LAPORAN PENDAHULUAN 1. DEFINISI PANSITOPENIA Anemia aplastik adalah kegagalan anatomi dan fisiologi dari sumsum tulang yang mengarah pada suatu penurunan nyata atau tidak adanya unsur pembentukan darah dalam sumsum.(Sacharin.1996) Anemia aplastik merupaka keadaan yang disebabkan bekurangnya sel hematopoetik dalam darah tepi seperti eritrosit, leukosit dan trombosit sebagai akibat terhentinya pembentukan sel hemopoetik dalam sumsum tulang. Klasifikasi Anemia Aplastik, yaitu : a. Anemia aplastik umumnya diklasifikasikan sebagai berikut : Klasifikasi menurut kausa : 1. Idiopatik : bila kausanya tidak diketahui; ditemukan pada kira-kira 50% kasus. 2. Sekunder : bila kausanya diketahui. 3. Konstitusional : adanya kelainan DNA yang dapat diturunkan, misalnya anemia Fanconi (Solander, 2006). b. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan atau prognosis (lihat tabel). Tabel 1. Klasifikasi anemia aplastik berdasarkan tingkat keparahan. Anemia aplastik berat
- Seluraritas sumsum tulang <25% atau 25-50% dengan <30% sel hematopoietik residu, dan - Dua dari tiga kriteria berikut : netrofil < 0,5x109/l trombosit <20x109 /l
Anemia aplastik sangat berat Anemia aplastik bukan berat
retikulosit < 20x109 /l Sama seperti anemia aplastik berat kecuali netrofil <0,2x109/l Pasien yang tidak memenuhi kriteria anemia aplastik berat atau sangat berat; dengan sumsum tulang yang hiposelular dan memenuhi dua dari tiga kriteria berikut : -
netrofil < 1,5x109/l
-
trombosit < 100x109/l
-
hemoglobin <10 g/dl (Wijanarko, 2007)
2. ETIOLOGI Penyebab Primer yaitu : a. Faktor kongenital : sindrom fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti mikrosefali, strabismus, anomali jari, kelainan ginjal dan lain sebagainya. b. Faktor didapat
Bahan kimia : benzena, insektisida, senyawa As, Au, Pb. Obat : kloramfenikol, mesantoin (antikonvulsan), piribenzamin (antihistamin), santoninkalomel, obat sitostatika (myleran, methrotrexate, TEM, vincristine, rubidomycine dan
sebagainya), obat anti tumor (nitrogen mustard), anti microbial. Radiasi : sinar roentgen, radioaktif. Faktor individu : alergi terhadap obat, bahan kimia dan lain – lain. Infeksi : tuberculosis milier, hepatitis dan lain – lain. Keganasan , penyakit ginjal, gangguan endokrin, dan idiopatik. (Mansjoer.2005.Hal:494)
Penyebab sekunder terdiri dari : radiasi pengion karena pemajanan tidak sengaja (radioterapi, isotop radioaktif, stasiun pembangkit tenaga nuklir), zat kimia (seperti benzene dan pelarut organic lain, TNT, insektisida, pewarna rambut, klordan, DDT), obat-obatan (busulfan, siklofosfamid, antrasiklin, nitrosourea), dan infeksi ( hepatitis virus). Agen antineoplastik atau sitotoksik juga bisa menyebabkan terjadinya anemia aplastik (Price & Wilson, 1994). 3. PATOFISIOLOGI Walaupun banyak penelitian yang telah dilakukan hingga saat ini, patofisiologi anemia aplastik belum diketahui secara tuntas. Ada 3 teori yang dapat menerangkan patofisiologi penyakit ini yaitu : 1. Kerusakan sel hematopoitik 2. Kerusakan lingkungan mikro sumsum tulang 3. Proses imunologik yang menekan hematopoisis(Aghe, 2009) Penyebab anemia aplastik adalah faktor kongenital, faktor didapat antara lain : bahan kimia, obat, radiasi, faktor individu, infeksi, idiopatik. Apabila pajanan dilanjutkan setelah tanda hipoplasia muncul, maka depresi sumsum tulang akan berkembang sampai titik dimana
