RESUME ASURANSI SYARIAH Diajukan Sebagai Tugas mata kuliah Lembaga Keuangan Islam Dosen pengampu : DR. Salamah Wahyuni, SU
Disusun oleh : Nurul Fatimah Rofiatun, S.E
( S411402019 )
PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2015
BAB 6 ASURANSI SYARIAH
A.
Pengertian Asuransi (Konvensional) Kata “asuransi” berasal dari bahasa Belanda, assurantie,
yang
sebenarnya berasal dari bahasa Latin assecurare yang berarti “meyakinkan orang.” Dalam bahasa Perancis dikenal dengan istilah assurance.Dalam hukum Belanda disebut Verzekering yang artinya pertanggungan. Dari peristilahan
assurantie
kemudian
timbul
istilah
assuradeur
bagi
penanggung,dan geassureerde bagi tertanggung. Dalam bahasa Inggris dikatakan dengan istilah insurance dan assurance, insurance berarti menanggung segala sesuatu yang mungkin terjadi dan assurance menanggung segala sesuatu yang pasti terjadi. Beberapa pengertian asuransi sebagai berikut: a)
Asuransi dapat pula diartikan sebagai suatu persetujuan dimana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan mendapat premi, untuk menggatikan kerugian, atau tidak diperoleh keuntungan yang diharapkan, yang dapat diderita karena peristiwa yang tidak diketahui terlebih dahulu.
b)
Menurut pasal 1 undang-undang no. 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian, “Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikat diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum pada pihak ketiga yang mungkin ada diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”
c)
Asuransi dalam sudut pandang ekonomi merupakan metode untuk mengurangi
resiko
dengan
jalan
memindahkan
dan
mengombinasikan ketidakpastian akan adanya kerugian keuangan. Menurut sudut pandang bisnis asuransi adalah sebuah perusahaan yang usaha utamanya menerima/menjual jasa, pemindahan resiko dari pihak lain, dan memperoleh keuntungan dengan berbagi resiko di antara sejumlah nasabahnya. Dari sudut pandang sosial asuransi sebagai sebuah organisasi sosial yang menerima pemindahan risiko dan mengumpulkan dana dari anggota-anggotanya guna membayar kerugian yang mungkin terjadi pada masing-masing anggota asuransi tersebut. d)
Asuransi Syariah (ta’min, takaful atau tadhamun) dalam fatwa DSN MUI adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan atau Tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. Yang
dimaksud
mengandung
sesuai
gharar
dengan
syariah
(penipuan),
maysir
adalah
yang
(perjudian),
tidak zhulm
(penganiayaan), riba, risywah (suap), barang haram dan maksiat, dll. Asuransi syariah berbeda dengan asuransi konvensional. Pada asuransi syariah setiap peserta sejak awal bermaksud saling tolong menolong dan melindungi satu dengan yang lain dengan menyisihkan dananya sebagai iuran kebijakan yang disebut Tabarru. Jadi sistemnya tidak menggunakan pengalihan resiko dimana tertanggung harus membayar premi, tetapi lebih merupakan pembagian resiko dimana para peserta saling menanggung. Kemudian akad asuransi syariah harus selaras dengan hukum islam. Beberapa istilah yang harus difahami dalam perasuransian syariah antara lain: a.
Peserta asuransi, adalah pihak pertama yang bebagi resiko dan mempunyai hak untuk menerima sejumlah uang dari perusahaan
asuransi sebagai ganti rugi atas terjadinya suatu resiko sebagai tercantum dalam perjanjian. b.
Perusahaan asuransi, sebagai pengelola risk sharing. Dalam asuransi syariah perusahaan asuransi adalah pengelola dana yang berhak menerima imbalan tertentu dalam bentuk fee, dan atau bagi hasil.
c.
Al-Kafalah, adalah suatu kepentingan yang menjadi dasar berlakunya
suatu
pertanggungan
asuransi,
yaitu
adanya
kepentingan terhadap kehidupan seseorang (insurable interest), benda atau terhadap tanggung gugat kepada pihak lain. d.
Underwriting, adalah proses penafsiran jangka hidup seseorang calon peserta yang dikaitkan dengan besarnya resiko untuk menentukan premi.
e.
Polis asuransi, adalah surat perjanjian antara pihak yang menjadi peserta asuransi dengan perusahaan asuransi.
f.
Premi asuransi, adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan peseta asuransi untuk mengikat kewajiban pengelola dalam membayar ganti rugi atas kejadian resiko.
g.
Jangka waktu pertanggungan, akan habis sesuai dengan waktu yang ditetapkan. h. Tanggal dikeluarkan polis, adalah tanggal yang tercantum pada polis saat dikeluarkan atau diterbitkan oleh perushaan asuransi.
h.
Manfaat asurasi, adalah jumlah uang pertanggungan yang merupakan jumlah uang yang dinyatakan alam polis sebagai proteksi maksimum yang akan dibayarkan perusahaan asuransi kepada peserta sebagai ganti rugi atas terjadinya suatu resiko.
i.
Agen asuransi, adalah seseorang atau badan hukum yang kegiatannya memberikan jasa dalam memasarkan jasa asuransi untuk dan atas nama perusahaan asuransi.
j.
Aktuaria,
adalah
pegawai
asuransi
yang
melaksanakan perhitungan keuangan perusahaan.
bertugas
utama
k.
Reasuransi, adalah merupakan suatu sistem penyebaran resiko di mana penanggung menyebarkan seluruh atau sebagian dari pertanggungan yang ditutupnya kepada penanggung yang lain.
B.
Sejarah dan Dasar Hukum 1.
