BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung merupakan penyebab utama kematian dinegara maju. Tahun 2005 Di Amerika Serikat diperkirakan 12,4 juta orang menderita penyakit dan 1,1 juta orang terkena infark miocard acut. Tahun 2000, 16,7 juta penderita meninggal karena penyakit ini atau sekitar 30,3% dari total kematian diseluruh dunia. Sekitar 250.000 penderita meninggal dalam waktu 1 jam setelah timbul serangan, meski pelayanan kesehatan sudah sedemikian majunya. Indonesia merupakan negara berkembang dimana prevelansi penyakit jantung dari tahun ke tahun semakin meningkat terutama infrak miocard acut. SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) tahun 1992 mengukuhkan penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menduduki presentase tertinggi yang menyebabkan kematian (33,2%). Data yang diperoleh dari rekam medik RSU Bethesda GMIM Tomohon pada tahun 2005-2008 yaitu tahun 2005 jumlah penderita 29 orang terdiri dari 19 laki-laki dan 10 perempuan yang meninggal 2 orang, tahun 2006 jumlah penderita 23 orang terdiri dari 14 laki-laki dan 9 perempuan yang meninggal 3 orang , tahun 2007 jumlah penderita 30 orang terdiri dari 19 laki-laki dan 11 perempuan yang meninggal 10 orang, tahun 2008 jumlah penderita 37 orang terdiri dari laki-laki 23 orang perempuan 14 orang yang meninggal 4 orang dan pada tahun 2009 dari januari hingga september adalah jumlah penderita 31 orang terdiri dari 25 laki-laki dan 6 perempuan yang meninggal 9 orang. Infark miokard akut mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibart suplai darah yang tidak adekuat, sehingga aliran darah koroner kurang. Infark miokard akut adalah nekrosisi miokard akibat aliran darah ke otot jantung targanggu. Faktor-faktor yang menyebabkan AMI adalah suplai darah oksigen ke miokard berkurang (aterosklerosis,
spasme,
arteritis,
stenosis
aorta,
insufisiensi
jantung,
anemia,
hipoksemia), curah jantung yang meningkat (emosi, aktivitas berlebih, hipertiroidisme), dan
kebutuhan
oksigen
miokard
meningkat
(kerusakan
miokard,
hipertropi
miokard,hipertensi diastolik). Penyebab infark miokard yang jarang adalah penyakit vaskuler inflamasi, emboli (endokarditis, katup buatan),spasme koroner yang berat (misal setelah menggunakan kokain), peningkatan viskositas darah serta peningkatan kebutuhan O2 yang bermakna saat istirahat. B. Tujuan 1. Tujuan Umum 1
Untuk memahami dan menguasai tentang asuhan keperawatan klien dengan penyakit Infark Miokard Akut 2. Tujuan Khusus a. Memahami definisi penyakit Infark Miokard Akut b. Mengidentifikasi etiologi penyakit Infark Miokard Akut c. Mengidentifikasi faktor risiko penyakit Infark Miokard Akut d. Mengetahui patogenesis, patologi, patofisiologi penyakit Infark Miokard Akut e. Mengetahui pathway penyakit Infark Miokard Akut f. Mengidentifikasi gejala penyakit Infark Miokard Akut g. Mengidentifikasi komplikasi penyakit Infark Miokard Akut h. Mengetahui pemeriksaan penunjang penyakit Infark Miokard Akut i. Memahami penatalaksanaan penyakit Infark Miokard Akut j. Memahami asuhan keperawatan penyakit Infark Miokard Akut
2
BAB II TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI 1. Infark Miokard Akut adalah terjadinya nekrosis miokard yang cepat disebabkan oleh karena ketidakseimbangan yang kritis antara aliran darah dan kebutuhan darah miokard (Widiastuti, 2001) 2. Infark Miokard Akut adalah penurunan aliran darah melalui satu atau lebih arteri koroner, mengakibatkan iskemia miokard dan nekrosis (Doengoes, Moorhouse, Geissler, 1999 : 83). 3. Infark miokard akut adalah nekrosis miokard akibat gangguan aliran darah ke otot jantung (Kapita Selekta, 1999). 4. Infark miokard adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi akibat kekurangan oksigen yang berkepanjangan. (Corwin, 2009). 5. Infark Miokard Akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu (Harun, 1996). Infark Miokard Akut (IMA) mengacu pada proses rusaknya jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang (Smeltzer & Bare, 2002). 6. Infark Miokard Akut adalah kematian jaringan miokard diakibatkan oleh kerusakan aliran darah koroner miokard (penyempitan atau sumbatan arteri koroner diakibatkan oleh aterosklerosis atau penurunan aliran darah akibat syok atau perdarahan (Carpenito, 2000). 7. Infark Miokard Akut terjadi apabila terdapat nekrosis miokard sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara kebutuhan O2 miokardium dan suplai darah arterinya. IMA biasanya terjadi karena oklusi arteri koronaria, tetapi thrombosis atau perdarahan ke dalam plak arteroma juga menyebabkan IMA. Juga dapat timbul sebagai akibat dari spasme arterial atau embolisasi dari bekuan darah atau material ateroma proksimal dari tempat obstruksi (Hunardja, 1998).
B. ETIOLOGI 1. Penyebab utama adalah rupture plak ateroskerotik dengan akibat spasme dan pembentukan gumpalan 2. Hipertrofi ventrikel kiri (HVK), idiopathic hypertropic subaortic stenosis (IHSS)
3
3. Hipoksia yang disebabkan keracunan karbon monoksida atau gangguan paru akut. Infark pada keadaan ini biasanya terjadi bila kebutuhan miokard secara dramatic 4. 5. 6. 7. 8.
relative meningkat dibandigkan aliran darah Emboli arteri koroner yang mungkin disebabkan oleh kolesterol atau infeksi Vasospasm arteri koroner Arteritis Abnormalitas Koroner, termasuk aneurysma arteri koroner Kokain, afetamin, dan efedrin : meningkatkan afterload atau pengaruh inotopik, yang menyebabkan kenaikan kebutuhan miokard
C. FAKTOR RESIKO 1. Faktor Resiko Yang Dapat Dimodifikasi. Merupakan factor resiko yang bisa dikendalikan sehingga dengan intervensi tertentu maka bisa dihilangkan. Yang termasuk dalam kelompok ini diantaranya: a. Merokok Peran rokok dalam penyakit jantung koroner ini antara lain: menimbulkan aterosklerosis; peningkatan trombogenessis dan vasokontriksi; peningkatan tekanan darah; pemicu aritmia jantung, meningkatkan kebutuhan oksigen jantung, dan penurunan kapasitas pengangkutan oksigen. Merokok 20 batang rokok atau lebih dalam sehari bisa meningkatkan resiko 2-3 kali disbanding yang tidak merokok. b. Konsumsi alkohol Meskipun ada dasar teori mengenai efek protektif alcohol dosis rendah hingga moderat, dimana ia bisa meningkatkan trombolisis endogen, mengurangi adhesi platelet, dan meningkatkan kadar HDL dalam sirkulasi, akan tetapi semuanya masih controversial. Tidak semua literature mendukung konsep ini, bahkan peningkatan dosis alcohol dikaitkan dengan peningkatan mortalitas cardiovascular karena aritmia, hipertensi sistemik dan kardiomiopati dilatasi. c. Infeksi Infeksi Chlamydia pneumoniae, organisme gram negative intraseluler dan penyebab umum penyakit saluran perafasan, tampaknya berhubungan dengan penyakit koroner aterosklerotik d. Hipertensi sistemik. Hipertensi sistemik menyebabkan meningkatnya after load yang secara tidak langsung akan meningkan beban kerja jantung. Kondisi seperti ini akan memicu
4
hipertropi ventrikel kiri sebagai kompensasi dari meningkatnya after load yang pada akhirnya meningkatan kebutuhan oksigen jantung. e. Obesitas Terdapat hubungan yang erat antara berat badan, peningkatan tekanan darah, peningkatan kolesterol darah, DM tidak tergantung insulin, dan tingkat aktivitas yang rendah. f. Kurang olahraga Aktivitas aerobic yang teratur akan menurunkan resiko terkena penyakit jantung koroner, yaitu sebesar 20-40 %. g. Penyakit Diabetes Resiko terjadinya penyakit jantung koroner pada pasien dengan DM sebesar 2-4 lebih tinggi dibandingkan orang biasa. Hal ini berkaitan dengan adanya abnormalitas metabolisme lipid, obesitas, hipertensi sistemik, peningkatan trombogenesis
(peningkatan
tingkat
adhesi
platelet
dan
peningkatan
trombogenesis). 2. Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dimodifikasi. Merupakan factor resiko yang tidak bisa dirubah atau dikendalikan, yaitu diantaranya: a. Usia Resiko meningkat pada pria datas 45 tahun dan wanita diatas 55 tahun (umumnnya setelah menopause) b. Jenis Kelamin Morbiditas akibat penyakit jantung koroner (PJK) pada laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan pada perempuan, hal ini berkaitan dengan estrogen endogn yang bersifat protective pada perempuan. Hal ini terbukti insidensi PJK meningkat dengan cepat dan akhirnya setare dengan laki pada wanita setelah masa menopause c. Riwayat Keluarga Riwayat anggota keluarga sedarah yang mengalami PJK sebelm usia 70 tahun merupakan factor resiko independent untuk terjadinya PJK. Agregasi PJK keluarga menandakan adanya predisposisi genetic pada keadaan ini. Terdapat bukti bahwa riwayat positif pada keluarga mempengaruhi onset penderita PJK pada keluarga dekat d. RAS Insidensi kematian akiat PJK pada orang Asia yang tinggal di Inggris lebih tinggi dibandingkan dengan peduduk local, sedangkan angka yang rendah terdapat pada RAS apro-karibia e. Geografi
5
Tingkat kematian akibat PJK lebih tinggi di Irlandia Utara, Skotlandia, dan bagian Inggris Utara dan dapat merefleksikan perbedaan diet, kemurnian air, merokok, struktur sosio-ekonomi, dan kehidupan urban. f. Tipe kepribadian Tipe kepribadian A yang memiliki sifat agresif, kompetitif, kasar, sinis, gila hormat, ambisius, dan gampang marah sangat rentan untuk terkena PJK. Terdapat hubungan antara stress dengan abnnormalitas metabolisme lipid. g. Kelas social Tingkat kematian akibat PJK tiga kali lebih tinggi pada pekerja kasar laki-laki terlatih dibandingkan dengan kelompok pekerja profesi (missal dokter, pengacara dll). Selain itu frekuensi istri pekerja kasar ternyata 2 kali lebih besar untuk mengalami kematian dini akibat PJK dibandingkan istri pekerja professional/nonmanual. D. JENIS AMI 1. Infark miokard dengan Elevasi ST Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah okulasi trombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injury vaskular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor sepeti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. Infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami visur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan okulasi arteri koroner. Pada lokasi ruptur plak, berbagai agonesis (kolagen, ADP,epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor, lokal yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIB/3A. Setelah menggalami konfersi fungsinya, reseptor ,mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adesi yang larut (Integrin). Arteri koroner yang terlibat akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin. Stemi dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik
6
7
2. Infark miokard akut tanpa st elevasi (Nstemi) NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau proses vasokontriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner diawali dengan adanya ruptur plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai intilipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrouscap yang tipis dan konsenrasi faktor yang tinggi. Inti lemak yang cenderung ruptur mempunyai konsetrasi ester kolestrol dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel makrofag dan limfosit T yang menunjukkan adanya proses inflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan sitokinin pro inflamasi seperti TNF α dan IL-6. Selanjutnya IL-6 akan merangsang pengeluaran hsR dihati.
