LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HHF (HIPERTENSI HEART FAILURE) DI RUANG RAWAT INAP Lt 3 RSU KALIWATES JEMBER
Oleh: Denis Aprilia Sofika Habib NIM 152310101212
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2017
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan pendahuluan dan resume klien dengan Hipertensi Heart Failure Di Ruang Rawat Inap Lt.3 RSU Kaliwates Jember, telah disetujui dan disahkan pada: Hari, Tanggal : Tempat
:
Jember, Mahasiswa
Denis Aprilia Sofika Habib NIM 152310101212
Pembimbing Klinik IRNA Lt.3 RSU Kaliwates Jember
Pembimbing Akademik Stase Keperawatan Medikal PSIK Universitas Jember
Ns. Baskoro Setioputro. M.Kep NIP
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HHF (HIPERTENSI HEART FAILURE) DI RUANG RAWAT INAP Lt 3 RSU KALIWATES JEMBER Oleh: Denis Aprilia Sofika Habib A. Konsep Dasar HHF (Hipertensi Heart Failure) 1. Pengertian Hipertensi Heart Failure adalah penyakit jantung yang terjadi akibat komplikasi jantung pada pasien hipertensi dapat disebabkan secara langsung oleh derajat tingginya tekanan darah dan proses aterosklerosis yang dipercepat (Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia, 1996; 1128). Aterosklerosis adalah suatu proses pengerasan pada pembuluh darah yang ditandai oleh penimbunan sejumlah substansi berupa endapan lemak, kolesterol, trombosit, sel makrofag, leukosit, kalsium dan produk sampah seluler lainnya yang terbentuk di dalam lapisan tunika intima hingga tunika media, yang disebut sebagai plak ateroma. Arteriosklerosis adalah pengerasan pembuluh darah arteri yang membawa darah dari jantung untuk dialirkan ke seluruh tubuh. Penyakit jantung hipertensif ditegakkan bila dapat dideteksi hipertrofi ventrikel kiri sebagai akibat langsung dari peningkatan bertahap tahanan pembuluh perifer dan beban akhir ventrikel kiri (Arif Mansjoer, dkk, 2001 : 441). Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologik adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Smeltzer, 2002). Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung (Tabrani, 1998). Berdasarkan definisi patofisiologik gagal jantung (decompensatio cordis) atau dalam bahasa inggris Heart Failure adalah ketidakmampuan jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan pada saat istirahat atau kerja ringan. Hal tersebut akan menyebabkan respon sistemik
khusus yang bersifat patologik (sistem saraf, hormonal, ginjal, dan lainnya) serta adanya tanda dan gejala yang khas (Fathoni, 2007). Decompensasi cordis atau heart failure adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung (Prince, 2005). Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan heart failure adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa kebutuhan darah ke seluruh tubuh dan akan menyebabkan respon sistemik khusus yang bersifat patologik (sistem saraf, hormonal, ginjal, dan lainnya) serta adanya tanda dan gejala yang khas. 2. Epidemiologi Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan penyebab meningkatnya resiko pnyakit stroke, jantung dan ginjal. Pada akhir abad ke 20, penyakit jantung dan pembuluh darah menjadi penyebab utama kematian di negara maju dan negara berkembang. Berdasarkan Survei Kesehatan Rungah Tangga (SKRT) tahun 2001, kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah adalah hipertensi, disamping hiperkolesterollemia dan diabetes militus. Menteri kesehatan Dr.dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K) menyatakan, prevalensi hipertensi di daerah Indonesia pada daerah urban dan rula berkisar antara 17-20%. Data secara nasional yang ada belum lengkap. Sebagian besar penderita hipertensi di Indonesia tidak terdeteksi, sementara mereka yang terdeteksi umumnya tidak menyadari kondisi penyakitnya, sejumlah 85-90% hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai hipertensi primer (hipertensi esensial atau idiopatik). Hanya sebagian kecil hipertensi yang dapat di tetapkan penyebarannya ( hipertensi sekunder). Tidak ada data akurat mengenai prevalensi hipertensi sekunder dan sangat bergantung di mana angka itu di teliti. Diperkirakan terdapat sekitar 6% pasien hipertensi sekunder sedang di pusat rujukan dapat mencapai sekitar 35%.