Sejarah Sejarah Sejarah asuransi syariah dimulai sejak tahun 1979 ketika sebuah perusahaan asuransi jiwa di sudan, yaitu Sudanese Islamic Insurance pertama kali memperkenalkan asuransi syariah. Kemudian pada tahun yang sama persahaan asuransi jiwa di Uni Emirat Arab juga memperkenalkan asuransi syariah di wilayah arab. Setelah itu pada tahun 1981 sebuah perusahaan asuransi jiwa Swiss bernama Dar Al-Maal Al-Islami memperkenalkan asuransi syariah di Janewa. Diiringi oleh penerbitan kedua di Eropa yang diperkenalkan oleh Islamic Takaful Company di Luksemburg pada tahun 1983. Di kepulauan Bahamas juga didirikan Islamic Takafol dan Re-Rakafol Company, yang selanjutnya di Bahrain asuransi syariah yaitu Syarikat Al-Takafol Al-Islamiah Bahrain yang didirikan tahun 1983. Sedangkan asuransi syariah di Asia pertama kali diperkenalkan di Malasyia pada tahun 1985 melalui sebuah asuransi jiwa bernama Takaful Malasyia. Asuransi syariah di Indonesia merupakan sebuah cita-cita yang telah dibangun sejak lama, dan telah menjadi lembaga asuransi modern yang siap melayani umat Islam Indonesia dan bersaing dengan lembaga asuransi konvensional. Adapun perkembangan asuransi di Indonesia baru ada pada paruh terakhir tahun 1994, yaitu dengan berdirinya Asuransi Takaful Indonesia pada tanggal 25 Agustus 1994, dengan diresmikan PT Asuransi Takaful Keluarga melalui SK Mentri Keuangan NO. Kep-385/KMK.017/1994. Pendirian Asuransi Takaful Indonesia yang diprakasai oleh Tim pembentuk Aruransi Takaful Indonesia yang dipelopori oleh Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) melalui Yayasan Abdi Bangsa, Bank Muamalat Indonesia, Asuransi
Jiwa Tugu Mandiri, Pejabat dari Departemen Keuangan, dan Pengusaha Muslim Indonesia. Melalui seminar nasional dan studi banding dengan Takaful Malaysia, berdirilah PT Syarikat Takaful Indonesia (PT STI) sebagai Holding Company pada 24 Februari 1994. Anak perusahaannya; PT Asuransi Takaful Keluarga (Life Insurance) dan PT Asuransi Takaful Umum (General Insurance). Izin operasional PT Asuransi Takaful Keluarga keluar pada 4 Agustus 1994, diresmikan Menteri Keuangan, Mar’ie Muhamad, 25 Agustus 1994. Sejak saat itu, beberapa perusahaan asuransi syariah yang lain lahir, seperti asuransi syariah “Mubarakah” (1997), serta berbagai unit asuransi syariah dari asuransi konvensional, seperti : MAA Assurance (2000), Asuransi Great Eastern (2001), Asuransi Bumiputera (2003), Asuransi Beringin Jiwa Sejahtera (2003), Asuransi Tripakarta (2002), Asuransi Jasindo Takaful (2003), Asuransi Binagria (2003), Asuransi Bumida (2003), Asuransi Staci Jasa Pratama (2004), Asuransi Central Asia (2004), Asuransi Adira Syariah (2004), Asuransi BNI Jiwasraya Syariah (2004), Asuransi Sinar Mas (2004), dan sebagainya. Sampai Mei 2008, sudah hadir 41 perusahaan asuransi syariah di Indonesia, 3 perusahaan re-asuransi syariah, dan 6 broker asuransi dan re-asuransi syariah. 2. Dasar Hukum Peraturan perundang-undangan tentang perasuransian di Indonesia diatur dalam beberapa tempat, antara lain dalam kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), UU No.2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, PP No. 63 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Pp No.73 Tahun 1992 tentang penyelenggaraan Usaha Perasuransian serta aturanaturan lain yang mengatur Asuransi Sosial yang diselenggarakan oleh BUMN Jas Raharja (Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang), Astek (Asuransi Sosial Tenaga Kerja), dan Askes (Asuransi Sosial Pemeliharaan Kesehatan).
Sedangkan asuransi syariah masih terbatas dan belum diatur secara khusus dalam undang-undang. Secara lebih teknis operasional perusahaan asuransi/perusahaan reasuransi berdasarkan prinsip syariah mengacu kepada SK Dirjen Lembaga keuangan No.4499/LK/2000 tentang jenis, penilaian dan pembatasan Investasi perusahaan Asuransi dan perusahaan Reasuransi dengan sistem syariah dan beberapa keputusan
Menteri
Keuangan
(KMK),
yaitu
KMK
No.422/KMK06/2003 tentang penyelenggaraan Usaha perusahaan Asuransi; KMK
No.424/KMK06/2003 tentang kesehatan keuangan
perusahaan Asuransi dan
perusahaan Reasuransi; dan KMK
No.426/KMK.06/2003 tentang perizinan Usaha dan kelembagaan perusahaan Asuransi dan perusahaan Reasuransi. Di samping itu, perasuransikan syariah di Indonesia juga diatur di dalam beberapa fatwa DSN-MUI antara lain Fatwa DSN-MUI No.21/DSNMUI/X/2001 tentang pedoman Umum Asuransi syariah. Fatwa DSN MUI No.51/DSNMUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah Musyarakah pada Asuransi syariah, Fatwa DSN-MUI No.52/DSNMUI/III/2006 tentang Akad Wakalah Bil Ujrah pada Asuransi dan Reasuransi syariah, Fatwa DSN MUI No.53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru pada Asuransi dan Reasuransi Syariah. C.