8
E. PATOGENESIS – PATOLOGI – PATOFISIOLOGI 1. Patogenesis Umumnya AMI didasari adanya arterioklerosis pembuluh darah koroner. Nekrosis miokard akut hampir selalu terjadi akibat penyumbatan arteri koronaria oleh thrombus yang terbentuk pada plaque ateroklirosis yang tidak stabil, juga sering mengikuti rupture plaque pada arteri koroner dengan stenosis ringan (50-60%). Kerusakan miokard terjadi dari endokardium ke epikardium, menjadi komplit dan irreversible dalam 3 – 4 jam. Meskipun nekrosis miokard sudah komplit proses rimodelling miokard yang mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan daerah non infark mengalami dilatasi. Secara morfologis AMI dapat transmural atau subendokardial, AMI transmural mengenai seluruh dinding miokard dan terjadi pada daerah distribusi suatu arteri koroner. Sebaliknya, pada AMI subendokardial, nekrosis hanya terjadi pada bagian dalam dinding ventrikel dan umumnya berupa bercak-bercak dan tidak konfluen seperti AMI transmural. AMI subendokardial dapat regional ( terjadi pada distribusi satu arteri koroner ) atau difus ( terjadi pada distribusi lebih dari satu arteri koroner). Patogenesis dan perjalanan klinis kedua AMI ini berbeda. 9
a. AMI subendokardial Daerah subendokardial merupakan daerah miokard yang amat peka terhadap iskemia dan infark. AMI subendokardial terjadi akibat aliran darah subendokardial yang relative menurun dalam waktu lama sebagai akibat perubahan derajat penyimpitan arteri koroner atau dicetuskan oleh kondisi-kondisi seperti hipotensi, perdarahan dan hipoksia. Derajat nekrosis dapat bertambah bila disertai peningkatan kebutuhan oksigen miokard misalnya akibat takikardia atau hipertrofi ventrikel. Walaupun pada mulanya gambaran klinis dapat relative ringan, kecenderungan iskemia dan infark lebih jauh merupakan ancaman besar setelah pasien dipulangkan dari rumah sakit. b. AMI transmural Pada lebih 90% pasien AMI transmural berkaitan dengan thrombosis koroner. Thrombosis
sering
terjadi
pada
daerah
yang
mengalami
penyempitan
asterioklerotit. Penyebab lain lebih jarang ditemukan. Termasuk disini misalnya peradarahan dalam plaque asteroklerostik dengan hematom intramural, spasme yang umunya terjadi ditempat asteroklerotik dan emboli koroner. AMI dapat terjadi walau pembuluh koroner normal tetapi hal ini jarang. 2. Patologi Arteri koroner kiri memperdarahi sebagian besar ventrikel kiri, septum dan areteri kiri. Arteri koroner kanan memperdarahi sisi diafragmatik ventrikel kiri, sedikiti bagian posterior septum dan ventrikel serta atrium kanan. Nodus SA lebih sering diperdarahi oleh arteri koroner kanan daripada kiri ( cabang sirkumfleks ). Nodus AV 90% diperdarahi oleh atrium kanan dan 10% dari sisi kiri (cabang sirkumfleks). Kedua nodus SA dan AV juga mendapat darah arteri kugel. Jadi jelaslah obstruksi arteri koroner kiri sering menyebabkan infark anterior dan infark disebbakan oleh obstruksi arteri koroner kanan. Tetapi bila obstruksi telah terjadi dibanyak tempat dan kolateral-kolateral telah terbentuk, lokasi infark mungkin tidak dapat dicerminkan oleh pembuluh asal mana yang terkena. Pada nekropsi AMI mungkin sulit dikenali pada 24-28 jam pertama. Setelah ini serat-serat miokard membengkak dan nuclei menghilang. Ditepi infark dapat terlihat pendarahan dan bendungan dalam beberapa hari pertama daerah infark akut amat lemah. Secara histologist penyembuhan tercapai umumnya setelah 6 minggu. 3. Patofisiologi Penyebab sumbatan tidak diketahui. Diperkirakan adanya penyempitan arteri koronaria yang disebabkan karena penebalan dari dinding pembuluh darah, vasospasme, emboli atau thrombus. Karena penyempitan pada dinding pembuluh 10
darah pada arteri koronaria menyebabkan suplai oksigen yang menuju kejantung berkurang, jantung yang kekurangan oksigen akan merubah metabolisme yang bersifat aerob menjadi anaerob, perubahan ini menyebabkan penurunan pembentukan fosfat yang berenergi tinggi dimana hasil akhir dari metabolisme anaerob ini berupa asam laktat, apabila berlangsung lebih dari 20 menit akan terjadi iskemia jantung yang meningkat, sehingga akan menyebabkan nyeri dada yang hebat bahkan karena nyeri dada yang hebat tersebut terjadi syok kardiogenik. Dua jenis komplikasi penyakit AMI terpenting adalah komplikasi hemodinamik dan aritmia segera setelah terjadi AMI daerah miokard setempat akan memperlihatkan penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction, isi sekuncup (stroke volume) dan peningkatan volume akhir sistolik dan akhir diastolic ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolic ventrikel kiri naik dengan tekanan atrium ventrikel kiri juga naik. Peningkatan tekanna atrium kiri diatas 25mmHg yang lama akan menyebabkan transudai cairan kejaringan intestisium paru (gagal jantung). Pemburukan hemodinamik ini bukan saja disebabkan karena daerah infark, tetapi juga daerah iskemik disekitar. Miokard yang masih relative baik akan mengadakan kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsang adenergik untuk mempertahankan curah jantung , tetapi dengan kebutuhan oksigen miokard. Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotic bila infark kecil dan miokard yang berkompensasi masih normal pemburukan hemodinamik akan minimal. Sebaliknya bila infark luas dan miokard yang berkompensasi sudah buruk akibat iskemia atau infark lam, tekanan akhir diatolik ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung terjadi. Sebagai akibat AMI sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena infark maupun yang non infark. Perubahan tersebut menyebbakna remodeling ventrikel yang nantinya akan memepengaruhi fungsi ventrikel, timbulnya aritmia dan prognosis. Perubahan-perubahan hemodinamik AMI ini tidak statis. Bila AMI makin tenang, fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan karena daerah-daerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Daerah-daerah diskinetik akibat AMI akan menjadi akinetik, karena terbentuknya jaringan parut yang kaku. Miokard sehat dapat pula mengalami hipertrofi. Sebaliknya perburukan hemodinamik akan terjadi bila iskemia berkepanjangan dan miokard infark meluas. Terjadinya
11
penyulit mekanis seperti rupture septumventrikel, regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel akan memeperburuk faal hemodinamik jantung. Aritmia merupakan penyulit AMI tersering dan terjadi pada menit-menit atau jamjam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar rangsang dan kepekaan terhadap rangsang. System saraf otonom juga berperan besar bisa terjadinya aritmia. Pasien AMI inferior umunya mengalami peningkatan tonus para simpatis dengan akibat kecenderungan bradi aritmia meningkat, sedangkan peningkatan tonus simpatis pada AMI inferior akan mempertinggi kecenderungan fibriasi ventrikel dan perluasan infark. F. GEJALA KLINIS 1. Nyeri dada Keluhan yang khas ialah nyeri dada retrosternal, seperti diremas-remas, ditekan, ditusuk, panas atau ditindih barang berat. Nyeri dapat menjalar ke lengan (umumnya kiri), bahu, leher, rahang, bahkan ke punggung dan epigastrium. Nyeri berlangsung lebih lama dari angina pectoris biasa dan tak responsif terhadap nitrogliserin. Kadang-kadang, terutama pada pasien diabetes dan orangtua, tidak ditemukan nyeri sama sekali. proses terjadinya nyeri dada yaitu karena terjadinya iskemia jaringan pada jantung yang akan mengubah jalur transportasi energi yang tadinya aerob menjadi anaerob yang akan menghasilkan banyak asam laktat. Sifat asam laktat ini yang kemudian merangsang nosiseptor-nosiseptor yang ada pada jantung yang akan menimbulkan sensasi nyeri.Selain itu sel-sel yang mengalami kerusakan biasanya akan mengeluarkan zat-zat kimia iritatif yang juga akan menekan reseptor-reseptor nyeri. 2. Sesak nafas Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir diastolic ventrikel kiri. Kegagalan ventrikel kiri meningkatkan curahnya menyebabkan peningkatan tekanan vena paru sehingga bisa menyebabkan dispnea / sesak nafas. Disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan hiperventilasi. Pada infark yang tanpa gejala nyeri, sesak nafas merupakan tanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna. 3. Gejala Gastrointestinal (mual, muntah) Jantung dipersarafi oleh serabut simpatis dan parasimpatis susunan saraf otonom melalui plexus cardiacus yang terletak di bawah arkus aorta. Saraf simpatis berasal dari bagian cervicale dan thoracale bagian atas truncus sympathycus, dan persarafan 12
parasimpatis berasal dari nervus vagus. Neri menimbulkan peningkatan aktivitas vagal sebab saat nyeri terjadi pengeluaran zat-zat iritatif yang kemudian dan akhirnya menyebabkan mual dan muntah, dan biasanya lebih sering pada infark inferior, dan stimulasi diafragma pada infak inferior juga bisa menyebabkan cegukan terlebih-lebih apabila diberikan morfin untuk rasa sakitnya. 4. Palpitasi Perangsangan saraf simpatis mengakibatkan akselerasi jantung, meningkatkan denyut jantung (daya kontraksi otot jantung) dan dilatasi arteria koroner. Sedangkan perangsangan saraf parasimpatis mengakibatkan berkurangnya denyut jantung (daya kontraksi otot jantung) dan konstriksi arteria koroner. Serabut-serabut aferen yang berjalan bersama nervus vagus mengambil bagian dalam refleks kardiovaskular. Pada infark miokard, terjadi peningkatan respons miokardium terhadap stimulus akibat penurunan oksigenasi ke miokardium yang menyebabkan terjadinya peningkatan eksitabilitas. Kelainan irama dan atau frekuensi pada kondisi disritmia ini dapat terjadi dimana saja pada bagian jatung, baik pada nodus atria, nodus AV maupun di ventrikel. Berbagai lokasi ini akan memberi nama untuk tiap jenis disritmia. Hal buruk yang terjadi dari disritmia ini adalah frekuensi jantung yang sangat cepat sehingga jantung sulit memberikan darah kepada arteri koronernya sendiri. Kondisi kurangnya suplai darah ke arteri koroner ini akan berdampak bagi individu dimana akan mengalami serangan jantung. Apabila terlambat ditangani, maka kematian akan segera terjadi. Adapun jenis disritmia yang terjadi dan menghasilkan frekuensi jantung yang cepat tersebut antara lain atrial flutter dengan frekuensi 250 – 400 kali/menit. Atrium flutter terjadi bila ada titik focus di atrium yang menangkap irama jantung dan membuat impuls menjadi cepat. Frekuensi yang sangat cepat ini akan menyebabkan penurunan pengisian arteri koroner yang akan menurunkan curah jantung. Hal ini terjadi karena impuls yang sangat banyak dari atrium menyebabkan hantaran rangsangan ke ventrikel sehingga ventrikel berespons begitu cepat. Akibat dari kondisi ini akhirnya mengurangi pengisian ventrikel. 5. Pusing Seperti yang telah kita ketahui, adanya oklusi pada pembuluh darah pasien AMI menyebabkan suplai darah ke organ-organ vital terganggu, sehingga suplai oksigen pun tidak lancar salah satunya suplai darah ke otak. Kurangnya suplai oksigen tersebut yang menyebbakan pusing. 6. Diaforesis Salah satu respon dari tubuh terhadap terjadinya kerusakan sel adalah peningkatan suhu. Suhu pasien meninggi untuk beberapa hari, sampai 102 derajat Fahrenheid atau 13