3. Etiologi Ada 2 faktor utama penyebab penyakit jantung hipertensi yaitu : 1. Penebalan ateriol koroner yaitu bagian dari hipertrofi umum otot polos pembuluh darah resistensi arteriol (arteriolus resistance vessels) seluruh badan kemudian terjadi retensi garam dan air yang mengakibatkan berkurangnya compliance pembuluh ini dan meningkatnya tahanan perifer. 2. Peningkatan hipertrofi mengakibatkan berkurangnya kepadatan kapiler per unit otot jantung bila timbul hipertrofi eksentrik, peningkatan jarak difusi antara kapiler dan serat otot yang hipertrofi menjadi faktor utama pada stadium lanjut dari gambaran hemodinamik (Arif Mansjoer, dkk, 2001: 441).
4. Patofisiologi Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada 3 mekanisme primer yang dapat dilihat yaitu meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, hipertrofi ventrikel. Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada awal perjalanan gagal jantung. Namun, dengan berlanjutnya gagal jantung kompensasi menjadi kurang efektif (Prince, 2005). Sekresi neurohormonal sebagai respon terhadap gagal jantung antara lain : (1) nonepinephrine menyebabkan vasokontriksi, meningkatkan denyut jantung, dan toksisitas myocite, (2) angiotensin II menyebabkan vasokonstriksi, stimulasi aldosteron, dan mengaktifkan saraf simpatis, (3) aldosteron menyebabkan retensi air dan sodium, (4) endothelin menyebabkan vasokonstriksi dan toksisitas myocite, (5) vasopresin menyebabkan vasokontriksi dan reasorbsi air, (6) TNF α merupakan toksisitas langsung myosite, (7) ANP menyebabkan vasodilatasi, ekresi sodium, dan efek antiproliferatif pada myocite, (8) IL 1 dan IL 6 toksisitas
myocite. Berdasar hukum Fank-Starling, semakin teregang serabut otot jantung pada saat pengisian diastolik, maka semakin kuat kontraksinya dan akibatnya isi sekuncup bertambah besar. Oleh karena itu pada gagal jantung, terjadi penambahan volum aliran balik vena sebagai kompensasi sehingga dapat meningkatkan curah jantung (Nugroho, 2009). Menurut Smeltzer (2002), pada gagal jantung kiri Manifestasi klinis yang terjadi meliputi dispneu, ortopneu batuk, mudah lelah, takikardia, bunyi jantung S3, kecemasan dan kegelisahan. Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti visera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena. Gagal jantung kanan Manifestasi klinis yang terjadi meliputi edema, pitting edema, pertambahan berat badan, hepatomegali, anoreksia, nokturia, dan lemah.
5. Tanda dan Gejala (Ziliwu, 2013).
Gagal Jantung Kanan
Gagal Jantung Kiri
Oedema/pitting oedema
Lemas/fatique
Anoreksia/ perut kembung
Berdebar-debar
Nausea
Sesak nafas (dyspneu d’effort)
Ascites
Orthopnea
Jugulare Vein Pressure meningkat
Dyspnea nocturnal paroxismal
Pulsasi vena jugularis
Pembesaran jantung
Hepatomegali
Keringat dingin
Fatique
Takikardia
Hipertrofi jantung kanan
Kongesti vena pulmonalis
Irama derap/ gallop ventrikel kanan
Ronchi basah dan wheezing
Irama derap/ gallop atrium kanan
Terdapat BJ III dan IV (gallop)
Murmur
Cheynes stokes
Tanda-tanda penyakit paru kronik
Hidrothorax
New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas, antara lain (Ziliwu, 2013): Kelas 1= bila klien dapat melakukan aktifitas berat tanpa keluhan Kelas 2= bila klien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari aktifitas sehari-hari tanpa keluhan Kelas 3= bila klien tidak dapat melaksanakan aktifitas sehari-hari Kelas 4= bila klien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan harus tirah baring Diagnosa gagal jantung kongestif (kriteria Framingham), meliputi: Kriteria mayor:
Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea
Peningkatan tekanan vena jugularis
Ronki basah tidak nyaring
Kardiomegali
Edema paru akut
Irama derap S3 (gallop rhythm)
Peningkatan tekanan vena > 16 cm H2O
Refluks hepatojugular
Kriteria minor:
Edema pergelangan kaki
Batuk malam hari
Dyspneu d’effort
Hepatomegali
Efusi pleura
Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum
Takikardia (> 120x/ menit)
Kriteria mayor atau minor: Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari setelah terapi Diagnosa ditegakkan dengan mendapatkan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah kriteria minor yang ditemukan pada saat sama/bersamaan (Ziliwu, 2013).
