1. Tertrasiklin 500mg/oral, 4x sehari selama 15 hari. 2. Eritromisin 500mg/oral, 4x sehari selama 15 hari. Untuk pasien sifilis laten lanjut (> 1 tahun) yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan: 1. Tetrasiklin 500mg/oral, 4x sehari selama 30 hari 2. Eritromisin 500mg/oral, 4x sehari selama 30 hari. *Obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil, menyusui, dan anak-anak.
Penatalaksanaan Keperawatan Memberikan pendidikan kepada pasien dengan menjelaskan hal-hal sebagai berikut: 1. Bahaya PMS dan komplikais 2. Pentingnya mamatuhi pengobatan yang diberikan 3. Cara penularan PMS dan pengobatan untuk pasangan seks tetapnya 4. Hindari hubungan seks sebelum sembuh dan memakai kondom jika tidak dapat dihindarkan lagi. 5. Pentingnya personal hygiene khususnya pada alat kelamin 6. Cara-cara menghindari PMS di masa mendatang.
I.
Pengkajian Keperawatan
Sifilis merupakan infeksi kronik menular yang dapat menyebabkan penurunan daya imum seseorang dan bersifat kongenital sehingga dapat mengakibatkan kematian dan kemandulan.
1.
Aktivitas
Gejala: kelelahan terus- menerus, kaku kuduk, malaise,. Tanda: kelemahan, perubahan tanda- tanda vital. 2.
Sirkulasi
Gejala: komplikasi kardiovaskuler, aneurisma. Tanda: tekanan darah kadang-kadang naik. 3.
Intergritas ego
Gejala: ansietas, kuatir dan takut.kurang pengetahuan tentang penyakit. Tanda: cemas, gelisah, bertanya-tanya terus tentang penyakit, menyendiri. 4.
Eliminasi
Gejala: penurunan berkemih, nyeri pada saat kencing, kencing keluar Nanah. Tanda: kencing bercampur nanah,nyeri pada saat kencing. 5.
Makanan dan cairan
Gejala: anoreksia, nausea Tanda: vomiting 6.
Hygiene
Gejala: kurang kebersihan genitalia
7.
Neurosensori
Gejala: pusing, paresis Tanda: Kerusakan SSP, atralgia 8.
Nyeri dan kenyamanan
Gejala: nyeri BAK Tanda: gelisah dan perilaku menghindari nyeri 9.
Interaksi sosial
Gejala: kurang percaya diri bergaul dengan masyarakat
J. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri kronis b.d adanya lesi pada jaringan Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien, nyeri klien hilang dan kenyamanan terpenuhi Kriteria: Nyeri klien berkurang Ekspresi wajah klien tidak kesakitan Keluhan klien berkurang Skala 0-1 TTV TD: 110/80-120/90 mmHg, T: 360-370C, HR: 70-100x/mnt, RR:16-20x/mnt Intervensi: 1. Kaji riwayat nyeri dan respon terhadap nyeri 2. Kaji kebutuhan yang dapat mengurangi nyeri dan jelaskan tentang teknik
mengurangi nyeri dan penyebab nyeri 1. Ciptakan lingkungan yang nyaman (mengganti alat tenun) 2. Kurangi stimulus yang tidak menyenangkan 3. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik
b. Hipertermi b.d proses infeksi Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien, klien akan memiliki suhu tubuh normal Kriteria: Suhu 36–37 °C Klien tidak menggigil Klien dapat istirahat dengan tenang Intervensi: o Observasi keadaan umum klien dengan tanda vital tiap 2 jam sekali o Berikan antipiretik sesuai anjuran dokter dan monitor keefektifan 30-60 menit o kemudian o Berikan kompres di dahi dan lengan o Anjurkan agar klien menggunakan pakaian yang tipis dan longgar o Berikan minum yang banyak pada klien
c. Kerusakan integritas kulit b.d. substansi kimia (T. pallidum) Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien, klien memiliki integritas kulit yang baik. Kriteria: Integritas kulit yang baik bias dipertahankan (sensasi, elastic, temperature, hidrasi, pigmentasi). Tidak ada luka/lesi pada kulit Perfusi jaringan baik Menunjukkan adanya perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cidera berulang. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami. Intervensi: o Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar. o Hindari kerutan pada tempat tidur. o Jaga kenersihan kulit agar tetap bersih dan kering. o Monitor kulit akan adanya kemerahan. o Monitor status nutrisi pasien. o Mandikan pasien dengan sabun dan air hangat.