lebih tinggi, dan kemudian perlahan-lahan turun ,kembali normal pada akhir dari minggu pertama.Ketika suhu suhu tinggi rangsangan area preoptik di bagian anterior hipotalamus oleh panas yang berelebihan akan menyebabkan seseorang berekeringat. Walau IMA dapat merupakan manifestasi pertama penyakit jantung koroner, namun bila anamnesis dilakukan teliti hal ini sering sebenarnya sudah dilalui keluhankeluhan angina, perasaan tidak enak di dada atau epigastrium. Kelainan pada pemeriksaan jasmani tidak ada yang karakteristik dan dapat normal. Dapat ditemui bunyi jantung kedua yang pecah paradoksal, irama gallop. Adanya krepitasi basal merupakan tanda bendungan paru-paru. Takikardia, kulit yang pucat, dingin, dan hipotensi ditemukan pada kasus yang relative lebih berat, kadang-kadang ditemukan pulsasi diskinetik yang tampak atau teraba di dinding dada pada IMA interior (Sjaifoellah, 1996). G. KOMPLIKASI 1. Aritmia Karena aritmia lazim ditemukan pada fase akut IMA, hal ini dapat pula dipandang sebagai bagian perjalanan penyakit IMA. Aritmia perlu diobati bila menyebabkan gangguan hemodinamik, meningkatkan kebutuhan oksigen miokard dengan akibat mudahnya perluasan infark atau bila merupakan predisposisi untuk terjadinya aritmia yang lebih gawat seperti takikardia ventrikel, fibrilasi ventrikel atau asistol. Di lain pihak kemungkinan efek samping pengobatan juga harus dipertimbangkan (misal : efek inotropik negative obat-obat antiaritmia atau aritmia yang dicetuskan oleh pemasangan pacu jantung). Karena prevalensi aritmia terutama tersering pada 24 jam pertama sesudah serangan dan banyak berkurang pada hari-hari berikutnya, jelaslah bahwa hari-hari pertama IMA merupakan masa-masa terpenting. Dalam kenyataannya penurunan angka-angka kematian IMA pada era permulaan CCU terutama disebabkan karena pengobatan dan pencegahan aritmia yang efektif di unit perawatan intensif penyakit jantung koroner. 2. Brakikardia Sinus Umumnya disebabkan oleh vagotonia dan sering menyertai IMA inferior atau posterior. Bila hal ini menyebabkan keluhan, hipotensi, gagal jantung atau bila disertai peningkatan iritabilitas ventrikel, diberi pengobatan dengan sulfas atropin intravena. Dosisnya 0,3 – 0,6 mg tiap 3-5 menit untuk mencapai frekuensi jantung 60 /menit. Dosis yang melebihi 0,8 mg dapat menyebabkan takikardia berlebih. Dosis maksimum 2 mg. Umumnya hasil pengobatan amat baik. Bila atropin gagal, perlu dipikirkan pemasangan pacu jantung. Isoprenalin (dosis 1-2 mg/menit) dapat dicoba sebeleum pemasangan pacu jantung, tetapi harus diingat bahwa obat ini mempunyai 14
ambang keamanan yang sempit dan cenderung menyebabkan takiaritmia dan perluasan infark. 3. Irama Nodal Irama nodal (junctional rhytm) umumnya timbul karena protective escape mechanism dan tak perlu diobati, kecuali bila amat lambat serta menyebabkan gangguan hemodinamik. Dalam hal terakhir ini dapat diberi atropine atau dipasang pacu jantung temporer. 4. Gangguan Hantaran Atrioventrikular a. Blok AV derajat I umumnya ditemukan pada IMA inferior dan tidak perlu diobati. Blok AV derajat II juga umumnya menyertai IMA inferior dan biasanya merupakan blok AV Mobits jenis I (Wenckebach). Pengobatan hanya diperlukan bila irama ventrikel terlalu lambat dan/atau iritabilitas ventrikel meningkat atau bila disertai gagal jantung atau renjatan. Atropine dapat dicoba, tetapi pengobatan terbaik ialah dengan pacu jantung temporer. b. Blok AV derajat II Mobitz jenis II jarang dan umumnya menyertai IMA anterior. Blok AV jenis ini cenderumg memburuk menjadi blok AV total. Respons terhadap atropine sering buruk dan secepatnya perlu dipasang pacu jantung. c. Blok AV derajat III (Blok AV total) pada IMA inferior umumnya didahului blok AV derajat II dan bermanifestasi sebagai irama nodal dengan kompleks QRS normal dan frekuensi 50-60/menit. Curah jantung umumnya tidak terlalu banyak menurun dan prognosis relative lebih baik. Sebaliknya blok AV derajat III pada IMA inferior mempunyai prognosis jelek. Di sini blok AV disebabkan karena nekrosis jaringan konduksi yang sering menyertai IMA yang luas. Karena itu blok AV sering timbul tiba-tiba dan gelombang ventrikel yang timbul mempunyai kompleks QRS yang lebar (lebih dari 0,12) dan frekuensi amat lambat. Gangguan hemodinamik yang berat sering terjadi.
Mortalitas disini tinggi walaupun
dipasang pacu jantung. Mortalitas umumnya disebabkan gagal jantung berat. 5. Asistolik Pada keadaan asitolik harus segera dilakukan resusitasi kardiopulmonal serebral dan dipasang pacu jantung transtorakal. Harus dibedakan dengan fibrilasi ventrikel halus karena pada belakang ini defibrilasi dapat menolong. Pemberian adrenalin dan kalsium klorida atau kalsium glukonas harus dicoba. 6. Takikardia sinus Takikardia sinus ditemukan pada sepertiga kasus IMA dan umumnya sekunder akibat peningkatan tonus saraf simpatis, gagal jantung, nyeri dada, perikarditis dan lain-lain. Pengobatan ditunjukan kepada kelainan dasar. Sering berhasil hanya dengan member obat sedative atau analgetik. Takikardia sinus yang menetap akan meningkatkan 15
kebutuhan oksigen miokard dan menyebabkan perluasan infrak. Bila tidak ada kontraindikasi, obat pengahambat adrenoseptor beta dapat dicoba. 7. Kontraksi Atrium Premature Bila kontraksi atrium premature jarang, pengobatan tidak perlu. Kontraksi atrium premeutre dapat sekunder akibat gagal jantung atau dalam hal ini pengobatan gagal jantung akan ikut menghilangkan kontraksi terebut. 8. Takikardia Supraventrikel Aritmia ini jarang ditemukan dan umumnya perlu diobati. Stimulasi vagus (misalnya massage sinus karotikus) dapat dicoba, ettapi tidak selalu berhasil. Bila pasien tidak hipotensi dan tidak dalam keadaan gagal jantung, dapat diberi verapamil, disopiramid, obat penghambat adrenoseptor beta atau adenosine. Dosis verapamil 1-10mg/menit, dosis disopiramid 50mg tiap 30 menit samapi 4 kali, dosis propanolol sama sperti verapamil. Bila ada gagal jantung dapat diberi digitalis intravena, tetapi efekenya sering lambat. Bila pemburukan hemodinamik cepat terjadi atau bila aritmia refrakter terhadap pengobatan, maka dilakukan tindakan kejutan eektrik dengan energy rendah atau pemasaga pacu atrium untuk tujuan over drive atrial stimulation. 9. Fluter Atrium Relative refrakter terhadap pengobatan. Digitalis intravena dapat dicoba. Bila gagal diperlukan tindakan kejutan elektrik dengan energy rendah (5-20 Joule) atau pacu atrium dengan frekuensi tinggi. 10. Fibrilasi Atrium Fibrilasi atrium ditemukan pada 10% pasien IMA terutama pada pasien dengan IMA luas dan gagal jantung. Obat pilihanya adalah digitalis. Bila kondisi klinis memburuk, tindakan kejutan elektrik perlu dilakuakan. 11. Takikardia Atrium Multifokal Umumnya takikardia atrium multifocal terjadi pada pasien dengan penyerta konduksi buruk, hipoksia berat atau ada kelaianan paru. Pengobatan umunya ditunjukan terhadap penyebab. Prognosis umunya jelek. 12. Kontraksi Premature Ventrikel Kontraksi premature ventrikel praktis ditemukan pada semua pasien IMA. Indikasi yang lazim diterima untuk memberi pengobatan ialah bila kontraksi premature ventrikel sering ditemukan (> 6/menit), multiform, timbul berpasangan atau berturutturut atau fenomenon R diatas T. Obat pilahan yaitu lidokain. Dosis yang diberikan ialah 1-2 mg/kg berat badan, secara intravena perlahan-lahan. Dapat diualag setelah 310 menit samapai maksimal 300mg. Dosis pemeliharaan 2-4mg/menit. Bila lidokain gagal, obat-obat lain seperti prokainamid, disopiramid, meksiletin, obat penghambat adrenoseptor beta, bretilium tolsilat atau fenition, dapat dicoba. 13. Takikardia Ventrikal 16
Bila frekuensi ventrikel cepat (150/menit) dan/atau bila kesadaran menurun, harus segera dilakukan kardiovelsi dengan memukul dada pasien, lalu diikuti dengan kejutan elektrik bila yang pertama gagal. Bila frekuensi ventrikel tidak terlalu cepat (kurang dari 150/menit) dan/atau aritmia tersebut masih dapat ditoleransi serta tidak banyak mengganggu hemodinamik sirkulasi, dapat dicoba pemberian obat sama seperti pengobatan pada kontraksi ventrikel prematur. Kadang – kadang takikardia ventrikel dicetuskan oleh bradiaritmia. Dalam hal ini penigkatan frekuensi jantung dengan atropine atau pacu jantung akan menekan timbulnya takikardia ventrikel. Bila takikardia ventrikel refrakter terhadap pengobatan farmakologis atau kejutan elektrik, dapat dipasang pacu jantung untuk overdrive suppression. Setelah takikardia ventrikel dapat ditekan pasien perlu diberi lidokain untuk mencegah kekambuhan. 14. Takikardia Idioventrikel Pada pasien asimtomatik, aritmia ini tidak perlu diberi pengobatan karena umumnya tidak berbahaya. Aritmia ini bisa juga merupakan aritmia reperfusi setelah terapi trombolitik.
Pemberian
atropine
akan
mempercepat
sinus
sehingga
bisa
menghilangkan aritmia ini. Bila frekeuensi mendekati 100/menit atau pada IMA interior, kadang-kadang takikardia ventrikel dapat terjadi. Untuk itu dapat diberi lodokain. 15. Flutter dan Vibrilasi Ventrikel Harus segera diberikan terapi kejutan elektrik 300-400 Joules, yang bila perlu harus diulang sampai berhasil. Resusitasi kardiopulmonal serebral harus juga segera dilakukan, termasuk disini massage jantung eksternal, bantuan pernafasan, dan oksigen, koreksi gangguan metabolic (misalnya : natriu bikarbonat). Lidokain intravena disusul dengan infuse perlu cepat diberikan. Bila perlu dapat dicoba obatobat lain, seperti Prokainamid atau Bretilium. Bila amplitudo vibrilasi ventrikel kecil dan aritmia refrakter terhadap pengobatan, dapat dicoba diberikan adrenalin atau preparat kalsium intrakardial karena bila amplitude menjadi lebih besar, keberhasilan pengobatan sering meningkat. Bila resusitasi berhasil, infuse lidokain harus diteruskan untuk mencegah kekambuhan. H. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dalam rangka menegakkan diagnosa infark miokard akut ini diantaranya yaitu dengan : 1. EKG. Berdasarkan kelainan EKG, IMA dibagi atas IMA dengan gelombang Q dan IMA tanpa gelombang W (IMA non Q). pada IMA gelombang Q, mula-mula terjadi elevasi segmen ST yang konveks (hyperacute pattern) pada hantaran yang mencerminkan 17
daerah IMA. Depresi segmen ST yang terjadi pada hantaran yang berlawanan. Stadium selanjutnya pada evolusi adalah fase fully evolved yang terjadi pada 24 jam pertama. Secara progresif peninggian elevasi segmen ST menurun dan diikuti dengan terbentuknya gelombang Q yang lebar dan dalam (resolution). Pada fase akhir, gelombang T menjadi terbalik dan simetris. Setelah beberapa hari atau minggu, segmen ST dan gelombang T menjadi normal dan apabila elevasi segmen ST menetap perlu pikirkan terjadinya suatu anuerisma ventrikel.
