ASUHAN KEPERAWATAN SYNDROME OF INAPPROPRIATE ANTIDIURETIC HORMONE SECRETION (SIADH)
MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL
oleh: KELOMPOK 6
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2016
i
MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL
disusun sebagai pemenuhan tugas Keperawatan Medikal dengan dosen pengampu: Ns. Rondhianto M.Kep
oleh: Kelompok 6 Nanda Khoiril M.S. Handita Diani Ratri Puput Dwi Puspitasari
142310101048 142310101073 142310101110
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2016 KATA PENGANTAR
i
Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Syndrome Of Inappropriate Antidiuretic Hormone Secretion (SIADH)”. Karya tulis ilmiah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal. Penulis menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Akhirnya penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat.
Jember, Oktober 2016
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii DAFTAR ISI...........................................................................................................iii BAB 1. PENDAHULUAN......................................................................................1 1.1 Latar Belakang...............................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2 1.3 Tujuan.............................................................................................................2 1.4 Implikasi Keperawatan...................................................................................2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................4 2.1 Definisi...........................................................................................................4 2.2 Epidemiologi..................................................................................................5 2.3 Etiologi...........................................................................................................6 2.4 Klasifikasi.......................................................................................................8 2.5 Patofisiologi....................................................................................................9 2.6 Manifestasi Klinis.........................................................................................10 2.7 Pemeriksaan Penunjang................................................................................12 2.8 Penatalaksanaan Medis.................................................................................13 BAB 3. PATHWAY................................................................................................17 BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN KASUS......................................................18 4.1 Pengkajian....................................................................................................18 4.2 Diagnosa.......................................................................................................20 4.3 Intervensi......................................................................................................21 4.4 Implementasi dan Evaluasi...........................................................................26 BAB 5. PENUTUP................................................................................................32 5.1 Kesimpulan...................................................................................................32 5.2 Saran.............................................................................................................32 DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................33
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Keseimbangan cairan tubuh sangat tergantung dari asupan air melalui
rangsang haus dan pengeluarannya melalui urin secara hormonal hal ini di atur oleh arginin vasopresin (AVP) sebagai “hormon anti diuretik”. SIADH (Syndrome Of Inapropiate Secretion Of Anti Diuretic Hormon) adalah sindrom yang mekanismenya berlawanan dengan hal tersebut, karena gagalnya keluaran dari air bebas melalui urin, kepekatan urin terganggu, hiponatremia, hipomolalitas dan natriuresis. Dari pengertian tersebut maka dapat di ambil kesimpulan bahwa SIADH adalah suatu keadaan dimana kadar natrium serum yang kurang dari 135 mEq/L. Sindrom ini sangat jarang menurut hasil survei dari NIH, Amerika Serikat yang berarti SIADH dan penyakit sejenisnya hanya berefek pada kurang dari 200.000 penduduk AS. Walau pada pasien dewasa sangat jarang, namun pada anak sering menyertai pada kondisi pasien dengan hipotonik normovolemia dan hiponatremia. Angka kejadian yang pasti dari SIADH ini sulit diketahui karena penyakit ini bersifat sementara atau kronis. Pada kondisi lain berhubungan dengan gejala efek samping obat atau lesi pada paru atau sistem saraf. Pasien usia lanjut dengan hiponatremia yang sedang direhabilitasi cenderung memiliki gejala SIADH. Hal ini dapat di buktikan pada studi di kelompok usia lanjut dengan hiponatremi idiomatik kronik yang mendasari hubungan antara SIADH dan usia. Walau bagaimanapun risiko dari kejadian SIADH meningkat bila pasien menderita hiponatremi. Insiden dari kejadian SIADH sendiri pada anak-anak mencapai 1/3 pada anak dengan pneumonia yang berkorelasi dengan perburukan penyakit serta kesembuhannya. Mungkin restriksi cairan pada pasien ini sangat diperlukan uh tuk meningkatkan kesembuhannya.
1.2
Rumusan Masalah 1. Bagaimana definisi SIADH? 2. Bagaimana epidemiologi dari SIADH
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 1.3
Tujuan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
1.4
Bagaimana etiologi dari SIADH Bagaimana patofisiologi dari SIADH Bagaimana manifestasi klinis dari SIADH Bagaimana Pemeriksaan penunjang dari SIADH Bagaimana Penatalaksanaan medis dari SIADH Bagaimana pathway dari SIADH Bagaimana asuhan keperawatan pada SIADH