d. Cemas b.d proses penyakit Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien, cemas berkurang atau hilang Kriteria:
Klien merasa rileks TTV TD: 110/80-120/90 mmHg, T: 360-370C, HR: 70-100x/mnt, RR:16-20x/mnt Klien dapat menerima dirinya apa adanya Intervensi: o Kaji tingkat ketakutan dengan cara pendekatan dan bina hubungan saling percaya o Pertahankan lingkungan yang tenang dan aman serta menjauhkan benda-benda berbahaya o Libatkan klien dan keluarga dalam prosedur pelaksanaan dan perawatan o Ajarkan penggunaan relaksasi o Beritahu tentang penyakit klien dan tindakan yang akan dilakukan secara sederhana.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Banyak dari para penderita sifilis yang tidak menyadari jika mereka terkena sifilis dan karena itu mereka tidak mendapat pengobatan yang baik. Infeksi terutama didapat apabila ada kontak langsung dengan luka terbuka sifilis yang sedang aktif. Sifilis mempunyai beberapa stadium infeksi. Setelah terinfeksi dengan sifilis, ada masa inkubasi, yaitu masa sampai sebelum timbulnya gejala luka terbuka yang disebut ”chancre” sekitar 9-90 hari, umumnya rata-rata saat 21 hari sudah terlihat. Kasus sifilis di Indonesia adalah 0,61%. Penderita yang terbanyak adalah stadium laten, disusul sifilis stadium I yang jarang, dan yang langka ialah sifilis stadium II. 1.2 TUJUAN Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini, yaitu : A. Mampu menjelaskan pengertian sifilis B. Mampu menjelaskan etiologi sifilis C. Mampu menjelaskan manifestasi klinis sifilis D. Mampu menjelaskan patofisiologi sifilis E. Mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang sifilis F. Mampu menjelaskan komplikasi sifilis G. Mampu menjelaskan penatalaksanaan medis dan keperawatan sifilis H. Mampu menjelaskan asuhan keperawatan sifilis
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Sifilis adalah salah satu penyakit menular seksual. Penyakit tersebut ditularkan melalui hubungan seksual, penyakit ini bersifat Laten atau dapat kambuh lagi sewaktu-waktu selain itu bisa bersifat akut dan kronis. Penyakit ini dapat cepat diobati bila sudah dapat dideteksi sejak dini. Kuman yang dapat menyebabkan penyakit sifilis dapat memasuki tubuh dengan menembus selaput lendir yang normal dan mampu menembus plasenta sehingga dapat menginfeksi janin (Soedarto, 1998). Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum. Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit ini sangat kronik, bersifat sistemik dan menyerang hampir semua alat tubuh (Hidayat, 2009).