Gambaran spesifik pada rekaman EKG
Regio MI
Region jantung yang terlibat pada MI Arteri yang tersumbat Lead EKG
Arterior
Arteri
Inferior
anterior sinistra Kanan (biasanya)
koronaria
arteri posterior Posterior
koronernya
yang
mengalami
perubahan desenden V2-V5 lead dada anteroseptal biasanya juga pada lead 1 dan aVL (cabang II,III, aVF lead inferior adalah
desecending
artery/PDA) Kanan atau sirkumfleksa
Sulit dilihat: Infark dinding posterior menyebabkan timbulnya
gelombang
R
(bukan
gelombang q). Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III, aVF, terutama 18
gelombang R pada V1-V2. Sering Lateral
Arteri
koronaria
anterior
bersama-sama dengan MI inferior desendens Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5-V6
sinistra
cabang
sirkumfleksa atau diagonal 2. Pemeriksaan Laboratorium Darah Selama serangan, sel-sel otot jantung mati dan pecah sehingga protein-protein tertentu keluar masuk aliran darah. a. Serum kreatin fosfokinase Kreatin fosfokinase (CK) yang terdapat di jantung, otot skelet dan otak, meningkat dalam 6 jam setelah infark, mencapai puncaknya dalam 18-24 jam dan kembali normal setelah 72 jam. Selain pada infark miokard tingakt abnormal tinggi terdapat pada penyakit otot, kerusakan serebrosvaskular, setelah latihan otot dan dengan suntikan intra muskular. Isoenzim CKMB spesifik untuk otot jantung dan sekarang dipakai secara luas untuk mendiagnosis infark. b. LDH (Laktat Dehidrogenisasi) terjadi pada tahap lanjut infark miokard yaitu setelah 24 jam kemudian mencapai puncak dalam 3-6 hari. Masih dapat dideteksi sampai dengan 2 minggu.Iso enzim LDH lebih spesifik dibandingkan K-MB akan tetapi penggunaan klinisnya masih kalah akurat dengan nilai Troponin, terutama Troponin T. Seperti yang kita ketahui bahwa ternyata isoenzim K-MB maupun LDH selain ditemukan pada otot jantung juga bisa ditemukan pada otot skeletal. c. Troponin T & I merupakan protein merupakan tanda paling spesifik cedera otot jantung, terutama Troponin T (TnT) TnT sudah terdeteksi 3-4 jam pasca kerusakan miokard
dan masih tetap tinggi
dalam serum selama 1-3
minggu.Pengukuran serial enzim jantung diukur setiap selama tiga hari pertama; peningkatan bermakna jika nilainya 2 kali batas tertinggi nilai normal. d. Mioglobin : dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 48 jam. e. Serum glutamic oxalo-acetic transeinase (SGOT). Terdapat terutama pada jantng, otot skelet, otak, hati dan ginjal. Sesudah infark, SGOT meningkat dalam waktu 12 jam dan mencapai puncak dalam waktu 24-36 jam, kembali normal pada hari ke 3 atau ke 5. 3. Kateterisasi Jantung (Coronary Angiography)
19
Merupakan sebuah jenis pemeriksaan khusus dengan sinar x pada jantung dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan letak sumbatan pada arteri koroner. Cara kerjanya yaitu Dokter Jantung akan memasukan kateter melalui arteri pada lengan atau paha menuju jantung. Prosedur ini dinamakan kateterisasi jantung, yang merupakan bagian dari angiografi koroner. Zat kontras yang terlihat melalui sinar x diinjeksikan melalui ujung kateter pada aliran darah. Zat kontras itu memungkinkan dokter dapat mempelajari aliran darah yang melewati pembuluh darah dan jantung. Angiografi koroner (kateterisasi jantung) ini berguna untuk mengetahui derajat obstruksi dari pembuluh darah koroner. 4. Radiologi. Hasil radiologi atau rontgen dada ini tidak bisa menunjukkan secara spesifik adanya infark miokardium, hanya menunjukkan pembesaran dari jantung. 5. Ekhokardiografi. Digunakan untuk mengevaluasi gerakan dinding abnormal dan fungsi ventrikel secara keseluruhan. Memberikan informasi adanya penipisan dinding jantung dengan kontraksi asinergi di daerah yang rusak (hipo/akinetik). Dapat juga untuk mengidentifikasi komplikasi IMA, seperti: insufisiensi valvular, disfungsi ventrikel, efusi perikard, thrombus, rupture m.papilaris, korda tendinea, septum, yang mengakibatkan tamponade jantung serta regurgitasi dan gangguan fungsi sistolik dan distolik. I. PENATALAKSANAAN 1 NTG (Nitrogliserin) Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan NTG intravena. NTG intravena juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru. Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik
<90
mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan ( infark inferior pada EKG, JVP meningkat, paru bersih dan hipotensi ). Nitrt juga harus dihindari pada pasien yang menggunakan phosphodiesteras-5 inhibitor sildenafil dalam 24 jam sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi nitrat.(Sudoyo,2006). Nitrogliserin sublingual (nitrostat 0,3-0,4 mg) merupakan indikasi bagi klien yang sedang mengalami serangan angina akut. Klien diajari cara meletakan 1 tablet 20
nitrogliserin sublingual dibawah lidah dan membiarkannya melarut pelan-pelan. Saat ini tidak semua obat nitrogliserin sublingual dapat menyebabkan sensasi terbakar dibawah lidah, dan timbulnya sensasi ini jangan dipakai sebagai ukuran kekuatan obat ini. Jika nyeri dada tidak meghilang, tablet sublingual boleh diulang dengan interval 5 menit sampai total 3 tablet. Nitrogliserin intravena (tridil) disimpan untuk klien yang dating dengan angina tidak stabil atau infark miokardium akut. Infuse biasanya dimulai dengan kecepatan 10-20 μg/menit dan ditingkatkan dengan 5-10 μg/menit setiap 5-10 menit bedasarkan pada respon nyeri dada dan tekanan darah. Pemantauan tekanan darah dan jantung secara terus menerus harus dilakukan karena serig timbul reaksi yang merugikan berupa hipertensi. Biasanya diobati dengan mengurangi atau menghentikan infuse nitrogliserin seperti anjuran dokter (Joyce, 1996). Adapun indikasi, kontraindikasi dan efek samping dari nitrogliserin adalah : 1. Indikasi 1) Lingual, SL : Pengobatan akut angina pectoris 2) Lingual tablet lepas luas, tablet bukal, kapsul, salep, transdermal : penatalaksanaan profilaktit jangka panjang untuk angina pectoris 3) PO, transdermal, salep : pengobatan tambahan untuk gagaj jantung kongestif 4) IV : pengobatan tambahan untuk infark miokard akut 5) IV : mengakibatkan hipotensi terkendal selama prosedur pembedahan 2. Kontraindikasi 1. Dikontraindikasikan pada : a) Hipersensitivitas b) Anemia berat c) Tamponade pericardial d) Perikarditis konstriktif e) Intoleransi alcohol (hanya IV dosis besar) 2. Gunakan secara hati-hati pada : a) Trauma kepala atau perdarahan serebri b) Kehamilan (dapat memperburuk sirkualasi ibu atau janin) c) Anak-anak atau laktasi (keamanan penggunaan belum ditetapkan) d) Glaukoma e) Kardiomiopati hipertropik f) Kerusakan hati yang parah g) Malabsorbsi atau hipermotilitis (PO) h) Hipovolemia (IV) i) Penurunan normalnya tekanan baji kapiler pulmoner (IV) j) Kardioversi (sebelumnya patch transdermsal harus dilepas) 3.Efek samping a) SSP : sakit kepala, ketakutan, kelemahan, pusing, kunang-kunang dan b) c) d) e)
gelisah. Mata dan THT : penglihatan kabur KV : hipotensi, takikardi , sinkop GI : mual, muntah, nyeri abdomen Derm : dermatitis kontak ( transdermal atau salep) 21
f) Lain-lain : kemerahan, toleransi, toleransi silang, intoksikasi alcohol ( hanya IV dosis besar). 2. Aspirin Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigense trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorbs aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg diruang emergensi. Selanjutya aspirin digunakan oral dengan dosis 75-162 mg (Sudoyo, 2006). Aspirin menghambat sintesis tromboksan A2 dengan mengaksetilasi secara irreversible enzim siklooksigenase. Karena trombosin tidak mempunya inti sel maka tidak dapat mensitesi protein baru sehingga tidak dapat mencetak enzim baru selama 10 hari masa hidupnya Sali silat lain dan obat anti inflamasi non steroid lainnya menghambat pula siklooksigenasi, tetapi massa kerja aksi hambtannya lebih singkat karena tidak mampu mengaksetilasi siklooksigenase, berarti kerjanya bersifat reversible (Bertram,1998). Aspirin juga diklasifikasikan sebagai obat anti inflamasi. Aspirin dan NASAIDs (nonsteroil anti-inflammatory drugs) meredakan nyeri dengan menghambat sintesis prostatklandin, prostatklandin menumpuk pada tempat jaringan yang terluka sehingga menyebabkan inflamasi dan nyeri. NSAIDs yang mempunyai efek analgesic adalah ibuprofen, fenoprofen dan subprofen dari kelompok asam propionat. Selain efek analgesiknya, aspirin juga mengurangi agregasi pelatelet(pembekuan).
Efek samping yang sering terjadi dalam
penggunaan aspirin dan NAISDs adalah iritasi lambung. Obat-obat ini harus dipakai bersama-sama makanan, atau pada waktu makan , atau dengan segelas cairan untuk membantu mengurangi masalah ini (Joyce, 1996). Adapun indikasi, kontraindikasi dan efek samping dari aspirin adalah: a. Indikasi : 1) Penatalaksanaan gangguan inflamasi seperti: a) Arthritis Reumatoid b) Osteoarthritis 2) Pengobatan nyeri ringan sampai sedang. 3) Pengobatan demam 4) Profilaksis serangan iskemik transien (transien iskemik attack (TIA) 5) Profilaksis infark miokard b. Kontraindikasi 1) Dikontraindikasikan pada a) Hipersensitivitas terhadap aspirin, tartrazin (pewarna kuning FDC#5 atau salisilat lainnya
22
b) Dapat terjadi sensitivitas silang dengan agen anti inflamasi non steroid lainnya. c) Gangguan perdarahan dan trombositosis 2) Gunakan secara hati-hati pada : a) Riwayat perdarahan GI atau penyakit ulkus b) Penyakit hati dan ginjal berat c) Kehamilan ( dapat mengakibatkan reaksi yang merugikan pada janin dan ibu d) Laktasi (keamanan penggunana belum ditetapkan) e) Pengobatan sendiri selama lebih dari 10 hari pada orang dewasa atau lima hari pada anak tanpa pengawasan medis. c. Efek samping 1) Mata dan THT : tinnitus, kehilangan pendengaran. 2) GI : dyspepsia , nyeri ulu hati, distress epigastrik, mual, muntah, anoreksia, nyeri abdomen, perdarahan GI, hepatotoksisitas. 3) Hemat: anemia, hemolisis 4) Lain-lain : edema paru, non kardiogenik, reaksi alergi termasuk anafilaksis dan edema laring
3. Morfin sulfat Obat ini sering digunakan melalui intravena dengan dosis meningkat 1- 2 mg. respon kardiovaskuler terhadap morfin dipantau dengan cermat, khusunya tekanan darah, yang sewaktu-waktu dapat turun. Tetpi karena morfin dapat menurunkan preload dan afterload dan mereleksasi bronkus sehingga oksigenasi meningkat, maka tetap ada keuntungan teraupetik selain menghilangkan nyeri pada pemberian obat ini.(Suzanne, 2002). Morfin sulfat, suatu analgesic narkotik, biasanay digunakan untuk mengobati sakit dada yang berkaitan dengan infark miokardium akut. Morfin menghilangkan sakit memperlebar pembuluh vena, dan mengurangi beban jantung. Dosis standar morfin sulfat 2-5mg intravena (IV) . diulang setiap 5-30 menit sampai sakit dada hilang. Perawat harus waspada akan depresi pernafasan dan hipotensi yang merupakan reaksi yang merugikan yang sering timbul; pemantauan yang tepat perlu dijalankan. bisa diberikan antagonis narkotik naloxon (narcan) untuk melawan kerja morfin jika reaksi yang merugikan timbul membahayakan klien dosisnya 0,1-0,2mg setiap 2-3 menit seperti indikasi ( Joyce, 1996). a Indikasi : 1) Penatalaksanaan nyeri berat 2) Penatalaksanaa edema pulmonal 3) Penatalaksanaan nyeri berhubungan dengan infark miokard 23
b
Kontraindikasi dan perhatian Di Kontraindikasi pada : 1) Hipersentsitivitas 2) Kehamilan atau laktasi (hindari penggunaan kronik) 3) Beberapa produk yang mengandung bisolfit harus dihindari pada pasien yang diketahui menderita hipesensitivitas. Gunakan secara hati-hati pada : 1) Trauma kepala 2) Peningkatan tekanan intrakarnial 3) Penyakit ginjal, hati atau paru yang parah 4) Hipotiroidisme 5) Insufisiensi adrenal 6) Alkoholisme 7) Pasien lansia atau pasien yang lemah ( dianjurka untuk mengurangi dosis) 8) Nyeri abdomen yang tidak terdiagnosis 9) Hipertrofi prostat 10) Selama persalian (telah digunakan untuk mengurangi nyeri; dapat
c