untuk mengetahui definisi dari SIADH untuk mengetahui epidemiologi dari SIADH untuk mengetahui etiologi dari SIADH untuk mengetahui patofisiologi dari SIADH untuk mengetahui manifestasi klinis dari SIADH untuk mengetahui Pemeriksaan penunjang dari SIADH untuk mengetahui Penatalaksanaan medis dari SIADH untuk mengetahui pathway dari SIADH untuk mengetahui asuhan keperawatan pada SIADH
Implikasi Keperawatan Peran perawat sangatlah berperan dalam penyakit SIADH ini. Bagaimana
tidak, di jaman yang sudah bisa di bilang lumayan modern sebagian masyarakat masih banyak yang kurang memahami apa itu yang di maksud dengan penyakit Kehamilan SIADH bahkan banyak yang belum paham tentang penyakit ini karena penyakit ini sendiri sangat jarang terjadi. Dari hal tersebut peran perawat sangat di butuhkan untuk membantu masyarakat agar lebih memahami tentang SIADH baik pengobatan dan pencegahannya. Peran perawat sebagai care giver perawat dapat memberikan pelayanan keperawatan secara langsung dan tidak langsung kepada klien menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi: melakukan pengkajian dalam upaya mengumpulkan data dan informasi yang benar, menegakkan diagnosa berdasarkan hasil analisis data, merencanakan intervensi keperawatan sebagai upaya mengatasi masalah klien.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi Syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone Secretion (SIADH)
didefinisikan sebagai suatu keadaan hiponatremia dan hipo-osmolalitas yang disebabkan oleh adanya suatu kondisi yang tidak tepat, sekresi yang terus menerus atau kinerja hormon yang tidak normal, atau terjadinya peningkatan volume plasma yang menyebabkan terganggunya ekskresi air (Thomas et al, 2016). Tao dan Kendall (2014) menebutkan bahwa SIADH adalah suatu kondisi dimana terjadi overproduksi ADH yang paling sering terjadi karena produksi ektopik ADH oleh suatu neoplasma (misalnya kanker paru small cell). Overproduksi ADH dapat menimbulkan terjadinya retensi air dan hiponatremia. Gambaran klinis dari SIADH adalah munculnya keluhan dan geja hiponatremia berupa perubahan status mental dan ketidak mampuan mengencerkan urine. SIADH adalah penyakit yang disertai dengan adanya kadar ADH dalam plasma dengan jumlah yang cukup tinggi namun tidak sesuai untuk osmolaritas plasma pada keadaan tersebut. Retesnsi cairan yang disertai dengan adanya asupan cairan yang normal, menyebabkan hiponatremia dan hipo-osmolaritas. Pada pasien SIADH, urin biasanya lebih pekat dibandingkan plasma. Keseimbangan natrium tetap normal (Greenspan & Baxter, 1998). Sindrom ketidaktetapan ADH ditandai dengan adanya peningkatan terhadap pelepasan ADH dari hipofisis posterior tanpa adanya stimulus normal untuk pelepasan ADH. Peningkatan pelepasan ADH biasanya terjadi sebagai repons terhadap peningkatkan osmolalitas plsma atau penurunan tekanan darah dalam tingkat yang lebih rendah. Pada kondisi SIADH, kadar ADH berada dalam jumlah yang tinggi walaupun osmolalitas plasma rendah. Osmolalitas plasma terus berkurang karena ADH menstimulasi reabsorbsi air oleh ginjal. Pelepasan ADH berlanjut tanpa kontrol umpan balik walupun osmolalitas plasma rendah dan volume darah meningkat (Corwin, 2009).
2.2
Epidemiologi Hiponatremia (serum Na <135 mmol / L atau <135 mEq / L) merupakan
temuan yang biasa ditemui di rumah sakit pada pasien SIADH. Hiponatremia telah dilaporkan terjadi pada 15% sampai 22% dari pasien rawat inap dan 7% dari pasien rawat jalan. Hiponatremia sedang sampai dengan berat (serum Na <130 mmol / L atau <130 mEq / L) ditemukan dalam 2,5% dari pasien rawat inap, dua pertiga di antaranya menunjukkan adanya perkengembangkan gangguan selama menjalani rawat inap. Salah satu studi prospektif menemukan bahwa SIADH sering teridentifikasi pada pasien rawat inap dengan hiponatremia (serum Na <130 mmol / L atau <130 mEq / L). Sebuah studi kelompok pada lebih dari 120.000 pasien yang berada pada IGD dan ruang rawat inap menemukan bahwa 42,6% dari pasien rawat jalan memiliki serum Na <136 mmol / L (<136 mEq / L), 6,2% <126 mmol / L (<126 mEq / L), dan 1,2% <116 mmol / L (<116 mEq / L). Insiden hiponatremia juga ditemukan berada pada kisaran yang tinggi (18%) di antara pasien panti jompo. Sebuah laporan dari 184 kejadian hiponatremia berat (dilaporkan sebagai ≤120 mmol / L [≤120 mEq / L]) di rumah sakit di Amerika Serikat dan Inggris menemukan bahwa 21% dari pasien tersebut mengalami hiponatremia akut dan 79% lainnya mengalami hiponatremia kronis. Hidrasi yang berlebihan (21%), terutama iatrogenik, adalah penyebab utama dari hiponatremia, sementara SIADH menyumbang sebanyak 8% pada insidensi hidrasi (BMJ, 2016). Bertambahnya usia (> 30 tahun) merupakan faktor risiko untuk terjadinya hiponatremia pada pasien dirawat di rumah sakit. Pria tampaknya lebih mungkin untuk mengalami hiponatremia ringan atau sedang, namun tidak sampai pada keadaan parah. Berat badan rendah juga merupakan faktor risiko untuk hiponatremia. Perempuan tampaknya lebih rentan terhadap hiponatremia yang diakibatkan oleh induksi obat dan
aktifitas yang dapat menyebabkan
hiponatremia seperti berlari maraton (Thomas, 2016).
2.3
Etiologi SIADH paling sering disebabkan oleh gangguan yang berupa adanya
hipersekresi ADH dari sumber hipotalamus normal atau dengan produksi ektopik. Penyebab SIADH dapat dibagi menjadi empat kategori yaitu: gangguan sistem saraf, neoplasia, penyakit paru, dan obat yang diinduksi (termasuk obat yang dapat merangsang pelepasan AVP, mempotensiasi efek dari AVP, atau obat yang memiliki mekanisme tidak pasti) (Thomas et al, 2016). Gangguan sistem saraf meliputi: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
Abses otak Kecelakaan serebrovaskular Lupus Tremens delirium Ensefalitis Epilepsi Sindrom guillain-barré Trauma kepala Herpes zoster Hidrosefalus Hipoksia ensefalopati iskemik Meningitis Multiple sclerosis Hipoksia perinatal Rocky mountain spotted fever Skizofrenia Perdarahan subarachnoid Hematoma subdural Obstruksi shunt ventriculoatrial
Gangguan neoplasia meliputi: 1. 2. 3.