Sifilis ialah penyakit infeksi oleh Treponema palidum dengan perjalanan penyakit yang kronis, adanya remisi dan aksaserbasi, dapat menyerang semua organ dalam tubuh terutama sistem kardiovaskular, otak, dan susunan saraf, serta dapat terjadi sifilis kongenital (Mansjoer, Arif, et al, 2000: 153). Berdasarkan beberapa teori di atas, dapat disimpulkan bahwa sifilis adalah penyakit infeksi yang dapat digolongkan Penyakit Menular Seksual (PMS), yang disebabkan olehTreponema palidium, yang bersifat kronis dan bekerja secara sistemik. 2.2 Etiologi Sifilis disebabkan oleh Treponema Pallidum. Treponema Pallidum termasuk ordoSpirochaeta, famili Treponemetoceae yang berbentuk seperti spiral dengan panjang antara 520 mikron dan lebar 0,1- 0,2 mikron, mudah dilihat dengan mikroskop lapangan gelap akan nampak seperti spiral yang bisa melakukan gerakan seperti rotasi. Organisme ini bersifat anaerob mudah dimatikan oleh sabun, oksigen, sapranin, bahkan oleh Aquades. Didalam darah donor yang disimpan dalam lemari es Treponema Pallidum akan mati dalam waktu tiga hari tetapi dapat ditularkan melalui tranfusi mengunakan darah segar (Soedarto, 1990). Sifilis ini juga dapat menular melalui hubungan seksual dengan penderita sifilis. Kontak kulit dengan lesi yang mengandung T. pallidum juga akan menularkan penyakit sifilis. 2.3 Manifestasi Klinis A. Sifilis primer Berlangsung selama 10 - 90 hari sesudah infeksi ditandai oleh Chancre sifilis dan adenitis regional. Papula tidak nyeri tampak pada tempat sesudah masuknyaTreponema pallidum. Papula segera berkembang menjadi ulkus bersih, tidak nyeri dengan tepi menonjol yang disebut chancre. Infeksinya sebagai lesi primer akan terlihat ulserasi (chancre) yang soliter, tidak nyeri, mengeras, dan terutama terdapat di daerah genitalia disertai dengan pembesaran kelenjar regional yang tidak nyeri. Chancre biasanya pada genitalia berisi Treponema pallidum yang hidup dan sangat menular, chancre extragenitalia dapat juga ditemukan pada tempat masuknya sifilis primer. Chancre biasanya bisa sembuh dengan sendirinya dalam 4 – 6 minggu dan setelah sembuh menimbulkan jaringan parut. Penderita yang tidak diobati infeksinya berkembang ke manifestasi sifilis sekunder. B. Sifilis Sekunder Terjadi sifilis sekunder, 2–10 minggu setelah chancre sembuh. Manifestasi sifilis sekunder terkait dengan spiroketa dan meliputi ruam, mukola papuler non pruritus, yang dapat terjadi diseluruh tubuh yang meliputi telapak tangan dan telapak kaki; Lesi pustuler dapat juga berkembang pada daerah yang lembab di sekitar anus dan vagina, terjadi kondilomata lata (plak seperti veruka, abu–abu putih sampai eritematosa). Dan plak putih disebut (Mukous patkes) dapat ditemukan pada membran mukosa, gejala yang ditimbulkan dari sifilis sekunder adalah penyakit seperti flu seperti demam ringan, nyeri kepala, malaise, anoreksia, penurunan berat
badan, nyeri tenggorokan, mialgia, dan artralgia serta limfadenopati menyeluruh sering ada. Manifestasi ginjal, hati, dan mata dapat ditemukan juga, meningitis terjadi 30% penderita. Sifilis sekunder dimanifestasikan oleh pleositosis dan kenaikan cairan protein serebrospinal (CSS), tetapi penderita tidak dapat menunjukkan gejala neurologis sifilis laten. Relapsing sifilis Kekambuhan penyakit sifilis terjadi karena pengobatan yang tidak tepat dosis dan jenisnya. Pada waktu terjadi kekambuhan gejala – gejala klinik dapat timbul kembali, tetapi mungkin juga tanpa gejala hanya perubahan seroya yaitu dari reaksi STS (Serologis Test for Syfilis) yang negatif menjadi positif. Gejala yang timbul kembali sama dengan gejala klinik pada stadium sifilis sekunder. Relapsing sifilis yang ada terdiri dari : 1. Sifilis laten Fase tenang yang terdapat antara hilangnya gejala klinik sifilis sekunder dan tersier, ini berlangsung selama 1 tahun pertama masa laten (laten awal). Tidak terjadi kekambuhan sesudah tahun pertama disertai sifilis lambat yang tidak mungkin bergejala. Sifilis laten yang infektif dapat ditularkan selama 4 tahun pertama sedang sifilis laten yang tidak menular berlangsung setelah 4 tahun tersebut. Sifilis laten selama berlangsung tidak dijumpai gejala klinik hanya reaksi STS positif. 