5. Kemungkinan komplikasi yang muncul Pada bayi dan anak-anak yang menderita gagal jantung yang lama biasanya mengalami gangguan pertumbuhan. Berat badan lebih terhambat dari pada tinggi badan. Pada gagal jantung kiri dengan gangguan pemompaan pada ventrikel kiri dapat mengakibatkan bendungan paru dan selanjutnya dapat mengakibatkan ventrikel kanan berkompensasi dengan mengalami hipertropi dan menimbulkan dipsnea dan gangguan pada system pernapasan lainnya. Pada gagal jantung kanan dapat terjadi hepatomegali, asites, bendungan pada vena perifer, dan gangguan gastrointestinal.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan foto thoraks: mengidentifikasi kardiomegali, infiltrat prekordial kedua paru dan efusi pleura
EKG: mengidentifikasi penyakit yang mendasari seperti infark miocard dan aritmia. Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia dan kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya aneurime ventricular.
Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.
Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.
Kateterisasi jantung : Tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan versus sisi kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas.
Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang rendah sehingga hasil hemodilusi darah dari adanya kelebihan retensi air.
Pemeriksaan lain seperti Hb, leukosit, ekokardiografi, angiografi, fungsi ginjal dan fungsi tiroid dilakukan atas indikasi.
7. Penatalaksanaan
Menghilangkan faktor pencetus
Mengendalikan gagal jantung dengan memperbaiki fungsi pompa jantung, mengurangi beban jantung dengan pemberian diet rendah garam, diuretik dan vasodilator
Menghilangkan penyakit yang mendasarinya, baik secara medis atau bedah
Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen, diusahakan agar PaCO2 sekitar 60-100 mmHg ( saturasi O2 90-98 %) dan menurunkan konsumsi 02 melalui istirahat/pembatasan aktifitas
Pemberian obat-obatan sesuai dengan program, seperti morfin diberikan untuk menurunkan faktor preload dan afterload: furosemide untuk mengurangi oedema/diuresis, aminofilin untuk merangsang miokardium, obat inotropik (digitalis glikosida, dopamin HCL, phosphodiesterase inhibitor) meningkatkan kapasitas fisik: nitrogliserin untuk menurunkan hipertensi vena paru.
Bila perlu monitoring menggunakan Central Venous Pressure atau juga dengan Swan Ganz chateter
8. Terapi yang dilakukan a. Terapi Farmakologis a) Glikosida jantung Digitalis,
meningkatkan
kekuatan
kontraksi
otot
jantung
dan
memperlambat frekuensi jantung. Efek yang dihasilkan: peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah dan peningkatan diuresisi dan mengurangi edema. b) Terapi diuretik Diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air melalui ginjal. Penggunaan harus hati – hati karena efek samping hiponatremia dan hipokalemia. c) Terapi vasodilator Obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi tekanan terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan. Obat –obat yang digunakan antara lain : 1. Antagonis kalsium, untuk memperbaiki relaksasi miokard dan menimbulkan vasodilatasi koroner. 2. Beta bloker, untuk mengatasi takikardia dan memperbaiki pengisian ventrikel. 3. Diuretika, untuk gagal jantung disertai edema paru akibat disfungsi diastolik. Bila tanda edema paru sudah hilang, maka pemberian diuretika harus hati-hati agar jangan sampai terjadi hipovolemia dimana pengisian ventrikel berkurang sehingga curah jantung dan tekanan darah menurun. 4. Pemberian antagonis kalsium dan beta bloker harus diperhatikan karena keduanya dapat menurunkan kontraktilitas miokard sehingga memperberat kegagalan jantung (Ziliwu, 2013).