Pendapat Ulama Mengenai Asuransi Syariah Asuransi merupakan salah satu lembaga keuangan modern yang melakukan manajemen risiko yang mungkin dihadapi dimasa yang akan datang. Hal ini sangat menarik mengingat kemungkinan adalah suatu ketidakpastian. Mengantisipasi sesuatu yang masih berupa kemungkinan bisa jadi bagi sebagian orang sebagai sebuah tindakan sia-sia karena kemungkinan adalah ketidakpastian dan tidak bermanfaat sama sekali, tetapi bagi sebagian yang lain mungkin sebuah tidakan yang sangat efektif untuk menghindari kerugian yang mungkin ditimbulkannya. Karena asuransi berbicara tentang sesuatu yang tidak pasti, sebagian melihat bahwa praktik asuransi tidak dibenarkan dalam Islam karena mengandung unsur-unsur gharar, maysir dan riba didalamnya. Namun
sebagian yang lain berpendapat bahwa unsur-unsur yang haram dalam asuransi bisa dihilangkan sehingga praktik asuransi dapat diterima oleh Islam. Oleh karenanya, praktik asuransi modern mendapat sambutan yang beragam dikalangan para ulama. Sebagian ulama ada yang menolak perjanjian
asuransi
dengan
alasan
tertentu,
sebagian
yang
lain
menerimanya dengan argumentasi tertentu pula. Pada umumnya, alasan-alasan para ulama yang menentang praktik asuransi antara lain: 1.
Asuransi adalah perjanjian pertaruhan dan merupakan perjudian semata-mata.
2.
Asuransi melibatkan urusan yang tidak pasti.
3.
Asuransi jiwa merupakan suatu usaha yang dirancang untuk merendahkan irodat Allah.
4.
Dalam asuransi jiwa, jumlah premi tidak tetap karena tertanggung tidak mengetahui berapa kali bayaran angsuran yang dapat dilakukan olehnya sampai ia mati.
5.
Perusahaan asuransi menginvestasikan uang yang telah dibayar oleh tertanggung dalam bentuk jaminan berbunga. Dalam asuransi jiwa apabila tertanggung mati, dia akan mendapat bayaran yang lebih dari jumlah uang yang telah dibayar(riba).
6.
Semua perniagaan asuransi berdasarkan riba dilarang dalam Islam Oleh karenanya, sebagian ulama dapat menerima kehadiran asuransi dengan menghilangkan unsur gharar, maysir dan ribanya. Para ulama Indonesia dalam hal ini menerima asuransi berdasarkan hasil Fatwa DSN MUI No: 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Asuransi Syariah ( Ta’min , Takafful, atau tadhanum) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang/ pihak melalui investasi dalam bentuk dan/ atau Tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. Akad yang sesuai dengan syariah yang dimaksud
adalah
yang
tidak
mengandung gharar
(penipuan),
maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat. D. MANFAAT DAN RISIKO ASURANSI 1. Manfaat Asuransi pada dasarnya dapat member manfaat bagi para peserta asuransi antara lain, sebagai berikut: a. b. c. d. e.
Rasa aman dan perlindungan. Pendistribusian biaya dan manfaat yang lebih adil. Berfungsi sebagai tabungan. Alat penyebaran risiko Membantu meningkatkan kegiatan usaha karena perusahaan asuransi akan melakukan investasi sesuai dengan syariah atas suatu bidang usaha tertentu.
2. Risiko Risiko dalam industry perasuransian diartikan sebagai ketidakpastian dari kerugian financial atau kemungkinan terjadi kerugian. Risiko selalu melibatkan dua istilah, yaitu ketidakpastian dan peluang kerugian financial. Jenis-jenis risiko yang umum dikenal dalam usaha perasuransian antara lain: a. Risiko Murni Risiko Murni adalah suatu risiko yang bila terjadi akan memberikan dan apabila tidak terjadi, tidak menimbulkan kerugian akan tetapi juga tidak memberikan keuntungan. b. Risiko Investasi Risiko Investasi adalah risiko yang berkaitan dengan terjadinya dua kemungkinan, yaitu peluang mengalami kerugian financial atau peluang memperoleh keuntungan. Perbedaan risiko murni dan risiko investasi adalah dalam risiko murni kerugian terjadi atau tidak akan terjadi sama sekali. Sedangkan dalam risiko investasikemungkinan terjadi kerugian atau keuntungan. c. Risiko Individu Risiko ini dapat dibagi lagi menjadi 3 macam risiko, yaitu:
Risiko pribadi (personal risk)
Risiko yang mempengaruhi kapasitas atau kemampuan seseorang memperoleh keuntungan.
Risiko harta (property risk) Risiko harta adalah risiko terjadinya kerugian keuangan apabila kita memiliki suatu benda atau harta yaitu adanya peluang harta tersebut untuk hilang, dicuri, atau rusak. Hilangnya suatu harta benda berarti suatu kerugian financial. Kehilangan suatu harta dapat dibedakan dalam 2 jenis, yaitu: 1. Kerugian langsung, yaitu apabila harta seseorang hilang atau rusak, maka akan terjadi suatu kerugian financial karena kehilangan nilai harta tersebut dan uang yang diinvestasikan didalamnya berikut segala biaya yang digunakan. 2. Kerugian tidak llangsung, yaitu apabila terjadinya kerugian asal, misalnya kehilangan mobil maka kerugian tidak langsungnya adalah pengeluaran uang atau biaya tambahan akibat biaya transport yang
lebih mahal. Risiko tanggung gugat (liability risk) Risiko tanggung gugat adalah risiko yang mungkin dialami sebagai tanggung jawab akibat merugikan pihak lain.
d. Risiko yang Dapat Diasuransikan (Insurable Risk) Pihak yang dapat mengasuransikan suatu benda adalah pihak yang memiliki insurable interest. Insurable risk merupakan semua risiko yang dapat diasuransikan. Ada beberapa karakteristik risiko yang dapat diasuransikan yang biasanya disingkat dengan LURCH, yaitu:
Loss-Unexpected (kerugian-tidak terduga) Risiko yang dapat diasuransikan harus berkaitan dengan kemungkinan terjadinya kerugian (loss). Kegiatan tersebut ada yang dapat diukur dan dipastikan waktu dan tempatnya dan tidak ada yang tidak. Oleh karena itu, terjadinya kerugian haruslah merupakan kecelakaan atau karena di luar control atau kemampuan seseorang dan bukan hal yang dapat direncanakan.