2. Sifilis tersier Sifilis lanjut ini dapat terjadi bertahun – tahun sejak sesudah gejala sekunder menghilang. Pada stadium ini penderita dapat mulai menunjukkan manifestasi penyakit tersier yang meliputi neurologis, kardiovaskuler dan lesi gummatosa, pada kulit dapat terjadi lesi berupa nodul, noduloulseratif atau gumma. Gumma selain mengenai kulit dapat mengenai semua bagian tubuh sehingga dapat terjadi aneurisma aorta, insufisiensi aorta, aortitis dan kelainan pada susunan syaraf pusat (neurosifilis ). 3. Sifilis kongenital Sifilis kongenital yang terjadi akibat penularan dari ibu hamil yang menderita sifilis kepada anaknya melalui plasenta. Ibu hamil dengan sifilis dengan pengobatan tidak tepat atau tidak diobati akan mengakibatkan sifilis kongenital pada bayinya. Infeksi intrauterin dengan sifilis mengakibatkan anak lahir mati, infantille congenital sifilis atau sifilis timbul sesudah anak menjadi besar dan bahkan sesudah dewasa. Pada infantil kongenital sifilis bayi mempunyai lesi – lesi mukokutan. Kondiloma, pelunakan tulang – tulang panjang, paralisis dan rinitis yang persisten. Sedangkan jika sifilis timbul sesudah anak menjadi besar atau dewasa maka kelainan yang timbul pada umumnya menyangkut susunan syaraf pusat misalnya parasis atau tabes, atrofi nervous optikus dan tuli akibat kelainan syaraf nervous kedelapan, juga interstitial keratitis, stig mata tulang dan gigi, saddel – nose, saber shin ( tulang kering terbentuk seperti pedang ) dan
kadang – kadang gigi Hutchinson dapat dijumpai. Prognosis sifilis kongenital tergantung beratnya infeksi tetapi kelainan yang sudah terjadi akibat neurosifilis biasanya sudah bisa disembuhkan. (Soedarto, 1990). 2.4 Patofisiologi A. Stadium Dini Pada sifilis yang didapat, Treponema pallidum masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi atau selaput lendir, biasanya melalui senggama. Kuman tersebut berkembang biak, jaringan bereaksi dengan membentuk infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan sel-sel plasma, terutama di perivaskuler, pembuluh-pembuluh darah kecil berproliferasi dikelilingi oleh Treponema pallidum dan sel-sel radang. Enarteritis pembuluh darah kecil menyebabkan perubahan hipertrofi endotelium yang menimbulkan obliterasi lumen (enarteritis obliterans). Pada pemeriksaan klinis tampak sebagai S I. Sebelum S I terlihat, kuman telah mencapai kelenjar getah bening regional secara limfogen dan berkembang biak, terjadi penjalaran hematogen yang menyebar ke seluruh jaringan tubuh. Multiplikasi diikuti oleh reaksi jaringan sebagai S II yang terjadi 6-8 minggu setelah S I. S I akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat tersebut berkurang jumlahnya. Terbentuklah fibroblas-fibroblas dan akhirnya sembuh berupa sikatrik. S II juga mengalami regresi perlahan-lahan lalu menghilang. Timbul stadium laten. Jika infeksi T. pallidum gagal diatasi oleh proses imunitas tubuh, kuman akan berkembang biak lagi dan menimbulkan lesi rekuren. Lesi dapat timbul berulang-ulang. B. Stadium Lanjut Stadium laten berlangsung bertahun-tahun karena treponema dalam keadaan dorman. Treponema mencapai sistem kardiovaskuler dan sistem saraf pada waktu dini, tetapi kerusakan perlahan-lahan sehingga memerlukan waktu bertahun-tahun untuk menimbulkan gejala klinis. Kira-kira dua pertiga kasus dengan stadium laten tidak memberi gejala.
