BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan istilah yang tidak asing lagi bagi kita, peranannya dalam pengembangan negara juga sangat besar. Di Indonesia banyak Undang – Undang maupun peraturan perundang – undangan yang menjelaskan tentang pajak. Dari tahun ke tahun sistem perpajakan dan peraturan tentang pajak selalu mengalami perubahan. Sistem perpajakan yang lama ternyata sudah tidak sesuai lagi dengan tingkat kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia, baik dari segi kegotong-royongan nasional maupun dari laju pembangunan nasional yang telah dicapai. Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dilandasi falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang di dalamnya tertuang ketentuan yang menjunjung tinggi hak warga negara dan menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan. Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) diatur dalam UU No.6 Tahun 1983, telah diperbaharui oleh UU No.28 Tahun 2007. Dasar pertimbangan penyempurnaan Undang-Undang tersebut adalah untuk lebih meningkatkan kepastian hukum bagi fiskus maupun Wajib Pajak, di mana hukum pajak formal lebih jelas diatur sebagai hukum yang mewujudkan aturan material perpajakan, guna mengatur pelaksanaan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak dan Fiskus.
1
2
Sejalan dengan perkembangan ekonomi, teknologi informasi, sosial, dan politik, disadari bahwa perlu dilakukan perubahan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Perubahan tersebut bertujuan untuk lebih memberikan keadilan, meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, meningkatkan kepastian dan penegakan hukum, serta mengantisipasi kemajuan di bidang teknologi informasi dan perubahan ketentuan material di bidang perpajakan. Selain itu, perubahan tersebut juga dimaksudkan untuk meningkatkan profesionalisme aparatur perpajakan, meningkatkan keterbukaan istrasi perpajakan, dan meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak. Sistem, mekanisme dan tata cara pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan yang sederhana menjadi ciri dan corak dalam perubahan UndangUndang ini dengan tetap menganut sistem self assessment. Perubahan tersebut khususnya berkaitan dengan peningkatan keseimbangan hak dan kewajiban bagi masyarakat dan Wajib Pajak sehingga dapat melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya dengan lebih baik. Hal ini akan mendukung tujuan pemerintah dalam mengelola perpajakan guna mencapai penerimaan pajak optimal dan juga untuk memenuhi rasa keadilan bagi Wajib Pajak. Berdasarkan uraian di atas mengingatkan bahwa pentinganya mengetahui, mempelajari, dan mengamalkan peraturan perpajakan dengan mengetahui kasus-kasus yang terjadi secara nyata, maka penulis mengangkat judul “Ketentuan Umum Perpajakan”.
3
1.2 Permasalahan Permasalahan yang dibahas dalam makalah ini terkait kasus kuantitatif dan kasus kualitatif serta pembahasannya dalam Ketentuan Umum Perpajakan (KUP).
1.2.1
Identifikasi Masalah Dari latar belakang di atas maka masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana
kasus
kuantitatif
serta
pembahasannya
terkait
Ketentuan Umum Perpajakan? 2. Bagaimana kasus kualitatif serta pembahasannya terkait Ketentuan Umum Perpajakan?
1.2.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka penulis merumuskan permasalahan adalah: Bagaimanakah kasus kuantitatif dan kasus kualitatif serta pembahasannya dalam Ketentuan Umum Perpajakan?
1.2.3
Batasan Masalah Dalam melakukan penelitian ini, penulis membatasi fokus pembahasan, yaitu pada Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1 Teori Pendukung 2.1.1 Pajak Pajak merupakan pungutan wajib bagi semua wajib pajak yang telah diatur oleh Undang-Undang tetang perpajakan.
2.1.2 Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 1.
Pengertian dan Fungsi NPWP Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana istrasi perpajakan yang dipergunkan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Oleh karena itu, kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu NPWP dan NPWP tersebut berfungsi :
Sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak.
Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran dan dalam pengawasan istrasi perpajakan.
2.
Cara Memperoleh NPWP Setiap Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak Badan, wajib mendaftarkan pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat
4
5
tinggal/tempat kedudukan Wajib Pajak untuk di catat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus kepadanya diberikan NPWP. Wajib Pajak yang telah terdaftar yaitu Wajib Pajak yang telah terdaftar dalam tata usaha Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan telah diberikan NPWP yang terdiri dari 15 digit : yaitu 9 digit pertama merupakan kode Wajib Pajak dan 6 digit berikutnya merupakan kode istrasi pajak. Kartu NPWP ini diterbitkan oleh KPP. 3.