Paru: karsinoma paru dan mesothelioma Gastrointestinal: karsinoma pada duodenum, pankreas, dan usus besar Genetalia dan urinaria: karsinoma adrenocortical, karsinoma serviks,
4.
ureter/kandung kemih, dan prostat, tumor ovarium Lainnya: tumor otak, tumor karsinoid, Ewing sarcoma, leukemia, limfoma, karsinoma nasofaring, neuroblastoma (pada indra penciuman), dan thymoma.
Penyakit paru meliputi: 1. 2. 3. 4. 5.
Bronkitis akut / bronchiolitis Kegagalan pernafasan akut Asma Atelektasis Pneumonia
6. 7. 8. 9. 10.
Penyakit paru obstruktif kronis Empisema Empiema Pneumotoraks Tuberkulosis
Obat-obatan yang dapat menyebabkan SIADH seperti: 1. 2. 3. 4. 5.
Cholorpropamid (obat yang menurunkan gula darah). Carbamazepine (obat anti kejang) Tricilyc (antidepresan) Vasopressin dan oxytocin (hormone anti diuretic buatan) Obat yang merangsang atau melepaskan vasopressin: vinuristin, cisplatin, dan ocytocin
2.4
Klasifikasi SIADH dapat dibagi sesuai dengan pola sekresi arginine vasopressin
(AVP) di berbagai osmolalitas plasma (Hannon & Thompson, 2010). 1.
Type A Bentuk yang paling umum dari SIADH. Pengeluaran AVP tidak teratur. Terjadi pada sekitar 30% pasien. Peningkatan tingkat level plasma AVP yang berubah-ubah tidak berhubungan dengan perubahan osmolaritas plasma selama pemberian infus saline hipertonik. Terlihat
2.
pada pasien dengan kanker paru-paru dan tumor nasofaring. Tipe B Bentuk umum dari SIADH. Kebocoran AVP secara lambat. Terjadi pada sekitar 30% pasien. Peningkatan ringan pada plasma AVP dibandingkan dengan mengetik A. Plasma AVP tetap stabil selama infus saline hipertonik dan hanya naik ketika kadar natrium serum
3.
mencapai kisaran normal. Tipe C Terjadi osmostat berulang. Terjadi pada sekitar 30% pasien. Tingkat AVP rendah selama keadaan hyponatraemic. Namun, tingkat AVP meningkat secara tidak wajar selama pemberian infus saline
4.
hipertonik sebelum hiponatremia dikoreksi. Tipe D
Pseudo-SIADH. Sekitar 10% terjadi pada pasien. AVP daam keadaan rendah atau tidak terdeteksi. Rendahnya tingkat AVP selama keadaan hyponatraemic dengan osmoregulasi yang normal pada pengeluaran AVP. Antidiuresis terjadi melalui mekanisme alternatif, salah satunya adalah sindrom nefrogenik dari diuresis yang tidak pantas (Syndrome of Inappropriate Diuresis, SIAD), kelainan genetik yang ditandai dengan peningkatan fungsi mutasi reseptor vasopressin 2 (V2). 2.5
Patofisiologi Terdapat beberapa keadaan yang dapat mengganggu regulasi cairan tubuh
dan dapat menyebabkan sekresi ADH yang tidak normal. Tiga mekanisme patofisiologi yang bertanggung jawab akan SIADH, meliputi: 1.
Sekresi ADH yang abnormal dari sistem hipofisis. Adanya sekresi ADH yang abnormal disebabkan oleh kelainan sistem saraf pusat seperti trauma kepala, stroke, meningitis, tumor, ensafalitis, sindrom guillain Barre. Pasien yang mengalami syok, status asmatikus, nyeri hebat atau stress tingkat tinggi, atau tidak adanya tekanan positif
2.
pernafasan juga akan mengalami SIADH. ADH atau substansi ADH dihasilkan oleh sel-sel diluar system supraoptik-hipofisis, yang disebut sebagai sekresi ektopik (misalnya
3.
pada infeksi). Kerja ADH pada tubulus ginjal bagian distal mengalami pemacuan. Bermacam-macam obat menstimulasi atau mempotensiasi pelepasan ADH. Obat-obat tersebut termasuk nikotin, transquilizer, barbiturate, anestesi
umum,
suplemen
kalium,
diuretik
tiazid,
obat-obat
hipoglikemia, asetominofen, isoproterenol dan empat anti neoplastic: sisplatin, siklofosfamid, vinblastine dan vinkristin. (Otto, 2003). Terjadinya SIADH ditandai dengan adanya peningkatan pelepasan ADH dari kelenjar hipofisis posterior tanpa adanya rangsangan normal untuk melepaskan ADH. Pengeluaran ADH yang berlanjut menyebabkan retensi air dari tubulus ginjal dan duktus. Volume cairan ekstra seluler meningkat dengan ditandai hiponatremi. Kondisi hiponatremi dapat menekan renin dan sekresi aldosteron
yang menyebabkan penurunan kadar Na diabsorbsi tubulus proximal. Hal ini menyebabkan penurunan konsentrasi air dalam urin sedangkan kandungan natrium dalam urin tetap, akibatnya urin menjadi pekat. Dalam keadaan normal ADH mengatur osmolalitas plasma, bila osmolalitas menurun mekanisme feed back akan menyebabkan inhibisi ADH. Hal ini akan mengembalikan dan meningkatkan ekskresi cairan oleh ginjal untuk meningkatkan osmolalitas plasma menjadi normal. Pada SIADH osmolalitas plasma terus berkurang akibat ADH merangsang reabsoprbsi air oleh ginjal (Copstead dan Banasik, 2013). Hormon Antidiuretik (ADH) bekerja pada sel-sel duktus koligentes ginjal untuk meningkatkan permeabilitas terhadap air. Ini mengakibatkan peningkatan reabsorbsi air tanpa disertai reabsorbsi elektrolit. Air yang direabsorbsi ini meningkatkan volume dan menurunkan osmolaritas cairan ekstraseluler (CES). Pada saat yang sama keadaan ini menurunkan volume dan meningkatkan konsentrasi urine yang diekskresi. 2.6
Manifestasi Klinis Gambaran klinis pada pasien SIADH biasanya adalah: 1. 2.