Reasonable (beralasan)
Risiko yang diasuransikan adalah benda yang memiliki nilai.
Catastrophic (kemungkinan bencana besar) Risiko yang diasuransikan haruslah tidak akan menimbulkan suatu kemungkinan rugi yang sangat besar, yaitu jika sebagian besar pertanggungan kemungkinan akan mengalami kerugian pada waktu yang bersamaan yang disebabkan oleh suatu bencana.
Homogeneous (sama/serupa) Barang yang diasuransikan haruslah homogen dalam arti ada banyak barang yang serupa atau sejenis.
e. Cara Mengelola Risiko Dalam menangani risiko ini sekurang-kurangnya ada 5 hal yang dilakukan, antara lain:
Menghindari risiko (risk avoidance), untuk menghindari risiko jangan melakukan kegiatan apapun yang kemungkinan dapat menimbulkan peluang kerugian. Cara ini tentunya lebih negative dalam usaha menghindai risiko karena menngurangi semangat orang untuk melakukan
atau menjalankan usaha. Mengurangi risiko (risk reduction); mengurangi risiko adalah sedapat mungkin memperkecil kemungkinan terjadinya kerugian. Mengurangi risiko ini dapat dilakukan dengan dua cara, pertama mengurangi peluang terjadinya kerugian, kedua mengurangi jumlah kerugian yang mungkin
terjadi. Retensi risiko (risk retention); retensi risiko berarti kita tidak melakukan apapun terhadap risiko tersebut. Kita memiliki risiko tetapi kita memutuskan untuk tidak melakukan apa pun maka retensi ini disebut
retensi sukarela (voluntary). Membagi risiko (risk sharing); konsep ini merupakan konsep yang
diterapkan dalam asuransi syariah. Mentransfer risiko (risk transfer); transfer risiko ini merupakan konsep usaha asuransi konvensional, yaitu berarti memindahkan risiko kerugian kepada pihak lain, biasanya kepada perusahaan asuransi yang bersedia dan mampu memikul beban risiko.
E. PRINSIP-PRINSIP PENGELOLAAN ASURANSI SYARIAH Asuransi Syariah merupakan sebuah sistem dimana para peserta mendonasikan sebagian atau seluruh konstribusi/premi yang mereka bayar untuk digunakan membayar klaim atas musibah yang dialami oleh sebagian peserta. Di sini, peserta asuransi melakukan risk sharing diantara mereka. Peranan perusahaan asuransi melakukan risk sharing diantara mereka. Peranan perusahaan asuransi terbatas pada pengelolaan operasional perusahaan asuransi dan menginvestasikan dana Tabarru’. 1. Kepentingan yang Dapat Diasuransikan (Insurable Risk) Kepentingan yang dapat diasuransikan adalah hubungan kepentingan antara peserta/tertanggung dengan objek pertanggungan/pihak yang dipertanggung jawabkan. Kepentingan dapat timbul karena: a. Hubungan keluarga: suami dengan istri, anak, orang tua (ahli waris sesuai b. c. d. e.
dengan hukum faraidh). Hubungan bisnis: perusahaan dengan karyawan, kreditor dengan debitur. Kepemilikan: pemiik kendaraan dengan kendaraannya. Kuasa orang lain: bengkel dengan kendaraan yang diperbaikinya. Karena Undang-Undang: Tanggung jawab hotel terhadap tamunya.
Jika ternyata tertanggung tidak mempunyai kepentingan, maka ia tidak berhak memperoleh santunan (ganti rugi). 2. Iktikad Baik (Utmost Good Faith) Para pihak yang melakukan kontrak asuransi, baik penanggung maupun tertanggung harus beriktikad baik yang diwujudkan dengan kejujuran dan mengemukakan keterbukaan. Dimana penanggung harus memberikan semua informasi mengenai pertanggungan baik diminta maupun tidak. 3. Penggantian Kerugian (Indemnity) Prinsip ini merupakan mekanisme ganti rugi/santunan bila terjadi musibah yang dijamin musibah yang dijamin, yaitu penanggung akan mengembalikan posisi keuangan tertanggung dalam keadaan semula seperti saat sebelum terjadi peristiwa musibah. 4. Sebab Aktif (Proximate Cause)
Proximate Cause adalah suatu sebab aktif, efisien yang mengakibatkan terjadinya suatu peristiwa secara berantai tanpa intervensi suatu kekuatan lain, diawali dan bekerja dengan aktif dari sumber baru dan independent. 5. Subrogasi-Pengalihan Hak Bilamana penanggung telah membayar santunan ganti rugi kepada tertanggung tidak bersalah, maka hak menuntut kepada pihak yang bertanggung jawab / yang bersalah (pihak ketiga) beralih ke pihak penanggung. Pada prinsipnya kelima prinsip asuransi konvensional diatas bisa diterima dan diberlakukan juga pada asuransi syariah. Namun, dalam asuransi syariah diperkaya dengan prinsip-prinsip tambahan, yaitu: 1. Prinsip ikhtiar dan berserah diri; Allah adalah pemilik mutlak atas segala sesuatu, karena itu menjadi kekuasaan-Nya pula untuk memberikan atau mengambil segala yang Dia kehendaki. 2. Prinsip saling membantu dan bekerjasama; asuransi syariah mengubah kontrak dimana seluruh peserta adalah pihak yang menanggung risiko bersama bukan perusahaan. Dalam hal ini, prinsip the law of large numbers berlaku, yaitu kelompok yang banyak membantu kerugian pihak yang sedikit. 3. Prinsip saling melindungi dari berbagai macam kesusahan dan kesulitan dan tidak membiarkan uang menganggur dan tidak berputar dalam transaksi yang bermanfaat bagi masyarakat umum. 4. Akad yang digunakan adaah akad yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram, dan maksiatsehingga pihak-pihak yang terikat akad saling bertanggung jawab. Akad tersebut harus memenuhi ketentuan: a. Hak dan kewajiban peserta dan perusahaan b. Cara dan waktu pembayaran premi c. Jenis akad apakah akad tijarah atau akad Tabarru’ serta syarat-syarat yang disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan. Akad Tabarru’ (hibah) digunakan dalam hubungan antara sesame pemegang polis dimana peserta memberikan hibah yang akan digunakan