Kewajiban Mendaftarkan Diri dan Pelaporan Kegiatan Usaha Masalah kewajiban mendaftarkan diri diawali dari dasar Pasal 2 UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang menyatakan bahwa “ Setiap Wajib Pajak wajib mendaftar diri pada Kantor Direktoral Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan NPWP”. Kewajiban mendaftarkan diri juga diberlakukan terhadap wanita kawin yang dikenakan pajak terpisah dari suami karena hidup terpisah berdasarkan putusan hakim atau kehendak sendiri secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta. Terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP dikenakan sanksi sesuai perundang-undangan perpajakan.
6
4.
Penghapusan NPWP NPWP dapat dihapus tetapi dengan penghapusan NPWP ini tidak berarti menghilangkan kewajiban perpajakan yang harus dilakukan. Penghapusan NPWP dilakukan karena dalam hal sebagai berikut : a. Wajib Pajak orang pribadi meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan. b. Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahaan harta dan penghasilan. c. Warisan belum terbagi dalam kedudukan sebagai subjek pajak sudah selesai dibagi. d. Wajib Pajak Badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. e. Bentuk usaha tetap yang karena suatu hal kehilangan statusnya sebagai Bentuk Usaha tetap. f. Wajib Pajak Orang Pribadi lainnya selain yang dimaksudkan pada a dan b yang tidak memenuhi syarat lagi untuk dapat digolongkan sebagai Wajib Pajak.
7
2.1.3. SURAT PEMBERITAHUAN 1.
Pengertian Surat Pemberitahuan Pasal 1 angka 11 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyebutkan bahwa pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pengaturan SPT tersebut selanjutnya dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan kewajiban Perpajakan berdasarkan Undang-Undang No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan UndangUndang Nomor 28 Tahun 2007 dan aturan pelaksanaan pada tingkat dibawahnya seperti peraturan menteri keuangan.
2.
Fungsi Surat Pemberitahuan Seperti dalam batasan SPT diatas bahwa Wajib Pajak dalam melaporkan perhitungan pajaknya dan atau pembayaran pajaknya menggunakan SPT. Pasal 3 Undang-Undang KUP juga menegaskan kewajiban bagi setiap Wajib Pajak untuk mengisi SPT dengan benar, lengkap dan jelas, dalam Bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang rupiah dan menandatangani
8
serta menyampaikan ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditatapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Dengan ini menegaskan fungsi SPT bagi Wajib Pajak a.
Bagi Pengusaha Bagi pengusaha bahwa SPT Pajak Penghasilan yaitu berfungsi sebagai sarana melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :
-
Pembayaran/pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiridan atau melalui pemotongan/pemungutan pihak lain dalam 1 tahun pajak/bagian tahun pajak.
-
Penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak.
-
Harta dan kewajiban dan atau
-
Pembayaran
dari
pemotongan/pungutan
tentang
pemotongan/pemungutan pajak orang pribadi/badan lain dalam 1 masa pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangperundangan perpajakan. b.
Bagi Pengusaha Kena Pajak Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi SPT adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan
9
jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang: -
Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran dan
-
Pembayaran/pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
c. Bagi Pemotong/Pemungut Pajak Bagi Pemotong/Pemungut Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong/dipungut dan disetorkan. Pengertian pengisian SPT dimaksudkan yaitu mengisi formulir SPT dalam bentuk kertas dan atau dalam bentuk elektronik, dengan benar, lengkap, jelas sesuai dengan petunjuk pengisian yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sedangkan yang dimaksud dengan istilah benar, lengkap dan jelas dalam mengisi SPT adalah : -
Benar yaitu benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
perpajakan, dalam penulisan dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya:
10
-
Lengkap yaitu memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan dan,
-
Jelas yaitu melaporkan asal-usul atau sumber dari objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalama SPT.
3. Jenis dan Bentuk Surat Pemberitahuan (SPT) Jenis SPT sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007 meliputi : a. SPT Tahunan Pajak Penghasilan, yaitu SPT untuk suatu tahun pajak/bagian tahun pajak. b. SPT Masa, yaitu SPT untuk suatu masa pajak yang terdiri atas : -
SPT Masa Pajak Penghasilan.