Mengalami retensi air dan kenaikan berat badan Mual dan muntah yang memburuk sejalan dengan derajat intoksikasi
3. 4. 5.
air Hiponatremi (penurunan kadar natrium ) Takhipnea Letargi
6.
Penurunan kesadaran sanpai koma
7.
Osmolalitas urine melebihi osmolalitas plasma, menyebabkan produksi urine yang kurang terlarut
8.
Ekskresi natrium melalui urine yang berkelanjutan
9.
Penurunan osmolalitas serum dan cairan ekstraselular
Menurut Price dan Lorraine (2005), tanda dan gejala yang dialami oleh pasien dengan SIADH tergantung pada derajat lamanya retensi air dan hiponatremia. Perlu untuk dilakukan pemeriksaan tingka osmolalitas serum, kadar BUN, kreatinin, Natrium, Kalium, Cl dan tes kapasitas pengisian cairan:
1.
Na serum >125 mEq/L Pasien akan mengalami: anoreksia, gangguan penyerapan, dan kram
2.
otot. Na serum = 115 – 120 mEq/L Pasien akan mengalami: sakit kepala, perubahan kepribadian,
3.
kelemahan dan letargia, mual dan muntah, kram abdomen. Na serum < 1115 mEq/L Pasien akan mengalami: kejang dan koma, reflek tidak ada atau terbatas, tanda babinski, papiledema, edema diatas sternum.
Penentuanan diagnosa SIADH yang paling baik adalah dengan menggunakan kriteria klasik Bartter-Schwartz, yang dapat diringkas sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Hiponatremia yang berhubungan dengan hipo-osmolalita; Sekskresi ginjal secara terus menerus terhadap natrium; Keenceran urine kurang dari batas maksimal; Tidak ditemukan bukti klinis mengenai penurunan volume; Tidak ditemukan penyebab lain dari hiponatremia; Koreksi hiponatremia dengan restriksi cairan.
Sedangkan dalam Greenspan dan Baxter (1998) dan Davey (2002) disebutkan bahwa kriteria diagnostik SIADH termasuk: 1.
Hiponatremia berhubungan dengan hipoosmolalitas plasma (< 280
2.
mosm/kg H₂O) ; Urine tidak maksimal di dilusi, contoh pemekatan tidak sesuai ( > 100
3.
mosm/kg H₂O); Euvolemia, termasuk tidak adanya gagal jantung kongestif, sirosis,
4. 5.
dan sindroma nefrotik; Peningkatan kadar Na⁺ urin; Tidak ada insufisiensi kelenjar adrenal, tiroid, ginjal, atau penggunaan diuretik.
Tergantung pada perkembangan penyakit, hiponatremia mungkin saja dapat atau mungkin saja tidak menimbulkan gejala pada pasien dengan SIADH. Sejarah dari kasus SIADH memperhitungkan pertimbangan sebagai berikut:
1.
Secara umum, hiponatremia yang berkembang secara lambat merupakan gejala yang lebih sedikit ditemukan daripada gejala
2.
penurunan natrium serum secara cepat dengan nilai yang sama. Tanda dan gejala dari hiponatremia akut tidak berhubungan dengan
3.
keparahan Pasien mungkin memiliki gejala yang
menunjukkan adanya
peningkatan sekresi ADH seperti nyeri kronis dan gejala yang timbul pada individu yang memiliki gangguan sistem saraf pusat, tumor paru, 4. 5.
cedera kepala, dan penggunaan narkoba Sumber dari adanya intake cairan yang berlebihan harus dievaluasi Keparahan kondisi harus dipertimbangkan (Thomas, 2016).
Setelah mengidentifikasi adanya hiponatremia, pendekatan yang dilakukan kepada pasien tergantung pada status klinis yang telah dinilai. Temuan fisik yang menonjol dapat dilihat hanya pada keadaan hiponatremia akut atau hiponatremia dengan onset yang cepat yang meliputi: 1. 2.
Kebingungan, disorientasi, mengigau Kelemahan otot secara general, mioklonus, tremor, asterixis, hiporefleksia, ataksia, disartria, pernafasan cheyne-stokes, refleks
3. 2.7
patologis Kejang menyeluruh, koma
Pemeriksaan Penunjang Tes laboratorium mungkin dapat membantu penegakan diagnosis SIADH.
Tes laboratorium tersebut meliputi: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Serum natrium, kalium, klorida, dan bikarbonat Osmolalitas plasma Kreatinin serum Nitrogen urea darah Gula darah Osmolalitas urin Serum asam urat Serum kortisol Hormon perangsang kelenjar tiroid
Volume pasien harus dinilai secara klinis untuk mengesampingkan adanya hipovolemia. Pemeriksaan pencitraan yang dapat membantu meliputi:
1.
Radiografi dada, untuk mendeteksi penyebab masalah paru yang
2.
mendasari munculnya SIADH. Computed tomography atau pencitraan resonansi magnetik kepala, untuk mendeteksi edema serebral yang terjadi sebagai komplikasi dari SIADH, untuk identifikasi gangguan sistem saraf pusat yang memiliki keterkaitan dengan SIADH, atau untuk membantu menyingkirkan penyebab potensial lain dari perubahan status neurologis.
2.8
Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan SIADH terbagi menjadi 3 kategori yaitu: a.
Pengobatan penyakit yang mendasari, yaitu pengobatan yang ditunjukkan untuk mengatasi penyakit yang menyebabkan SIADH, misalnya berasal dari tumor ektopik, maka terapi yang ditunjukkan adalah untuk mengatasi tumor tersebut.
b.