B. Clinical Pathway
C. Konsep Asuhan Keperawatan Pengkajian 1) Identitas klien Nama
:
No.RM
:
Umur
:
Pekerjaan
:
Jenis Kelamin :
Status Perkawinan
Agama
:
Tanggal MRS :
Pendidikan
:
Tanggal pengkajian
Sumber Informasi
:
:
:
2) Pemeriksaan Neurologis (B1-B6) a) B1 (Breathing) Dispnea dengan atau tanpa aktivitas, batuk produktif, riwayat perokok dengan penyakit pernafasan kronis. Pada pemeriksaan mungkin di dapatkan peningkatan respirasi, pucat atau cyanosis, suara nafas crakcles atau wheezing atau juga vesikuler. Sputum jernih atau juga merah muda/ pink tinged. b) B2 (Bleeding) Mempunyai riwayat IMA, Penyakit jantung koroner, CHF, Tekanan darah tinggi, diabetes melitus. Tekanan darah meningkat, nadi mungkin normal atau terlambatnya capilary refill time, disritmia. Suara jantung, suara jantung tambahan S3 atau S4 mungkin mencerminkan terjadinya kegagalan jantung/ ventrikel kehilangan kontraktilitasnya. Murmur jika ada merupakan akibat dari insufisensi katub atau muskulus papilaris yang tidak berfungsi. Heart rate mungkin meningkat atau menglami penurunan (tachy atau bradi cardia). Irama
jantung
mungkin
ireguler
atau
juga
normal.
Edema: Jugular vena distension, odema anasarka, crackles mungkin juga timbul dengan gagal jantung.
Warna kulit mungkin pucat baik di bibir dan di kuku. Nyeri dada atau dada berdebar-debar pada saat melakukan aktivitas. Timbulnya nyeri dada yang tiba-tiba yang tidak hilang dengan beristirahat atau dengan nitrogliserin. Lokasi nyeri dada bagian depan substerbnal yang mungkin menyebar sampai ke lengan, rahang dan wajah. Karakteristik nyeri dapat di katakan sebagai rasa nyeri yang sangat yang pernah di alami. Sebagai akibat nyeri tersebut mungkin di dapatkan wajah yang menyeringai, perubahan pustur tubuh, menangis, penurunan kontak mata, perubahan irama jantung, ECG, tekanan darah, respirasi dan warna kulit serta tingkat kesadaran. c) B3 (Brain) Nyeri kepala yang hebat, Changes mentation. Kesedaran baik atau menrun Kelemahan d) B4 (Bledder) Penurunan berkemih atau normal, Nokturia (brkemih malam hari) e) B5 (Bowel) Bising usus mungkin meningkat atau juga normal, Konstipasi atau diare f) B6 ( Bone) penurunan turgor kulit, berkeringat banyak, kelemahan otot atau juga biasa
3) Pemeriksaan Pola Kesehatan a) Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan Pengkajian psikologis meliputi persepsi yang jelas terhadap status emosi, kognitif, dan perilaku klien serta mekanisme koping. Dikaji perasaan cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal dan gangguan citra tubuh. Sebelum sakit: keluarga klien mengatakan sebelum sakit klien sering memeriksakan kesehatan ke pelayanan kesehatan.