-
SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai dan,
-
SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
Dari jenis SPT baik SPT Tahunan maupun SPT Masa berbentuk : a.
Formulir kertas (hardcopy) atau
b. e-SPT yaitu data SPT Wajib Pajak dalam bentuk elektronik yang dibuat oleh Wajib Pajak dengan menggunakan aplikasi e-SPT yang disediakan Direktorat Jenderal Pajak.
11
4. Isi Surat Pemberitahuan a.
SPT Tahunan
Suatu SPT terdiri dari SPT induk dan lampirannya sebagai suatu kesatuan yang tidak terpisahkan. Untuk data dasar (formal) SPT paling sedikit memuat: -
Nama Wajib Pajak, NPWP dan alamat Wajib Pajak.
-
Masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak yang bersangkutan dan,
-
Tanda tangan Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak. Disamping data dasar (data formal) juga terdapat/memuat data materiil mengenai :
-
Jumlah peredaran usaha,
-
Jumlah
penghasilan,
termasuk
penghasilan
yang
bukan
merupakan objek pajak. -
Jumlah penghasilan kena pajak.
-
Jumlah pajak yang terutang.
-
Jumlah kredit pajak.
-
Jumlah kekurangan atau kelebihan pajak.
-
Jumlah harta dan kewajiban.
-
Tanggal pembayaran Pajak Penghasilan (Pasal 29) dan,
-
Data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak.
12
b.
SPT Masa Dalam SPT Masa disamping data dasar berisi pula data materiil untuk SPT Masa Pajak Penghasilan meliputi : -
Jumlah objek pajak, jumlah pajak yang terutang dan atau jumlah pajak dibayar.
-
Tanggal pembayaran/penyetoran dan,
-
Data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak. Sedangkan untuk SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai dipisahkan
dengan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi pemungutan Pajak Pertambahan Nilai sebagai berikut : 1.
2.
SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai meliputi : -
Jumlah penyerahan.
-
Jumlah Pajak Keluaran.
-
Jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
-
Jumlah kekurangan atau kelebihan pajak.
-
Tanggal penyetoran dan,
-
Data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak.
SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi pemungut PPN memuat : -
Jumlah dasar pengenaan pajak.
-
Jumlah pajak yang dipungut.
-
Jumlah pajak yang disetor.
-
Tanggal pemungutan.
-
Tanggal penyetoran dan,
13
5.
Data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak.
Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Terhadap SPT yang telah diisi selanjutnya Wajib Pajak menyampaikan SPT tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, dapat dilakukan : a. Secara langsung. b. Melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau c. Cara lain. Penyampaian SPT cara lain ini dilakukan :
Melalui perusahaan jasa ekspedisi / jasa kurir (perusahaan yang berbentuk badan hukum yang memberikan jasa pengiriman surat jenis tertentu termasuk pengiriman SPT ke Direktorat Jenderal Pajak) dengan bukti pengiriman surat, atau.
e-Filling melalui ASP (application service provider). ASP atau penyedia jasa aplikasi ini sebagai perusahaan penyedia jasa aplikasi yang telah ditunjuk dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagai perusahaan yang dapat menyalurkan penyampaian SPT atau pemberitahuan perpajakan SPT Tahunan secara elektronik ke Direktorat Jenderal Pajak
6.
Batas Waktu Penyampaian Surat Pemberitahuan Sesuai Pasal 3 Ayat (3) Undang-Undangan Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang diikuti dengan Peraturan
14
Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 Tanggal 5 April 2010 Tanggal 5 April 2010, batas waktu penyampaian SPT diatur : a. Untuk SPT Masa, paling lambat 20 hari setelah akhir masa pajak. b. Untuk SPT Tahunan, paling lambat 3 bulan setelah akhir tahun pajak.
2.1.4
SURAT KETETAPAN PAJAK KURANG BAYAR 1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi istrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar. Fungsi SKPKB : a. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang. b. Sebagai alat atau sarana untuk mengenakan sanksi . c. Sebagai alat atau sarana untuk menagih pajak.
2. Dasar Diterbitkannya SKPKB a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar. b. Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktunya dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan didalam surat teguran. (SKPKB diterbitkan secara jabatan).
15
c. Apabila
berdasarkan
hasil
pemeriksaan
mengenai
Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0%. d. Apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 (tentang kewajiban pembukuan) dan Pasal 29 (tentang kewajiban dalam pemeriksaan) tidak dipenuhi, sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang. (SKPKB diterbitkan secara jabatan).