untuk menolong peserta lain yang terkena musibah. Hubungan pemegang polis dengan perusahaan asuransi menggunakan tijarah (Mudharbah/musyarakah, wakalah bil ujrah), dimana perusahaan
bertindak sebagai mudharib (pengelola), dan peserta bertindak sebagai shahibul maal (pemegang polis). 5. Investasi atas dana yang terkumpul dari klien yang dikelola oleh perusahaan asuransi syariah harus dilakukan sesuai ketentuan syariah. F. PERBEDAAN ASURANSI KONVENSIONAL DENGAN SYARIAH Beberapa perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional adalah sebagai berikut: 1. Asuransi Syariah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas mengawasi produk yang dipasarkan dan pengeolaan investasi dananya. Dewan Pengawas Syariah tidak ditemukan dalam asuransi konvensional. 2. Akad asuransi syariah adalah akad Tabarru’ (hibah) untuk hubungan sesame peserta dimana pada dasarnya akad dilakukan atas dasar tolong-menoong (taawun). Untuk hubungan antara peserta dengan perusahaan asuransi digunakan akad tijarah (ujrah/fee), mudharabah (bagi hasil), mudharabah musyarakah, wakalah bil ujrah (perwakilan), wadiah (titipan), syirkah (berserikat). Sedangkan asuransi konvensional akad berdasarkan lebih mirip jual-beli (ta-badduli). 3. Investasi dana pada asuransi syariah berdasarkan bagi hasil (Mudharabah), bersih dari gharar, maysir, dan riba. Sedangkan pada asuransi konvensional memakai bunga (riba) sebagai landasan hitungan investasinya. 4. Kepemilikan dana pada asuransi syariah merupakan hak peserta. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya secara syariah. Pada asuransi konvensional, dana yang terkumpul dari nasabah (premi) menjadi milik perusahaan. Sehingga, perusahaan bebas menentukan alokasi investasinya. 5. Dalam mekanismenya, asuransi syariah tidak mengenal dana hangus seperti yang terdapat pada asuransi konvensional. Jika pada masa kontrak peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa reversing period, maka dana yang dimasukkan dapat diambil kembali, kecuali sebagian dana kecil yang telah diniatkan untuk Tabarru’ (dihibahkan). 6. Pembayaran klaim pada asuransi syariah diambil dari dana Tabarru’ (dana kebajikan) seluruh peserta yang sejak awal telah diikhlaskan bahwa ada
penyisihan dana yang akan dipakai sebagai dana tolong-menolong diantara peserta bila terjadi musibah, Sedangkan pada asuransi konvensiona pembayaran klaim diambilkan dari rekening dana perusahaan. 7. Pembagian keuntungan pada asuransi syariah dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai prinsip bagi hasil dengan proporsi yang telah ditentukan. Sedangkan pada asuransi konvensional seluruh keuntungan menjadi hak milik perusahaan. 8. Asuransi syariah menggunakan sistem sharing of risk dimana terjadi proses saling menanggung antara satu peserta dengan peserta lainnya (ta’awun) sedangkan pada asuransi konvensional yang dilakukan adalah transfer of risk, dimana terjadi pengalihan risiko dari tertanggung (klien) kepada penanggung (perusahaan). 9. Asuransi syariah menggunakan konsep akuntansi cash basis yang mengakui apa yang telah ada sedangkan asuransi konvensional menggunakan sistem accrual basis yang mengakui asset, biaya, kewajiban yang sebenarnya belum ada (padahal belum tentu terealisasikan). 10. Asuransi syariah dibebani kewajiban membayar zakat dari keuntungan yang diperoleh sedangkan asuransi konvensional tidak.
G. PENGGOLONGAN JENIS USAHA ASURANSI Penggolongan jenis asuransi diindonesia bisa dibagi dari berbagai segi, yaitu : 1. Asuransi Ditinjau Dari Fungsinya Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, jenis usaha perasuransian meliputi asuransi kerugian, asuransi jiwa dan reasuransi. a. Asuransi Kerugian (Non Life Insurance/General Insurance) Yaitu usaha yang memberikan jasa-jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti. Perusahaan asuransi kerugian adalah perusahaan yang hanya dapat menyelenggarakan usaha dalam bidang usaha asuransi kerugian termasuk reasuransi. Usaha kerugian di Indonesia antara lain:
1)
Asuransi kebakaran
2)
Asuransi pengangkutan
3)
Asuransi aneka yang meliputi: asuransi kendaraan bermotor,
pencurian. b. Asuransi Jiwa (Life Insurance) Asuransi jiwa adalah suatu jasa yang diberikan oleh perusahaan dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan jiwa atau meninggalnya seseorang yang disuransikan menghindarkan atau mengurangi risiko yang diakibatkan oleh risiko kematian, risiko hari tua, dan risiko kecelakaan. Asuransi jiwa terbagi: 1)
Asuransi jiwa biasa
2)
Asuransi rakyat
3)
Asuransi kumpulan
4)
Asuransi dunia usaha
5)
Asuransi orang muda
6)
Asuransi keluarga
7)
Asuransi kecelakaan.