WOC Faktor Pembawa
Transfusi darah
Hub seksual
Plasenta Ibu
Troponema Palidum
Masuk membrane mukosa
Bertahan d dlm sel makrofag
Aliran Nodus Limfa
SIFILIS
Lesi (blm nyeri n bernanah)
Chancre
Lesi Merah kecoklatan
Troponema Palidum msk aliran darah
MK= Kerusakan Integritas kulit
demam
skt kepala
nyeri sendi
kelainan kulit
MK= Resiko Infeksi MK=Gangguan citra tubuh 2.5 Pemeriksaan Penunjang Untuk menentukan diagnosis sifilis maka dilakukan pemeriksaan klinik, serologi atau pemeriksaan dengan mengunakan mikroskop lapangan gelap (darkfield microscope). Pada kasus tidak bergejala diagnosis didasarkan pada uji serologis treponema dan non protonema. Uji non protonema seperti Venereal Disease Research Laboratory ( VDRL ). Untuk mengetahui antibodi dalam tubuh terhadap masuknya Treponema pallidum. Hasil uji kuantitatif uji VDRL cenderung berkorelasi dengan aktifitas penyakit sehingga amat membantu dalam skrining, titer naik bila penyakit aktif (gagal pengobatan atau reinfeksi) dan turun bila pengobatan cukup. Kelainan sifilis primer yaitu chancre harus dibedakan dari berbagai penyakit yang ditularkan melalui hubungan kelamin yaitu chancroid, granuloma inguinale, limfogranuloma venerium, verrucae acuminata, skabies, dan keganasan ( kanker ). 2.6 Komplikasi Tanpa pengobatan, sifilis dapat membawa kerusakan pada seluruh tubuh. Sifilis juga meningkatkan resiko infeksi HIV, dan bagi wanita, dapat menyebabkan gangguan selama hamil. Pengobatan dapat membantu mencegah kerusakan di masa mendatang tapi tidak dapat memperbaiki kerusakan yang telah terjadi. a. Benjolan kecil atau tumor Disebut gummas, benjolan-benjolan ini dapat berkembang dari kulit, tulang, hepar, atau organ lainnya pada sifilis tahap laten. Jika pada tahap ini dilakukan pengobatan, gummas biasanya akan hilang. b. Masalah Neurologi Pada stadium laten, sifilis dapat menyebabkan beberapa masalah pada nervous sistem, seperti: Stroke Infeksi dan inflamasi membran dan cairan di sekitar otak dan spinal cord (meningitis) Koordinasi otot yang buruk
c.
Numbness (mati rasa) Paralysis Deafness or visual problems Personality changes Dementia Masalah kardiovaskular Ini semua dapat meliputi bulging (aneurysm) dan inflamasi aorta, arteri mayor, dan pembuluh darah lainnya. Sifilis juga dapat menyebabkan valvular heart desease, seperti aortic valve stenonis. d. Infeksi HIV Orang dewasa dengan penyakit menular seksual sifilis atau borok genital lainnya mempunyai perkiraan dua sampai lima kali lipat peningkatan resiko mengidap HIV. Lesi sifilis dapat dengan mudah perdarahan, ini menyediakan jalan yang sangat mudah untuk masuknya HIV ke aliran darah selama aktivitas seksual. e. Komplikasi kehamilan dan bayi baru lahir Sekitar 40% bayi yang mengidap sifilis dari ibunya akan mati, salah satunya melalui keguguran, atau dapat hidup namun dengan umur beberapa hari saja. Resiko untuk lahir premature juga menjadi lebih tinggi. Pada stadium primer komplikasi diatas belum terjadi. Manifestasi di atas dapat muncul pada sifilis dengan stadium tersier dan kongenital karena infeksi Treponema mencapai sistem saraf pusat (SSP), sehingga apabila sudah mengenai SSP maka akan mengganggu semua sistem tubuh sehingga akan terjadi penurunan daya imun yang memudahkan masuknya infeksi lainnya, pada organ ginjal akan menyebabkan gangguan sistem perkemihan dan akan mengganggu sistem organ lainnya. 2.7 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan A. Penatalaksanaan Medis Penderita sifilis diberi antibiotik penisilin (paling efektif). Bagi yang alergi penisillin diberikan tetrasiklin 4×500 mg/hr, atau eritromisin 4×500 mg/hr, atau doksisiklin 2×100 mg/hr. Lama pengobatan 15 hari bagi S I & S II dan 30 hari untuk stadium laten. Eritromisin diberikan bagi ibu hamil, efektifitas meragukan. Doksisiklin memiliki tingkat absorbsi lebih baik dari tetrasiklin yaitu 90-100%, sedangkan tetrasiklin hanya 60-80%. Obat lain adalah golongan sefalosporin, misalnya sefaleksin 4×500 mg/hr selama 15 hari, Sefaloridin memberi hasil baik pada sifilis dini, Azitromisin dapat digunakan untuk S I dan S II. Sifilis primer dan sekunder 1. Penisilin benzatin G dosis 4,8 juta unit IM (2,4juta unit/kali) dan diberikan 1 x seminggu 2. Penisilin prokain dalam aqua dengan dosis 600.000 unit injeksi IM sehari selama 10 hari.
3. Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 4,8 juta unit, diberikan 2,4 juta unit/kali sebanyak dua kali seminggu. Sifilis laten 1. Penisilin benzatin G dosis total 7,2 juta unit 2. Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 12 juta unit (600.000 unit sehari). 3. Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 7,2 juta unit (diberikan 1,2 juta unit/kali, dua kali seminggu). Sifilis III 1. Penisilin benzatin G dosis total 9,6 juta unit 2. Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 18 juta unit (600.000 unit) 3. Penisilin prokain + 2% alumunium monostearat, dosis total 9,6 juta unit (diberikan 1,2 juta unit/kali, dua kali seminggu) Untuk pasien sifilis I dan II yang alergi terhadap penisilin, Dapat diberikan: 1. Tertrasiklin 500mg/oral, 4x sehari selama 15 hari. 2. Eritromisin 500mg/oral, 4x sehari selama 15 hari. Untuk pasien sifilis laten lanjut (> 1 tahun) yang alergi terhadap penisilin Dapat diberikan: 1. Tetrasiklin 500mg/oral, 4x sehari selama 30 hari 2. Eritromisin 500mg/oral, 4x sehari selama 30 hari. Obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil, menyusui, dan anak-anak. B. 1. a. b. c. d. e. f.
Penatalaksanaan Keperawatan Memberikan pendidikan kepada pasien dengan menjelaskan hal-hal sebagai berikut: Bahaya PMS dan komplikais Pentingnya mamatuhi pengobatan yang diberikan Cara penularan PMS dan pengobatan untuk pasangan seks tetapnya Hindari hubungan seks sebelum sembuh dan memakai kondom jika tidak dapat dihindarkan lagi. Pentingnya personal hygiene khususnya pada alat kelamin Cara-cara menghindari PMS di masa mendatang.
C. Pencegahan Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah seseorang agar tidak tertular penyakit sifilis. Hal-hal yang dapat dilakukan antara lain : 1. Tidak berganti-ganti pasangan 2. Berhubungan seksual yang aman: selektif memilih pasangan dan pempratikkan ‘protective sex’. 3. Menghindari penggunaan jarum suntik yang tidak steril dan transfusi darah yang sudah terinfeksi.
2.8 Prognosis Prognosis sifilis menjadi lebih baik setelah ditemukannya penisilin. Jika penisilin tidak diobati, maka hampir seperempatnya akan kambuh, 5% akan mendapat S III, 10% mengalami sifilis kardiovaskuler, neurosifilis, dan 23% akan meninggal. Pada sifilis dini yang diobati, angka penyembuhan mencapai 95%. Kelainan kulit akan sembuh dalam 7-14 hari. Pembesaran kelenjar getah bening akan menetap berminggu-minggu. Kegagalan terapi sebanyak 5% pada S I dan S II. Kambuh klinis umumnya terjadi setahun setelah terapi berupa lesi menular pada mulut, tenggorokan, dan regio perianal. Selain itu, terdapat kambuh serologik. Pada sifilis laten lanjut, prognosis baik. Pada sifilis kardiovaskuler, prognosis sukar ditentukan. Prognosis pada neurosifilis bergantung pada tempat dan derajat kerusakan. Sel saraf yang sudah rusak bersifat irreversible. Prognosis neurosifilis pada sifilis dini baik, angka penyembuhan dapat mencapai 100%. Neurosifilis asimtomatik pada stadium lanjut juga baik, kurang dari 1% memerlukan terapi ulang Prognosis sifilis kongenital dini baik. Pada yang lanjut, prognosis tergantung pada kerusakan yang sudah ada.