terjadi kegagalan sempurna dan ireversibel. Disinilah pentingnya pemeriksaan angka darah sesering mungkin pada pasien yang mendapat pengobatan atau terpajan secara teratur pada bahan kimia yang dapat menyebabkan anemia aplastik. Karena terjadi penurunan jumlah sel dalam susmsum tulang, aspirasi sumsum tulang sering hanya menghasilkan beberapa tetes darah. Maka perlu dilakukan biopsy untuk menentukan beratnya penurun elemen susmsum normal dan pergantian oleh lemak. Abnormalitas mungkin terjadi pada sel stem, prekusor granulosit, eritrosit dan trombosit, akibatnya terjadi pansitopenia. Pansitopenia adalah menurunnya sel darah merah, sel darah putih dan trombosit. Penurunan sel darah (anemia) ditandai dengan menurunnya tingkat hemoglobin dan hematokrit. Penurunan sel darah merah menyebabkan penurunan jumlah sel oksigen yang dikirimkan ke jaringan, biasanya ditandai dengan kelemahan, kelelahan, dispnea, takikardia, ekstremitas dingin dan pucat. Kelainan kedua setelah anemia yaitu leukopenia atau menurunnya jumlah sel darah putih >5000-10.000/ml darah (mmᵌ) penurunan sel darah putih ini akan menyebabkan agranulositosis dan akhirnya menekan respon inflamasi. Kelainan ketiga setelah anemia dan leukopenia
yaitu
trombositopenia,
trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit dibawah 100.000/mmᵌ. Akibat dari trombositopenia yaitu antara lain ekimosis, ptekie, epistaksis, perdarahan saluran kemih, perdarahan susunan saraf dan perdarahan saluran cerna. Gejala dari perdarahan saluran cerna adalah anoreksia, nausea, konstipasi, atau diare dan stomatitis (sariawan pada lidah dan mulut), perdarahan saluran cerna dapat menyebabkan hematemesis melena. Perdarahan akibat trombositopenia mengakibatkan aliran darah ke jaringan menurun. (Brunner and Suddarth, 2002).
4. PATHWAY
5. MANIFESTASI KLINIS Tanda sistemik klasik anemia adalah tanda umum pada semua jenis anemia : Peningkatan kecepatan denyut jantung karena tubuh berusaha memberi oksigen lebih banyak ke jaringan. Peningkatan frekuensi pernapasan karena tubuh berusaha menyediakan lebih banyak oksigen ke darah. Kulit pucat karena berkurangnya oksigenasi. Pusing akibat berkurangnya aliran darah ke otak. Kelelahan karena penurunan oksigenasi berbagai organ, termasuk otot jantung dan otot rangka. Mual akibat penurunan aliran darah saluran cerna dan susunan saraf pusat. Penurunan kualitas rambut dan kulit. 6. KOMPLIKASI Sepsis Sensitisasi terhadap antigen donor yang bereaksi silang menyebabkan perdarahan yang tidak terkendali Kegagalan cangkok sumsum, terjadi setelah transplantasi sumsum tulang Leukimia mielogen akut Hepatitis, hemosederosis dan hemokromatosis (Betz and Sowden, 2002) 7. PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN DIAGNOSTIK a. Pemeriksaan Laboraturium Pemeriksaan Darah : Jumlah neutrofil kurang dari 500/mm3 dan trombosit kurang dari 20.000/mm3menandakan
anemia
aplastik
berat.