c. Reasuransi Reasuransi merupakan suatu sistem penyebaran risiko di mana penanggung menyebarkan seluruh atau sebagian dari pertanggungan yang ditutupnya kepada penanggung disebut ceding company sedangkan pihak yang menerima pertanggungan disebut reinsurer (reinsurader). Perusahaan reasuransi adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian atau perusahaan asuransi jiwa. 2. Asuransi Ditinjau dari Polis dasar Asuransi ditinjau dari polis dasarnya terbagi menjadi empat, yaitu : a. Asuransi berjangka (term life insurance), yaitu asuransi yang menyediakan jasa asuransi jiwa untuk periode tertentu sesuai dengan kesepakatan misalnya 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun dan seterusnya. Polis asuransi ini tidak ada unsur tabungan hanya ada unsur perlindungan selama polisnya berlaku.
b. Asuransi seumur hidup (whole life insurance), yaitu asuransi yang menyediakan jasa asuransi jiwa untuk seumur hidup pemegang polis yang mengharuskannya membayar premi setiap tahun. Polis ini merupakan polis perlindungan bagi keluarga karena penanggungan akan memberikan sejumlah uang kepada ahli waris hanya bila peserta meninggal dunia sampai di usia berapapun. c. Asuransi dua manfaat (endowment), yaitu kontrak asuransi jiwa yang masa berlakunya dibatasi misalnya 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun atau lebih atau mencapai usia tertentu misalnya 65 tahun sebelum peserta meninggal dunia. Polis ini terbagi dua, yaitu polis yang murni dan polis yang mengandung tabungan/investasi. Yang murni apabila peserta meninggal dunia dalam masa berlakunya polis, maka ahli warisnya tidak memperoleh apa-apa. Sedangkan polis yang mengandung unsur tabungan/investasi, maka ahli waris akan memperoleh benefit sesuai dengan jumlah uang yang ditetapkan ketika polis ditutup. d. Asuransi unit investasi (unit linked), yaitu satu bentuk investasi kolektif yang ditawarkan melalui polis asuransi. Polis asuransi ini menawarkan perlindungan, keuntungan dan fleksibilitas dalam berinvestasi. Investasi dilakukan dalam bentuk unit link yang kemudian diinvestasikan oleh manager investasi. 3. Asuransi Ditinjau Dari Segi Kepemilikan Asuransi milik swasta nasional, yaitu perusahaan asuransi yang dimiliki dan dikelola oleh pihak swasta dan tetap dalam naungan pemerintah. a. Asuransi milik pemerintah, yaitu perusahaan asuransi yang sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah dan dikelola oleh badan yang berwenang dalam kepemerintahan. b. Asuransi milik perusahaan asing, yaitu perusahaan asuransi yang kepemilikannya adalah dari negara lain (asing) yang beroperasi dalam negeri Indonesia. c. Asuransi milik campuran, yaitu perusahaan asuransi yang saham dan kepemilikannya milik beberapa pihak, baik pihak swasta maupun pemerintah.
4. Asuransi Ditinjau Dari Sifat Pelaksanaannya a. Asuransi sukarela, yaitu asuransi yang dilakukan dengan suka rela dan semata-mata dilakukan atas kesadaran seseorang akan kemungkinan terjadinya risiko kerugian atas sesuatu yang dipertanggungkan. b. Asuransi wajib, yaitu asuransi yang sifatnya wajib dilakukan oleh pihakpihak terkait yang pelaksanaannya dilakukan berdasarnkan ketentuan perundang-undangan yang ditetapkan oleh pemerintah. 5. Asuransi Ditinjau dari kegiatan Penunjang Usaha Asuransi a. Pialang asuransi, yaitu usaha yang memberikan jasa keperantaraan dalam penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi asuransi dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung. b. Pialang reasuransi, yaitu usaha yang memberikan jasa keperantaraan dalam penempatan reasuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi reasuransi dengan bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi. c. Penilaian kerugian asuransi, yaitu usaha yang memberikan jasa penilaian terhadap kerugian pada objek asuransi yang diasuransikan. d. Konsultasi aktuaria, yaitu usaha yang memberikan jasa konsultan aktuaria. e. Agen asuransi, yaitu pihak yang memberikan jasa keperantaraan dalam rangka pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung H. MEKANISME KERJA ASURANSI SYARIAH Di dalam operasional asuransi syari’ah yang sebenarnya terjadi adalah saling bertanggung jawab, membantu dan melindungi diantara para peserta sendiri. Perusahaan asuransi diberi kepercayaan (amanah) oleh para peserta untuk mengelola premi, mengembangkan dengan jalan yang halal, memberikan santunan kepada yang mengalami musibah sesuai isi fakta perjanjian tersebut. Adapun proses yang dilalui seputar mekanisme kerja asuransi syariah dapat diuraikan: 1. Underwriting