2.9 asuhan Keperawatan A. Pengkajian 1. Pengkajian Identitas Klien Pasien (diisi lengkap) Nama : Umur : Jenis Kelamin : Status Perkawinan : Agama : Pendidikan : Pekerjaan : Alamat : Tgl Masuk RS :
Penanggung Jawab (diisi lengkap) Nama : Umur : Jenis Kelamin : Agama : Pendidikan :
Pekerjaan Alamat
: :
2. Pengkajian Riwayat Kesehatan Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian). Apakah ada gejala: keputihan tidak biasa jumlah banyak atau terus keluar warna tidak biasa, rasa gatal, bau busuk amis atau asam. Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah sakit). Apakah ada gejala: keputihan tidak biasa jumlah banyak atau terus keluar warna tidak biasa, rasa gatal, bau busuk amis atau asam. Apakah nyeri saat BAK, apakah ada pembengkakan kelenjar lipat paha, nyeri perut bagian bawah (nyeri berkepanjangan, hanya saat haid, hanya saat hubungan seksual), apakah ada daging atau kutil pada alat kelamin, gangguan menstruasi, kapan terjadi haid terakhir (sedang haid sekarang atau sedang hamil) Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah diderita oleh pasien). Apakah klien ada riwayat terkena penyakit menular seksual. Faktor resiko (pasien sendiri bukan pasangannya) lebih dari satu pasangan seksual dalam satu bulan terakhir, hubungan seksual dengan pekerja seks dalam 1 bulan terakhir, mengalami 1 atau lebih episode PMS dalam 1 tahun terakhir, pekerjaan suami beresiko tinggi.
Riwayat kesehatan keluarga (adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga yang lain atau riwayat penyakit lain baik bersifat genetis maupun tidak). Apakah ada anggota keluarga yang juga pernah terkena penyakit tumor mata, tumor lain, atau penyakit degeneratif lainnya
3. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum GCS Tanda Vital ( tekanan darah, nadi, respirasi, suhu) 4. Pengkajian 11 Fungsional Gordon 1. Pola persepsi kesehatan manajemen kesehatan Tanyakan pada klien bagaimana pandangannya tentang penyakit yang dideritanya dan pentingnya kesehatan bagi klien? Kaji apakah klien merokok atau minum alkohol? Apakah klien mengetahui tanda dan gejala penyakitnya?
2. Pola nutrisi metabolik Tanyakan kepada klien bagaimana pola makannya sebelum sakit dan pola makan setelah sakit? Apakah ada perubahan pola makan klien? Kaji apa makanan kesukaan klien? Kaji riwayat alergi makanan maupun obat-obatan tertentu. Biasanya klien mengalami gejala: anoreksia, nausea Tanda: vomiting 3. Pola eliminasi Kaji bagaimana pola miksi dan defekasi klien apakah mengalami gangguan? Kaji apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi nya? Apakah klien merasakan nyeri saat BAK dan BAB? Apakah penyakit ini mengganggu kenyamanan saat BAK dan BAB? Biasanya klien mengalami gejala: penurunan berkemih, nyeri pada saat kencing, kencing keluar Nanah. Tanda: kencing bercampur nanah,nyeri pada saat kencing. 4. Pola aktivas latihan Kaji bagaimana klien melakukan aktivitasnya sehari-hari sebelum menghadapi pembedahan, apakah klien dapat melakukannya sendiri atau malah dibantu keluarga? Apakah aktivitas terganggu karena penyakit yang dihadapinya? Biasanya klien mengalami gejala: kelelahan terus- menerus, kaku kuduk, malaise. Tanda: kelemahan, perubahan tanda- tanda vital (tekanan darah kadang-kadang naik) 5. Pola istirahat tidur Kaji perubahan pola tidur klien, berapa lama klien tidur dalam sehari? Apakah klien mengalami gangguan dalam tidur, seperti nyeri ? 6. Pola kognitif persepsi