Mengurangi retensi cairan yang berlebihan. Pada kasus ringan retensi cairan dapat dikurangi dengan membatasi masukan cairan. Pedoman umum penanganan SIADH adalah bahwa sampai konsenntrasi natrium serum dapat dinormalkan dan gejala-gejala dapatdiatasi.Pada kasus yang berat, pemberian larutan normal cairan hipertonik dan furosemid adalah terapi pilihan.
c.
Semua asuhan yang diperlukan saat pasien mengalami penurunan tingkat kesadaran (kejang, koma, dan kematian) seperti pemantauan yang cermat masukan dan haluaran urine. Kebutuhan nutrisi terpenuhi dan dukungan emosional.
Pengobatan SIADH dan kecepatan koreksi hiponatremia tergantung pada faktor berikut ini: 1. 2. 3. 4.
Tingkat hiponatremia Apakah pasien menunjukkan gejala terhadap SIADH Apakah pasien mengalami sindrom akut (<48 jam) atau kronis Osmolalitas urin dan kreatinin
Jika durasi hiponatremia tidak diketahui dan pasien asimtomatik, maka pasien dianggap mengalami SIADH kronis. Dalam kondisi darurat, resiko terhadap Central Pontine Myelinolysis (CMP) selalu menjadi pertimbangan dalam
melakukan pengobatan secara cepat terhadap hiponatremia. Pengobatan tersebut dibenarkan sebagai berikut: 1.
Diindikasikan pada pasien yang memiliki gejala yang parah (misalnya: kejang, pingsan, koma, dan terjadi henti nafas), terlepas
2.
dari tingkat hiponatremia Sangat dipertimbangkan untuk pasien dengan hiponatremia sedang sampai berat dengan durasi dokumentasi kurang dari 48 jam
Tindakan yang bertujuan untuk memperbaiki hiponatremia pada tingkat yang tidak menyebabkan komplikasi neurologis adalah sebagai berikut: 1.
Meningkatkan natrium serum dengan 0,5-1 mEq / jam, dan tidak lebih
2.
dari 10-12 mEq pada 24 jam pertama Mengarahkan natrium serum maksimum 125-130 mEq / L
Dalam pengaturan akut (<48 jam sejak onset) di mana gejala sedang diamati, pilihan pengobatan untuk hiponatremia adalah sebagai berikut: 1. 2. 3.
3% hipertonik saline (513 mEq / L) Diuretik loop dengan saline Pemberian vasopressin-2 receptor antagonists (aquaretics, seperti
4.
conivaptan) Pembatasan cairan
Dalam keadaan asimtomatik kronis, pilihan utama pengobatan adalah sebagai berikut: 1. 2. 3.
Pembatasan cairan Pemberian vasopressin-2 receptor antagonists Jika vasopresin-2 antagonis reseptor tidak tersedia atau jika pengalaman terhadap vasopressin-2 receptor antagonists terbatas, agen lain yang harus dipertimbangkan termasuk diuretik loop dengan asupan meningkat garam, urea, manitol, dan demeclocycline.
Terapi SIADH tergantung dari sebab yang mendasarinya. Pasien dengan SIADH yang diinduksi oleh obat-obatan diterapi dengan menghentikan pemakaian terhadap obat-obatan tersebut. Pada pasien dengan karsinoma bronkogenik, terapi SIADH menjadi lebih sukar dengan prognosis yang buruk.
Terpai pada pasien SIADH ditujukan untuk mengembalikan osmolalitas plasma menjadi normal tanpa menyebabkan ekspansi lebih lanjut dari komponen cairan ekstraselular, yang dapat terjadi pada pemberian infus cairan hiporosmotik (Greenspan & Baxter, 1998) 1.
Restriksi Cairan Bentuk terapi paling sederhana adalah dengan melakukan pembatasan asupan cairan, walaupun pada masa yang paling panjang, haus hebat
2.
yang menyertai cara terapi ini sulit untuk dikelola. Diuretik Bila osmolalitas plasma rendah, dibutuhkan koreksi dengan cepat, diuretik seperti furosemid dengan dosis 1 mg/kg 1 jam dapat dipergunakan. Agen-agen ini mencegah gradien konsentrasi pada medula dari peningkatan sehingga menurunkan efektivitas ADH. Karena diuresis disertai dengan hilangnya kalium, kalsium, dan magnesium secara signifikan melalui urin, maka elektrolit-elektrolit
3.
ini harus diberikan pada pasien dengan cara infus intravena. Metode-metode terapi lain Pada keadaan darurat bila terjadi hiponatremia yang berat, salin hipertonis, misalnya natrium klorida 3% yang diberikan sendiri atau bersama furosemid. Ratio infus 20-40 ml akan meningkatkan natrium serum 1-2 meg/L perjam pada kebanyakan pasien.