3. Sanksi Berkenaan SKPKB a. Apabila SKPKB diterbitkan berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar (angka 1 pada dasar/sebab terbitnya SKPKB), maka jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKB ditambah dengan sanksi istrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan untuk selamalamanya 24 bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB. b. Apabila SKPKB diterbitkan berdasarkan angka 2, 3 dan 4 (pada dasar/sebab diterbitkan SKPKB), maka jumlah pajak dalam SKPKB ditambah dengan sanksi istrasi berupa kenaikan sebesar :
50% dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak.
16
100% dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetorkan, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetorkan.
100% dari Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar
4. Jangka Waktu Penerbitan SKPKB a. Dalam jangka waktu 10 tahun sesudah saat pajak terutang, berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak. b. Setelah lewat jangka waktu 10 tahun sesudah saat terutangnya pajak, berakhirnya masa pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak.
2.1.5 SANKSI KETERLAMBATAN PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK YANG TERUTANG Menteri Keuangan mempunyai kewenangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak terutang sebagai batas waktu untuk suatu saat atau masa pajak masing-masing jenis pajak, paling lambat 15 hari setelah saat terutangnya pajak/berakhirnya masa pajak. Keterlambatan dalam pembayaran dan penyetoran berakibat dikenai sanksi istrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan. Sebagai contoh, angsuran masa Pajak Penghasilan (PPh Pasal 25).
17
PT. Aman untuk tahun 2008 dibayar tanggal 18 Juli 2008 sebesar Rp.10.000.000,00 per bulan. Ternyata PPh pasal 25 bulan Juni 2008 dibayar tanggal 18 Juli 2008. Pada tanggal 15 Juli 2008 diterbitkan Surat Tagihan Pajak, maka perhitungan sanksi bunga dalam Surat Tagihan Pajak (STP) dihitung untuk 1 bulan = 1 x 2% x Rp.10.000.000,00 = Rp.200.000,00. Pasal 9 ayat (2) UU KUP mengatur pula batas waktu pembayaran kekurangan pajak yang terutang berdasrkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan yaitu harus dibayar lunas sebelum SPT Pajak Penghasilan disampaikan/yang dikenal dengan Pajak Penghasilan Pasal 29 (PPh Pasal 29). Apabila Wajib Pajak membayar atau menyetor PPh Pasal 29 setelah tanggal jatuh tempo penyampaian SPT Tahunan, dikenai sanksi istrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan. Demikian pula untuk SPT, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding serta Putusan Penijauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterbitkan. Khusus Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu, jangka waktu pelunasan dimaksud diperpanjang paling lambat menjadi 2 bulan yang ketentuannya diatur dengan/berdasarkan Peraturan Meteri Keuangan.
18
2.1.6. SANKSI ISTRASI DAN SANKSI PIDANA TERKAIT SPT DAN NPWP Kepada Wajib Pajak yang tidak memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan dalam UU sehubungan dengan SPT dikenakan sanksi istrasi dan atau sanksi pidana. 1.
Apabila Surat Pemberitahuan Wajib Pajak tidak disampaikan dalam
jangka waktu yang telah ditetapkan/batas waktu perpanjangan SPT dikenai sanksi istrasi berupa denda sebesar Rp.500.000,00 untuk SPT Masa PPn Rp.100.000,00 untuk SPT Masa lainnya Rp.1.000.000,00 untuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan dan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi Rp.100.000,00. 2.
Pasal 38 UU No.28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No.6
Tahun 1983 tentang KUP menyatakan bahwa, apabila wajib pajak tidak menyampaikan SPT/menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar/tidak lengkap/melampirkan keterangan yang isinya tidak benar karena kealpaan Wajib Pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Didenda paling sedikit 1 x jumlah pajak terutang yang tidak/kurang dibayar dan paling banyak 2 x jumlah pajak terutang yang tidak/kurang dibayar atau dipidana kurungan paling singkat 3 bulan atau paling lama 1 tahun. 3.