Selama sakit: keluarga klien menganggap kesehatan itu sangat berharga b) Pola nutrisi dan metabolik Sebelum sakit: klien secara umum makan sampai 4x/hari dan minum sampai 5 gelas kecil/hari. Selama sakit: nafsu makan klien berkurang, klien decompensasi cordis mengeluh terjadi perubahan berat badan, terjadi edema dan asites. c) Pola eliminasi Sebelum sakit: klien BAK 4-5x/hari, BAB 1x/hr dengan konsistensi lembek, warna kuning, bau khas. Selama sakit: klien belum BAB, klien terpasang DC d) Pola aktivitas dan latihan Sebelum sakit: klien melakukan aktivitas dengan bekerja dan berkumpul dengan keluarga Selama sakit: klien hanya berbaring diatas tempat tidur. e) Pola tidur dan istirahat Sebelum sakit: klien istirahat malam mulai pukul 22.00 sampai pukul 05.00, istirahat siang tidak tentu. Selama sakit: klien tidur terus, klien bangun saat dibangunkan oleh perawat. f) Pola kognitif dan perseptual Sebelum sakit: klien mampu mengingat sesuatu yang dilakukan amaupun mengingat orang yang pernah di kenalnya. Selama sakit: klien tampak diam dan gelisah. g) Pola persepsi diri Sebelum sakit: keluarga klien mengatakan sebelum sakit klien adalah sebagai kepala keluarga Selama sakit: klien tetap dianggap sebagai kepala keluarga tapi untuk mengambil keputusan dilakukan oleh anaknya yang tertua. h) Pola seksualitas dan reproduksi Sebelum sakit: Klien memiliki 3 orang anak dan selalu berhubungan baik dengan keluarganya.
Selama sakit: klien ingin selalu ditemani oleh istri dan anak-anaknya. i) Pola peran dan hubungan Sebelum sakit: klien berhubungan dengan baik dengan orang lain. Selama sakit: selama proses perawatan klien hanya diam dan mengedipkan mata saat diajak berin teraksi. Terjadi penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan. j) Pola manajemen koping-stress Sebelum sakit: klien selalu meminta pertimbangan pada istrinya setiap ada masalah. Selama sakit: klien tidak bisa berinteraksi dengan baik kepada orang lain k) Pola sistem nilai dan keyakinan Sebelum sakit: klien melakukan ibadah shalat 5 waktu Selama sakit: klien tidak melakukan shalat lima waktu.
2. Diagnosa Keperawatan a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveolar. b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2. c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunya laju filtrasi glomerulus. d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema, penurunanperfusi jaringan. e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
3. Intervensi Keperawatan No. 1.
Diagnosa Keperawatan Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveolar
Tujuan dan Kriteria Hasil Tujuan dan Kriteria Hasil ( NOC) Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah gangguan pertukaran gas dapat teratasi dengan kriteria hasil: 1). Respiratory status : gas exchange Klien mampu memelihara kebersihan paruparu, dan bebas dari tanda-tanda distresspernafasan, AGD dalam batas normal, status neurologis dalam batas normal. 2). Respiratory status : ventilation Klien mampu mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigen yang adekuat, mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dispneu (mampu mengeluarkan sputum mampu bernafas dengan
Intervensi
Rasional
Rencana Tindakan ( NIC) 1) Monitor respirasi dan status oksigen, catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicula r dan intercostalis 2) monitor pola nafas, auskultasi sura nafas 3) monitor TTV, AGD dan elektrolit 4) observasi sianosis khususnya membran mukosa
1) untuk mengetahui tingkat efektifitas fungsi pertukaran gas 2) untuk mengetahui tingkat pola nafas pasien 3) untuk mengetahui keadaan umum pasien 4) untuk mengetahui tingkat oksigenasi pada jaringan
2.
3.
mudah, tidak ada pursed lips). Intoleransi Tujuan dan kriteria aktivitas hasil (NOC) berhubungan Tujuan: dengan setelah dilakukan ketidakseimbangan tindakan antara suplai dan keperawatan selama kebutuhan O2 3 x 24 jam pasien bertoleransi terhadap aktivitas dengan kriteria hasil: berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan TD, nadi dan RR, mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) secara mandiri, keseimbangan aktivitas dan istirahat
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerolus (GFR)
Tujuan dan kriteria hasil (NOC) Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan masalah kelebihan volume cairan dapat teratasi dengan kriteria hasil: 1).Electrolit and acid base balance Terbebas dari edema, efusi, anasarka, terbebas
1) Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan 2) bantu klien untuk mengidentifik asi aktivitas yang mampu dilakukan 3) observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas 4) bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial 1) Monitor vital sign 2) monitor berat badan 3) monitor elektrolit 4) monitor tanda dan gejala edema 5) berikan diuretik sesuai instruksi 6) monitor input dan output
1) agar faktor penyebab dapat diketahui 2) untuk mengurangi beban kerja jantung yang terlalu berat 3) untuk mengurangi beban kerja jantung yang terlalu berat 4) untuk melihat dampak dari aktivitas terhadap fungsi jantung yang disesuaikan dengan kemampuan pasien.