17
BAB 3. PATHWAY
Kelenjar hipofisis terganggu
Peningkatan pelepasan ADH
Resiko Ketidakseimbangan Elektrolit
Gangguan Sistem Syaraf Epilepsi, lupus, trauma kepala, dll
Neoplasia Ca paru, Ca serviks, Ca nasofaring, dll
Penyakit Pada Paru Bronkitis, pneumonia, empisema, dll
Efek Obat Cholorpropamid, Carbamazepine, Tricilyc, dll
SIADH
Inhibisi ADH tidak terkontrol
Stimulasi sekresi ADH
Peningkatan osmolaritas plasma
Retensi cairan
Edema
Ketidak Efektifan Perfusi Jaringan
Aliran darah lambat Supply darah ke organ tubuh ↓
Hiponatremia Aktivasi saraf simpatis ↓ Menerkan renin dan sekresi aldosteron
Anorexia Gerakan peristaltik ↓
Penurunan kadar natrium
Gangguan Eliminasi Urine
Perut terasa penuh Retensi makanan di lambung Nausea
Penurunan konsentrasi air di urine
Urine lebih pekat
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN KASUS
Tn. A berusia 41 tahun seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) di sebuah kantor imigrasi. Tn. A tinggal bersama seorang istri dan dua orang anak. Tn. A datang ke UGD RS. Jember Nursing Center diantar oleh keluarganya dengan kondisi tubuh yang lemah lunglai. Klien mengeluh sakit kepala sejak 3 hari yang lalu disertai dengan mual dan muntah, sehingga klien tidak nafsu makan. Meskipun demikian, dilaporkan pula berat badan klien meningkat dan tampak adanya edema di ekstremitas bawah. Klien juga melaporkan bahwa urin yang keluar ketika BAK sedikit dan pekat, tidak seperti biasanya. Selain itu, klien juga menyampaikan bahwa sering mengalami kram pada tangan dan kakinya, serta perutmya. Klien juga mengalami kebingungan tentang sesuatu, dan sempat mengalami kejang. Pada pemeriksaan fisik didapat keadaan umum pasien TD: 90/60 mmHg RR: 22x/menit Nadi: 80x/menit suhu: 36.80C. Pemeriksaan penunjang didapatkan hasilnya natrium serum menurun <15 M Eq/L, natrium urin >20 M Eq/L, berat jenis urin meningkat (<1.020).
4.1 Pengkajian a. Identitas Klien Nama : Tn. A Umur : 41 th Jenis kelamin : Laki-laki Agama : Islam Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia Pekerjaan : PNS Alamat : Jalan Kenanga No. 17 b. Keluhan Utama Klien mengeluh urin yang keluar ketika BAK sedikit dan pekat. c. Riwayat Penyakit Sekarang Klien mengeluh pusing disertai mual dan muntah sehingga klien tidak memiliki nafsu makan. Kondisi ini diperberat dengan adanya kram pada perut klien yang frekuensinya semakin sering. d. Riwayat Penyakit Dahulu Tn. A pernah MRS karena mual dan muntah yang berkepanjangan. e. Riwayat Penyakit Keluarga
Tn. A tidak mempunyai riwayat penyakit keluarga yang menular dan menurun. f. Pola Kesehatan Fungsional 1. Eliminasi Urin yang dikeluarkan ketika BAK berkurang, tidak seperti sebelumnya. 2. Pola Nutrisi dan Metabolisme Klien tidak nafsu makan, mual dan muntah, BB turun 7 kg 3. Pola Istirahat dan Tidur Pasien mengalami kesulitan tidur karena sering kram pada tangan dan kakinya. 4. Nyeri/Keamanan Klien tidak mengalami nyeri tetapi kram pada ekstremitas. 5. Pola Persepsi dan Tatalaksana Hidup Sehat Pasien perokok aktif sejak remaja 6. Pola Aktifitas Pasien bekerja dari pagi hingga sore di Kantor Imigrasi dan aktifitas ringan di sekitar rumah 7. Seksualitas Seksualitas terganggu karena keluhan-keluhan yang dirasakannya 8. Pola Persepsi dan Konsep Diri Pasien sering merasa kebingungan dan cemas g. Riview Of System (ROS) B1 :B2 :B3 : sakit kepala B4 : urin sedikit dan pekat B5 : mual, muntah, kram perut B6 : kelemahan h. Pemeriksaan Diagnostik 1. Natrium urin kurang dari 15 M Eq/L(menandakan konservasi ginjal terhadap Na) 2. Berat urine meningkat ( <1,020 ) 3. Osmolalitas plasma dan hiponatremia ( penurunan konsentrasi natrium,
natrium serum menurun sampai 170 M Eq/L 4. Prosedur khusus :tes fungsi ginjaladrenal,dan tiroid normal 4.2 Diagnosa 1. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan retensi cairan. 2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penurunan konsentrasi air dalam urine. 3. Ketidak efektifan perfusi jaringan berhubungan dengan edema.
4. Nausea berhubungan dengan retensi makanan di lambung. 4.3 Intervensi No 1
Diagnosa Keperawatan
NOC
NIC
Resiko
Setelah dilakukan tindakan
Electrolyte management
ketidakseimbangan
keperawatan, resiko
elektrolit berhubungan
ketidakseimbangan
dengan retensi cairan
elektrolit dapat berkurang dengan kriteria hasil:
1.
elektrolit serum 2.
Sodium serum dalam batas normal (135-145
2.
mEq/L) Potasium serum dalam
3.
elektrolit Catat intake dan
4.
output dengan akurat Memberikan suplemen elektrolit yang telah
batas normal (3,5-5,1 3.
mEq/L) Klorida serum dalam batas normal (96-106
4.
5.
6.
mEq/L) Magnesium serum
yang abnormal Monitor manifestasi ketidak seimbangan
Electrolyte Balance 1.
Monitor terhadap
5.
diresepkan Monitor terhadap
6.
kelihangan cairan Sediakan diet yang sesuai dengan pasien
dalam batas normal
dengan
(1,3-2,1 mg/dL) Kalsium serum dalam
ketidakseimbangan elektrolit
batas normal (8,4-10,6
Fluid management
mg/dL) Fosfor serum dalam
1.
Monitor status
2. 3.
hidrasi Monitor TTV Menilai lokasi dan
4.
luasnya edema Monitor status
5.
nutrisi Monitor respon
batas normal (2,5-4,5 mg/dL)
pasien terhadap
terapi elektrolit yang telah diresepkan Fluid monitoring 1.
Monitor berat badan
2.
pasien Monitor intake dan
3.
output Monitor tekanan darah, denyut jantung, dan status
4. 2
Gangguan eliminasi urin
Setelah dilakukan tindakan
output dengan akurat Urinary elimination
berhubungan dengan
keperawatan, gangguan
management
penurunan konsentrasi air
eliminasi urine dapat
dalam urine
berkurang dengan kriteria
1.