Pasal 39 UU No.28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No.6
Tahun 1983 tentang KUP menyatakan bahwa, apabila dengan sengaja Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT/menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar/tidak lengkap/melampirkan keterangan yang isinya tidak benar karena
19
kealpaan Wajib Pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 x jumlah pajak terutang yang tidak/kurang dibayar dan paling banyak 4 x jumlah pajak terutang yang tidak/kurang dibayar. Untuk mencegah adanya pengulanangan tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 tahun sejak selesainya menjalani sebagian/seluruh pidana penjara yang dijatuhkan dikenai pidana lebih berat yaitu ditambahkan 1 x menjadi 2x sanksi pidana yang diatur diatas. 4.
Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana
menyalahgunakan / menggunakan tanpa hak NPWP/Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagai mana dimaksud Pasal 39 ayat (1) huruf b UU KUP/penyampaian SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar/tidak lengkap, sebagai dimaksud oleh pasal 39 ayat (1) huruf d UU KUP, dalam rangka
mengajukan
permohonan
restitusi/melakukan
kompensasi
pajak/pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 2 tahun dan denda paling sedikit 2 x jumlah restitusi yang dimohonkan dan atau kompensasi/pengkreditan pajak yang dilakukan dan paling banyak 4 x jumlah restitusi yang dimohonkan dan atau kompensasi/pengkreditan pajak yang dilakukan. Oleh karenanya, percobaan melakukan tindakan pidana tersebut merupakan delik tersendiri.
20
21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Penelitian Terdahulu Dedy Setya Utama Pandiang (2014), dalam jurnalnya yang berjudul “Pengaruh Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Tagihan Pajak, Jumlah Pengusaha Kena Pajak dan Surat Pemberitahuan Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)”. Penelitian ini merupakan studi time series selama 6 tahun dengan unit data bulanan. Metode pemilihan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Hasil dari penelitian ini adalah hasil pengujian secara parsial membuktikan bahwa PKP Terdaftar dan SSP PPN berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan PPN, akan tetapi STP berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penerimaan PPN. Sebaliknya, tidak ada pengaruh antara SPT Masa Kurang Bayar dan SKPKB terhadap penerimaan PPN. Hasil pengujian secara simultan membuktikan bahwa PKP Terdaftar, SSP, SPT Masa , STP, dan SKPKB berpengaruh simultan dan signifikan terhadap penerimaan PPN. Nimas Capika Iskandar, Suhadak, dan Bambang Ismono (2015), dalam jurnalnya yang berjudul “Pengaruh Peningkatan Pelayanan, Penertiban istrasi, dan Pengawasan Terhadap Kepatuhan Pengusaha Kena Pajak (Studi pada KPP Pratama Malang Utara)”. Penelitian ini merupakan penelitian eksplanatif dengan pendekatan kuantitatif. Analisis data yang digunakan yakni analisis deskriptif dan analisis inferensial. Hasil dari penelitian ini adalah
22
peningkatan pelayanan, penertiban istrasi dan pengawasan secara simultan (bersama-sama) memiliki pengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan pengusaha kena pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Malang Utara. Variabel peningkatan pelayanan berpengaruh secara positif signifikan terhadap kepatuhan pengusaha kena pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Malang Utara. Variabel penertiban istrasi berpengaruh positif signifikan secara parsial terhadap kepatuhan pengusaha kena pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Malang Utara. Variabel pengawasan berpengaruh positif signifikan terhadap kepatuhan pengusaha kena pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Malang Utara. Viega Ayu Permata Sari (2017), dalam jurnalnya yang berjudul “Pengaruh Tax Amnesty, Pengetahuan Perpajakan, dan Pelayanan Fiskus Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak”. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif kausalitas, dan teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan skala likert 1 sampai 5. Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini adalah berdasarkan perhitungan nilai Adjusted R Square yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa model regresi tergolong lemah. Karena tax amnesty, pengetahuan perpajakan, pelayanan fiskus tidak dapat menjelaskan secara keseluruhan kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan hasil uji t bahwa variabel tax amnesty memiliki pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak, sehingga hipotesis diterima. Program tax amnesty memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan hasil uji t bahwa variabel pengetahuan
23
perpajakan memiliki pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak, sehingga hipotesis diterima. Dengan memiliki pengetahuan perpajakan wajib pajak akan lebih mudah untuk menjalankan kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan. Berdasarkan hasil uji t bahwa variabel pelayanan fiskus tidak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak, sehingga hipotesis ditolak. Wajib pajak masih belum merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan fiskus. Berdasarkan hasil uji F dapat disimpulkan bahwa tax amnesty, pengetahuan perpajakan, pelayanan fiskus berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak yang berada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Surabaya Tegalsari. Sri Putri Utami (2018), dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar Utara”. Penelitian tersebut menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode pengumpulan data observasi, dokumentasi dan kuesioner. Hasil dari penelitian ini adalah kepatuhan wajib pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak. Hal ini menunjukkan bahwa makin tinggi kepatuhan wajib pajak, maka penerimaan pajak pun akan tinggi. Pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak pemeriksa pajak melakukan pemeriksaan maka penerimaan pajak akan semakin meningkat.