menyebabkan depresi pernafasan pada bayi baru lahir) Efek samping 1) SSP : sedasi, konfusi, sakit kepala, euvoria, perasaan mengambang, mimpi
yang tidak biasa, halusinasi, disforia, pusing. 2) Mata dan THT : miosis, diplopia, penglihatan kabur. 3) Resp : depresi pernafasan. 4) KV : hipotensi, bradikardia. 5) GI : mual, muntah, konstipasi. 6) GU : retensi urin. 7) Derm : berkeringat, kemerahan. 8) Lain-lain : tolerensi, ketergantunga fisik, ketergantjngan psikologis. 4. Oksigen Suplemen oksigen harus diberikan pada klien dengan saturasi oksigen arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama (Sudoyo, 2006). Terapi oksigen dimulai saat awitan nyeri. Oksigen yang dihirup akan langsung meningkatkan saturasi darah. Efektifitas teraupetik oksigen dilakukan observasi kecepatan dan irama pertukaran pernafasan, dan pasien mampu bernafas dengan muda. Saturasi oksigen dalam darah secara bersamaan diukur dengan pulsa oksimetri (Suzanne, 2002). a Indikasi Terapi oksigen : 1) Terapi oksigen jangka pendek a) Hipoksemia akut (PaO2 < 60 mmHg, SaO2 < 90 %) b) Kardiac arrest dan respiratory arrest c) Hipotensi (TD sistolik <100 mmHg) d) Curah jantung rendah dan asidsis metabolic (bikarbonat < 18 mmol) 24
e) Respiratory distress (frekuensu nafas >24x/menit) 2) Terapi oksigen jangka panjang a) Pemberian oksigen secara kontinyu PaO2 istirahat <55mmHg atau saturasi O2 <88 % PaO2 istirahat 56-59 mmHg atau saturasi O2 89% pada salah satu keadaan Edema karena CHF P pulmonal pada pemeriksaan EKG (gelombang P >3 mm pada lead II, III, aVF Eritrosemia (hematokrit >56%) b) Pemberian oksigen tidak kontinyu Selama latihan : PaO2 <55 mmHg atau sat O2 <88% Selama tidur : PaO2 < 55 mmHg atau sat O2 <88 % dengan komplikasi seperti hipertensi pulmoner, somnolen dan aritmia b Kontraindikasi Suplementasi oksigen tidak direkomendasikan pada : 1) Pasien dengan keterbatasan jalan nafas yang berat dengan keluhan utama dispneu, tapi dengan PaO2 >60mmHg dan tidak mempunyai hipoksia kronis 2) Pasien yang meneruskan merokok kenumgkinan prognosis buruk dan dapat meningkatkan risiko kebakaran 3) Pasien yang tidak dapat menerima terapi adekuat 5. Heparin Heparin adalah anti koagulan pilihan untuk membantu mempertahankan integritas jantung. Heparin memperpanjang waktu pembekuan darah, sehingga dapat menurunkan kemungkinan pembentukan thrombus dan selanjutnya menurunkan aliran darah (Suzzane,2002). Heparin adalah suatu campuran heterogen dari mukopolisakarida bersulfat. Obat ini terikat kepermukaan sel endotel. Aktifitas bioya bergantung pada penghambat protease plasma anti thrombin III. antitrombin III menghambat protease factor pembekuan dengan membentuk kompleks ekimolar yang stabil dengannya, bila tidak ada heparin maka reaksi tadi akan berjalan lambat; sebaliknya bila ada heparin atau kecepatannya meningkat sampai 1000xlipat. Efek samping utamana heparin adalah perdarahan . heparin mempercepat pemebersihan lipenia setelah makan dengan memepengaruhi pelemasan lipase, lipoprotein dari jaringan. Heparin dikontraindikasikan pada pasien hipersensitif terhadap obat, perdarahan yang sngat aktif, hemophilia, trombositopeni, purpura, hipertensi berat, perdarahan intracranial, endokarditisinfektif, TBC ktif, lesi tukak pada saluran cerna, abartus yang terancam , karsino visceral atau penyakit hati atau 25
ginjal yang berat. Indikasi pemakaian heparin diuraikan dalam seksi farmokologi klinik kadar plasma heparin 0,2 unit / ml biasanya digunakan untuk mencegah emboli paru pada pasien dengan trombosit vena yang menetap. Pemberian heparin intravena terus menerus dilakukan dengan sebuah pompa infuse. Setelah injeksi bolus awal 5000-10000 unit, maka infuse dilanjutkan dengan kecepatan sekitar 900 unit perjam atau 10-15unit perkilogram perjam yang diburuhkan untuk mempertahankan nilai PPT (waktu trombloplastin parsial). Heparin jangan sekalikali diberikan secara intramuscular, karena tedapat bahaya pembentukan hematoma pada tepat suntikan.(Bertram,1998). a Indikasi 1) Profilaksis dan pengobatan berbagai gangguan tromboembolik termasuk: tromboembolisme
vena,
emboli
pilmonar,
fibrilasi
atrium
dengan
embolisasi, koagulopati konsumtif akut dan kronik, troboembolisme arteri perifer 2) Digunakan dengan dosis yang sangat rendah (10-100 unit ) untuk b
mempertahankan kepatenan kateter IV (bilas heparin /” heparin flush”) Kontraindikasi dan perhatian 1) Dikontraindikasikan pada: a) Hipersensitifitas b) Hipersensitifitas terhadap protein babi atau sapi (beberapa produk c) d) e) f)
diambil dari mukosa usus babi, lainnya dari paru sapi ) Perdarahan tidak terkendali Luka terbuka Penyakit hati atau ginjal yang parah Produk yang mengandung benzyl alkahol tidak boleh digunakan pada
bayi premature. 2) Gunakan secara hati-hati pada : a) Hipertensi yang tidak diobati b) Penyakit ulkus c) Cedera otak atau sumsum tulang belakang d) Keganasan e) Dapat digunakan selama kehamilan, namun gunakan secara hati-hati pada trimester terakhir dan segera setelah kelahiran. Efek samping 1) GI : hepatitis 2) Hemat : perdarahan, trombositopema. 3) Derm: ruam, urtikaria 4) Lain-lain : hipersentifitas, demam 6. Trombolitik Tujuan trombolitik adalah untuk melarutkan setiap trombus yang telah c
terbentuk di arteri koroner, memperkecil penyumbatan dan juga luasnya infark. Agar efektif, obat ini harus diberikan pada awal awitan nyeri dada. Tiga macam 26
obat trombolitik yang terbukti bermanfaat melarutkan trombus (trombolisis) adalah streptokinase, aktifator plasminogen jaringan (t-PA = tissue Plasminogen activator) dan anistreplase. a Streptokinase Streptokinase bekerja secara sistemik pada mekanisme pembekuan dalam tubuh. Meskipun obat ini terbukti efektif melarutkan bekuan darah, namun ada risiko terjadi potensial perdarahan sistemik. Streptokinase juga mempunyai risiko reaksi alergi dan terbukti hanya efektif bila diinjeksikan langsung ke arteri korener. Pemberian secara intrakoroner memerlukan fasilitas keteterisasi jantung, seorang dokter dengan ketrampilan tinggi, dan tim ahli bedah torak yang siap siaga. b Aktivator Plasminogen Tipe-Jaringan Berbeda dengan streptokinase, activator plasminogen tipe jaringan mempunyai kerja spesifik dalam melarutkan bekuan darah sehingga risiko perdarahan sistemik bisa dikurangi. Enzim t-PA adalah enzim yang selalu ada dalam keadaan normal, sehingga menunjukkan bahwa pemberian intravena dan c
intrakoroner t-PA sama efektifnya. Anistreplase Anistreplase, obat trombolitik spesifik bekuan darah, mempunyai efektifitas yang sama dengan streptokinase dan t-PA. Anistreplase semakin banyak diterima karena lebih mudah diberikan dan lebih murah. Obat ini hanya efektif bila diberikan dalam 6 jam awitan nyeri dada, sebelum terjadi nekrosis jaringan transmural, sehingga jumlah pasien yang mendapat manfaat obat ini sangat sedikit. Bedah pintas arteri koroner tetap merupakan alternative untuk revaskularisasi jantung pada pasien dengan bekuan darah yang tidak dapat larut secara efektif atau kontra indikasi (Suzanne, 2002).
d
Recombinant Tissue Plasminogen Activator (r-PA) atau Retaplase Retaplase adalah obat trombolitik yang digunakan untuk memecah gumpalan darah. Obat ini bekerja dengan cara mengaktifkan zat kimia yang membantu menghancurkan gumpalan darah. Indikasi penggunaan reteplase adalah untuk meningkatkan fungsi jantung dan mencegah gagal jantung kongestif (CHF) atau kematian pada orang yang mengalami serangan jantung
(Widya, 2012). Indikasi Terapi Trombolitik a. Kriteria seleksi yang digunakan untuk terapi trombolitik 1) Tidak lebih dari 12 jam setelah waktu terapi : nyeri dada, semakin cepat semakin baik 27
2) 3) 4) 5)
Elevasi segmen ST pada EKG atau onset baru blok cabang berkas kiri Nyeri dada istemik dengan durasi 30 menit Nyeri dada tidak respon terhadap nitrogliserin sub lingual atau nifedipin Tidak mengalami kondisi yang dapat menjadi predisposisi pendarahan (Widhya, 2012) b. Indikasi 1) Kelas I a) Usia pasien < 75 tahun dengan ST elevasi lebih dari 0,1 mV, waktu untuk terapi < 12 jam b) Pasien dengan blok cabang-ikat dan adanya riwayat AMI 2) Kelas IIa a) Usia pasien > 75 tahun dengan ST elevasi lebih dari 0,1 mV, waktu untuk terapi < 12 jam 3) Kelas IIb a) Pasien dengan ST elevasi lebih dari 0,1 mV, waktu untuk terapi lebih dari 12 – 24 jam b) Pasien dengan tekanan darah sistolik > 180 mmHg atau diastolic > 110 mmHg berhubungan dengan MI 4) Kelas III a) Pasien dengan ST elevasi, waktu untuk terapi > 24 jam dan nyeri istemik tertangani b) Pasien dengan ST depresi c. Kontraindikasi Terapi trombolitik : Kontra indikasi absolut 1) Sebelumnya mengalami stroke hemoragik; stroke lain atau serebrovaskular yang terjadi dalam 1tahun terakhir 2) Neoplasma intrakranial 3) Perdarahan internal aktif (tidak termasuk menstruasi) 4) Suspek diseksi aorta Terapi trombolitik : Kontraindikasi relatif 1) Hipertensi berat (tekanan darah >180/110) 2) Riwayat CVA / kelainan intraserebral 3) Trauma yang baru terjadi (dalam 2-4 minggu), termasuk cedera kepala atau resusitasi jantung > 10 menit atau operasi besar < 3minggu 4) Perdarahan internal dalam 2-4 minggu terakhir 5) Penggunaan streptokinase sebelumnya (5 hari sampai 2 tahun) atau riwayat 6) 7) 8) 9)
alergi terhadap streptokinase Pengunaan antikoagulan Kehamilan Tukak lambung Riwayat hipertensi kronik yang berat
7. PCI 28
PCI adalah Percutaneus Coronary Intervention yaitu istilah lain dari PTCA dengan pemasangan stent. a Indikasi Indikasi PTCA : 1) Penyakit jantung koroner 3VD,2VD,1VD dengan bukti iskemik. 2) Angina tidak stabil. 3) Infark miokard dengan hemodinamik memburuk. 4) Kelainan Katub dengan CAD. 5) Primary PTCA pada IMA. Indikasi pemasangan stent :
b c
1) Restenosis pada graft. 2) Penutupan mendadak dari diseksi sesudah PTCA dan resiko untuk kolaps. 3) Restenosis setelah tindakan PTCA. 4) Robekan intima pada post PTCA. Kontra indikasi a) Disfungsi ventrikel yang berat Prosedur 1) Prosedur tindakan PTCA dan stent Sebelum dilakukan tindakan PTCA dan stent dilakukan pemeriksaan koroner angiografi untuk mengidentifikasi letak dan prosentase sumbatan arteri koroner.Setelah pasien diletakkan di meja khusus di ruang tindakan,dokter akan menyuntikkan anestesi lokal pada pangkal paha dan menusukkan jarum dan seath introd dan kemudian memasukkan balon kateter melalui arteri femoralis hingga ke arteri koroner yang tersumbat.Kemudian balon dikembangkan beberapa kali dengan tekanan tertentu,dengan selalu memonitor proses pelebaran sumbatan dan keadaan pasiennya.Pengisian balon akan menekan plaque dinding arteri sekaligus membuka dan melebarkan sumbatan. Pada pemasangan stent maka dilakukan
pengembangan
balon
beberapa
kali
di
daerah
sumbatan,kemudian stent ditanam atau dipasang untuk mempertahankan pembukaan arteri koroner yang cenderung restenosis (Nailah, 2012). 2) Pemantauan dan evaluasi pasca tindakan a) Pasien dipantau di ruang rawat intensif cardiovaskular. b) Observasi tekanan darah dan nadi tiap jam selama 6 jam,lalu tiap 4 jam sampai pagi hari. c) Heparin drill 1000 unit/jam diberikan minimal 12 jam sesuaikan nilai hasil ACT. d) Periksa ACT tiap 4 jam setelah prosedur dan usahakan nilai ACT kurang dari 120 detik. e) Perhatikan tanda-tanda perdarahan ditempat penusukan. f) Perhatikan pulsasi nadi,khususnya sebelah distal tempat penusukan. 29
g) Selesai prosedur dapat makan dan minum. (Nailah, 2012) J. PERBEDAAN AMI DENGAN ANGINA Angina pectoris adalah merupakan nyeri dada sementara atau suatu perasaan tertekan yang terjadi jika otot jantung mengalami perasaan tertekan, yang terjadi jika otot jantung mengalami kekurangan oksigen. Kebutuhan jantung terhadap oksigen ditentukan oleh beratnya kerja jantung (kecepatan dan kekuatan denyut jantung ). Aktifitas fisik dan emosi menyebabkan jantung bekerja lebih berat dan oleh karena itu menyebabkan meningkatnya kebutuhan jantung akan oksigen.