Underwriting adalah proses penafsiran jangka hidup seorang calon peserta yang dikaitkan dengan besarnya resiko untuk menentukan besarnya premi. Underwriting asuransi syariah bertujuan memberikan skema pembagian resiko yang proposional dan adil diantara para peserta yang secara relatif homogen. Dalam melakukan proses underwriting terdapat tiga konsep penting yang menjadi dasar bagi perusahaan asuransi untuk menerima dan menolak suatu penutupan resiko. Pertama, kemungkinan menderita kerugian, kondisi ini diramalkan berdasarkan apa yang terjadi pada masa lalu. Kedua, tingkat resiko, yaitu ketidakpastian akan kerugian pada masa yang akan datang. Ketiga, hukum bilangan dimana makin banyak obyek yang mempunyai resiko yang sama atau hampir sama, akan makin bertambah baik bagi perusahaan karena penyebaran risiko akan lebih luas dan kemungkinan menderita kerugian dapat secara sistematis diramalkan. Pada asuransi syariah underwriting berperan: a. Mempertimbangkan risiko yang diajukan. Proses seleksi yang dilakukan oleh underwriting dipengaruhi oleh faktor usia, kondisi fisik atau kesehatan, jenis pekerjaan, moral dan kebiasaan, besarnya nilai pertanggungan, dan jenis kelamin. b. Memutuskan meneriama atau tidak risiko-risiko tersebut. c. Menentukan syarat, ketentuan dan lingkup ganti rugi termasuk memastikan peserta membayar premi sesuai dengan tingkat risiko, menetapkan besarnya jumlah pertanggungan, lamanya waktu asuransi, dan plan sesuai dengan tingkat risiko peserta. d. Mengenakan biaya upah (ijarah/fee) pada dana kontribusi peserta e. Mengamankan profit morgin dan menjaga agar perusahaan asuransi tidak rugi. f. Menjaga kestabilan dana yang terhimpun agar perusahaan dapat berkembang g. Menghindari anti seleksi h. Underwriting juga harus memperhatikan pasar kompetetif yang ada dalam ketentuan tarif, penyebaran resiko dan volume, dan hasil survey. 2. Polis
Polis asuransi adalah surat perjanjian antara pihak yang menjadi peserta asuransi dengan perusahaan asuransi. Polis asuransi merupakan bukti auntetik berupa akta mengenai adanya perjanjian asuransi. Unsur-unsur yang harus ada dalam polis adalah: a. Deklarasi, memuat data yang berkaitan dengan peserta seperti nama, alamat, jenis dan lokasi objek asuransi, tanggal dan jangka waktu penutupan, perhitungan dan besarnya premi serta informasi lain yang diperlukan b. Perjanjian asuransi, memuat pernyataan perusahaan asuransi menyatakan kesanggupannya mengganti kerugian atas objek asuransi apabila terjadi kerusakan c. Pernyataan polis, memuat kondisi objek, batas waktu pembayaran premi, permintaan pembatalan polis, prosedur pengajuan klaim, asuransi ganda, subrogasi. d. Pengecualian, memuat penyebutan dengan jelas musibah apa saja yang tidak ditutup atau diluar penutupan asuransi. e. Kondisi pertanggungan, memuat kondisi objek yang diasuransikan. f. Polis ditandatangani oleh perusahaan asuransi. Dalam asuransi Islam, untuk menghindari unsur-unsur yang diharamkan di atas kontrak asuransi, maka diberikan beberapa pilihan kontrak alternatif dalam polis asuransi tersebut.Sebagai ilustrasi: a. Polis dengan akad Mudhorobah atau mudhobbah musyarakah. Pada akad Mudhorobah peserta asuransi menyediakan modal untuk dikelola
oleh
operator
asuransi.
Sedangkan
Mudhorobah
musyarakah perusahaan asuransi sebagai Mudhorib menyertkan modal atau dananya dalam investasi bersama dana peserta. Dalam kontrak tercantum persetujuan kontribusi yang dijadikan dana asuransi syariah dan pihak operator berhak mengelola dan mengivestasikan dana asuransi untuk kepentingan perusahaan sesuai
dengan
prinsip
Mudhorobah.
Peserta
menyetujui
kontribusinya dijadikan tabarru’ dan digunakan untuk membantu peserta lain yan tertimpa musibah dalam bentuk hibah.
b.
Wakalah bil ujrah, yaitu pemberian kuasa dari peserta kepada perusahaan asuransi untuk mengelola dana peserta dengan pemberian ujrah (fee). Persetujuan kontribusi yang dimasukkan dapat dinvestasikan dan dikelola sesuai dengan prinsip syariah, persetujuan pembayaran klaim/manfaat asuransi, provisi dan cadangan sesuai pedoman dan kebijakan otoritas. Persetujuan membayar biaya wakalah bil ujrah.
3. Premi (Kontribusi) Premi asuransi bagi peserta secara umum bermanfaat untuk menentukan besar tabungan peserta asuransi, mendapatkan santunan kebajikan atau dana klaim terhadap suatu kejadian yang mengakibatkan terjadinya klaim, menambahkan investasi pada masa yang akan datang. Sedangkan bagi perusahaan premi berguna untuk menambah investasi pada suatu usaha untuk dikelola. Premi yang dikumpulkan dari peserta paling tidak harus cukup untuk menutupi tiga hal, yaitu klaim resiko yang dijamin,biaya akuisisi,
dan
biaya
pengelolaan
operasional
perusahaan.
Premi dalam asuransi syariah umumnya dibagi beberapa bagian, yaitu:
a.Premi tabungan, yaitu bagian premi yang merupakan dana tabungan pemegang polis yang dikelola oleh perusahaan dimana pemiliknya akan mendapatkan hak sesuai dengan kesepakatan dari pendapatan investasi bersih. Premi tabungan dan hak bagi hasil investasi akan diberikan kepada peserta bila yang bersangkutan dinyatakan berhenti sebagai peserta b. Premi tabarru’, yaitu sejumlah dana yang dihibahkan oleh pemegang polis dan digunakan untuk tolong menolong dan menaggulangi musibah kematian yang akan disantunkan kepada ahli waris bila peserta meninggal dunia sebelum masa asuransi berakhir. c. Premi biaya adalah sejumlah dana yang dibayarkan oleh peserta kepada perusahaan yang digunakan untuk membiayai operasional
perusahaan
dalam
rangka
pengelolaan
dana
asuransi.