24
3.2 Alat Analisa Alat analisa yang digunakan penulis dalam mengumpulkan data pada makalah ini adalah jenis dokumentasi yaitu penulis melakukan analisis terhadap dokumen-dokumen yang berisi data-data perpajakan khususnya ketentuan umum perpajakan yang diperoleh dari literatur-literatur seperti undang-undang, penelitian-penelitian terdahulu, buku-buku, artikel-artikel pada media cetak dan elektronik, dan jurnal yang terkait dengan ketentuan umum perpajakan.
3.3 Kegunaan Penelitian Kegunaan yang diharapkan saat melakukan penelitian tentang Ketentuan Umum Perpajakan adalah sebagai berikut: 1. Bagi Mahasiswa Menambah pengetahuan dan referensi terkait ketentuan umum perpajakan dimana nantinya bisa diterapkan oleh mahasiswa. 2. Bagi Universitas. Menambah dan mengembangkan kepustakaan dibidang perpajakan berdasarkan penerapan yang ada dalam kenyataan baik di pusat maupun di fakultas. 3. Bagi Pihak Lain. Sebagai bahan referensi dalam rangka membuat karya ilmiah berikutnya yang sejenis.
25
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Kasus Kuantitatif dan Pembahasan 4.1.1 Kasus PT LZA menyampaikan SPT PPh badan Tahun Pajak 2012 (tahun takwim) yang menyatakan lebih bayar Rp 100 juta pada tanggal 27 April 2013. Atas SPT tersebut dilakukan pemeriksaan dan telah diterbitkan SKPKB tanggal 9 Oktober 2013 dengan perincian sebagai berikut: Remarks
SPT
Pemeriksaan
PPh terhutang
180 juta
400 juta
Kredit Pajak
280 juta
280 juta
(100 juta)
120 juta
PPh
Lebih
Bayar
(LB) Sanksi SKPKB (6 bln
14,4 Juta
x 2%) Jumlah Kurang Bayar
134,4 juta
Ditanya : a) Hitunglah sanksi SKPKB versi pemeriksaan pajak di atas dengan asumsi WP memenuhi Pasal 28 dan 29 UU KUP! b) Jika pembetulan yang dilakukan menjadi kurang bayar Rp 80.000.000,00 dengan asumsi tanggal pembayaran kurang
26
bayar adalah 20 Mei 2014 maka berapakah sanksi yang dikenakan?
4.1.2 Pembahasan a) Saat terutangnya Pajak
= 27 April 2013
Saat diterbitkannya SKPKB = 9 Oktober 2013 PPh Kurang Bayar
= Rp 120.000.000,00
Sanksi SKPKB
= (Rp 120.000.000,00 x 2%) x 6 bulan = Rp 14.400.000,00
b) Pajak yang kurang dibayar LB 100.000.000,00 menjadi KB 80.000.000,00 maka
= ( Rp 100.000.000,00 + Rp 80.000.000,00) = Rp 180.000.000,00
Sanksi yang dikenakan = (2% x Rp 180.000.000,00) x 13 bulan = Rp 46.800.000,00
4.2 Kasus Kualitatif dan Pembahasan 4.2.1 Kasus PT. BIZA mengajukan keberatan melunasi sebesar Rp 50.000.000 dari jumlah yang harus dibayar yang tercantum dalam SKPKB pada tanggal 2 Maret 2014. Bunga penagihan atas keterlambatan tersebut tidak diterbitkan oleh KPP dengan alasan menunggu proses keberatan dan
27
penagihan. PT BIZA mengajukan keberatan atas SKPKB tersebut pada tanggal 4 Maret 2014. Keputusan keberatan tersebut terbit tanggal 20 Oktober 2014 dengan perincian sebagai berikut: Remarks
Pemeriksaan
Keberatan
PPh terhutang
400 juta
500 juta
Kredit Pajak
280 juta
280 juta
PPh Kurang Bayar
120 juta
220 juta
Sanksi SKPKB
14,4 juta
Sudah bayar Jumlah Kurang Bayar
50 juta 134,4 juta
170 juta
Sanksi keberatan
85 juta
Jumlah ymh Dibayar
255 juta
Ditanya : Apabila PT BIZA tidak berkeinginan mengajukan keberatan, tapi ingin mengajukan permohonan Pasal 16 UU KUP berupa pembetulan SKPKB, maka apa yang harus dilakukan oleh PT BIZA?