Jumlah
neutrofil
kurang
dari
200/mm3 menandakan anemia aplastik sangat berat (Solander, 2006). Pemeriksaan Sumsum Tulang : Pada beberapa keadaan, beberapa spikula dapat ditemukan normoseluler atau bahkan hiperseluler, akan tetapi megakariosit rendah (Solander, 2006). Laju Endap Darah : Laju endap darah selalu meningkat. Ditemukan bahwa 62 dari 70 kasus (89%) mempunyai laju endap darah lebi dari 100 mm dalam jam pertama (Widjanarko, 2007). Faal Hemostasis : Waktu perdarahan memanjang dan retraksi bekuan buruk disebabkan oleh trombositopenia. Faal hemostasis lainnya normal (Widjanarko, 2007). b. Pemeriksaan Radiologik Nuclear Magnetic Resonance Imaging : Pemeriksaan ini merupakan cara terbaik untuk mengetahui luasnya perlemakan karena dapat membuat pemisahan tegas antara daerah sumsum tulang berlemak dan sumsum tulang berseluler (Widjanarko, 2007).
Radionuclide Bone Marrow Imaging : Luasnya kelainan sumsum tulang dapat ditentukan oleh scanning tubuh setelah disuntik dengan koloidradioaktif technetium sulfur yang akan terikat pada makrofag sumsum tulang atau iodium cloride yang akan terikat pada transferrin (Widjanarko, 2007).
8.
PENATALAKSANAAN MEDIS Transplantasi sumsum tulang Tranfusi darah Antibiotik untuk mengatasi infeksi Makanan Istirahat Immunoterapi dengan Globulin Antitimosit ATG/ALG (Wong, 2001)
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN Pengkajian 1) Anamnesa a) Identitas Klien Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. , tanggal MRS, diagnosa medis. b) Riwayat Penyakit Sekarang Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari anemia yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit.
c) Riwayat Penyakit Dahulu Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab anema aplastik, serta penyakit yang pernah diderita klien sebelumnya yang dapat memperparah keadaan klien dan menghambat proses penyembuhan. d) Riwayat Penyakit Keluarga Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit anemia merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya anemia, sering terjadi pada beberapa keturunan, dan anemia aplastik yang cenderung diturunkan secara genetik. 2) a)
Pemeriksaan Fisik Aktivitas / Istirahat Keletihan, kelemahan otot, malaise umum. Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak. Takikardia, takipnea ; dipsnea pada saat beraktivitas atau istirahat. Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya. Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat dan tanda – tanda lain yang menunjukkan
keletihan b) Sirkulasi Riwayat kehilangan darah kronis, mis : perdarahan GI. Palpitasi (takikardia kompensasi). Hipotensi postural. Disritmia : abnormalitas EKG mis : depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T. Bunyi jantung murmur sistolik. Ekstremitas : pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. Sclera biru atau putih seperti mutiara. Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan vasokonsriksi kompensasi). Kuku mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia). Rambut kering, mudah putus, menipis c) Integritas Ego Keyakinan agama / budaya mempengaruhi pilihan pengobatan mis transfusi darah. Depresi d) Eliminasi Riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi. Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi.
Penurunan haluaran urine. Distensi abdomen. e) Makanan / cairan Penurunan masukan diet. Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan. Membran mukosa kering,pucat. Turgor kulit buruk, kering, tidak elastis. Stomatitis. Inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah f) Neurosensori Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidakmampuan berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan dan bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, parestesia tangan / kaki. Peka rangsang, gelisah, depresi, apatis. Tidak mampu berespon lambat dan dangkal. Hemoragis retina. Epistaksis. Gangguan koordinasi, ataksia. g) Nyeri/kenyamanan Nyeri abdomen samar, sakit kepala h) Pernapasan Napas pendek pada istirahat dan aktivitas. Takipnea, ortopnea dan dispnea. i) Keamanan Riwayat terpajan terhadap bahan kimia mis : benzene, insektisida, fenilbutazon, naftalen. Tidak toleran terhadap dingin dan / atau panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan penglihatan. Penyembuhan luka buruk, sering infeksi. Demam rendah, menggigil, berkeringat malam. Limfadenopati umum. Petekie dan ekimosis Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan konsentrasi HB dan darah, suplai oksigen kurang 2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan 3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan/ absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. 4. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan).
5. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologist. 6. Konstipasi atau Diare berhubungan dengan penurunan masukan diet, perubahan proses pencernaan, efek samping terapi obat. 7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
Intervensi 1. Diagnosa 1 : Perubahan perfusi jaringan b.d penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel. Tujuan : Meningkatkan perfusi jaringan. KH :Klien menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil. Intervensi Rasional 1. Observasi tanda vital. 2. Kaji pengisian kapiler, warna 2. Memberikan informasi tentang kulit/membran mukosa, dasar kuku.
derajat/ keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menetukan kebutuhan
3. Tinggikan kepala tempat tidur
intervensi. 3. Meningkatkan ekspansi paru dan
sesuai toleransi.
memaksimalkan
oksigenasi
untuk kebutuhan seluler. Catatan : kontraindikasi bila ada hipotensi. 4. Gemericik menununjukkan 4.
Awasi upaya pernapasan ;
auskultasi bunyi napas.
gangguan jantung karena regangan jantung
lama/peningkatan
kompensasi curah jantung. 5. Iskemia seluler mempengaruhi 5.
Observasi
keluhan
nyeri jaringan
dada/palpitasi. 6.
Kolaborasi pengawasan hasil
pemeriksaan laboraturium. Berikan
miokardial/
potensial
risiko infark. 6. Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan
pengobatan
/respons
terhadap terapi.
sel darah merah lengkap/packed 7. Memaksimal-kan produk darah sesuai indikasi 7. Berikan oksigen tambahan oksigen ke jaringan.
transport
sesuai indikasi. 2. Diagnosa 2 : Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan. Tujuan : Dapat mempertahankan /meningkatkan ambulasi/aktivitas. KH : Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari).
Menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan
tekanan darah masih dalam rentang normal. Intervensi 1. Kaji kemampuan ADL pasien.
Rasional 1. Mempengaruhi
2. Kaji kehilangan atau gangguan
bantuan. 2. Menunjukkan perubahan neurology
keseimbangan, gaya jalan dan kelemahan otot. 3.
karena
defisiensi
pilihan
intervensi/
vitamin
B12
mempengaruhi keamanan pasien/risiko
cedera. Observasi tanda-tanda vital 3. Manifestasi kardiopulmonal dari
sebelum dan sesudah aktivitas.
upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan. 4.
4.
Berikan lingkungan tenang,
batasi pengunjung, dan kurangi suara bising, pertahankan tirah
Meningkatkan
istirahat
untuk
menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru.
baring bila di indikasikan. 3. Diagnosa 3 : Risiko tinggi terhadap infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan). Tujuan : Infeksi tidak terjadi. KH : Mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi. Meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema, dan demam. Intervensi Rasional 1. Tingkatkan cuci tangan yang 1. Mencegah kontaminasi silang/ baik ; oleh pemberi perawatan dan kolonisasi bakterial. Catatan : pasien pasien
dengan anemia berat/aplastik dapat berisiko akibat flora normal kulit. 2.
2.
Berikan
perawatan
kulit,
Menurunkan risiko kerusakan
kulit/jaringan dan infeksi.
perianal dan oral dengan cermat. 3.
Pantau/batasi
berikan memungkinkan.
isolasi
pengunjung, 3.
Membatasi
pemajanan
pada
bila bakteri/infeksi. Perlindungan isolasi dibutuhkan pada anemia aplastik,
bila respons imun sangat terganggu. 4. Adanya proses inflamasi/infeksi 4.
Pantau suhu tubuh. Catat
adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam.
membutuhkan evaluasi/pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA Hoffbrand,A.V., Petit,T.E., and Moss, P.A.H., Kapita Selekta Hemayologi, edisi 4, EGC. Jakarta. Widjanarko A., Sudoyo AW., Salonder H. 2006. ilmu penyakit dalam. Cetakan 4, Jakarta : EGC. Salonder H. Maciejewski J. The Pathophysiology of Acquired Aplastic Anemia. Available in URL: HYPERLINK http://content.nejm.org/cgi/content/fill/336/19/ Bakta IM. Buku Panduan Hematologi Ringkas. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI,2006