Monitor eliminasi urine meliputi
hasil:
3
respirasi Catat intake dan
frekuensi,
Urinary Elimination
konsistensi, bau,
1.
volume, warna Monitor tanda dan
Jumlah urine dalam
2.
batas normal (800-
gejala terjadinya
2.
2.000 ml) Warna urine
3.
retensi urine Catat waktu terakhie
3. 4.
kekuningan Bau urine khas Pasien tidak merasa
4.
pasien berkemih Ajarkan pasien dan
5.
nyeri sealam berkemih Frekuensi berkemih
6.
normal Intake cairan dalam
keluarga untuk mencatat banyaknya urine yang
Ketidak efektifan perfusi
batas normal Setelah dilakukan tindakan
dikeluarkan 5. Batasi cairan Fluid/electrolyte
jaringan perifer
keperawatan,
management
berhubungan dengan
ketidakefektifan perfusi
1.
Monitor tingkat
edema
jaringan dapat berkurang
elektrolit serum
dengan kriteria hasil: 2.
yang abnormal Monitor perubahan
Tissue perfusion:
pada status pulomer
peripheral
dan cardio yang
1. 2.
CRT < 2 detik Temperatur ekstremitas
3.
bawah teraba hangat Tekanan darah sistol
menunjukkan terjadinya kelebihan 3.
dalam batas normal 4.
(100-140 mmHg) Tekanan darah diastole
output pasien 4.
dengan akurat Monitor tanda dan
5.
gajala renensi urine Monitor tanda-tanda
6.
vital Berikansuplemen
dalam batas normal (< 5. 6. 7.
85 mmHg) Edema teratasi Tidak terjadi nekrosis Tidak terjadi
8.
kelemahan otot Tidak terjadi
elektrolit yang telah 7.
kelumpuhan
cairan Mencatat intake dan
diresepkan Monitor efek samping suplemen
8.
elektrolit Monitor terhadap kelingan cairan (muntah, diare, pendarahan, dan
4
Nausea dengan
berhubungan Setelah dilakukan tindakan adanya
retensi keperawatan, nausea dapat
makanan di lambung
berkurang dengan kriteria
takipnea) Nausea management 1.
secara lengkap
hasil:
terhadap mual yang
Appettite 1.
meliputi frekuansi, durasi,
Pasie
keparahan,dan faktor
n memiliki keinginan untuk makan
Lakukan pengkajian
2.
presipitasi Evaluasi dampak
2.
Pasie
dari mual terhadap
n menikmati 3.
makanannya 3.
Intak
nonfarmalogiks
e makanan, nutrisi, dan
seperti distraksi dan
cairan adekuat Nausea and vomiting
kualitas hidup Ajarkan teknik
4.
relaksasi Dorong pasien untuk istirahat dan tidur
control
secara adekuat untuk 1. Pasien mengetahui kapan
5.
mengurangi mual Sediakan informasi mengenai mual yang
mual muncul 2.
dialami pasien
Pasien dapat
seperti penyebab
mendeskripsikan faktor
mual dan berapa
yang dapat
lama pasien akan
menyebabkan mual
mengalami mual
3. Pasien melaporkan dapat mengontrol mual dan
Nutritional monitoring 1.
muntah
Tentukan status nutrisi pasien dan kemampuan pasien utnuk mencapai
2.
kebutuhan nutrisi Monitor intake
3.
kalori dan diet Monitor penuruan dan kenaikan berat badan
4.4 Implementasi dan Evaluasi
NO 1
DIAGNOSA KEPERAWATAN Resiko ketidakseimbangan elektrolit
IMPLEMENTASI Electrolyte management 7.
elektrolit serum yang
berhubungan dengan retensi cairan
Memonitor terhadap
8.
9.
abnormal Memonitor
EVALUASI S:
pasien
mengatakan “keadaan saya masih seperti
tidak ada perubahan”
manifestasi ketidak
O:
seimbangan elektrolit Mencatat intake dan
masih
output dengan akurat 10. Memberikan suplemen elektrolit yang telah diresepkan 11. Memonitor terhadap kelihangan cairan 12. Menyediakan diet
kemarin,
pasien
udem,
tampak
mengalami kadar
Na
serum > 125 mEq/L A: masalah belum teratasi P: lanjutkan intervensi manajemen
yang sesuai dengan
elektrolit,
pasien dengan
manajemen carian,
ketidakseimbangan
dan monitoring
elektrolit
cairan
Fluid management 6.
Memonitor status
7.
hidrasi Memonitor TTV. Melakukan pengukuran tekanan darah, suhu, nadi, dan menghitung
8.
respiratory rate pasien Menilai lokasi dan
9.
luasnya edema Memonitor status
nutrisi 10. Memonitor respon
pasien terhadap terapi elektrolit yang telah diresepkan Fluid monitoring 5.
Memonitor berat
6.
badan pasien Memonitor intake dan
7.
output Memonitor tekanan darah, denyut jantung,
8. 2
Gangguan urin dengan
dan status respirasi Mencatat intake dan
output dengan akurat eliminasi Urinary elimination
berhubungan management penurunan
konsentrasi air dalam
6.
Memonitor eliminasi urine meliputi
urine
frekuensi, konsistensi, 7.
8.
9.
bau, volume, warna Memonitor tanda dan
S: pasien mengatakan “kencing saya masih sedikit sus” O: volume urine dalam kantung kateter sedikit 200
gejala terjadinya
ml
retensi urine Mencatat waktu
A: masalah belum
terakhie pasien
P: lanjutkan
berkemih Mengajarkan pasien
intervensi
dan keluarga untuk mencatat banyaknya
teratasi
manajemen eliminasu urine
urine yang
3
Ketidak efektifan
dikeluarkan 10. Membatasi cairan Fluid/electrolyte
S: pasien
perfusi jaringan
management
mengatakan
perifer berhubungan
9.