4.1.2 Pembahasan Apabila PT BIZA tidak berkeinginan mengajukan keberatan, tapi ingin mengajukan permohonan Pasal 16 UU KUP berupa pembetulan SKPKB, maka PT BIZA dapat mengajukan permohonan pembetulan SKPKB yang dianggap Wajib Pajak terdapat kesalahan hitung dan/atau
28
kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundangundangan perpajakan didalamnya. Pembetulan menurut Pasal 16 ayat (1)UU KUP ini dilaksanakan dalam rangka menjalankan tugas pemerintahan yang baik sehingga apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan yang bersifat manusiawi perlu dibetulkan sebagaimana mestinya.Sifat kesalahan atau kekeliruan tersebut tidak mengandung persengketaan antara fiskus dan Wajib Pajak. Apabila ditemukan kesalahan atau kekeliruan baik oleh fiskus maupun berdasarkan permohonan Wajib Pajak, maka kesalahan atau kekeliruan tersebut harus dibetulkan.
29
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Kasus kuantitatif Dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), besarnya sanksi yang dikenakan dihitung sebesar 2% x PPh Kurang Bayar yang telah dihitung x lamanya bulan. 2. Kasus Kualitatif Apabila PT BIZA tidak berkeinginan mengajukan keberatan, tapi ingin mengajukan permohonan Pasal 16 UU KUP berupa pembetulan SKPKB, maka PT BIZA dapat mengajukan permohonan pembetulan SKPKB yang dianggap Wajib Pajak terdapat kesalahan hitung dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan didalamnya. Pembetulan menurut Pasal 16 ayat (1)UU KUP ini dilaksanakan dalam rangka menjalankan tugas pemerintahan yang baik sehingga apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan yang bersifat manusiawi perlu dibetulkan sebagaimana mestinya.Sifat kesalahan atau kekeliruan tersebut tidak mengandung persengketaan antara fiskus dan Wajib Pajak. Apabila ditemukan kesalahan atau kekeliruan baik oleh fiskus maupun berdasarkan permohonan Wajib Pajak, maka kesalahan atau kekeliruan tersebut harus dibetulkan.
30
5.2 Saran Dalam makalah ini penulis mohon maaf jika ada tulisan atau bahasa kurang berkenan. Dari makalah yang kami buat masih banyak kekurangan yang belum bisa memenuhi kriteria. Jadi kritik dan saran kami butuhkan yang sifatnya membangun demi kelancaran makalah ini.
31
DAFTAR PUSTAKA
Mardiasmo. 2011. Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi Muljono, Djoko. 2010. Hukum Pajak – Konsep, Aplikasi, dan Penuntun Praktis. Yogyakarta: Andi http://makalahkuliahstai.blogspot.co.id/2016/04/ketentuan-umum-dan-tata-caraperpajakan.html diakses tanggal 28 Maret 2018 pukul 10.00 WiB https://ejournal.stiesia.ac.id/jira/article/viewFile/2846/2463 diakses tanggal 10 April 2018 pukul 13.00 http://103.195.142.17/bitstream/handle/123456789/27005/SKRIPSI%20LENGK AP-SRI%20PUTRI%20UTAMI_2.pdf?sequence=1 diakses tanggal 13 April 2018 pukul 10.24 WIB https://media.neliti.com/media/publications/193455-ID-pengaruh-peningkatanpelayanan-penertiba.pdf diakses tanggal 13 April 2018 pukul 10.56 WIB http://thecolorsofknowledge.blogspot.co.id/2015/11/kasus-kasus-ketentuanumum-perpajakan.html diakses tanggal 13 April pukul 11.46 WIB http://e-journal.uajy.ac.id/6165/1/jurnal.pdf diakses tanggal 12 April 2018 pukul 21.05 WIB