1) Sebagai salah satu cara untuk mengetahui peningkatan jumlah cairan yang dapat diketahui dengan meningkatkan beban kerja jantung yang dapat diketahui dari meningkatnya tekanan darah 2) Kelebihan BB dapat diketahui dari peningkatan BB yang ekstrim akibat terjadiny
dari distensi vena jugularis, memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung dan vital sign dalam batas normal. 2).Hydration Terbebas dari kecemasan, kelelahan atau bingung, tidak ada dispneu atau orthopneu 4.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema, penurunan perfusi jaringan.
Tujuan dan kriteria hasil (NOC) Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan kerusakan integritas klien teratasi dengan kriteria hasil: 1).Tissue integrity: skin and mucous membrane Integritas kulit dapat dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperature, hidrasi,pigmentasi), perfusi jaringan baik. 2).wound healing: primer dan sekunder Tidak ada luka atau lesi pada kulit, menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera
1) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar 2) mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali 3) monitor kulit akan adanya kemerahan, oleskan lotion atau minyak / baby oil pada daerah yang tertekan 4) monitor aktivitas dan mobilisasi pasien 5) monitor status nutrisi pasien 6) memandikan pasien dengan sabun dan air hangat 7) kaji lingkungan
penimbunan cairan ekstra seluler. 3) Untuk mengetahui jumlah elektrolit pasien 4) Untuk mengetahui keseimbangan cairan pasien 5) Agar cairan tidak terus menumpuk dalam tubuh pasien 6) Mengetahui keseimbangan cairan pada pasien 1) agar tidak terjadi gesekan kulit yang membuat kerusakan pada kulit 2) untuk mencegah dekubitus 3) agar tidak terjadi kemerahan yang lamakelamaan akan menyebabkan dekubitus 4) agar pasien melakukan aktivitas ringan 5) untuk menjaga kebutuhan nutrisi pasien 6) menjaga kebersihan kulit pasien 7) agar kulit tidak mengalami tekanan yang menyebabkan kerusakan
5.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang decompensasi cordis yang dialami pasien
berulang, dan peralatan menunjukan yang terjadinya proses menyebabkan penyembuhan luka, tekanan mampu melindungi 8) observasi luka kulit dan :lokasi, mempertahankan dimensi, kelembaban kulit kedalaman dan parawatan alami luka, karakteristik, warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus 9) ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka 10) kolaborasi dengan ahli gizi pemberian diet TKTP, vitamin
8) untuk mengetahui perkembangan kondisi dari pasien 9) agar klien dan keluarga mendapatkan informasi tentang luka dan perawatan luka sehingga dapat melakukan secara mandiri 10) untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dari pasien
Tujuan dan kriteria hasil (NOC) Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 30 menit diharapkan keluarga dan pasien menunjukan pengetahuan tentang decompensasi cordis dengan kriteria hasil: 1). Knowledge disease process Menjelaskan
1) Agar pasien dan keluarga dapat memahami penyakit yang diderita pasien 2) Agar pasien dan keluarga mengetahui terapi yang akan dilakukan 3) Agar pasien dan keluarga mengetahui
Behavior modification 1) Sediakan informasi tentang kondisi dengan cara yang tepat 2) diskusikan pilihan terapi atau penanganan 3) sediakan bagi keluarga informasi tentang