Aliran darah berkurang karena
penyempitan pembuluh darah koroner (arteri koronaria). Penyempitan pembuluh terjadi karena proses aterosklerosis atau spasme pembuluh darah koroner ataupun kombinasi keduanya. Pada mulanya suplai darah tersebut walaupun berkurang masih cukup untuk memenuhi kebutuhan miokard pada waktu istirahat , tetapi tidak cukup bila kebutuhan oksigen miokard meningkat seperti pada waktu pasien melakukan aktivitas fisik misalnya berjalan cepat atau berjalan mendaki. Perbedaan gambaran klinis angina pectoris dan infark Angina pectoris 1. 2. 3. 4.
Nyeri dada sentral saat aktivitas, khusunya pada suhu dingin selama 1-15 menit menjalar ke leher, rahang dan lengan Membaik dengan pemebrian GTN Biasanya tanpa tanda-tanda
Infark miokard 1. 2. 3. 4. 5.
Nyeri dada sentral yang hebat dengan durasi >30 menit menjalar ke leher, rahang dan lengan Tidak membaik dengan pemberian GTN Terdapat tanda syok kardiogenik Aritmia
30
BAB III ANALISA KASUS
A. KASUS Mr. M, a 46-year-old successful businessman, was rushed to the hospital by a rescue squad after experiencing crushing substernal pain radiating down his left arm. He also complained of dizziness and nausea. Subjective data : 1. Has a history of angina pectoris and hypertension 2. Is overweight but recently lost 4 kg 3. Rarely exercise 4. Has three teenage children who are causing problems 5. Recently experienced loss of best friend and business partner, who died of cancer Objective data : 1. Diaphoretic, short of breath 2. BP 165/100 mmHg; pulse 120 breath/min; RR 26 breath/min 3. Diagnostic studies : troponin ( elevated), cholesterol 9.1 mmol/L, myoglobin (elevated), ECG show premature ventricular contractions and ST elevation in leads II, III, aVf, V5, V6; inferolateral wall MI 4. Collaborative care : reteplase, morphine 2-4 mg IV every 5 minutes if required or chest pain; Glyceryl trinitrate IV; Oxygen 2 L/min; Aspirin 100 mg/ day; Bed rest; Vital sign every hour B. ANALISA KASUS Dari kasus diatas dapat dilihat Mr.M mengalami nyeri dada seperti terbakar yang menjalar ke lengan, pusing, nafas pendek dan berkeringat dingin. Dari hasil laboaratorium ternyata pasien mengalami peningkatan pada troponin dan myoglobin. Dari hasil pemeriksaan EKG menunjukkan adanya gambaran ST elevasi pada lead II, III, AVf, V5, V6. Dari data-data tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pasien mengalami STEMI, yaitu AMI dengan ST elevasi sebab berdasarkan teori dalam mendiagnosa seseorang mengalami AMI minimal ada dua dari tiga hal tanda-tanda AMI yang dapat dilihat. Hal
31
tersebut yaitu adanya keluhan nyeri dada, adanya peningkatan enzim-enzim jantung pada hasil tes laboratorium, serta adanya perubahan pada gelombang EKG. Ada banyak faktor yang menyebabkan seseorang mengalami AMI. Faktor-faktor penyebab AMI pada Tn.M adalah Tn. M memiliki hipertensi dan pernah memiliki riwayat angina pectoris. Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri; sehingga beban kerja jantung bertambah. Sebagai akibatnya terjadi hipertrofi ventrikel untuk meningkatkan kekuatan kontraksi. Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertrofi kompensasi akhirnya terlampaui dan terjadi dilatasi dan payah jantung. Jantung menjadi semakin terancam oleh semakin parahnya aterosklerosis koroner. Penyebab terjadinya aterosklerosis koroner pada pasien ini adalah pasien pernah mengalami obesitas, selain itu pola hidup pasien tidak bagus, pasien jarang berolahraga. Akibat terjadinya aterosklerosis koroner ini , maka penyediaan oksigen miokardium berkurang. Peningkatan kebutuhan oksigen pada miokardium terjadi akibat hipertrofi ventrikel dan peningkatan beban kerja jantung sehingga akhirnya menyebabkan angina dan infark miokardium. Faktor pemicu lain yang semakin memperparah penyakit Tn.M yang tadinya hanya angina pectoris dan sekarang menjadi AMI adalah karena stress. Berdasarkan kasus dapat dilihat Tn,M mengalami stress karena anak-anaknya sering bermasalah dan Tn.M saat ini sedang berduka karena kehilangan teman baiknya. Berdasarkan teori tipe kepribadian seseorang yang memiliki sifat agresif, kompetitif, kasar, sinis, gila hormat, ambisius, dan gampang marah sangat rentan untuk terkena penyakit jantung sebab terdapat hubungan antara stress dengan abnnormalitas metabolisme lipid. Dari hasil EKG dapat dilihat bahwa terjadi ST elevasi pada leads II, III, aVf, V5, V6 dan diperoleh gambaran bahwa daerah jantung pasien yang mengalami infark adalah pada bagian inferolateral. Inferolateral artinya lokasi infark yaitu pada bagian inferior dan lateral. Infark dibagian inferior berarti ada penyumbatan pada arteri koroner kanan, cabang arteri koroner yang tersumbat adalah posterior descending artery (PDA). Sedang bagian lateral berarti yang tersumbat adalah arteri koroner kiri, cabang arteri yang tersumbat adalah left circumflex artery (LCX). Jadi pada Tn. M arteri koroner kanan dan kirinya sudah mengalami penyumbatan.
C. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Identitas a. Identitas klien 32
Nama : Mr.R Umur : 46 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Pekerjaan : pengusaha Agama : Islam Suku : Jawa/ Indonesia Alamat : Ungaran Diagnosa medis : AMI b. Penanggung jawab Nama : Ny.R Pekerjaan : ibu tumah tangga Alamat : Ungaran Hubungan dengan klien : istri 2. Keluhan Utama Nyeri dada kiri menjalar ke lengan 3. Riwayat Penyakit Sekarang Klien mengeluh nyeri dada kiri hingga menjalar ke lengan. Klien langsung dilarikan ke rumah sakit . Selain itu klien juga mengeluh pusing , mual, berkeringat banyak, serta nafas pendek. 4. Riwayat Penyakit Dahulu Klien memiliki riwayat angina pectoris dan hipertensi 5. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga klien yang mempunyai riwayata penyakit seperti klien. 6. Pengkajian Kebutuhan Dasar Manusia a. Kebutuhan Aktivitas dan Latihan Aktifitas Makan Mandi Berpakaian Toileting Transfering BAB/BAK
Penilaian Mandiri Tergantung Tergantung Tergantung Tergantung Tergantung
Hasil : Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah tempat dan satu fungsi yang lain. b. Kebutuhan Hygiene dan Integritas Kulit 1) Sebelum sakit a) Klien dapat mandi sendiri 2 kali sehari b) Klien dapat menggosok gigi sendiri 2 kali sehari c) Klien dapat keramas sendiri 2 hari sekali 2) Selama sakit a) Klien mandi 1 kali sehari dibantu keluarganya, karena klien tidak bisa tidur jika tidak mandi b) Klien menggosok gigi sendiri 2 kali sehari c) Klien tidak pernah keramas selama di rumah sakit c. Kebutuhan Istirahat dan Tidur 33
1) Sebelum sakit a) Klien tidur 7 jam sehari, dari pukul 21.00-04.00 WIB. b) Klien tidak bisa tidur jika siang hari c) Klien dapat beristirahat dengan baik tanpa gangguan 2) Selama sakit a) Klien tidak bisa beristirahat dengan baik karena merasakan nyeri. b) Kien sering terbangun saat tidur d. Kebutuhan Nutrisi-Cairan 1) Sebelum sakit a) Klien mempunyai nafsu makan yang baik b) Frekuensi makan 3 kali sehari. c) Menu makanan sehari-hari: nasi, sayur, lauk-pauk d) Frekuensi minum 1 L/ hari 2) Selama sakit a) Klien kehilangan nafsu makan karena mual b) Frekuensi makan 3 kali sehari. Setiap kali makan klien hanya menghabiskan 3-5 sendok c) Menu makan sehari-hari: bubur, sayur, lauk-pauk. d) Frekuensi minum 4 gelas/ hari e. Kebutuhan Oksigenasi Klien merasa sesak. Nafas klien pendek. RR= 26 kali/menit f. Kebutuhan Eliminasi 1) Eliminasi urine Sebelum sakit a) Frekuensi 4-5 kali/ hari b) Warna kuning bening, tidak ada darah 2) Selama sakit a) Frekuensi 3-4 kali/ hari b) Warna kuning bening, tidak ada darah 3) Eliminasi fekal a) Sebelum sakit Frekuensi 1 kali/ hari Konsistensi lembek, tidak ada darah, warna kuning kecoklatan Bau khas b) Selama sakit Frekuensi 1 kali/ hari Konsistensi lembek, tidak ada darah, warna kuning kecoklatan Bau khas g. Kebutuhan Persepsi – Sensori, Kognitif P : klien mengatakan nyeri mendadak pada dada bagian kiri pada saat beraktifitas dan beristirahat Q : klien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk dan panas R : klien mengatakan nyeri dada sebelah kiri menjalar ke lengan S : klien menilai 8 dari rentang nyeri 0-10 T : klien mengatakan nyeri hilang-timbul h. Kebutuhan Termoregulasi 1) Pada saat dilakukan pengkajian, suhu tubuh klien 36,4o C 2) Klien mengalami diaforesis 34
i. Kebutuhan Konsep Diri 1) Gambaran diri: klien mengatakan menderita dengan penyakitnya 2) Ideal diri: klien mengatakan ingin cepat sembuh supaya bisa mengurus usaha dan keluarganya 3) Harga diri: klien mengatakan masih merasa bahagia, karena keluarga klien selalu memberi dukungan kepadanya untuk segera sembuh 4) Peran diri: klien mengatakan belum bisa bekerja seperti biasanya dan tidak ada yang menggantikannya selama sakit. 5) Identitas diri: klien menyadari setiap rencananya tidak selalu sama dengan rencana Tuhan. Klien menyadari masih banyak yang perlu dibenahi dalam hidupnya. j. Kebutuhan Stress Koping 1) Klien mengatakan stress akibat penyakitnya 2) Mekanisme koping selama di rumah sakit: klien mengatatakan dengan berkomunikasi dengan sesama pasien di ruangannya. k. Kebutuhan Komunikasi-Informasi 1) Komunikasi klien dengan istri dan keluarganya masih bagus 2) Komunikasi klien dengan sesame pasien bagus 3) Klien terlihat akrab dengan sesame pasien dan perawat 4) Klien belum pernah berobat sebelum dibawa ke rumah sakit l. Kebutuhan Rekreasi-Spiritual 1) Kebebasan melakukan aktifitas spiritual: ya 2) Aktifitas spiritual klien: sholat 5 waktu dan berdoa 3) Kegiatan rekreasi: bercengkeramah dengan keluarga 7. PEMERIKSAAN FISIK a. Keadaan Umum 1) Penampilan luar: klien tampak lemah 2) Berat badan : - (klien pernah mengalami obesitas dan turun 4 kg) 3) Tinggi badan :4) IMT :b. Kesadaran Tgl / Jam 28 /11/2012 09.00
Kesadaran Compos mentis
Membuka Respon
Respon Total
mata
motorik
Verbal
GCS
4
6
5
15
c. Vital Sign Tanggal/ jam 28/11/2012 09.00
TD 165/100 mmHg
HR
RR
120x / menit 26x/ menit
Suhu (0C) 36,40C
d. Kepala 1) Bentuk mesosepal 2) Bersih 35
e.
f.
g.
h.
i.
j.