Memonitor tingkat
“bengkak di kaki
dengan edema
elektrolit serum yang abnormal 10. Memonitor perubahan pada status pulomer dan cardio yang menunjukkan terjadinya kelebihan cairan 11. Mencatat intake dan output pasien dengan akurat 12. Memonitor tanda dan gajala renensi urine 13. Memonitor tandatanda vital 14. Memberikansuplemen elektrolit yang telah
saya sepertinya mengecil sedikit sus” O: edema di ekstremitas bawah tampak sedikit berkurang, TD 110/60 mmHg, RR 20 kali/menit, CRT > 2 detik, suhu 35°C A: masalah teratasi sebagian P: lanjutkan intervensi manajemen cairan/elektrolit
diresepkan 15. Memonitor efek samping suplemen elektrolit 16. Memonitor terhadap kelingan cairan (muntah, diare, pendarahan, dan 4
takipnea) Nausea berhubungan Nausea management
S: pasien
dengan adanya retensi
mengatakan “saya
makanan di lambung
6. Melakukan pengkajian
secara lengkap terhadap mual yang meliputi frekuansi, durasi, keparahan,dan faktor presipitasi 7. Mengevaluasi dampak dari mual terhadap
sudah tidak mual lagi sus” O: pasien mengalami peningkatan nafsu makan, intake makanan, nutrisi, dan cairan adekuat,
kualitas hidup 8. Mengajarkan teknik
nonfarmalogiks seperti distraksi dan relaksasi 9. Mendorong pasien
untuk istirahat dan tidur secara adekuat untuk mengurangi mual 10. Menyediakan
informasi mengenai mual yang dialami pasien seperti penyebab mual dan berapa lama pasien akan mengalami mual Nutritional monitoring 4.
Menentukan status nutrisi pasien dan kemampuan pasien utnuk mencapai
5.
kebutuhan nutrisi Memonitor intake
6.
kalori dan diet Memonitor penuruan dan kenaikan berat badan
A:masalah teratasi P: hentikan intervensi
BAB 5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan Syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone Secretion (SIADH) didefinisikan sebagai suatu keadaan hiponatremia dan hipo-osmolalitas yang disebabkan oleh adanya suatu kondisi yang tidak tepat, sekresi yang terus menerus atau kinerja hormon yang tidak normal, atau terjadinya peningkatan volume plasma yang menyebabkan terganggunya ekskresi air. SIADH paling sering disebabkan oleh gangguan yang berupa adanya hipersekresi ADH dari sumber hipotalamus normal atau dengan produksi ektopik. Orang dengan penyakit SIADH biasanya menunjukkan gambaran klinis seperti; mual dan muntah yang memburuk sejalan dengan derajat intoksikasi air, hiponatremi, takhipnea, letargi, penurunan kesadaran sampai koma dan lain sebagainya. Agar dapat dipastikan untuk melakukan penegakan diagnosis SIADH maka ada beberapa tes laboratorium yang dapat membantu yakni; serum natrium,kalium,klorida dan bikarbonat, lalu tes laboratorium osmolitas plasma, tes kretinin serum, tes nitrogen urea darah, tes gula darah dan tes osmolitas urin, tes serum asam urat, tes serum kortisol, dan tes hormon perangsang kelenjar tiroid. Penatalaksanaan dari SIADH terbagi menjadi 3 kategori yaitu; pengobatan penyakit yang mendasari, mengurangi retensi cairan yang berlebihan, dan Semua asuhan yang diperlukan saat pasien mengalami penurunan tingkat kesadaran (kejang, koma, dan kematian) seperti pemantauan yang cermat masukan dan haluaran urine. Kebutuhan nutrisi terpenuhi dan dukungan emosional. 5.2 Saran Di harapkan para tenaga kesehatan lebih memfokuskan lagi untuk mengatasi terjadinya SIADH agar tidak sering terjadi ataupun meningkat. Tenaga kesehatan seharusnya mensosialisasikan bagaimana cara-cara untuk mencegah terjadinya SIADH dan bagaimana cara mengatasi SIADH.
DAFTAR PUSTAKA
BMJ Best Practice. 2016. Syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone [Serial
Online].
http://bestpractice.bmj.com/best-
practice/monograph/196/basics/epidemiology.html [15 Oktober 2016]. Bulechek, (et al). 2013. Nursing Interventions Classifications (NIC) 6th Edition. Missouri: Mosby Elsevier. Copstead, L.E.C. dan Banasik, J.L. 2013. Pathophysiology. Missouri: Elsevier. Corwin, E.J. 2001. Patofisiologi:Sistem Endokrin. Jakarta : EGC. Corwin, E.J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC. Davey, P. 2002. At a Glance Medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga. Greenspan, F.S. dan Baxter, J.D. 1998. Endokrinologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC. Hannon, M.J. dan Thompson, C.J. 2010. The Syndrome Of Inappropriate Antidiuretic Hormone: Prevalence, Causes And Consequences [Serial Online].
http://www.eje-online.org/content/162/Suppl1/S5.long
[15
Oktober 2016]. Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds). 2014. NANDA International Nursing Diagnoses: Definition and Classification, 2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell. Moorhed, (et al). 2013. Nursing Outcomes Classifications (NOC) 5th Edition. Missouri: Mosby Elsevier. Otto, S.E. 2003. Buku Saku Keperawatan Onkologi. Jakarta: EGC. Price, S.A. dan Lorraine, M.W. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Volume 2. Jakarta: EGC.
Tao, L dan Kendall, K. 2014. Sinopsis Organ System: Endokrinologi. Tangerang Selatan: Karisma Publishing Group. Thomas et al. 2016. Syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone Secretion [Serial Online]. http://emedicine.medscape.com/article/246650-overview [06 Oktober 2016]. Tisdale, James & Miller, Douglas. 2010. Drug-Induced Diseases: Prevention, Detection, and Management, page 892. U.S : heartside publishing.
35