spesifik proses penyakit, etiologi, dan faktor, efek dari penyakit,manifestasi klinik penyakit. 2).Knowledge health behavior Strategi untuk mengatasi stress, pola tidur normal, perencanaan dilakukan dengan keluarga, strategi untuk menghindari bahaya lingkungan, strategi untuk mencegahpenularan penyakit
kemajuan pasien dengan cara yang tepat 4) identifikasi kemungkinan penyebab dengan cara yang tepat
perkembangan kondisinya 4) Untuk mengetahui sejauh mana pemahaman pasien dan keluarga terhadap penjelasan yang diberikan
1. Evaluasi Evaluasi kasus dengan assessment masalah belum teratasi muncul pada diagnosa penurunan curah jantung. Hal ini karena peda penyakit kronik sangat mustahil untuk dikembalikan seperti semula. Diagnosa ini akan selalu muncul pada Decompensasi Cordis walaupun tidak pada status actual. Diagnosa banding pada penurunan kerja jantung juga akan muncul selama kasus masih ada, namun dengan intervensi selanjutnya masalah akan teratasi. 2. Discharge Planning a. Menerima kenyataan bahwa pemakaian obat jantung akan dipakai seumur hidup. 1) Minum obat yang sudah dianjurkan oleh dokter secara teratur dan dosis yang tepat. 2) Kontrol secara rutin ke dokter bila obat yang diminum habis. b. Membatasi garam sesuai dengan diit yang sudah dianjurkan 1) Baca dengan teliti rencana diit yang sudah dianjurkan oleh dokter.
2)
Hindari makan/minum yang berlebihan.
c. Memeriksa kembali program aktivitas 1) Meningkatkan aktivitas secara bertahap agar tidak menyebabkan kelelahan. 2) Secara umum dapat melakukan aktivitas tanpa menimbulkan gejala. 3) Mematuhi kunjungan ulang ke dokter sesuai dengan pengobatan. d. Siaga terhadap gejala yang menunjukan kekambuhan gagal jantung 1. Peningkatan BB 2.
Kehilangan nafsu makan
3.
Nafas pendek setelah aktivitas
4.
Edema pada daerah tumit kaki
5.
Batuk yang tidak sembuh dan menimbulkan sesak nafas
Setelah gagal jantung terkontrol klien dibimbing kembali ke gaya hidup dan aktivitas sebelum sakit. 1. Merencanakan aktivitas kegiatan hidup sehari-hati untuk meminimalkan periode apnu dan kelelahan 2. Bantu klien untuk mengidentifikasi stress emosional dan menggali cara-cara untuk menyelesaikannya 3. Memberikan Penyuluhan a. Hidup dengan Reserve jantung terbatas Beristirahat harus cukup Menerima kenyataan bahwa pemakaian digitalis dan pembatasan natrium yang mungkin seumur hidup Membatasi natrium sesuai petunjuk Menghindari makanan dan minuman berbahaya : kopi, tembakau Menjaga berat badan stabil Mencegah terjadinya infeksi Memeriksa kembali program aktivitas b. Siaga terhadap gajala yang menunjukan kekambuhan gagal jantung
4. Penyusunan jadwal tindak lanjut medis secara teratur
DAFTAR PUSTAKA
Fathoni, M. 2007. Heart Failure Pathophysiologi and Management. Dalam : CatKul IPD Jantung. Surakarta : Forrinsik 04 FKUNS. Hudak dan Gallo, 1997. Keperawatan Kritis pendekatan Holistik. Jakarta : EGC. Mansjoer. 2003. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media Aesculaplus. Nugroho, HS. 2009. Heart Failure Pathophysiologi and Management. Surakarta : Slide Kuliah Blok Kardiovaskuler Angkatan 2007 FKUNS. Prince, Sylvia A, et al. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC. Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah jilid II. Jakarta : EGC. Tabrani.1998. Agenda Gawat Darurat Jilid 2. Penerbit: Alumni Bandung. Wilkinson,M. 200.6 Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta:EGC. Ziliwu, H.J. 2013. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gagal Jantung ( Health Failure/ Decompensatio Cordis). Jurnal diterbitkan: Jakarta.