Penetapan besarnya tarif premi tidak ditentukan oleh pemerintah, karena diserahkan pada mekanisme pasar yang berlaku. Namun pada dasarnya tarif premi menurut aturan pemerintah harus memenuhi unsur berikut: Penetapan tarif premi asuransi kerugian, perhitungan jumlah premi yang akan mempengaruhi dana klaim tergantung pada beberapa hal, antara lain:
a. Penetapan tarif premi harus dilakukan dengan memperhitungkan: Premi murni dihitung berdasarkan profil kerugian untuk jenis asuransi yang bersangkutan sekurang-kurangnya 5 tahun
terakhir. Biaya perolehan, termasuk komisi agen. Biaya istrasi dan biaya
umum
lainnya.
b. Tarif premi harus ditetapkan pada tingkat yang mencukupi, tidak melebihi dan tidak ditetapkan secara diskriminatif. Demikian pula tidak boleh terlalu berlebihan sehingga tidak sebanding dengan manfaat
yang
dijanjikan.
Pada asuransi jiwa, perhitungan jumlah premi yang akan mempengaruhi dana klaim tergantung pada beberapa factor, antara lain : a. b. c. d. e.
Jenis produk asuransi yang ditawarkan. Lamanya masa asuransi Usia peserta Kesehatan peserta Jumlah peserta
4. Pengelolaan Dana Asuransi (Premi) Pengelolaan dana asuransi (premi) dapat dilakukan dengan akad mudharabah, mudharabah musyarakah, atau wakalah bil ujrah. Pada akad mudhorobah, keuntungan perusahaan asuransi syariah diperoleh dari
bagian keuntungan dana dari investasi (sistem bagi hasil). Para peserta asuransi syariah berkedudukan sebagai pemilik modal dan perusahaan asuransi syariah berfungsi sebagai pihak yang menjalankan modal. Keuntungan yang diperoleh dari pengembangan dana itu dibagi antara peserta dan perusahaan sesuai ketentuan yang telah disepakati. Pada akad mudharobah musyarakah, perusahaan asuransi bertindak sebagai mudharib yang menyertakan modal atau dananya dalam investai bersama dana para peserta. Perusahaan dan peserta berhak memperoleh bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh dari investasi. Sedangkan pada akad wakalah bil ujrah, perusahaan berhak mendapatkan fee sesuai dengan kesepakatan. Para peserta memberikan kuasa kepada perusahaan untuk mengelola dananya dalam hal: kegiatan istrasi, pengelolaan dana, pembayaran klaim, underwriting, pemasaran, dan investasi.
5. Jenis Investasi Usaha Asuransi Syariah Investasi merupakan penggunaan modal untuk menciptakan uang , baik melalui sarana yang menghasilkan pendapatan maupun melalui kerja sama yang lebih berorientasi risiko yang dirancang untuk mendapatkan perolehan Jenis
modal. investasi
dan
reasuransi
syariah
terdiri
dari:
a. Deposito berjangka dan sertifikat deposito pada bank, termasuk deposito on call dan deposito yang berjangka waktu kurang dari atau sama dengan 1 bulan dengan batasan tidak boleh melebihi 20% dari jumlah investasi. b. Saham yang tercatat dibursa efek dengan batasan tidak boleh melebihi 20% dari jumlah investasi c. Obligasi dan medium term notes. d. Surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah atau bank Indonesia. e. Unit penyertaan reksadana dengan batasan tidak boleh melebihi 20% dari jumlah investasi.
f. Penyertaan langsung dengan batasan tidak boleh melebihi 10% dari jumlah investasi. 6. Klaim Klaim adalah hak peserta asuransi yang wajib diberikan oleh perusahaan asuransi
sesuai
dengan
kesepakatan
dalam
akad.
Ketentuan klaim dalam asuransi syariah adalah:
Klaim dibayarkan berdasarkan akad yang disepakati pada awal
perjanjian. Klaim dapat berbeda dalam jumlah, sesuai dengan premi yang
dibayarkan. Klaim atas akad tijarah sepenuhnya merupakan hak peserta, dan
merupakan kewajiban perusahaan untuk memenuhinya. Klaim atas akad tabarru’ merupakan hak peserta dan merupakan kewajiban perusahaan, sebatas yang disepakati dalam akad.
7. Penutupan Asuransi Adalah berakhirnya perjanjian asuransi. Penyebab berakhirnya perjanjian asuransi bisa disebabkan oleh dua hal, yaitu:
Perjanjian berakhir secara wajar karena masa berlakunya sudah
berakhir sebagaimana perjanjian semula. Perjanjian berakhir secara tidak wajar karena dibatalkan oleh salah satu pihak walau masa berlaku perjanjian belum berakhir.
I. PENGEMBANGAN ASURANSI SYARIAH Perkembangan asuransu syariah ini diburu banyak orag dan menenangan, kini nyaris semua perusahaan asuransi membentuk unit syariah. Bahkan asuransi asing pun juga mengikuti jejak unit syariah. Perolehan premi industry asuransi syariah tanah air pada tahun 2007 tumbuh sebesar 60-70%. Pada 2006, industri asuransi syariah membukukan pertumbujan premi sebesar 73% dengan nilai total Rp.474 miliar.
Total penetrasi pasar asuransi di Indonesia hanya sekitar 3% dari jumlah penduduk. Asuransi syariah mendapat porsi sangat kecil sekali atau sekitar 0.015 dari total penduduk atau hanya sekitar 1,5% dari total penetrasi pasar asuransi di Indonesia. secara global, asuransi syariah sangat berpotensi untukk dapat berkembang pesat dilihat dari seperampat Negara di dunia ini adalah Negaranegara beerpenduduk muslim dan diantaranya Negara-negara kaya. Beberaa hal yang membuat terhambatnya perkembangan asuransi syariah adalah : 1. 2. 3. 4.
Kurang sosialisasi Keterbatasan tenaga ahli asuransi syariah yang professional Dukungan umat islam yang masih rendah Dukungan pemerintah yang masih belum optimal.