3) Tidak ada benjolan/ massa 4) Rambut rapih 5) Tidak ada lesi 6) Bentuk rambut lurus 7) Warna rambut hitam Mata 1) Simetris antara kanan dan kiri. 2) Warna kelopak mata coklat kulit 3) Konjungtiva anemis 4) Reaksi pupil isokor 5) Pergerakan bola mata normal 6) Tidak ada keterbatasan pandang 7) Sclera non ikterik Hidung 1) Lubang hidung simetris antara kanan dan kiri 2) Lubang hidung bersih 3) Tidak ada sekresi 4) Tidak ada pernafasan cuping hidung 5) Tidak ada penyumbatan hidung Mulut 1) Tidak ada bibir sumbing, simetris 2) Mukosa bibir kering 3) Lidah kotor 4) Gigi bersih 5) Tidak ada karies gigi Telinga 1) Bersih 2) Tidak ada sekresi serumen 3) Pendengaran baik Leher 1) Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid 2) Tidak ada kaku kuduk 3) Pergerakan leher tidak terbatas Paru-paru 1) Inspeksi: Frekuensi nafas 26x/menit, irama teratur, tidak ada penggunaan otot
bantu, gerakan dada simetris 2) Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak ada edema 3) Perkusi: bunyi sonor 4) Auskultasi: tidak ada bunyi tambahan k. Jantung 1) Inspeksi: iktus kordis tampak 2) Palpasi: ada nyeri tekan, iktus kordis teraba 3) Perkusi: bunyi redup 4) Auskultasi: ada tambahan bunyi gallop l. Abdomen 1) Inspeksi: tidak ada lesi maupun jaringan parut, tidak ada asites 2) Palpasi: tidak ada nyeri tekan pada abdomen kanan bawah 3) Perkusi: bunyi timpani 4) Auskultasi: BU 8x/menit m. Genitalia 36
1) Bersih 2) Tidak ada lesi n. Ekstremitas 1) Ekstremitas atas a) Simetris antara kanan dan kiri b) Klien dapat menggerakan ekstremitas c) Kekuatan otot: 5 d) Akral dingin (kanan dan kiri) 2) Ekstremitas bawah a) Simetris antara kanan dan kiri b) Klien dapat menggerakan ekstremitas dengan baik c) Kekuatan otot 5 d) Akral dingin (kanan dan kiri) 8. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium Test PEMERIKSAAN Kolesterol Troponin I Troponin T Mioglobin
HASIL 9,1 (normalnya 5,2 mmol/l) < 0,4 ug/L < 0,2 ug/L < 85 ug/L
b. EKG EKG menunjukkan kontraksi ventrikel prematur dan elevasi ST pada lead II, III, aVf, V5, V6, inferolateral dinding MI 9. PROGRAM TERAPI Obat per oral Aspirin 100 mg / hari
Obat per interal O2 Morfin 2-4 mg/ 5 menit Oksigen 2L/ jika diperlukan atau nyeri menit
Reteplase
dada Trinitrate Gliseril
37
10. ANALISA DATA No HARI/TGL 1 Rabu 28-11-2012
DATA FOKUS DS: a. Klien mengeluh pada
dada
bagian klien
mengatak an
fisik
TTD Perawat
( iskemia
jaringan
nyeri kiri P :
ETIOLOGI MASALAH Cedera agen Nyeri akut
sekunder terhadap sumbatan arteri )
nyeri
mendada k
pada
dada bagian kiri pada saat beraktifit as
dan
beristirah Q
at :
klien
mengatak an
nyeri
seperti ditusuktusuk dan R
panas : klien mengatak an
nyeri
dada sebelah kiri 38
menjalar S
ke lengan : klien menilai 8 dari rentang nyeri
T
10 :
0klien
mengatak an
nyeri
hilangtimbul DO: a. Klien
terlihat
meringis menahan nyeri b. Skala nyeri 8 (sedang) c. Nadi 120x/menit d. TD 165/100 mmHg 2
Rabu-28-11-
DS: -
Ketidakseimban
2012
DO :
gan
1. Nafas
klien suplai
Intoleransi
Perawat
antara aktivitas oksigen
cepat dangkal dan kebutuhan 2. RR : 26 x/menit 3. Tekanan darah :
165/100
mmHg 3
Rabu 28/11/2012
DS: a. Klien
penurunan
Risiko
prelod/peningka
penurunan
mengatakan
tan
sesak napas
vaskuler
Perawat
tahanan curah jantung
39
DO:
sistemik (TVS)
a. Terdengar bunyi gallop b. RR 26x/ menit c. EKG menunjukkan kontraksi ventrikel prematur dan elevasi
ST
pada lead II, III, aVf, V5, V6, inferolateral dinding MI
11. DIAGNOSA KEPERAWATAN NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN TTD Nyeri akut b.d agen cedera fisik (iskemia jaringan Perawat
1
TGL/JAM 28-11-2012 09.00 WIB
2
28-11-2012 09.00 WIB
Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara Perawat
3
28-11-2012 09.00 WIB
sekunder terhadap sumbatan arteri )
suplai oksigen dan kebutuhan Risiko penurunan curah jantung b/d penurunan Perawat prelod/peningkatan tahanan vaskuler sistemik (TVS)
12. INTERVENSI NO. 1.
HARI
DIAGNOSA
/TGL Rabu 28/11/
KEPERAWATAN Nyeri akut b.d
TUJUAN Setelah
cedera agen fisik
dilakukan
nyeri, catat laporan verbal ,
tindakan
petunjuk
keperawatan
respon
2x24
(meringis, menangis, gelisah,
2012
jam,
diharapkan
INTERVENSI TINDAKAN TTD a. Pantau / catat karakteristik Perawat non
berkeringat,
verbal,
dan
hemodinamik mencengkeram 40
NO.
HARI
DIAGNOSA
/TGL
KEPERAWATAN
INTERVENSI TINDAKAN dada, napas cepat, TD
TUJUAN nyeri berkurang
TTD /
frekuensi jantung berubah) Rasional : variasi penampilan
dengan
dan perilaku pasien karena
criteria sbb: a. Klien
nyeri terjadi sebagai temuan
mengata
pengkajian. Kebayakan pasien
kan nyeri
dengan IM akut tampak sakit ,
berkuran
distraksi dan berfokus pada
g b. Klien
nyeri. Riwayat verbal dan penyelidikan
mengata kan
nyaman
sebagai
akibat
nyeri dan berhubungan dengan 2
dari 0-10 d. Klien
dan
mungkin
meningkat
nyaman c. Skala
rileks
terhadap factor pencetus harus Pernafasan
lebih
tampak
dalam
ditunda sampai nyeri hilang/
merasa
nyeri
lebih
cemas, sementara hilangnya stress
menimbulkan
katekolamin
akan
meningkatkan
kecepatan
jantung dan TD b. Observasi terhadap nyeri dari pasien
termasuk
intensitas
(0-10),
lokasi, lamanya,
kualitas (dangkal /menyebar) dan penyebaran Rasional
:
pengalaman harus
Nyeri
sebagai
subjektif
digambarkan
dan oleh
pasien. Banu pasien untuk menilai
nyeri
membandingkannya
dengan dengan
pengalaman yg lain c. Kaji ulang riwayat angina 41
NO.
HARI
DIAGNOSA
/TGL
KEPERAWATAN
TUJUAN
INTERVENSI TINDAKAN TTD sebelumya, nyeri meneupai angina,
atau
nyeri
IM.
Diskuikam iwayat keluarga. Rasional
:
Dapat
membandingkan nyeri yang ada dari pola sebelumnya, sesuai
dengan
identifikasi,
komplikasi seperti meluasnya infark,
emboli
paru,
atau
perikarditis d. Anjurkn
pasien
untuk
melaporka
nyeri
dengan
segera Rasional
:
Penundaan
pelaporan nyeri menghambat peredaan
nyeri
memerlukan
atau
peningkatan
dosis obat. Selain itu nyeri berat dapat menyebabkan syok dengan merangsang system saraf
simpatis,
mmengakibatkan lanjut
dan
diagnostic nyeri. e. Berikan
kerusakan mengganggu
dan
hilangnya
lingkungan
yang
tenang, aktivitas perlahan dan tindakan nyaman. Pendekatan pasien dengan tenang dan dengan percaya. Rasional : menurunkan rangsang
eksternal
dimana
ansietas dan regangan jantung 42
NO.
HARI
DIAGNOSA
/TGL
KEPERAWATAN
TUJUAN
INTERVENSI TINDAKAN TTD serta keterbatasan kemampuan koping
dan
keputusan
terhadap situasi saat ini f. Membantu melakukan tehnik relaksasi, misal napas dalam perlahan, perilaku distraksi, visualisasi,
bimbingan
imanjinasi Rasional : Membantu dalam penurunan respon
persepsi
nyeri.
atau
Memberikan
kontrol situasi, meningkatkan perilaku positif g. Periksa tada vital sebelum dan sesudah
pemberian
obat
narkotik Rasionalisasi : Hipotensi atau depresi
pernafasan
terjadi
sebagai
dapat akibat
pemberian narkotik. Masalh ini
dapat
kerusakan
meningkatkan miokardia
pada
adanya kegagalan ventrikel. Kolaborasi 4. Berikan oksigen
dengan
kanula nasal 2 L/menit Rasional
:
meningkakan
jumlah okigen yang ada untuk pemakaian miokardia dan
juga
mengurangi
ketidaknyamanan sehubungan dengan iskmia jaringan 43
NO.
HARI
DIAGNOSA
/TGL
KEPERAWATAN
TUJUAN
INTERVENSI TINDAKAN TTD 5. Berikan obat sesuai indikasi : aspirin
100
mg/
hari,
reteplase, trinitrate gliseril, morfin 2-4 mg/ 5 menit jika nyeri dada 2
Rabu 28/11/ 2012
Intoleransi aktivitas Setelah
1. . Kaji kemampuan pasien
b.d
dilakukan
untuk melakukan tugas/AKS
ketidakseimbanagan
tindakan
normal,
antara suplai oksigen keperawatan
kelelahan,
dan kebutuhan
kesulitan
selama jam
3x24 pasien
menunjukkan : -
-
Melaporkan
catat
laporan
keletihan
dan
menyelesaikan
tugas Rasional : Mempengaruhi pilihan intervensi / bantuan 2. Kaji kehilangan/ gangguan
peningkata
keseimbangan gaya
n toleransi
kelemahan otot. Rasional : Menunjukkan
aktivitas Tekanan
perubahan neurologi karena
darah
defisiensi
dalam
mempengaruhi
rentang normal
jalan,
vitamin
B12
keamanan
pasien/resiko cidera 3. Awasi TD, nadi, pernafasan, selama dan sesudah aktivitas. Catat respon terhadap tingkat aktivitas(mis.penigkatan denyut
jantung,disritmia,
pusing, dispnea, takipnea) Rasional : Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung
dan
paru
untuk
membawa jumlah oksigen adekuat jaringan. 4. Berikan lingkungan tenang. Pertahankan tirah baring bila 44
NO.
HARI
DIAGNOSA
/TGL
KEPERAWATAN
TUJUAN
INTERVENSI TINDAKAN TTD diindikasikan. Pantau dan batasi pengunjung, telepon, dan
gangguan
tindakan
berulang
yang
tak
direncanakan. Rasional : meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan
regangan
jantung dan pernafasan. 5. Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing Rasional
:
Hipotensi
postural
atau
hipoksia
serebral dapat menyebabkan pusing,
berdenyut
dan
peningkatan resiko cidera 6. Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan
untuk
meingkatkan istirahat. Pilih periode
istirahat
dengan
periode aktivitas. Rasional : Mempertahankan tingkat
energi
dan
meningkatkan regangan pada system
jantung
dan
pernafasan. 7. Berikan bantuan
dalam
aktivitas/ambulasi bila perlu, memungkinkan pasien untuk melakukannya
sebanyak
mungkin. Rasional : Membantu bila
45
NO.
HARI
DIAGNOSA
/TGL
KEPERAWATAN
TUJUAN
INTERVENSI TINDAKAN TTD perlu, harga diri ditingkatkan bila
pasien
melakukan
sesuatu sendiri. 8. Rencanakan aktivitas
dengan
termasuk pasien tingkat
aktivitas perlu.
:
pasien, yang
Tingkatkan
aktivitas
toleransi. Rasional secara
kemajuan
sesuai
meningkatkan
bertahap
tingkat
aktivitas sampai normal dan memperbaiki
tonus
otot/stamina
tanpa
kelemahan.
Meningkatkan
harga diri dan rasa control 9. Gunakan teknik penghematan energy. Rasional : Mendorong pasien melakukan banyak dengan
membatasi
penyimpangan energy dan mencegah kelemahan 10. Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi, nyeri dada, nafas pendek,
kelemahan,
atau
pusing terjadi. Rasional : regangan/stress kardiopulmonal berlebihan/stress
dapat
menimbulkan 3.
Rabu 28/11/
Resiko Penurunan curah jantung b/d
Setelah
dekompensasi/kegagalan Mandiri
Perawat
46
NO.
HARI
DIAGNOSA
/TGL 2012
KEPERAWATAN penurunan prelod/peningkatan tahanan vaskuler sistemik (TVS)
TUJUAN dilakukan
INTERVENSI TINDAKAN TTD 1. Auskultasi TD. Bandingkan
tindakan
dengan
keperawatan
dengan
selama
berdiri bila bisa. Rasional : Hipotensi dapat
3x24
jam
pasien
menunjukkan :
tangan
dan
ukur
tidur,duduk,
dan
terjadi sehubungan dengan disfungsi
a. Mempert ahankan stabilitas
ventrikel,
hipoperfusi
miokardia
dan
rangsang vegal. 2. Evaluasi kualitas
hemodin
kesamaan
amik
indikasi. Rasional : Penurunan curah
contoh : TD, curah jantung dalam rentang normal, haluaran urine adekuat b. Melapor
nadi
dan sesuai
jantung
mengakibatkan
menurunnya
kelemahan
kekuatan
/
nadi.
Ketidakteraturan
diduga
distritmia, yang memerlukan evaluasi lanjut. 3. Catat terjadinya S3 , S4 Rasional : S3 biasanya dihubungkan
dengan
GJK
tetapi
terlihat
pada
juga
adanya
gagal
mitral
kan
(regurgitasi) dan kelebihan
sesak
kerja
berkuran
disertai
g c. Mendem onstrasik an peningka tan toleransi
ventrikel infark
kiri berat.
yang S4
mungkin berhubungan dengan iskemia miokardia, kekakuan ventrikel,
dan
hipertensi
pulmonal atau sistemik. 4. Adanya murmur/gesekan. Rasional : Menunjukan gangguan aliran darah normal
47
NO.
HARI
DIAGNOSA
/TGL
KEPERAWATAN
TUJUAN terhadap aktivitas
INTERVENSI TINDAKAN TTD dalam jantung. 5. Auskultasi bunyi napas. Rasional : Krekels menunjukan mungkin
kongesti terjadi
paru karena
penurunan fungsi miokardia. 6. Pantau frekuensi jantung dan irama.
Catat
distritmia
melalui telemetri. Rasional : Frekuensi dan irama
jantung
berespons
terhadap obat dan aktivitas sesuai
dengan
terjadinya
komplikasi/ distritmia, yang mempengaruhi fungsi jantung atau
meningkatkan
iskemik. 7. Catat respon aktivitas
dan
fungsi terhadap
peningkatan
istirahat dengan cepat. Latihan pada fase I : - Menggerakkan secara pasif
tungkai
dan
lengan 3 x sehari tiap gerakan dilakukan 5 -
kali. Anjuran
:
melakukan
pasien secara
aktif gerakan memutar pada
pergelangan
tangan dan kaki tiap 2 jam. Rasional : Kelebihan latihan meningkatkan
konsumsi
/
48
NO.
HARI
DIAGNOSA
/TGL
KEPERAWATAN
TUJUAN
INTERVENSI TINDAKAN kebutuhan oksigen mempengaruhi
TTD dan fungsi
miokardia. 8. Berikan
pispot
disamping
tempat tidur bila tak mampu ke kamar mandi Rasional : Mengupayakan penggunaan
bedpan
dapat
melelahkan
dan
secara
fisiologis penuh stress, juga meningkatkan
kebutuhan
oksigen dan kerja jantung. 9. Berikan makanan kecil mudah
dikunyah.
/
Batasi
asupan kafein, cntoh kopi, coklat dan cola. Rasionalisasi : Makan besar dapat
meningkatkan
kerja
miokardia dan menyebabkan rangsang
vagal
mengakibatkan
bradikardia
atau denyut ektopik. kafein adalah perangsang langsung pada
jantung
yang
meningkatkan
dapat
frekuensi
jantung Kolaborasi 1. Kaji ulang seri EKG Rasional : Memberikan informasi
sehubungan
dengan kemajuan/perbaikan infark,
status
fungsi 49
NO.
HARI
DIAGNOSA
/TGL
KEPERAWATAN
TUJUAN
INTERVENSI TINDAKAN TTD ventrikel, keseimbangan elektrolit, dan efek terapi obat. 2. Kaji foto dada. Rasional :
Dapat
menunjukan
paru
sehubungan
edema
dengan
disfungsi ventrikel. 3. Pantau data laboratorium : contoh enzim jantung, GDA, elektrolit. Rasional : Enzim memantau perbaikan/perluasan infark.
K. PROGRAM MOBILISASI BERTAHAP UNTUK PASIEN AM 1. Fase I : a. Menggerakkan secara pasif tungkai dan lengan 3 x sehari tiap gerakan dilakukan 5 kali. b. Anjuran : pasien melakukan secara aktif gerakan memutar pada pergelangan tangan dan kaki tiap 2 jam 2. Fase II: a Bantu pasien melakukan fleksi ekstensi bahu, siku, paha 3 x sehari b Tiap gerakan dilakukan 5 kali c Anjuran : agar pasien melakukan gerkan memutar pada pergelangan tangan dan kaki 3. Fase III: a. Gerakan aktif lengan dan kaki pasien dalam sikap tidur, tiap gerkan 5 kali b. Anjuran untuk pasien lebih aktif melakukan gerakan memutar tangan dan kaki 4. Fase IV: a. 3 x sehari gerakan aktif dari lengan dan kaki, pasien dalam sikap tidur. Gerkan dilakukan 5 kali. b. 3 x sehari, pasien disuruh menggerakan otot sampai hitungan 2. Menggerakan satu, dua atau empat ekstremitas secara berbarengan, dengan memberitahu penderita jangan tahan napas. c. Anjuran untuk lebih aktif melakukan gerakan memutar tangan dan kaki 50
5. Fase V: a. 3x sehari, pergerakan aktif dari ekstremitas ditempat tidur yang dinaikkan 450. Tiap gerakan 5x b. Melatih cara pernafassan yang baik c. Anjuran : untuk lebih aktif melakukan gerakan memutar tangan dan kaki 6. Fase IV a 3x sehari sambil duduk dipinggir tempat tidur, dengan tungkai kebawah. Melakukan gerakan ektremitas melawan tahanan. Tiap-tiap gerakan dilakukan 5x 5x tahanan terhadap menekuk dan meluruskan lutut
7. Fase VII a Sama dengan nomer 6 b Jalan sejauh 15 meter, bolak-balik 2x sehari 8. Fase VIII a 3x sehari latihan warming up dalam sikap berdiri. Lengan lurus dengan bahu, kemudian melakukan kegiatan memutar dari lengan : 5x tiap arah. Berdiri pada ujung kaki 10x atau luruskan tungkai kesamping 5x b Jalan 30 meter bolak-balik, 2x sehari 9. Fase IX a Latihan warming up 3x sehari : Membengkokkan badan kesamping, 5x tiap sisi Memutar badan (tangan kanan kelutut kiri, kemudian tangan kiri ke lutut b
kanan (5x tiap gerakan)) Jalan 60 meter bolak-balik, 2x
10. Fase X a. Latihan warming up 3x sehari. Membengkokkan badan kesamping, 10x tiap sisi. Sedikit menekuk dengan tangan dipinggang 10x dasar kaki tetap dilantai b. Jalan 100 meter bolak-balik 2x sehari. Menuruni tangga, naik dengan elefator. 11. Fase XI a Latihan warming up 3x sehari Membengkokkan badan kesamping dengan dibebani benda berat ½ kg, 10x tiap sisi Berdiri, angkat tungkai sambil menyandar pada dinding, 5x tiap tungkai b Menuruni tangga 1 tingkat naik kembali dengan elefator 12. Fase XII a Latihan warming up Membengkokkan badan kesamping dengan diberi beban ½ kg sambil menyadar ke tembok 10x tiap sisi Angkat tungkai5x tiap tungkai Memutar badan, dengan dibebani benda ½ kg 5x tiap sisi b Menuruni tangga 1 tingakt naik kembali dengan elefator 13. Fase XIII 51
a
Latihan warming up 3x sehari Membengkokkan badan kesamping dengan dibebani 1 kg, 10x Angkat tungkai sambil menyandar ke tembok Memutar badan dengan dibebani berat 1 kg 14. Fase XIV a Latihan warming up 3x sehari Membengkokkan badan kesamping dibebani 1 kg 10x tiap sisi. Memutar badan dengan dibebani berat 1 kg 10x tiap sisi Duduk dikursi, membungkuk dan pegang ujung jari kaki 10x b Naik tangga 1 tingkat dan turun kebawah
52
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan Jadi Infark Miokard Akut merupakan terjadinya nekrosis miokard yang cepat disebabkan oleh karena ketidakseimbangan yang kritis antara aliran darah dan kebutuhan darah miokard. Infark Miokard Akut juga sering diartikan penurunan aliran darah melalui satu atau lebih arteri koroner, mengakibatkan iskemia miokard dan nekrosis.( Doengoes, Moorhouse, Geissler, 1999 : 83 ). Menurut beberapa refrerensi, Infark Miokard Akut dapat disebabkan dengan : 1. Penyebab utama adalah rupture plak ateroskerotik dengan akibat spasme dan pembentukan gumpalan. 2. Hipertrofi ventrikel kiri (HVK), idiopathic hypertropic subaortic stenosis (IHSS). 3. Hipoksia yang disebabkan keracunan karbon monoksida atau gangguan paru akut. Infark pada keadaan ini biasanya terjadi bila kebutuhan miokard secara dramatic relative 4. 5. 6. 7. 8.
meningkat dibandigkan aliran darah. Emboli arteri koroner yang mungkin disebabkan oleh kolesterol atau infeksi. Vasospasm arteri koroner. Arteritis Abnormalitas Koroner, termasuk aneurysma arteri koroner. Kokain, afetamin, dan efedrin : meningkatkan afterload atau pengaruh inotopik, yang
menyebabkan kenaikan kebutuhan miokard. 9. Vasospasm primer arteri koroner B. Saran Sebagai perawat kita harus mengetahui tentang penyakit Infark Miokard Akut dan harus mengetahui konsep mengenai Infark Miokard Akut. Kita juga harus mengetahui cara penatalakasanaan menangani Infark Miokard Akut, khususnya dalam kondisi gawat darurat ataupun setting critical care.
53
DAFTAR PUSTAKA Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga J Corwin, Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC Katzung, Bertram G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi VI. Jakarta : EGC Kee, Joyce L, dkk. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta : EGC Noer, Sjaifoellah. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Ed. Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI Samekto, Widiastuti. 2001. Belajar Bertolak dari Masalah Infark Miokard Akut. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Santasa, Hunardja. 1998. Penuntun Kedaruratan Medis. Jakarta: EGC Smeltzer, Suzanne, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol.2. Jakarta : EGC Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
54